26 Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan
kriteria sebagai berikut: a.
Cpm
≥ 2,00 Proses dianggap mampu dan kompetitif.
b. 1,00 ≤
Cpm
≤ 1,99 Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk
peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol. Perusahaan yang
memiliki nilai
Cpm
yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.
c.
Cpm
1,00 Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar
global.
2.4.3 Fase Analisa
Pada fase ini dilakukan penganalisaan terhadap sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses. Di dalam penelitian ini sebab-sebab utama
permasalahan tersebut dianalisa dengan menggunakan diagram sebab akibat dan analisa Failure Mode and Effect Analysis FMEA.
a. Diagram Sebab Akibat
27 Menurut [10], Diagram sebab-akibat atau sering disebut juga sebagai
fishbone diagram atau diagram ishikawa, sesuai dengan nama Prof.Kaoru Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram ini. Diagram sebab-akibat
adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah,
ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Diagram ini dapat digunakan dalam situasi dimana: terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan
brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi, diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan terdapat kesulitan untuk
memisahkan penyebab dari akibat. Diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses. 2. Mengidentifikasi kategori dan subkategori sebab-sebab yang mempengaruhi
suatu karakteristik kualitas tertentu. 3. Memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang dibutuhkan.
28 Di bawah ini merupakan contoh bentuk diagram sebab akibat
Gambar 2.5 Contoh Diagram Sebab Akibat
b. Analisa FMEA Penggunaan FMEA pada awalnya untuk industrial safety ataupun reability
maintenance, namun belakangan ini banyak dipakai dalam berbagai proses. Dari hasil FMEA, prioritas perbaikan akan diberikan pada komponen yang memiliki
tingkat prioritas Risk Priority Number RPN paling tinggi. Menurut [14], langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan analisa
FMEA, sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi proses, produk, atau jasa.
2. Membuat kolom-kolom pada spreadsheet. Masing-masing kolom tersebut terdiri dari: modes of failure, cause of failure, effect of failure, frequency of
29 accurance, degree of severity, chance of detection, risk priority number, dan
rank. 3. Membuat daftar masalah-masalah yang mungkin muncul.
4. Mengidentifikasi semua penyebab dari setiap masalah yang muncul. 5. Menentukan akibat dari setiap masalah tersebut, dan mengidentifikasikan
akibat potensial dari masalah terhadap pelanggan, produk, dan proses. 6. Membuat tabel keterangan nilai-nilai yang akan ditentukan. Untuk mengisi
kolom frequency of accurance, degree of severity, dan chance of detection dibuat sebuah tabel consensus dari nilai-nilai relatif untuk mengasumsikan
frekuensi yang muncul occurance, seberapa besar pengaruh efek kegagalan yang terjadi severity, kemungkinan masalah tersebut terdeteksi dan diatasi
saat ini detection. Selanjutnya kolom-kolom tersebut diisi dengan nilai-nilai yang sesuai berdasarkan tabel yang telah dibuat.
7. Menghitung nilai RPN dari tiap masalah dengan perhitungan sebagai berikut:
DET OCC
SEVV RPN
2.10 8. Menyusun masalah berdasarkan nilai RPN tertinggi hingga terendah.
9. Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko pada masalah berdasarkan rangkingnya.
Berikut contoh spreadsheet FMEA:
Tabel 2.3 Spreadsheet FMEA
Mode of
Cause of
Effect of
Frequence of
Degree of
Chance of
Risk priority
R a
30
failure failure
failure occurance
1-10 severity
1-10 detection
1-10 number
RPN n
k
Besarnya nilai occurance OCC, severity SEV, dan detection DET berkisar antara 1-10. Ketentuan dari pemberian besarnya nilai ini dapat dilihat
pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Nilai Occurance OCC, Severity SEV, dan Detection DET
Nilai Occurance OCC
Severity SEV Detection DET
1 Jika masalahnya
hampir tidak pernah terjadi
Jika masalahnya tidak berpengaruh minor.
Jika masalahnya pasti dapat cepat-cepat
diatasivery high 2
Jika masalahnya sedikit berpengaruh dan tidak
terlalu kritis low. 3
Jika masalahnya sangat jarang
terjadi, relatif sedikit low.
Jika masalahnya kemungkinan besar
dapat diatasi high 4
Jika masalahnya cukup berpengaruh, dan
pengaruhnya cukup kritis moderatte.
Jika masalahnya ada kemungkinan untuk
dapat diatasi moderatte
5 6
Jika masalahnya kadang-kadang
terjadi moderatte 7
Jika masalahnya sangat berpengaruh dan kritis
high. Jika masalahnya
kemungkinannya kecil untuk dapat
diatasi low 8
Jika masalahnya sering terjadi high
31 9
Jika masalahnya sulit untuk
dihindari very high
Jika masalahnya benar- benar berpengaruh,
sangat merugikan dan sangat kritis very high
Jika masalahnya mungkin tidak dapat
diatasi very low 10
Jika masalahnya tidak dapat diatasi none.
Setelah dilakukan analisa FMEA, selanjutnya menentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Terutama masalah-masalah
yang memiliki nilai resiko RPN tertinggi. Untuk itu digunakan tabel action planning for failure mode Tabel 2.6. Dengan tabel ini ditentukan tindakan yang
sesuai untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dengan memberikan solusi langsung ke akar penyebab permasalahannya. Apabila
ditentukan, untuk setiap solusi tersebut dapat dibuat validasi yang akan berguna untuk memastikan bahwa solusi telah diimplementasikan dengan benar. Bentuk
validasi tersebut dapat berupa laporan, form atau checksheet.
Tabel 2.5
Bentuk tabel action for failure mode
Failure mode
Actionable cause
Design actionpotensial
solution Design
validation
2.4.4 Fase Improve