Kajian Audit Manajemen Pada Organisasi Non Pemerintah (Studi Kasus di Rimbawan Muda Indonesia)

(1)

KAJIAN AUDIT MANAJEMEN PENGETAHUAN PADA

ORGANISASI NON PEMERINTAH

(STUDI KASUS DI RIMBAWAN MUDA INDONESIA)

Oleh

NIA RAMDHANIATY

H 24086030

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

(STUDI KASUS DI RIMBAWAN MUDA INDONESIA)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Program Sarjana Pada Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Oleh

NIA RAMDHANIATY

H 24086030

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(3)

Judul Skripsi : Kajian Audit Manajemen Pada Organisasi Non Pemerintah (Studi Kasus di Rimbawan Muda Indonesia)

Nama : Nia Ramdhaniaty

NIM : H24086030

Menyetujui Pembimbing

Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM NIP 196710201994032001

Mengetahui Ketua Departemen

Dr. Mukhamad Najib, STP, MM NIP 197606232006041001


(4)

Organisasi Non Pemerintah (Studi Kasus di Rimbawan Muda Indonesia). Di bawah

bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI

Peran manajemen pengetahuan menjadi penting untuk dilakukan dalam menghadapi tantangan issu dan daya saing yang berkembang serta mampu beradaptasi dan menciptakan inovasi organisasi, mengingat belum banyak organisasi non pemerintah (Ornop) yang menerapkan manejemen pengetahuan dalam kerja-kerja lembaganya. Rimbawan Muda Indonesia (RMI) merupakan salah satu Ornop di Indonesia (1992) menyadari bahwa pengetahuan merupakan asset penting organisasi untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajar. Usia yang tidak muda ini tentunya menyimpan pengetahuan yang begitu banyak, oleh karena itu penting untuk melakukan audit pengelolaan pengetahuan yang ada di RMI. Tujuan penelitian ini adalah menilai penerapan manajemen pengetahuan organisasi dan menganalisis penyelarasan sistem knowledge management (KM) dengan strategi organisasi RMI.

Audit manajemen pengetahuan dilihat dari tiga faktor, yaitu audit kualitas pengetahuan (Zack, 1999), audit kualitas pembelajaran organisasi, dan audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan (Munir, 2008). Sedangkan penyelarasan sistem KM dengan strategi organisasi dianalisis melalui metode Analisis Hirarki Proses (AHP) dengan melihat hubungan faktor-faktor enabler condition yang harus diciptakan organisasi seperti kondisi sosial, kondisi organisasi, dan kondisi teknologi (Sangkala, 2007), hubungan aktor yang berperan, serta hubungan soft variable dan hard variable

sebagai alternatif strategi organisasi dalam menjalankan pengelolaan pengetahuan (model 7s Mckinsey).

Hasil penilaian kualitas pengetahuan di RMI dengan menggunakan metode diskusi terfokus (focus group discussion) menunjukkan bahwa RMI berada pada posisi pengetahuan lanjut (advanced knowledge). Sedangkan hasil audit kualitas pembelajaran organisasi RMI diperoleh skor 81 yang menunjukkan bahwa RMI memiliki karakteristik organisasi pembelajar. Hasil audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan diperoleh skor 53 yang berarti RMI telah memiliki proses-proses pengelolaan pengetahuan yang baik, dengan komponennya masing-masing adalah akuisisi pengetahuan memiliki skor 13,62; distribusi dan berbagi pengetahuan dengan skor 12,85; pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan dengan skor 13,31; dan pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan memiliki skor 13,54. Penyelarasan sistem KM dan strategi organisasi menunjukkan bahwa faktor kondisi organisasi dengan skor 0,688 menjadi prioritas RMI untuk pengembangan sistem KM. Jika dilihat hubungan dengan aktor yang berperan dalam organisasi, Direktur Eksekutif (DE) memiliki peran penting yang dapat memastikan KM berjalan (0,376). Sebagai alternatif strategi, skill dengan skor 0,271 menjadi prioritas RMI untuk dikembangkan. Seluruh gambaran hasil audit KM digunakan RMI sebagai dasar untuk pencapaian visi dan misi RMI sebagai organisasi pembelajar.


(5)

iii

RIWAYAT HIDUP

Tiga puluh tiga tahun yang lalu penulis dilahirkan di sebuah kota yang dikenal

dengan sebutan “Kota Hujan”, yaitu Bogor. Tepat pada tanggal 25 Juli 1980 penulis terlahir ke dunia sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan (Alm) Wihandi dan Taty Maryati. Saat ini penulis telah memiliki dua orang putra dan putri dari hasil pernikahannya pada tahun 2005.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Sempur Kaler pada tahun 1992 dan lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 11 pada tahun 1995. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum PGRI 1 pada tahun 1998 dan di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Program Diploma (D-3) Manajemen Bisnis Perikanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Seleksi Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis lulus D-3 pada tahun 2001 dan meneruskan perkuliahan pada program Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

Sejak kelulusan program D-3 pada tahun 2001, penulis terlibat secara aktif pada sebuah organisasi non pemerintah yang bergerak di issu lingkungan dan kehutanan serta memperjuangkan hak-hak masyarakat (adat dan lokal). Hingga saat ini penulis masih terlibat secara aktif sebagai pekerja sosial atau aktivis di Rimbawan Muda Indonesia (RMI) yang berkedudukan di Bogor.


(6)

iv

Segala puji kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis hingga saat ini. Mengucap syukur Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Audit Manajemen Pengetahuan Pada Organisasi Non Pemerintah (Studi Kasus di Rimbawan Muda Indonesia) menjelang berakhirnya masa studi penulis di IPB. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Program Sarjana pada Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu perbaikan. Oleh karena itu masukan dan saran masih sangat diperlukan penulis untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh dalam konteks manajemen pengetahuan dan organisasi non pemerintah. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk memulai, menata kembali dan terus mengembangkan manajemen pengetahuan dalam ruang lingkup kerja apapun.

Bogor, Februari 2014


(7)

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih secara umum kepada semua pihak yang turut mensukseskan penyelesaian studi serta selama penulisan skripsi berlangsung. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya secara khusus kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM sebagai dosen pembimbing yang dengan

sabar memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan yang konstruktif kepada penulis

2. Ibu Dra. Siti Rahmawati, M.Pd. dan Bapak R. Dikky Indrawan, SP, MM selaku dosen penguji yang telah mempertajam dan memperkaya substansi skripsi penulis 3. Keluarga besar Rimbawan Muda Indonesia (RMI) yang selalu memberikan

dukungan penuh kepada penulis untuk segera men`yelesaikan studi ini.

4. Seluruh staf dan pengajar Program Sarjana pada Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, FEM IPB

5. Mamah “Taty Maryati” yang selalu mendoakan dan mendukung penulis agar dapat menjalankan dan menyelesaikan segala kewajiban penulis dengan baik. Serta kakak, adik dan ponakan-ponakan ku yang selalu memberi ku semangat luar biasa.

6. Suamiku “Imam Hanafi” dan kedua anakku tercinta “Deswitha Sadha Fathussari”

dan “Galang Azza Pranata” yang selalu bersabar serta terus memberi semangat, inspirasi dan perhatian yang luar biasa kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi

7. Seluruh staf di badan pelaksana harian RMI “Mba Lukmi, Mba Nana, Indra, Tilla, Fahmi, Candra, Siti, Erik, Didhon, Ceceng, Emon, Kang Rojak” yang bersedia menjadi teman diskusi dan dilengkapi dengan dokumen lainnya yang dibutuhkan penulis. Trims guys..

8. Mba Luluk Uliyah yang telah bersedia menjadi teman diskusi penulis untuk mendalami pengelolaan pengetahuan pada organisasi non pemerintah

9. Semua pihak yang turut membantu proses penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas segala bentuk dukungan yang diberikan.


