RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN

25 25 Dari uraian tersebut diatas menggambarkan bahwa dasar perkawinan, menurut hukum Islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya.

C. RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN

1. Menurut Hukum Islam Rukun dan syarat dalam Islam merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainya, karena setiap aktivitas ibadah yang ada dalam ajaran Islam senantiasa ada yang namanya rukun dan syarat. Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidanya suatu pekerjaan ibadah, dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Adapun syarat adalah sesuatu yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan ibadah, tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Dan suatu pekerjaan ibadah yang telah memenuhi rukun dan syaratnya baru dikatakan sah. 14 Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan memiliki syarat-syarat sebagaimana ibadah lainnya. Syarat dimaksud, tersirat dalam undang-undang pernikahan dan kompilasi hukum Islam yang dirumuskan sebagai berikut : a. Rukun Pernikahan 14 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2006, cet. Ke 2, h. 45-46 26 26 1. Adanya calon suami 2. Adanya calon istri 3. Adanya wali nikah Aqad nikah diangap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkan sang mempelai, karena wali mempunyai peranan penting dalam pernikahan tersebut. 4. Adanya dua orang saksi 5. Ijab dan qabul 15 b. Syarat Ijab dan Qabul: 1. Ada Ijab pernyataan mengawinkan dari pihak wali 2. Ada Qabul pernyataan penerimaan dari calon suami 3. Memakai kata-kata “Nikah”,”Tazwij”, atau terjemahannya seperti “kawin” 4. Antara Ijab dan Qabul bersambungan tidak boleh pisah 5. Antara Ijab dan Qabul jelas maksudnyaf. Orang yang terkait dengan Ijab dan Qabul tidak dalam keadaan Haji dan Umrah. Majelis Ijab dan Qabul itu harus dihadiri paling kurang empat orang, yaitu calon mempelai pria 15 M. Ali Hasan. pedoman Hidup berumah Tangga Dalam Islam Jakarta, Prenada Media 2003cet. 1 h. 55 27 27 atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya dan dua orang saksi. 16 c. Syarat untuk calon mempelai pria 1. Beragama Islam 2. Laki-laki 3. Baligh 4. Berakal 5. Jelas orangnya 6. Dapat memberikan persetujuan 7. Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keadaan ihram dan umrah. d. Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah 1. Beragama Islam 2. Calon suaminya itu bukan mahramnya baik karena sepertalian darah nasab maupun karena sepersusuan dan hubungan kekeluargaan. 3. Perempuan; 4. Jelas orangnya; 5. Dapat memberikan persetujuan; 6. Tidak terdapat halangan pernikahan; 16 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: PT. Siraja, 2003, Cet. I, h. 55-58 28 28 e. Syarat-syarat bagi wali nikah 1. Baligh 2. Berakal 3. Laki-laki 4. Seorang muslim 5. Ia sedang tidak ihram 6. Harus adil. 17 f. Syarat-syarat bagi saksi nikah 1. Islam 2. Baligh 3. Berakal 4. Adil 5. Dapat berbicara atau memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab Kabul 6. Ingatannya baik 7. Bersih dari tuduhan. 18 17 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, cet. 1, h. 71 18 Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2009, cet. 1, h. 111 29 29 Dari uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa saksi, menurut istilah, adalah orang yang memberitahukan keterangan dan mempertanggung jawabkan secara apa adanya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 135                                         ءاسّلا ∕ ׃ Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” Q.S. An-Nisa : 135 2. Menurut Hukum Positif Dalam Undang Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 2 ayat 1 menyatakan: “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan itu” Dalam pasal lain Undang-Undang perkawinan menetapkan beberapa syarat, yaitu dalam pasal 6 disebutkan: 30 30 a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua . c. Dalam hal salah seorang dari kedua orang telah meniggal dunia atau dalam keadaan tidak mampuh menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat 2 pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampuh menyatakan kehendaknya. d. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampuh untuk menyatakan kehendak maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat manyatakan kehendak. e. Dalam hal ini ada beberapa perbedaan antara orang-orang yang disebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberika izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini: Selanjutnya dalam pasal 7 disebutkan : perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapi umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. 31 31 Berhubungan dengan rukun dan syarat pernikahan ini, perlu juga diperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kompilasi Hukum Islam. 19 Bagian kesatu dalam dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14 tentang rukun pernikahan, yang mana melaksanakan harus ada: a. Calon suami b. Calon istri c. Wali nikah d. Dua orang saksi e. Ijab dan Qabul. Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam BAB II pasal 5 dan pasal 6 yang berisikan tentang dasar-dasar perkawinan adalah sebagai berikut: Pasal 5 1 Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. 2 Pencatatan perkawinan tesebut pada ayat 1, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagai mana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1946 dan Undang-undang No. 32 Tahun 1954. 19 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Depatermen Agama, Kompilaasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 , h. 18 32 32 Pasal 6 1 Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapkan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. 2 Perkawinan yang dilakukan yang diluar Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Bagian kedua dalam pasal 15 tentang calon mempelai 1. Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, pernikahan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. 2. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat 2, 3, 4, dan 5 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagian ketiga dalam pasal 19 tentang wali nikah Wali nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang harus dipenui bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Dalam pasal 20 dikatakan, diantaranya 1. Yang bertindak sebagai wali nikah adalah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh. 2. Wali nikah terdiri dari: 33 33 a. Wali nasab Wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan. Tentang urutan wali nasab terdapat perbedaan pendapat diantara ulama fiqih. 20 b. Wali hakim Wali hakim adalah seorang yang ditunjuk untuk menjadi wali dengan persetujuan dari kedua belah pihak, bisa dari Kantor Urusan Agama KUA, atau wali yang diangkat oleh calon suami dan atau istri, selama itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak. 21 c. Wali Mujbir Wali mujbir adalah. Ayah, kakak dan seterusnya menurut patrilineal dari perempuan yang dinikahkan itu. Adapun wali mujbur adalah yang dapat memaksa anaknya menikah. 22

D. TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN