Masa Kembalinya ke Indonesia

para pendukung Tan Malaka, di luar negeri dan juga di Indonesia, yang menyatakan bahwa PKI sudah mati dan bahwa PARI adalah ahli warisnya. 63 Meskipun Tan Malaka lebih sering berada dalam pengasingan ataupun pelarian tapi ia hadir lewat pikiran-pikiranya dalam kancah pergerakan nasional. Cerita tentang sosok Tan Malaka saat itu dilukiskan lewat sebuah novel berjudul Pacar Merah Indonesia yang merupakan cerita saduran dari The Scarlet Pimpernet karangan Baroness Orczy yang menceritakan kisah Sir Percy Blakeney dan Revolusi Perancis. Novel setengah fiksi tersebut semakin menimbulkan rasa kagum rakyat Indonesia terhadap sosok pejuang Tan Malaka. Tan Malaka dikecam habis-habisan, antara lain oleh tokoh PKI Musso, yang berhasil masuk Indonesia dari Moskow tanpa diketahui Belanda. Tan Malaka yang pemah menjadi ketua PKI dan agen Komintem, kini menjadi musuh utama PKI. Bagi Musso seorang pimpinan PKI, PKI tetap ada dan PARI hanyalah merampas. Namun Kejaksaan Belanda tidak ambil pusing terhadap perbedaan itu, bagi mereka semua itu adalah Komunis, Ekstrimis yang berbahaya dan jalan keluamya adalah membuang mereka ke Irian tanpa diadili bagi siapa saja yang berhasil ditangkap. 64 Saat kembali lagi ke Indonesia tahun 1942 setelah 20 tahun dalam pelarian di luar negeri, Jepang sudah mendarat dan berkuasa. Semenjak meninggalkan Bangkok 1927, kecuali hubungan surat-menyurat yang terbatas dan kemudian terputus. Tan Malaka menjadi seorang pejuang revolusioner yang kesepian, tetapi juga tetap setia pada cita-cita

II.5. Masa Kembalinya ke Indonesia

63 Jacques, Leclerc, op cit, hal 13 64 Hary Prabowo, op cit hal 24 Universitas Sumatera Utara revolusi dan kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu ia masih belum keluar dengan nama aslinya, llyas Husein adalah nama samaran yang dipakainya. Pengalaman pahitnya sebagai buronan politik di luar negeri menyebabkan-nya merasa masih perlu menyembunyikan identitas. Ia tinggal dalam kehidupan serba kekurangan di Radjawati dekat pabrik sepatu Kalibata, Cililitan. la berkonsentrasi menulis sebuah karya terpentingnya : MADILOG Materialisme Dialektika dan Logika buku yang ditulis sejak 15 Juli 1942 sampai 30 Maret 1943. Buku yang mengajak dan memperkenalkan kepada Bangsa Indonesia cara berpikir ilmiah, meninggalkan segala macam bentuk takhayul dan cara berpikir hafalan yang menyebakan seseorang menjadi dogmatis. MADILOG yang kemudian dianggap sebagai karya terbaik peninggalanya dibuat dengan harapan agar rakyat Indonesia dapat berpikir secara logis, materialistik, dialektik dan memandu revolusi kaum proletariat Indonesia. Tujuan dari uraian semacam ini, seperti dikemukakannya berulang kali, adalah untuk mengubah pandangan dunia banyak komunitas di Indonesia yang berdasarkan kegaiban. Oleh karena itulah, materialisme Tan Malaka bukanlah pertama-tama propaganda pro kebendaan, melainkan lebih merupakan kampanye anti-mistifikasi yang menjadi pandangan dominan masyarakat Indonesia. Kekejaman fasis Jepang tambah memuakan hatinya ketika ia menyaksikan sendiri di pertambangan Bayah, Banten. Tan Malaka kembali menyaksikan, sebagaimana pemah dialaminya di pcrkebunan Senembah dulu, pengeksploitasian bangsanya oleh Jepang, kekuasaan Imperialis baru. la melihat sendiri kondisi yang amat menyengsarakan, kaum romusha yang dipekerjakan Jepang secara paksa. Hal ini tentunya semakin memperkuat keyakinannya tentang keperluan adanya aksi massa untuk melahirkan revolusi. Universitas Sumatera Utara la mulai mencium posisi Jepang yang semakin terdesak akibat Perang Dunia II akan membuat cita-cita kemerdekaan Indonesia semakin dekat. la segera membangun komunikasi dengan para pemuda pejuang saat itu, memberikan informasi-informasi terbaru dan perkembangan