(8)

vi RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP..……… iii

KATA PENGANTAR..……… iv

UCAPAN TERIMAKASIH..……….. v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

I. PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Perumusan Masalah……… 5

1.3. Tujuan Penelitian ……….….. 6

1.4. Manfaat Penelitian ………. 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian……….. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 7

2.1. Manajemen Pengetahuan ……… 7

2.2. Audit Manajemen ……… 10

2.3. Organisasi Non Pemerintah………... 14

2.4. Organisasi Berbasis Manajemen Pengetahuan ……… 17

2.5. Penelitian Terdahulu ……… 24

III. METODE PENELITIAN ……… 26

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ……… 26

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 28

3.3. Metode Pengumpulan Data ………... 28

3.4. Metode Pengambilan Contoh (Sampling) ………..…. 29

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ………... 29

3.1.1 Focus Group Discussion(FGD) ………..………..… 29

3.1.2 Analisis Dekriptif ………... 30

3.1.3 Analisis Hirarki Proses (AHP) ……….. 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 35

4.1. Gambaran Umum Organisasi ……… 35

4.2. Karakteristik Responden ……….. 37

4.3. Penilaian Persiapan Penerapan Manajemen Pengetahuan Organisasi ……… 38


(9)

vii

4.3.1. Komponen Hasil Audit Kualitas Pengetahuan ……… 38

4.3.2. Komponen Hasil Audit Kualitas Pembelajaran ……… 42

4.3.3. Komponen Hasil Audit Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan ………. 45

4.4. Penyelarasan Sistem Knowledge Management dengan Strategi Organisasi ……… 47

4.5. Implikasi Manajerial ……….. 52

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 54

1. Kesimpulan ………. 55

2. Saran ……… 56

DAFTAR PUSTAKA ……… 57


(10)

viii

No Halaman

1. Hasil survey pengenalan manajemen pengetahuan ……….. 2

2. Penyebaran NGO di Indonesia per Propinsi ………. 3

3. Karateristik pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit ……… 9

4. Definisi variabel-variabel 7-S McKinsey ………... 21

5. Klasifikasi pengetahuan pada CSO di Indonesia ……….. 22

6. Strategi pengelolaan pengetahuan di CSO ………. 23

7. Pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pembelajaran ……… 31

8. Pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pengelolaan pengetahuan … 31 9. Pemaknaan dari skala perbandingan berpasangan………. 33

10. Komposisi staf berdasarkan tingkat jabatan ………. 37

11. Hasil Focus Group Discussion .……….………. 39

12. Rumusan strategi RMI berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman ………...………...………... 41

13. Tingkat keterkaitan strategi dan pencapaian visi RMI ………. 42

14. Kualitas proses pengelolaan pengetahuan ……… 45

15. Hubungan faktor dan aktor dalam pengelolaan pengetahuan ………….. 49

16. Prioritas alternatif strategi pengelolaan pengetahuan RMI ……….. 49


(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Spiral pengetahuan dari Nonaka ……… 8

2. Peta kondisi pengetahuan organisasi ……… 11

3. Penyelarasan sistem Knowledge Management dan strategi organisasi.… 20

4. Model 7s McKinsey ………... 21

5. Kerangka penelitian……….……… 28

6. Struktur model AHP penyelarasan sistem KM dalam organisasi……….. 34 7. Struktur AHP penyelarasan sistem KM dalam organisasi RMI …………. 50


(12)

x

No Halaman

1. Struktur fungsional RMI Bogor periode kerja 2012-2016 ……… 60

2. Hasil komponen audit kualitas pembelajaran ..……….. 61


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada masa kelahirannya tahun 1945, organisasi non pemerintah lahir untuk membedakan hak partisipatif badan-badan pemerintah (international agencies) dan organisasi-organisasi swasta internasional (international private organization). Istilah Non-Governmental Organization (NGO) pun tercantum di dalam Piagam PBB Pasal 71 Bab 10 tentang peranan konsultatif non-governmental organization. Sinaga, 2007 menyebutkan bahwa dalam beberapa dekade yang lalu, NGO telah menjadi pemain utama dalam bidang pengembangan internasional. Peranan NGO sangat penting untuk membangun suatu masyarakat dan bangsa, mengingat banyak pembiayaan untuk masyarakat yang disalurkan melalui NGO. Saat ini diperkirakan lebih dari 15% dari total bantuan dunia untuk pengembangan masyarakat disalurkan melalui NGO. Maka tak heran jika pertumbuhan NGO di dunia pun terus bertambah. Sinaga, 2007 mempertegas diperkirakan jumlah NGO di dunia mencapai 6.000 sampai 30.000 NGO nasional yang ada di Negara-negara berkembang. Amerika Serikat misalnya sudah memiliki sekitar 2 juta NGO yang sebagian besar didirikan 30 tahun yang lalu. Rusia memiliki 400.000 NGO, India diperkirakan mencapai 1 hingga 2 juta NGO, Iran memiliki 20.000 NGO aktif di tahun 2003, dan di Kenya terbentuk 240 NGO setiap tahun. Kelahiran NGO yang semakin banyak dari sebelumnya tak lain adalah mencoba untuk mengisi ruang yang tidak akan atau tidak dapat diisi oleh pemerintah.

Merujuk pada kondisi di Indonesia, dalam tujuh tahun terakhir (1998-2005) fenomena kelahiran NGO di Indonesia belum diikuti dengan perubahan sosial dan tidak terjadinya perubahan politik fundamental yang signifikan, terutama di aras lokal (Laporan Akhir desk study UGM, 2005). Laporan tersebut juga menyebutkan terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu 1) kelangkaan NGO dan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, 2) kuatnya rasa saling tidak percaya secara timbal balik antara NGO dan pemerintah, dan 3) perbedaan sejarah dan watak keduanya. Fenomena lainnya adalah belum berjalannya silang pengetahuan yang dimiliki NGO


(14)

maupun pemerintah serta lemahnya pengelolaan pengetahuan di kedua pihak tersebut. Hal ini terlihat dari belum terlihat rekaman data survey pengelolaan pengetahuan pada NGO maupun pada organisasi pemerintah sendiri. Tabel 1 menunjukkan bahwa pengelolaan pengetahuan baru dikenal dan diterapkan pada perusahaan dengan jenis BUMN, swasta nasional skala besar, swasta nasional skala kecil-menegah dan Multinasional.

Tabel 1 Hasil survey pengenalan manajemen pengetahuan

Jenis Perusahaan Jumlah Perusa-haan Tidak Pernah Mendengar Mengenai Manajemen Pengetahuan Pernah Mendengar Mengenai Manajemen Pengetahuan

Bila Sudah Pernah Mendengar Mengenai Manajemen Pengetahuan: Sudah Memiliki Manajemen Pengetahuan Akan Memiliki dalam 1-2 Tahun Mendatang Akan Memiliki dalam 3-4 Tahun Mendatang ∑ % ∑ % ∑ ∑ ∑

BUMN 36 4 11 32 89 8 10 14

Swasta Nasional Skala Besar

86 12 14 74 86 28 31 15

Swasta Nasional Skala

Menengah-Kecil

61 44 72 17 28 2 2 13

Multinasional 6 - 0 6 100 6

Sumber : Munir (2008)

Organisasi non pemerintah (ORNOP) atau yang sering dikenal dengan istilah CSO (Civil Society Organization) atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) mengalami perkembangan dan pergeseran yang cukup pesat. Organisasi non pemerintah merupakan organisasi yang bersifat nirlaba, kelompok masyarakat yang bekerja secara sukarela, kedudukannya berada di level lokal, nasional maupun internasional. Orientasi tugas ORNOP didorong oleh orang-orang yang memiliki kepentingan bersama, performa nya berdasarkan keragaman pelayanan dan fungsi kemanusiaan. Sejak awal berdirinya tahun 1970an, pergeseran Ornop di Indonesia terjadi secara kuantitaif maupun yang menyangkut kondisi internal dan eksternal. Lembaga peneliti SMERU (2004) mengidentifikasi terdapat 2406 NGO dan LP3ES (2001) menyebutkan ada sekitar 429 NGO yang tersebar di Indonesia (Tabel 2).


