BAB II SOSOK TAN MALAKA
II.1. Masa Kecil dan Masa Remaja
Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka atau yang lebih dikenal dengan nama Tan Malaka, adalah nama yang jarang sekali kita dengar. Tan Malaka Lahir di penghujung
abad ke-19. tepatnya tanggal 2 Juni 1897 di sebuah desa kecil bernama Pandan Gadang, Suliki Sumatra Barat.
30
Setamat dari sekolah rendah ia menjadi satu-satunya anak muda dikampungnya yang mendapat kesempatan sekolah pada Kweekschool di Bukit Tinggi 1908-1913.
Kweekschol dikenal sebagai sekolah raja karena tak tergapai oleh kaum inlanders Ayahnya seorang mantri kesehatan yang pernah bekerja untuk
pemerintah daerah setempat dan mendapatkan gaji beberapa puluh gulden setiap bulanya. Tan Malaka lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut agama secara
puritan, taat pada perintah Allah serta senantiasa menjalankan ajaran Nabi Muhamad SAW. Sejak kecil Tan Malaka dididik oleh tuntunan Islam secara ketat, suatu hal lazim
dalam tradisi masyarakat Minangkabau yang amat religius. Sejak kecil Tan Malaka tumbuh bersama bocah-bocah sebaya di kampung-nya dan telah menampakkan bakatnya
sebagai seorang anak yang cerdas, periang dan berkemauan keras. Saat saat menginjak usia remaja Tan Malaka telah mampu berbahasa Arab dan menjadi guru muda di surau
kampungnya. Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri Tan Malaka sehingga kemudian sedikit banyaknya memberikan warna dalam corak pemikiran Tan
Malaka.
30
Harry.A.Poeze, Tan Malaka : Pergulatan Menuju Republik I, Penerbit Grafiti Pers, Jakarta, 1988. hal.10
Universitas Sumatera Utara
merupakan satu-satunya sekolah guru untuk anak-anak Indonesia di Sumatera Barat.
31
la dikirim bersekolah beradasarkan keputusan rapat tetua Nagari Pandan Gadang, Suliki.
Dalam keputusan rapat dinyatakan jelas pada suatu kepercayaan tradisional bahwa Tan Malaka pada akhirnya akan kembali untuk memperkaya alamnya.
32
Kecerdasan dan keinginannya yang keras serta perangainya yang sopan mendapatkan perhatian serius dari seorang guru Belanda bemama Horensma. Horensma
menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas anjuran dari Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di negeri Belanda. Atas biaya
dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh Engkufonds yaitu semacam lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga bantuan dari Horensma yang menyediakan diri
sebagai penjamin bagi Tan Malaka untuk melakukan perantauan yang nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan Malaka
meninggalkan tanah kelahiranya.
33
Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu cara untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan
meninggalkan nagarinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai
menjadi anggota dewasa di dalam alam. Tinggal di perantauan merupakan suatu pengorbanan dan menjadi tugas bagi sang perantau untuk memberikan segala
pengetahuan yang diperolehnya dirantau kepada nagarinya.
34
31
Inlanders adalah sebutan dalam bahasa Belanda untuk menyebut orang-orang bangsa pribumi,sebutan ini berkonotasi kasar dan merendahkan
32
Rudolf. Mrazek. Semesta Tan Malaka. Bigraf Publishing.Yogyakarta. 1994. hal.13
33
Tan Malaka. DPkP 1. Teplok Press.Jakarta, hal 21
34
Harry. A.Poeze. op.cit, hal.6
Universitas Sumatera Utara
Keberangkatanya ke Belanda saat itu adalah buah dari politik etis yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sebuah gagasan tentang pentingnya
membalas budi pada negara jaiahan yang telah banyak menghasilkan kemakmuran untuk Belanda. Politik etis diusung oleh seorang tokoh liberal di Parlemen Belanda bemama
Conrad Theodore Van Deventer lewat sebuah tulisan yang diterbitkan dalam media berkala De Gilds berjudul Een Eeresschuld Hutang Budi pada tahun 1899. Conrad
terinspirasi karya Multatuli yang berjudul Max Havelar. Sebelum Van Deventer masih ada tokoh bernama Ir. Hendrikus Hubertus Van Kol yang pada tahun 1896 menyerukan
Geen roof meer ten bate van Nederland berhentilah merampok Hindia Belanda untuk kepentingan Nederland.
35
Tentunya sedikit banyaknya kebijakan memberikan pendidikan terhadap rakyat negeri jajahan walaupun bukan untuk maksud tulus mencerdaskan kehidupan rakyat
Gagasan- gagasan progresif muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi bahasan dalam Majelis
Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda. Dampak dari kebijakan poltik etis yang dikembangkan adalah dimulainya suatu
upaya balas budi terhadap rakyat jajahan yang dikenal dengan program Irigasi atau pengairan, Transmigrasi atau perpindahan penduduk dan Edukasi atau pendidikan. Di
bidang pendidikan mulai dibuka sekolah-sekolah pemerintah untuk kalangan pribumi walaupun masih dalam sifat terbatas seperti HIS. HBS. STOVIA, OSVIA, Kweekschool,
Hoofdenschool merupakan manifestasi dari politik etis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di negeri-negeri jajahan dan Tan Malaka adalah salah satu orang yang
merasakannya.
35
Hary. Prabowo. Perspektif Marxisme.Pergulatan Teori dan Praksis Menuju Republik. Jendela Press. Yogyakarta, 2002, hal 5
Universitas Sumatera Utara
setidaknya memberikan celah bagi masuknya angin pembaharuan di Indonesia. Pendidikan yang diselenggarakan Belanda walaupun terbatas secara tidak langsung telah
memunculkan suatu kesadaran politik baru bagi kalangan rakyat pribumi. Pendidikan pada zaman kolonial disiapkan sebatas untuk memenuhi kebutuhan
menciptakan tenaga kerja lokal untuk mengisi posisi-posisi clerk dan administrasi rendahan serta tenaga kesehatan untuk penyakit-penyakit tropis.
36
Di Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool sebuah sekolah untuk mendapatkan gelar diploma guru kepala atau Hoofdakte di kota Haarlem. Tan Malaka
memulai hidup baru di negeri orang dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kampung halaman asalnya. Dalam otobiografi yang ditulisnya ia mengatakan bahwa kehidupan
dinegeri Belanda lebih banyak didekap derita ketimbang suka. Tentunya hal ini untuk
menggantikan orang-orang asing yang dipekerjakan dalam posisi tersebut. Dengan demikian biaya lebih murah akan menjadi keunggulan komparatifnya. Buta huruf
menjadi melek huruf, hal ini merupakan perkembangan yang penting. Pemerintah kolonial berharap dengan melek huruf berbagai peraturan dan pengumuman dapat
disampaikan dengan lebih mudah.
II.2. Masa Pendidikan di Rijkskweekschool Belanda