perjuangan kemerdekaan. Kehadiranya semakin meningkatkan semangat dan gairah perjuangan kemerdekaan. la pun sempat menulis Manifesto Jakarta di tahun 1945 yang berisi tentang ikhwal kedatanganya, perjalanan selama pelarianya serta gambaran tentang penjajahan Jepang serta tentara sekutu yang ia katakan sebagai Imperialisme yang siap masuk setiap saat. 65 Potret misterius tentang pejuang revolusioner Tan Malaka dilukiskan Adam Malik dalam bukunya Riwayat Proklamasi Agustus 1945. Dimana pada suatu Maghrib tanggal 14 Agustus 1945, datanglah seorang tua berpakaian kumuh, bercelana hitam pendek dan topi ditanganya ke rumah Sukarni. la memperkenalkan diri sebagai wakil pemuda dari Bayah-Banten dan mengajak Sukarni berdiskusi panjang situasi intemasional pada waktu itu. Sukarni yang terkejut karena pandangan-pandangan yang diberikan amat sesuai dan sejalan dengan semangat revolusioner dikalangan kaum muda saat itu. Diakhir masa pendudukan Jepang ia mulai sering menjalin kontak dengan para tokoh pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, Adam Malik, Maruto, Pandu Kartawiguna dan lain-lain. Para pemuda itulah yang kelak berperan besar dalam Peristiwa Rengasdengklok untuk mendesak para tokoh seperti Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. 66 65 Tan Malaka, Manifesto Djakarta, 1945,www.brinksterindomarxist.com 66 Adam Malik, Riwayat Proklamasi Agustus 1945, Penerbit Widjaya, Jakarta, 1950, hal 58-61 Orang tua yang di kemudian hari membuka identitasnya tersebut ternyata adalah Tan Malaka. la Universitas Sumatera Utara menekankan agar para pemuda untuk bersiap bersama rakyat menghadapi peperangan dan segala konsekuensi dari kemerdekaan. Tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia dalam suatu upacara yang singkat dan terburu-buru di pekarangan rumah Soekarno di Jakarta, Hadirinnya terbatas pada sejumlah kecil perintis. Langkah ini dianggap tepat setelah mendapat desakan dari kaum muda untuk memproklamasikan kemerdekaan setelah mendengar kabar tentang menyerahnya Jepang kepada sekutu. Setelah proklamasi bukan berarti Indonesia telah merdeka sepenuhnya, Belanda kembali ingin menguasai Indonesia. Berbagai perundingan politik dan perang masih terus berlangsung. Namun perkembangan politik saat itu dimana Pemerintahan Kabinet Syahrir lebih memilih jalan diplomasi dengan Belanda menyebabkanya kecewa. Ketidaksetujuannya didasarkan pada konsepsi bahwa untuk mencapai kemerdekaan adalah hasil jerih payah perjuangan rakyat bukan atas konsesi hasil diplomasi dan proses diplomasi hanya akan membuat pihak sekutu lebih leluasa untuk mengkonsolidasikan kekuatanya di Indonesia. Pamflet Syahrir yang berjudul Perdjoeangan Kita yang diterbitkan oleh Kementrian Penerangan pada tanggal 10 November 1945 langsung dibahas lewat tulisan Tan Malaka yang berjudul Moeslihat, Politik dan Rentjana Ekonomi yang berisi tentang Trilogi Revolusi Indonesia sebagai panduan praktis dari konsep awal Menuju Indonesia Merdeka 100 yang dicita-citakannya. Tan Malaka sama sekali menolak pandangan Syahrir yang mencerminkan keragu- raguan tentang proses revolusi demokratis yang sedang berjalan dengan bersikap lembek terhadap Amerika Serikat dan Inggris. Jalan Syahrir yang mengedepankan diplomasi Universitas Sumatera Utara yang lihai dan fleksibel dianggap tidak sesuai dengan kondisi semangat massa yang sedang bergelora setelah Proklamasi Kemerdekaan. Tulisan ini mendapatkan respon positif dari kalangan pemuda dan gerakan bawah tanah yang konsisten untuk terus berjuang mengusir Belanda. Apalagi setelah peristiwa pertempuran bersejarah di Surabaya 10 November 1945 dimana para pemuda dan rakyat secara berani dan sukarela mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ketidaksepahamanya dengan pilihan strategi pemerintah yang kompromis berujung pada pilihan untuk mendirikan suatu organisasi berbentuk front untuk mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan yang menolak kebijakan kompromis pemerintah. Tan Malaka memandang kondisi demikian menyebabkan kondisi Indonesia menurutnya sudah terpinggir dan semakin terdesak. 