(15)

3

Tabel 2 Penyebaran NGO di Indonesia per Propinsi

No. Nama Provinsi versi SMERU (Maret 2004)

versi LP3ES (Februari 2001)

1. Aceh 130 29

2. Sumatera Utara 130 15

3. Sumatera Barat 55 6

4. Riau 44 14

5. Jambi 23 6

6. Sumatera Selatan 20 13

7. Bengkulu 27 9

8. Lampung 35 11

9. Bangka Belitung 2 Tidak ada data

10. DKI Jakarta 292 33

11. Jawa Barat 224 25

12. Jawa Tengah 209 27

13. DI Yogyakarta 95 30

14. Jawa Timur 149 17

15. Banten 12 Tidak ada data

16. Bali 24 25

17. Nusa Tenggara Barat 136 28

18. Nusa Tenggara Timur 124 19

19. Kalimantan Barat 59 11

20. Kalimantan Tengah 30 13

21. Kalimantan Selatan 25 9

22. Kalimantan Timur 25 7

23. Sulawesi Utara 36 11

24. Sulawesi Tengah 38 17

25. Sulawesi Selatan 124 12

26. Sulawesi Tenggara 86 23

27. Gorontalo 1 Tidak ada data

28. Maluku 24 5

29. Maluku Utara 2 Tidak ada data

30. Papua 223 14

TOTAL 2406 429

Sumber : SMERU (2004) dan LP3ES (2001)

Perbedaan jumlah yang cukup signifikan tersebut disebabkan karena perbedaaan dimensi definisi NGO yang digunakan oleh kedua lembaga tersebut. DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan dua propinsi yang cukup besar pertumbuhan NGO nya. Laporan akhir desk study yang dikeluarkan oleh UGM (2005) menyebutkan bahwa terdapat tiga kategori NGO yang berkembang di Indonesia, yaitu Government Reform, Community Empowerment dan Co-Production.

Organisasi non pemerintah berkembang begitu pesat namun tidak berbanding lurus dengan perubahan sosial, politik dan lingkungan yang fundamental. Raras (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa saat ini NGO/organisasi non pemerintah belum banyak memanfaatkan pengetahuan yang ada sebagai asset


(16)

intelektual yang harus digunakan dalam melakukan perubahan sosial dan perubahan politik di Indonesia. Peran manajemen pengetahuan menjadi penting untuk dilakukan dalam menghadapi tantangan issu dan daya saing yang berkembang serta mampu beradaptasi dan menciptakan inovasi organisasi, mengingat belum banyak NGO yang menerapkan manejemen pengetahuan dalam kerja-kerja lembaganya. Begitu pula dengan Nugroho dan Amalia (2010) yang menjelaskan bahwa strategi pengelolaan pengetahuan yang dilakukan organisasi non pemerintah masih bersifat personalisasi.

Rimbawan Muda Indonesia (RMI) merupakan salah satu NGO di Jawa Barat sejak tahun 1992 yang masuk ke dalam kategori Community Empowerment dengan fokus issu pada lingkungan dan kehutanan. Belum terdapat data khusus berapa banyak NGO yang memiliki kesamaan ketegori dan fokus issu. Sejak berdiri, RMI lebih mengedepankan pada strategi Pengorganisasian Masyarakat, Pendidikan Lingkungan Hidup, Riset Aksi, Kampanye dan Advokasi dengan konstituen utamanya adalah masyarakat desa hutan. Beragam publikasi pun telah dihasilkan, baik dalam bentuk laporan, buku, peta, dan publikasi lainnya.

Selama hampir 22 tahun berdiri, tentunya tidak sedikit pengetahuan yang dihasilkan RMI. Namun pengetahuan tersebut hilang seiring dengan keluar masuknya staf. Berdasarkan pada dokumen internal RMI (2011) sebanyak 40% staf RMI menyatakan diri tidak bergabung lagi di RMI pada tahun 2009-2010. Turn over yang cukup tinggi dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah organisasi non pemerintah yang memiliki kecenderungan ketergantungan cukup tinggi pada lembaga donor. Ketergantungan ini membawa dampak pada ketidakpastian jenjang karir serta berimplikasi pada mekanisme kompensasi organisasi yang tidak stabil. Hal ini berpotensi pada tingginya turn over pada organisasi non pemerintah, termasuk RMI.

Dokumen hasil audit kelembagaan RMI pada tahun 2010 menyebutkan bahwa dalam konteks sumberdaya di RMI ditemukan beberapa hal yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya dan proses-proses organisasi di RMI. Diantaranya adalah a) masih belum terjadi transfer pengetahuan dan keterampilan (termasuk tentang pengelolaan organisasi) secara maksimal dari staf senior kepada yunior, b) terbatasnya ruang perdebatan gagasan dan strategi pengembangan kreatifitas


(17)

5

pengelolaan organisasi dan program, c) penyempurnaan organisasi (sistem-sistem, legalitas) tidak berkembang sejalan dengan ekspansi program yang dilakukan. Hal ini menyebabkan kesenjangan pengetahuan dan keterampilan antara senior dan yunior, staf yang potensial meninggalkan organisasi, serta memperlemah rasa memiliki dalam organisasi dan memunculkan pragmatisme di kalangan staf. Kondisi ini lah yang menyadarkan organisasi bahwa asset pengetahuan menjadi hal penting yang perlu diperhatikan, baik tacit maupun eksplisit. Sehingga pada awal tahun 2011 RMI merumskan cita-cita sebagai organisasi pembelajar yang tertuang di dalam misi dan program kerja (2011-2016) RMI serta mengintroduksi Divisi Trancending Knowledge di dalam struktur fungsional RMI dan berubah menjadi Divisi Knowledge Management pada awal tahun 2013.

Secara umum kondisi yang dialami RMI juga dialami kebanyakan organisasi non pemerintah lainnya di Indonesia. Dalam kerangka mewujudkan salah satu cita-cita RMI sebagai organisasi pembelajar, pengelolaan pengetahuan RMI sebagai aset

intangible organisasi perlu dikelola dengan baik. Sebagai langkah awal diperlukan pemeriksaan (audit) kesiapan organisasi RMI sebagai organsiasi pembelajar.

1.2. Perumusan Masalah

Pengetahuan organisasi bergantung pada pengetahuan staf didalamnya. Sangat memungkinkan jika staf keluar dari organisasi, maka hilang pula seluruh pengetahuan yang seharusnya dimiliki organsiasi tersebut. Maka tak heran jika organisasi non pemerintah belum berminat dan bahkan belum menerapkan manajemen pengetahuan didalam kesehariannya. Begitu pula dengan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) yang memiliki persoalan turn over staf yang cukup tinggi pada tahun 2009-2010 yaitu sebanyak 40%. Hal ini merupakan implikasi dari tata kepengurusan, sistem organisasi, pengelolaan sumberdaya (manusia dan aset organisasi), serta budaya dan proses-proses organisasi yang tidak berjalan secara maksimal dan optimal. Sehingga pada awal tahun 2011 RMI mulai mempersiapkan diri sebagai organisasi pembelajar yang diterjemahkan kedalam misi dan program


(18)

kerja 2011-2016. Dalam kerangka mempersiapkan organisasi RMI menjadi organisasi pembelajar, sebagai langkah awal perlu dilakukan audit manajemen pengetahuan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan memfokuskan pada: 1. Bagaimana manajemen pengetahuan yang dilakukan di Rimbawan Muda

Indonesia (RMI)?

2. Bagaimana sistem manajemen pengetahuan dalam organisasi RMI yang dapat diimplementasikan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang disebutkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi manajemen pengetahuan yang telah dilakukan oleh RMI

2. Menganalisis sistem knowledge management (KM) dalam organisasi yang dapat diimplementasikan RMI

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran hasil audit manajemen pengetahuan organisasi serta membantu organisasi mengidentifikasi strategi manajemen pengetahuan yang dapat diimplementasikan organisasi

2. Sebagai bahan referensi bagi pihak lain yang membutuhkan untuk melakukan penelitian lanjutan di bidang yang sama ataupun penelitian lanjutan

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara mendalam untuk mengaudit manajemen pengetahuan yang dilihat melalui tiga komponen, yaitu audit kualitas pengetahuan, audit kualitas pembelajaran dan audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan dengan menggunakan kerangka analisis deskriptif dan analisis hirarki proses (AHP) dari teori yang dikembangkan Munir (2008).


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan berkembang pesat sejak tahun 2000an.

