Pengertian Al–Qardh Al–Qardh
24
Artinya: Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad S.A.W.
bersabda, “Bukan seorang muslim mereka yang meminjamkan muslim lainnya dua kali kecuali yang
satunya adalah senilai sedekah” HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Baihaqi
.
12
ك ّج ع سأ أ :
شع ف ، شع
أ :
، ج
، ع أس ئ س أ ؟ فأ
ج ح ا س ا
س ج
Artinya: Anas Bin malik berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Aku
melihat pada waktu malam di- isra’kan, pada pintu surga
tertulis : sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh del
apan belas kali. Aku bertanya, “Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah?” Ia menjawab, “Karena
peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak
akan meminjam kecuali karena keperluan.”
HR Ibnu Majah dan Baihaqi
13
3 Ijma’
Para ulama telah menyepakati bahwa qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup
tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.
14
Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu,
pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan didunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap
kebutuhan umatnya.
12
Sunan Ibni Majah, Bab al-Qardh, Mesir:2005, Daar Ibni Haitsam, cet.1, no.2430, h.80.
13
Sunan Ibni Majah, Bab al-Qardh, no. 2431, h.80.
14
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, h.133
25
4 Rukun dan Syarat Qardh
15
Adapun yang menjadi rukun qardh adalah, 1. Muqridh pemilik
barangyang memberikan
pinjaman, 2.
Muqtaridh peminjam, 3. Qardh objekbarang yang dipinjamkan, 4. Ijab qobul.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad qardh adalah sebagai berikut:
a Orang yang melakukan akad Muqridh dan Muqtaridh harus
baligh dan berakal. Akad qardh ini menjadi tidak sah apabila yang berakad itu anak kecil, orang gila dan dipaksa oleh seseorang.
b Qardh objekbarang yang dipinjamkan harus berupa maal
mutaqawwim harta
yang menurut
syara’ boleh
digunakandikonsumsi. Mengenai jenis harta yang dapat menjadi objek utang piutang terdapat perbedaan pendapat dikalangan
fuqaha. Menurut Hanafiyyah, akad utang piutang hanya berlaku pada harta benda mitslayat, yaitu harta benda yang banyak
padanannya, yang lazim dihitung melalui timbangan, takaran dan satuan. Sedangkan harta benda qimiyat tidak sah dijadikan objek
utang piutang seperti hasil seni, rumah, tanah, hewan, dan lain- lain.
Namun menurut Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah setiap harta yang dapat diberlakukan atasnya akad salam maka dapat
15
Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, h.151