67 PP mendapatkan dukungan luas dari 141 organisasi, termasuk hampir semua partai politik dan organisasi militer. Tak terkecuali Jenderal Sudirman pun hadir untuk memberikan dukunganya dengan mengatakan lehih baik di atoom sama sekali daripada tidak merdeka 100. Tanggal 15 Januari dengan dukungan dari para pemuda seperti Sukarni, Adam Malik, Chairul saleh, Pandu Wiguna dan Maruto Nitimiharjo ia mendirikan Persatuan Perjuangan PP suatu bentuk oposisi atas dasar solidaritas nasional yang menginginkan segala bentuk perundingan dengan Belanda dibatalkan dan segera menasionalisasikan aset-aset asing. 68 67 Tan Malaka, GERPOLEK. Kata Pengantar, Jakarta, Djambatan, 2000, hal 12 68 Tentang Peranan Tan Malaka dalam Persatuan Perjuangan lihat dalam Ben Anderson, Revolusi Pemuda, Bab 12-14; Muhamad Yamin, Sapta Darma,Bukit tinggi,Nusantara,1957. Universitas Sumatera Utara PP secara resmi menjadi oposisi bagi pemerintah dan juga bagi Sukarno tentunya. Program Minimum PP segera mendapatkan sambutan luas dari kalangan rakyat yang sedang dalam masa pasang revolusi. Semboyan Merdeka 100, Diplomasi Bambu Runcing Tidak Ada Kompromi Dengan Penjajah Mendapatkan respons di hati rakyat. Hebatnya menurut Muhamad Yamin Program minimum sampai dengan nama Persatuan Perjuangan diambil dari pidato Tan Malaka ,yaitu : 1. Berunding atas dasar pengakuan Kemerdekaan 100 2. Pemerintahan Rakyat dalam arti: kemauan Pemerintah sesuai dengan kemauan Rakyat 3. Tentara Rakyat dalam arti: kemauan Tentara sesuai dengan kemauan Rakyat 4. Menyelenggarakan Tawanan Eropa 5. Melucuti senjata Jepang 6. Menyita hak dan milik musuh 7. Menyita perusahaan pabrik, bengkel dan lain-lain dan pertanian perkebunan,pertambangan, dan lain-lain musuh. 69 Tan Malaka juga mengarahkan pada suatu bentuk revolusioner tanpa kompromi untuk mengusir penjajah sampai ke akar-akamya. Kondisi demikian menyebabkan meningkatnya suhu rivalitas politik dikalangan pimpinan nasional saat itu. Saling tangkap Tan Malaka kemudian terpilih menjadi salah seorang dari 11 anggota sub komite yang bertugas untuk menyempumakan organisasi. Gerakan politik Tan Malaka bersama Persatuan Perjuangan tidak sebatas memboikot seluruh kebijakan diplomasi pemerintah seperti Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville. 69 Alfian ,Tan Malaka,Pejuang Revolusioner Yang Kesepian dalam buku Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta, PT. Gramedia, 1980. hal 178 Universitas Sumatera Utara dan culik antar tokoh terjadi. Sebagai contoh Sutan Syahrir pernah diculik seorang perwira muda bemama Abdul Kadir Jusuf pada tanggal 25 Juni 1946 atas izin atasanya Mayor Jenderal Sudarsono di Gedung Javasche Bank di Surakarta karena Syahrir dinilai sebagai penghianat Revolusi Nasional. 70 Agresi Militer Belanda kedua tanggal 19 Desember 1948 menyebabkan para pejuang Republik harus menyingkir ke pedalaman. Bulan Februari 1949 Tan ditangkap bersama tentara Republik di Desa Mojo untuk kemudian dibawa sampai ke dekat Sungai Brantas. Dan pada 19 Februari 1949 ia ditembak ditepian Sungai Brantas, Dengan luka disekujur tubuhnya, mayat pejuang sejati itu dibuang begitu saja ke Sungai Brantas tempat kuburan sekaligus batu nisan abadinya. Mayatnya hilang tanpa jejak dan gemuruh revolusi telah memakan anak-anaknya sendiri. 71 70 Tan Malaka,DPkP III, Teplok Press, Jakarta,2000. hal 193 71 Hary Prabowo, Op.cit. hal 34 Universitas Sumatera Utara

BAB III PEMIKIRAN POLIIK TAN MALAKA