Kemunculannya memandang bahwa pada dasarnya setiap organisasi yang ingin berkembang harus dilakukan dengan cara yang cerdas. Yaitu dengan memberi kesempatan kepada karyawannya untuk belajar mengenai bagaimana melakukan pekerjaan dengan cara yang lebih baik dan kemudian memastikan bahwa mereka telah bekerja lebih baik. Manajemen Pengetahuan adalah suatu disiplin yang memperkenalkan suatu pendekatan terintegrasi dalam mengidentifikasi, menangkap, mengevaluasi, memberikan dan berbagi informasi untuk kepentingan perusahaan atau lembaga atau organisasi (Balaji dan Makhija disitasi Yusup, 2012). Definisi ini juga dibenarkan oleh Bergerson (2003) bahwa manajemen pengetahuan merupakan suatu pendekatan yang sistemik untuk mengelola asset inetelektual dan informasi lain sehingga memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Beberapa ahli lainnya pun memberikan beragam definisi. Termasuk Tannebaum (1998) yang memberikan pemahaman yang lebih komprehensif, yaitu:

1. Manajemen Pengetahuan mencakup pengumpulan, penyusunan,

penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan 2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge) 3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang

4. Menajemen pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi Yusup (2012) menambahkan bahwa manajemen pengetahuan juga melingkupi pola hubungan antara manajemen dengan pengetahuan. Sehingga ruang lingkup manajemen pengetahuan terletak pada aliran pengetahuan dan interaksi, proses, siklus, analisis, sistem beserta alur. Tahap berikutnya adalah penciptaan pengetahuan yang meliputi kemunculan pengetahuan hingga perkembangannya, serta faktor penyimpanan seperti pendokumentasian pengetahuan, perekaman pengetahuan,


(20)

Jenis pengetahuan terbagi menjadi dua, yaitu jenis pengetahuan yang ada pada orang dan belum dikodifikasikan atau disimpan dalam media penyimpanan, yang disebut dengan pengetahuan tacit (tacit knowledge), sedangkan jenis pengetahuan yang sudah bisa dikodifikasikan atau sudah disimpan dalam dokumen dan media penyimpanan lainnya disebut sebagai pengetahuan eksplisit (explicit knowledge). Kedua jenis ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, mereka saling melengkapi, berinteraksi pada lingkungan hubungan manusia yang disebut dengan proses konversi pengetahuan. Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam Raras (2010) menyebutkan ada 4 jenis proses konversi yang dikenal dengan SECI proses, yaitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi, seperti yang ditampilkan pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Sipral pengetahuan dari Nonaka

Yusup (2012) dalam bukunya mempertajam karakteristik pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit kedalam beberapa sisi, yaitu sisi proses penerimaan pengetahuan, bentuk pengetahuan dan model distribusi pengetahuan. Selain itu juga disampaikan contoh-contoh yang membedakan karakter tacit knowledge dan explicit knowledge seperti yang disajikan dalam Tabel 3.

Tacit Dialogue Explicit

Socialization Externalization

Sharing experience Writing it down Observing, imitating Creating metaphors Brainstorming and analogics without criticsm Modeling

Internalization Combination Access to codified Shorting, adding Knowledge categorizing Goal based training Methodology creation Best Practices

Learning by doing Explicit

Tacit

Field Building

Linking Explicit Knowledge


(21)

9

Tabel 3 Karateristik pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit

Pengetahuan Eksplisit Pengetahuan Tacit

Dipindahkan dari penciptaan atau penggunaan konteks asli

Kurang bisa difahami dan diaplikasikan, sulit atau tidak bisa sepenuhnya difahami oleh orang lain

Diartikulasikan secara lebih précis dan lebih formal. Hasil rekaman, teks naskah dan lain-lain

Sulit diartikulasikan dan dikomunikasin kepada orang lain dengan hasil yang sama Terdokumentasikan secara baik seperti

rekaman tape, dokumen, buku, naskah, dan lain-lain

Dikembangkan dari pengalaman dan kegiatan/aksi secara langsung, demonstrasi oleh ahli, sajian aksi tertentu oleh ahlinya Dapat di share/dibagikan dengan

menggunakan media teknologi seperti computer, contohnya database, system berbagi informasi dengan hasil yang relative sama

Biasanya dishare melalui komunikasi interaktif yang sangat intens dan kontes tinggi, juga bisa di share melalui latihan praktis dengan panduan ahlinya

Contoh: karya sastra, buku pedoman pelatihan, software, computer, dan lain-lain

Contoh: Keahlian dalam memecahkan masalah, kemampuan menemukan masalah, antisipasi dan prediksi, kemampuan lobi, dan kemampuan kognisi, afeksi dan konasi secara integrasi.

Sumber : Yusup (2012)

Aktivitas manajemen pengetahuan menurut Wiig yang dikutip oleh Sangkala (2007) pada dasarnya dapat dilihat dari tiga perspektif dengan perbedaan dari sisi horizon dan tujuan, yaitu:

1) Bussiness perspective, yakni lebih berfokus pada mengapa, dimana dan untuk apa perusahaan harus berinvestasi atau memanfaatkan pengetahuan

2) Management perspective, yakni berfokus pada penentuan, pengorganisasian, pengarahan, memfasilitasi dan memonitor pengetahuan – terkait dengan praktik dan aktivitas yang diperlukan untuk mencapai strategi dan tujuan bisnis yang diinginkan

3) Hands-on operational perspective, yakni berfokus pada penerapan keahlian untuk menyalurkan explicit knowledge – terkait dengan pekerjaan dan tugas-tugas

Pendekatan pengetahuan bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu penciptaan pengetahuan dan pemanfaatan pengetahuan bagi kepentingan kinerja dan pengembangan organisasi, baik secara individual ataupun secara kolektif, termasuk implementasi berbagi pengetahuan secara lebih meluas di kalangan anggota-anggota organisasi.


(22)

Organisasi modern memandang bahwa pengetahuan manusia yang ada didalamnya merupakan modal organisasi yang sangat kuat. Dengan modal ada, setiap organisasi dituntut untuk mampu memainkan peran sebagai pengelola yang baik untuk mencapai organisasi yang efektif. Modal intelektual terdiri dari beragam komponen yang berbeda, namun tetap berakar pada manusia pekerja, manusia berprofesi sebagai karyawan, organisasi, rutinitas kerja organiasai, kekayaan intelektual, dan hubungan dengan pelanggan, termasuk pemasok, distributor, dan mitra kerja lainnya.

Sangkala (2007) menyebutkan kategori pengukuran modal intelektual dapat dilakukan pada:

1. Sumberdaya Manusia, yang mencakup tentang komposisi manajemen dan kepuasan sumberdaya manusia (karyawan)

2. Pelanggan, yang mencakup pernyataan tentang komposisi manajemen, dan kepuasan pelanggan

3. Teknologi, yang mencakup tentang ruang lingkup, fungsi, dan penerapan system teknologi informasi

4. Proses, yang mencakup tentang ruang lingkup, peralatan dan efisensi aktivitas bisnis

2.2. Audit Manajemen

Munir (2008) menjelaskan audit manajemen pengetahuan adalah kegiatan memeriksa secara kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi. Adapun tujuan dari proses audit ini adalah untuk mengecek pengetahun yang dimiliki dan dibutuhkan suatu organisasi, melihat kesiapan organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran serta melihat kualitas proses-proses pengelolaan pengetahuan. Oleh karena itu sebaiknya sebelum melakukan audit manajemen setiap organisasi memahami alasan keinginan untuk mengembangkan manajemen pengetahuan.

Beberapa komponen audit manajemen pengetahuan dalam organisasi yang dijelaskan oleh Munir (2008) adalah:


(23)

11

1. Audit Kualitas Pengetahuan

Audit kualitas pengetahuan ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai ragam kelompok pengetahuan yang dibutuhkan beserta tingkatannya, ragam kelompok pengetahuan yang sudah dimiliki beserta tingkatannya, serta ragam pengetahuan yang perlu diakuisisi, tingkatan dan prioritasnya. Setiap organisasi mampu memotret kondisi pengetahuan yang dimilikinya dan yang dibutuhkan dengan menggunakan peta yang dikembangkan oleh Zack (1999) yang disitasi oleh Munir (2008) seperti pada Gambar 2. Gambar tersebut dapat menunjukkan kondisi internal organisasi yaitu profil pengetahuan yang dibutuhkan (pengetahuan strategis), serta menggambarkan kondisi eksternal organisasi yaitu pengetahuan yang dimiliki organisasi lain. Selain itu juga untuk melihat tingkat pengetahuan yang dimiliki organisasi sendiri maupun organisasi lain.

Gambar 2. Peta kondisi pengetahuan organisasi INOVATOR

PEMIMPIN PASAR

PESAING SEIMBANG

TERSESAT

DALAM MASALAH Pengetahuan

Inovatif

Pengetahuan Lanjut

Pengetahuan Inti

Pengetahuan Lanjut

Pengetahuan Inovatif

Organi

sasi

And

a


(24)

2. Audit Kualitas Pembelajaran di Organisasi

Pembelajaran di organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor pemungkin (enabler) yang akan membuat pembelajaran menjadi focus, bermanfaatn, efisien, mudah dan menyenangkan. Komponen yang kedua ini berfungsi untuk memperoleh gambaran mengenai kesiapan organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan kesiapan organisasi dalam memanfaatkan hasil pembelajaran anggotanya untuk mengubah dan menyempurnakan dirinya.

Menurut Kim (1993) yang disitasi oleh Munir (2008) menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan proses mendapatkan pengetahuan yang dilanjutkan dengan aktualisasi pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki. Definisi ini mengandung arti dua hal:

(a) Proses mendapatkan pengetahuan untuk mengetahui bagaimana caranya yang akan mendasari kemampuan fisik untuk memproduksi suatu tindakan, dan

(b) Proses mendapatkan pengetahuan untuk mengetahui mengapa demikian yang menghasilkan kemampuan untuk mengartikulasikan pemahanan konseptual dari suatu pengalaman

Dengan demikian pembelajaran bisa disebutkan sebagai proses peningkatan kapasitas manusia untuk melakukan tindakan yang efektif. Siklus OADI (Observe, Assess, Design dan Implement) disebutkan sebagai aliran proses pembelajaran individu dari Koffman (1992) yang disitasi oleh Munir (2008) dan disempurnakan dengan ingatan (memory) sebagai proses mempertahankan (pengetahuan dan keterampilan) yang diperoleh.

Pembelajaran individu dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu adanya kebutuhan pengetahuan, adanya akses terhadap pengetahuan, adanya pengetahuan prasyarat, kemampuan untuk menyerap pengetahuan, dan adanya peluang untuk menerapkan pembelajaran. Kumpulan pembelajaran individu seharusnya bisa mejadi pembelajaran organisasi yang digambarkan dengan tindakan individu didasari oleh keyakinan individu tersebut. Tindakan individu-individu tersebut


(25)

13

akan menyebabkan organisasi bertindak dan menghasilkan tanggapan lingkungan eksternal. Tanggapan lingkungan akan mempengaruhi keyakinan individu tadi.

Karakteristik organisasi pembelajar perlu diketahui untuk keperluan audit manajemen. Senge (1990) yang dikutip oleh Munir (2008) menyebutkan bahwa untuk menjadi organisasi pembelajar perlu menerapkan lima disiplin, yaitu:

(a) Penerapan disiplin berfikir sistem (b) Penerapan disiplin visi bersama (c) Penerapan disiplin pembelajaran tim (d) Penerapan disiplin keahlian pribadi (e) Penerapan disiplin modal mental

3. Audit Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan

Tujuan dari audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan untuk mendapatkan gambaran mengenai efektivitas proses-proses pengelolaan pengetahuan di organisasi yang terdiri dari: a) proses akuisisi pengetahuan, b) proses distribusi dan berbagi pengetahuan, c) proses pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan, dan d) proses penyimpanan dan pemeliharaan pengetahuan (Munir, 2008).

Akuisisi pengetahuan diperlukan untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan organisasi. Munir (2008) menambahkan bahwa di tingkat organisasi, perluasan batas-batas pengetahuan dengan cara mengakuisisi pengetahuan-pengetahuan lain yang berada di luar organisasi menjadi keharusan. Setelah melakukan akuisisi, proses selanjutnya adalah penyebarluasan pengetahuan dimana sasarannya adalah pengetahuan yang dikuasai oleh satu orang ke sebanyak mungkin orang di organisasi. Pengetahuan yang telah ada akan lebih bermakna bila terjadi aktualisasi terhadap pengetahuan yang dimilikinya melalui asimilasi pengetahuan baru dengan pengalaman yang dimilikinya. Munir (2008) menjelaskan bahwa proses pemanfaatan pengetahuan bertujuan untuk mengasimilasi atau mengkombinasikan pengetahuan baru


(26)

dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dalam bentuk cara pandang baru, cara kerja baru atau kebijakan baru.

Pengetahuan yang telah ada bisa jadi hilang apabila tidak tersimpan dengan baik. Proses penyimpanan pengetahuan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan bahwa pengetahuan yang ada di organisasi terpelihara dan tersimpan dalam bentuk yang mudak diakses oleh yang membutuhkan.

2.3. Organisasi Non Pemerintah

Organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan (Gitosudarmo, 1997 yang dikutip oleh Ardana et al (2009).

Setiap organisasi formal cenderung memiliki visi dan misi yang jelas. Visi menurut Encarta (2009) yang disitasi oleh Yusup (2012) berarti pandangan ke depan, kemampuan memandang kedepan atau kemampuan mengantisipasi peristiwa dan perkembangan di masa yang akan datang. Sedangkan misi adalah formal business statement of aims, yaitu suatu dokumen formal yang menyatakan tujuan yang ingin dicapai suatu organisasi atau perusahaan.

Praktik organisasi secara keseluruhan dibangun secara sadar sehingga akan terlihat dalam perilaku budaya organisasi, dimana konsepnya adalah aturan, nilai-nilai, prinsip dan asumsi dasar yang dapat mengarahkan perilaku organisasi. Membangun budaya yang sudah menjadi komitmen organisasi setidaknya memiliki banyak aspek dominan kompetensi manajemen, antara lain proses, kualitas, perubahan, pengetahuan dan sumberdaya manusia (Yusup, 2012).

World Bank yang dikutip Sinaga, 2007 mendefinisikan NGO sebagai organisasi swasta yang menjalankan kegiatan untuk meringankan penderitaan, mengentaskan kemiskinan, memelihara lingkungan hidup, menyediakan layanan social dasar atau melakukan kegiatan pengembangan masyarakat. Laporan SIPOL UGM, 2005 menyebutkan NGO atau civil society dapat dipahami dalam tiga kriteria, nilai, aktor dan ruang. Dalam kriteria ruang, civil society diartikan oleh Stepan (2002) yang dikutip di dalam laporan tersebut mengandalkan nilai civility untuk kepentingan


(27)

15

bersama. Gerakan sosial civil society dibangun berdasarkan kesukarelaan, bersifat

self-generating, self supporting, berorientasi pada pengambilan keputusan dan pengaturan diri sendiri, dan mengekspresikan diri secara bebas namun mengacu kepada kualitas civility. Hal itu merupakan syarat penting bagi terwujudnya harmonisasi dalam relasi antara masyarakat. Civility muncul karena identitas kebersamaan sebagai warga negara yang memiliki nilai etik berdasarkan hak dan kewajiban yang sama-sama dihormati untuk sebuah keharmonisan hidup masyarakat.

Civil society dalam kriteria aktor mencakup organisasi-organisasi sukarela sampai organisasi yang dibentuk negara tetapi berperan sebagai perantara individu dan negara, pribadi dan publik. Dalam pemahaman ini civil society harus dibedakan dengan suku, klan, dan jaringan-jaringan klientelis. Hal ini penting karena civil society mengharuskan adanya sifat publik dan civic yang erat untuk memiliki kemampuan otonom agar dapat berpartisipasi dalam kepentingan publik untuk dapat mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka (kultural, ekonomi, politik) secara publik.

Civil society mensyaratkan adanya ruang publik yang bebas (free public sphere). Suatu wilayah di mana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Warganegara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta menyiarkan penerbitan yang berkaitan dengan kepentingan umum secara bebas dan terbuka.

Civil society terepresentasi oleh berbagai jenis organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organisation) yang luas, baik melalui sistem membership ataupun tidak sebagai berikut (Diamond, 2004 dikutip di dalam Laporan SIPOL UGM, 2005):

(a) Ekonomi: Asosiasi dan jaringan yang produktif dan komersial.

(b) Budaya: Agama, etnik, kelompok komunal, dan institusi dan asosiasi lain yang mempertahankan hak kolektif, nilai, kepercayaan publik.

(c) Kepentingan: kelompok yang bertujuan memajukan atau melindungi kepentingan anggotanya seperti perserikatan buruh, asosiasi pensiunan, dan kelompok profesional.


(28)

(d) Pembangunan: organisasi yang mengumpulkan resource dan bakat individual untuk memajukan infrastuktur, institusi dan kualitas kehidupan masyarakat. (e) Orientasi isu: gerakan perlindungan lingkungan, perlindungan konsumen, hak

perempuan dll.

(f) Civic/kewargaan: kelompok non partisan yang bertujuan memajukan sistem politik dan membuatnya menjadi demokratis (pengawas pemilu, pembela HAM dll).

Sinaga, 2007 menambahkan bahwa World Bank mengelompokkan NGO kedalam dua kelompok yaitu Operasional dan Advokasi.

1. NGO Operasional memiliki tujuan utama perancangan dan implementasi proyek

pengembangan, sehingga biasanya menggerakkan sumberdaya untuk

menjalankan proyek nya. NGO operasional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Organisasi berbasis masyarakat, organisasi nasional maupun organisasi internasional

2. NGO Advokasi memiliki tujuan mempertahankan atau memelihara suatu isu khusus dan bekerja untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan pemerintah untuk atau atas isu tersebut.

NGO bisa dikelompok pula berdasarkan orientasi, seperti orientasi amal, orientasi pelayanan, orientasi partisipasi dan orientasi pemberdayaan; dan berdasarkan tingkat operasi, seperti organisasi keagamaan, organisasi perkotaan, organisasi massa, dan lain sebagainya. NGO memiliki 6 peranan penting yang dimainkan, yaitu:

1. Pengembangan dan pembangunan infrastruktur 2. Mendukung inovasi, ujicoba dan proyek percontohan 3. Memfasilitasi komunikasi

4. Bantuan teknis dan pelatihan 5. Peneltian, monitoring dan evaluasi


(29)

17

2.4. Organisasi Berbasis Manajemen Pengetahuan

Sangkala (2007) menegaskan bahwa dalam kerangka membentuk organisasi berbasis Knowledge Management, maka terdapat tiga faktor penting yang harus diprakondisikan di dalam organisasi, yaitu:

(a) Kondisi Sosial (sumberdaya manusia). Pengelolaan pengetahun sebuah organisasi tergantung pada sumberdaya manusia di organisasi tersebut. Idealya kondisi sosial mencakup perhatian, penilaian, pemberdayaan, kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi, pekerja atau aktivis pengetahuan.

(b) Kondisi Organisasi. Menjadi organisasi pembelajar bukan hanya menciptakan pengetahuan yang baru, namun juga mengelola pengetahuan yang telah ada. Oleh karenanya penting bagi organisasi untuk berkomitmen memberi ruang-ruang interaksi pengetahuan antar staf serta dan memotivasi untuk menciptakan pengetahuan yang baru. Beberapa unsur penting lainnya dalam mengkondisikan sebuah organisasi yang memiliki karakter pembelajar antara lain: fluktuasi dan kekacauan kreatif; adanya sistem yang terintegrasi pada pekerjaan sehari-hari; redudansi yaitu informasi yang melampaui keperluan operasional anggota

organisasi; menanamkan visi pengetahuan; mengelola percakapan;

mengglobalkan pengetahuan lokal; pejuang pengetahuan; menciptakan iklim keterbukaan; keperluan yang beragam; komunitas; kolaborasi dan dialog.

(c) Kondisi Teknologi. Teknologi informasi dan komunikasi adalah untuk menghubungkan orang dengan orang lain untuk mengeksplisitkan pengetahuan. Beberapa unsur penting pada kondisi teknologi ini antara lain peta rute pengetahuan yang mejadi petunjuk sumber informasi dan pengetahuan, baik dari dalam maupun luar organisasi; dan tercipatanya wahana kolaborasi yaitu teknologi komunikasi dan informasi yang secara elektronis memfasilitasi kelompok atau tim kerja berkolaborasi.

Sedangkan Setiarso et al (2009) menambahkan bahwa terdapat penerapan

Knowledge Managemet yang sukses sebaiknya ditinjau dari tiga komponen kritis, yaitu:


(30)

a. Alur manajemen yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi/institusi

b. Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan knowledge

tersebut

c. Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan knowledge

Penerapan manajemen pengetahuan di dalam organisasi merupakan suatu proses yang panjang dan lama, yang ditunjang dengan perubahan perilaku semua karyawan. Setiarso et al (2009) menegaskan dan mempertajam bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi Organisasi Berbasis Manajemen Pegetahuan, yaitu:

(a) Menentukan strategi manajemen pengetahuan yang sesuai dengan strategi organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

(b) Menyusun Road Map Pengetahuan. Hal ini dilakukan untuk mengklasifikasikan pengetahuan yang berbagai jenis, diantaranya jenis hierarkis, klasifikasi pohon, paradigm dan facet.

(c) Menyusun aspek strategis organisasi sebagai organisasi pembelajar (learning organization). Organisasi belajar adalah suatu proses dimana angota organisasi mendeteksi berbagai kesalahan, kemudian mengoreksinya melalui berbagai tindakan dan atau restrukturisasi organisasi (Argrys dan Schon, 1978 yang disitasi oleh Setiarso et al (2009). De Gues (1988) yang dikutip Setiarso et al

(2009) mempertajam dengan menambahkan bahwa organisasi belajar adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa tim manajemen mengubah sebagian model mental organisasi, pasar, dan pesaing mereka.

Setiarso et al (2009) menyebutkan ada beberapa karakteristik organisasi belajar adalah sebagai berikut:

1)Memiliki manusia bersumber daya, yaitu organisasi yang memiliki potensi insani yang terpadu (intelektual, social, dan etikal)

2)Memiliki habitat yang kondusif yang dicirikan oleh adanya keterkaitan diantara kelima disiplin belajar


(31)

19

3)Memiliki motivator belajar meliputi fasilitasi structural (teknologi informasi, system penghargaan dan struktur organisasi) dan katalisator relasional (rasa saling percaya, budaya transformasional dan kepemimpinan).

(d) Terciptanya model disiplin Organisasi. Wujud nyata dari organisasi belajar menurut Senge (1990) disitasi Setiarso et al (2009) adalah dengan disiplin dan sekaligus mengajukan lima disiplin belajar yang mencakup tiga dataran pokok, yaitu esensi, prinsip dan praktik. Lima disiplin belajar tersebut diantaranya: a) Disiplin penguasaan pribadi; b) Disiplin model mental; c) Disiplin visi bersama; d) Disiplin berfikir sistemik; e) Disiplin pembelajaran tim.

(e) Perlunya Identifikasi Informasi dan Pengetahuan. Aspek ini menjadi penting untuk melihat system knowledge yang akan dikembangkan organisasi yang seharusnya selaras dengan strategi organisasi. Seperti yang disampaikan oleh Michael Zack yang disitasi oleh Setiarso et al (2008) pada Gambar 3.

(f) Menyusun Model Organisasi Berbasis Manajemen Pengetahuan. Knowledge

(bahasa Indonesia=Pengetahuan) diterjemahkan oleh Setiarso et al (2009) adalah gabungan atau fusi antara informasi, pengalaman, nilai, organisasi, dan pendapat para pakar.


(32)

Gambar 3. Penyelarasan sistem Knowledge Management dan strategi organisasi (Setiarso et al, 2009)

Pengelolaan pengetahuan pada organisasi pembelajar diperlukan strategi yang tepat. Hansen et al (1999) membagi strategi pengelolaan pengetahuan ini kedalam dua jenis, yaitu strategi kodifikasi dan strategi personalisasi. Strategi Kodifikasi ini biasanya dalam bentuk visual dengan menggunakan alat bantu seperti komputer dan teknologi untuk memudahkan siapapun mengaksesnya. Sedangkan strategi personalisasi sangat dekat dengan membangun karyawan untuk saling berbagi pengetahuan. Mckinsey yang dikembangkan oleh Perters dan Waterman (1982) yang dikutip oleh Setiarso et al (2009) membagi dua variable penting yang menentukan keberhasilan organisasi, yaitu Hard Variable dan Soft Variable.

Analisis Eksternal Organisasi

Analisis Internal Organisasi

Faktor Kunci Sukses

Peluang dan Ancaman

Kekuatan dan Kelemahan

Strategi Organisasi

Apa yang harus dilakukan organisasi

Apa yang harus diketahui organisasi

Apa yang dapat dilakukan organisasi

Apa yang sudah diketahui organisasi Strategic Gap

Knowledge Gap

Penyusunan Strategi Organisasi


(33)

21

Shared Values

Gambar 4. Model 7s McKinsey

Hard Variable adalah variabel yang mudah untuk diidentifikasi dari dokumen-dokumen perusahaan, sedangkan Soft Variable relatif lebih sukar dikenali. Penjelasan lebih lanjut tergambar pada Tabel 4.

Tabel 4 Definisi variabel-variabel 7-S McKinsey

Variabel Definisi Hard Variables

Strategy Jalan yang telah dipilih oleh organisasi bagi perkembangan masa depannya; suatu rencana yang disusun oleh organisasi yang mampu bertahan (sustainable competitive advantage)

Structure Kerangka kerja aktivitas para anggota organisasi dikoordinasikan

System Prosedur formal dan informal, termasuk system inovasi, system kompensasi, system informasi manajemen dan system alokasi modal yang menentukan aktivitas setiap hari

Soft Variables

Style Pendekatan kepemimpinan dari manajemen puncak dan pendekatan operasi organisasi secara keseluruhan; juga meliputi cara para karyawan mewakili diri mereka pada dunia luar dan masyarakat

Staff Sumberdaya manusia organisasi, mengacu pada bagaimana manusia dikembangkan, dilatih, disosialisasikan, diintegrasikan, dimotivasi, dan bagaimana karies mereka di manage

Skill Kemampuan unik yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya

Share Values Pada awalnya bernama superordinate goals; konsep dan prinsip penuntun bagi organisasi, nilai-nilai dan aspirasi, biasanya tidak tertulis-yang berada di luar pernyataan konvensional sasaran organisasi; ide-ide dasar organisasi dibangun; hal-hal yang mempengaruhi kelompok untuk bekerjasama untuk tujuan umum bersama.

Sumber: Peters, Waterman (1982) disitasi oleh Setiarso et al (2009)

Strategy System

Structure

Style

Staff Skills


(34)

Pengetahuan pada ORNOP sangat dibentuk oleh individu atau aktivis yang ada di dalamnya. Oleh karenanya pengelolaan pengetahuan di NGO sangat krusial untuk dilakukan. Hasil penelitian Nugroho dan Amalia (2010) kepada 4 ORNOP di Indonesia, menghasilkan dua hal yang dapat dilihat dan dilakukan oleh ORNOP dalam pengelolaan pengetahuan. Pertama, memahami kreasi pengetahuan yang dilakukan CSO (konversi pengetahuan tacit-explisit) dan merekomendasikan untuk memperluas spiral pengetahuan Nonaka dan Takaeuchi yang hanya mencakup sumbu epistemologi dan ontologi, dengan memasukkan sumbu axiologi. Hal ini dikarenakan pada CSO dimensi gerakan baik advokasi maupun bersifat developmentalist telah menjadi karakter dan budaya yang dibangun CSO pada umumnya. Kedua, mengusulkan untuk memilah kategori tipe pengetahuan yang berkembang, diantaranya 1) pengetahuan umum dan khusus; dan 2) pengetahuan berbasis metodologi dan proyek terkait. Pengetahuan umum lebih bersifat umum dan biasanya sebagai acuan untuk menjalankan organisasi, sedangkan pengetahuan khusus lebih spesifik pada tipe kegiatan yang dijalankan organisasi yang bisa dilakukan dimana pun pada ruang lingkup pekerjaan advokasi dan developmentalist. Pengetahuan yang berbasis metodologi pada CSO menjadi tubuh pengetahuan yang yang dibutuhkan untuk merencanakan dan memutuskan kegiatan yang akan dilakukan organisasi, sedangkan pengetahuan yang bebasis proyek terkait merupakan dukungan yang bersifat esensial. Lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Klasifikasi pengetahuan pada CSO di Indonesia General Knowledge (for running the organisation) General-methodological knowledge

Internal administrative External engagement Research & development

General-Project specific knowledge

Alliance-building and networking Beneficiaries engagement

Particular knowledge (to ensure the success of project execution) Advocacy – related projects/activities

Lobbying Mobilisation

Development–related projects/activities

Community development Technical

Micscellaneous knowledge

- i.e. Knowledge not obviosly classifiable, but important - Tacit in nature


(35)

23

Seperti halnya pada perusahaan, organisasi non pemerintah juga membutuhkan strategi pengelolaan pengetahuan untuk menjaga keberlanjutan pengetahuan serta organisasi memiliki pengetahuan yang inovatif. Nugroho dan Amalia (2010) dalam penelitiannya mengusulkan bentuk strategi yang dapat dilakukan CSO atau organisasi masyarakat sipil dengan mengkombinasikan konversi pengetahuan Nonaka dan Takaeuchi dengan strategi pengelolaan pengetahuan Hansen, et al, Choi dan Lee. Lebih lengkap tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Strategi pengelolaan pengetahuan di CSO

Strategy for managing KM in CSO

Individual Group / Organisational

Explicit Tacit Explicit Tacit

Reporting

Know-how Commitment Manual

Statute /

Constitution Topical know-how

System Strategy System Strategy

Externalization Codification Socialisation Internalisation Externalization Codification Socialisation Internalisation ICT use: document storage;

blogs Internal meeting; external meeting Companionshi p; personal relationship with beneficiaries, benefactors

ICT Use: electronic libarary; bulletin; document storage; websites

Inter organisational meeting; maintaining link with donor & partner CSOs

Companionship ; devising strategy for action; fundraising; reporting

Sumber: Nugroho dan Amalia (2010)

Tabel 14 menunjukkan bahwa pada CSO pengetahuan tacit individu menjadi pengetahuan kritis yang harus dikelola, khususnya bentuk-bentuk komitmen dalam gerakan masyarakat sipil. Pengelolaan pengetahuan akan terukur dan difahami apabila terjadi konversi pengetahuan tacit menjadi pengetahuan yang terkodifikasi. CSO berserta mitra kerja dan para pendukung lainnya memiliki strategi yang sangat fokus dalam mengelola setiap personal dan pengetahuan tacit dibandingkan dengan mengelola organisasi dengan melakukan kodifikasi pengetahuan. Oleh karena itu promosi pengelolaan pengetahuan pada CSO harus menjadi strategi besar dan kebijakan khusus bagi CSO. Selain itu dalam konteks penggunaan teknologi, CSO juga perlu untuk membangun staf dan aktivis sebagai “human agent” pengelolaan

pengetahuan sekaligus mengunakan dan mengimplementasikan teknologi


(36)

2.5. Penelitian Terdahulu

Raras (2010) dalam skripsi nya yang berjudul Kajian Penerapan Manajemen Pengetahuan untuk Menjadi Organisasi Pembejalar (Learning Organization) yang mengambil lokasi studi di sebuah organisasi non pemerintah yang bergerak di pelestarian burung liar di Indonesia mengambil dua instrument utama dalam penelitiannya yaitu kualitas pembelajaran dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Raras menggunakan metode analisis deskriptif yang menjabarkan penilaian manajemen pengetahuan yang dikeluarkan oleh Munir (2008) dan penilaian

Learning Organization dengan referensi Britton (1999) yang meyebutkan delapan dimensi penilaian. Dalam kesimpulannya Raras menyebutkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar serta telah memiliki karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. .

Windarti (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor Kunci Kesuksesan Implementasi Manajemen Pengetahuan pada PT Unilever Indonesia Tbk. yang difokuskan khusus pada lingkungan sosial (lingkungan sumberdaya manusia) sebagai salah satu aspek penilaian sebagai kondisi pemungkin dalam penerapan organisasi pembelajar. Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan Uji t dan Regresi Linier Berganda, yaitu untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata populasi yang digunakan sebagai pembanding dengan rata-rata sebuah sampel. Kesimpulan yang disampaikan Windarti (2010) bahwa PT Unilever Indonesia telah mengimplementasikan manajemen pengetahuan dalam lima bentuk kegiatan yaitu berupa pengembangan sumberdaya manusia, budaya pembelajar, menjadikan pengetahuan stakeholder sebagai salah satu sumber pengetahuan, edukasi masyarakat dan penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung. Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat harapan dengan tingkat aktual tidak berbeda nyata. Analisis regresi linier berganda menghasilkan kesimpulan bahwa faktor-faktor kunci kesuksesan implementasi manajemen pengetahuan pada PT Unilever Indonesia Tbk. adalah kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.


(37)

25

Syahrienda (2011) hanya melihat faktor kualitas pembelajaran organisasi untuk kesiapan penerapan manajemen pengetahuan yang dilakukan pada PT Dafa Teknoagro Mandiri. Metode yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif, analisis perhitungan nilai rataan, korelasi Rank Spearman dan Analisis Jalur (Path Analysis). Berdasarkan analisis perhitungan nilai rataan diperoleh hasil bahwa kualitas pembelajaran organisasi secara keseluruhan berada pada penilaian yang baik dan perusahaan telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar. Hasil analisa korelasi rank spearman menunjukkan bahwa hubungan antar kualitas pembelajaran organisasi dan kesiaan penerapan manajemen pengetahuan pada PT Dafa Teknoagro Mandiri yang memiliki nilai 0,897. Sedangkan hasil analisis jalur menunjukkan bahwa faktor adanya akses terhadap pengetahuan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesiapan penerapan manajemen pengetahuan pada perusahaan.


(38)

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pengetahuan menjadi kekayaan intelektual organisasi untuk menciptakan pengetahuan baru (inovasi) serta mampu bersaing dan beradaptasi pada situasi dan kondisi eksternal yang berkembang. Pengetahuan yang dikelola dengan baik niscaya organisasi akan memiliki keunggulan tersendiri di bidangnya. Oleh karenanya pengetahuan yang tersimpan dalam benak individu masing-masing bisa dikelola secara baik di dalam organisasi.

Rimbawan Muda Indonesia atau yang disingkat RMI sebagai salah satu organisasi nirlaba yang memfokuskan diri pada bidang lingkungan dan kehutanan khususnya memfasilitasi model-model pengelolaan hutan berbasis masyarakat serta memfasilitasi penyelesaian konflik tenurial kehutanan bersama masyarakat. Hal ini terlihat dalam visi lembaga yang berbunyi “Mewujudkan kedaulatan rakyat, perempuan dan laki-laki atas tanah dan kekayaan alam untuk penghidupan berkelanjutan” dan empat misi kerja yang berhasil dirumuskan, yaitu:

1. Memberdayakan kelompok petani, perempuan dan laki-laki dalam

memperjuangkan hak-hak atas tanah & kekayaan alam untuk penghidupan berkelanjutan

2. Mengawal proses-proses penyusunan kebijakan menuju kebijakan pengelolaan tanah dan kekayaan alam yang berkeadilan dan menjamin penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat miskin, perempuan dan laki-laki

3. Menggalang aksi kolektif untuk mengakui dan menjamin hak-hak rakyat, perempuan dan laki-laki atas tanah dan kekayaan alam

4. Mengembangkan sistem pengelolaan pengetahuan (Knowledge Management System) melalui proses-proses pembelajaran akseleratif yang mampu melintasi batas-batas antara pengetahuan dan aksi

Strategi kerja yang dipilih RMI adalah dengan melakukan pendidikan kritis, riset aksi partisipatif, kampanye, advokasi, penguatan ekonomi masyarakat. Visi, misi serta strategi kerja tersebut diwujudkan dalam bentuk 3 divisi kerja utama di


(39)

27

dalam organisasi, yaitu Pengorganisasian Masyarakat, Kampanye dan Advokasi, serta

Knowledge Management.

Penerapan pengetahuan tentunya bukan hanya kerja satu divisi saja, tapi harus didukung oleh seluruh elemen organisasi serta komitmen menjalankannya. Maka penulis mengkerucutkan penelitian ini untuk memeriksa manajemen pengetahuan serta menganalisis penyelarasan sistem manajemen pengetahuan dengan strategi organisasi yang dapat diimplementasikan RMI dalam mempersiapkan diri sebagai organisasi pembelajar. Sebelumnya penulis akan melakukan penilaian persiapan penerapan manajemen pengetahuan di dalam organisasi. Pemeriksaan akan dilihat dari tiga komponen utama dalam proses audit manajemen pengetahuan yaitu audit kualitas pengetahuan, audit kualitas pembelajaran dan audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Pemeriksaan untuk komponen audit kualitas pengetahuan dilakukan dengan menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal organisasi. Sedangkan untuk audit kualitas pembelajaran dan audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan akan dilakuan dengan analisa deskriptif melalui instrumen kuesioner yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang diacu dari Munir (2008). Dalam kerangka penyelarasan sistem KM dengan strategi yang dapat diimplementasikan RMI akan dianalisis dengan menggunakan metode AHP (Analisis Hirarki Proses). Pada akhirnya penelitian ini akan memberikan gambaran strategi yang tepat yang bisa diambil oleh RMI sebagai bentuk persiapan penerapan manajemen pengetahuan di dalam organisasi RMI. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.


(40)

Gambar 5. Kerangka penelitian

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) yang terletak di Jl. Sempur No. 55. Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September – Nopember 2013.

3.3. Metode Pengumpulan Data

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Pengumpulan data lapangan ini dilakukan dengan melalui diskusi terfokus

(focus group discussion) dan penyebaran kuesioner kepada seluruh staf RMI. Materi diskusi terfokus lebih banyak menggali tentang kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang yang dimiliki oleh lembaga RMI. Sedangan materi kuesioner akan dititikberatkan pada beberapa pertanyaan yang berkaitan

Visi dan Misi RMI

Identifikasi Manajemen Pengetahuan Organisasi

Audit Kualitas Pengetahuan

Audit Kualitas Pembelajaran

Audit Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan

Penyelarasan Sistem KM dengan Strategi Organisasi

Rekomendasi Strategi Organisasi Focus Group

Discussion Analisis Deskriptif

Analisis Hirarki Proses (AHP)


(41)

29

dengan penilaian kualitas pembelajaran dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan.

2. Penelitian Kepustakaan (Study Literature)

Pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari buku-buku, skripsi, makalah, jurnal, dokumen lembaga RMI serta literatur lainnya yang berhubungan dan menunjang topik penelitian.

3.4. Metode Pengambilan Contoh (Sampling)

Metode pengambilan contoh dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu metode diskusi terfokus dan metode sensus. Diskusi terfokus digunakan untuk memeriksa komponen kualitas pengetahuan yang dilakukan pada top management

RMI yang berjumlah 5 orang yang terdiri dari Direktur Eksekutif (1 orang), Deputi Keuangan dan Sumberdaya (1 orang) dan 3 orang Manager. Selain itu di level top management juga dilakukan pengisian kuesioner untuk menganalisis penyelarasan sistem KM dengan strategi yang dapat diimplementasikan RMI. Sedangkan metode sensus digunakan untuk memeriksa komponen audit kualitas pembelajaran dan komponen kualitas proses pengelolaan pengetahuan yang melibatkan seluruh staf Rimbawan Muda Indonesia (RMI) yang berjumlah 13 orang dengan menyebarkan daftar kuesioner yang telah disusun.

3.5. Pengolahan dan Analisis Data 3.1.1 Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) merupakan cara untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal organisasi secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Metode ini untuk menilai kualitas pengetahuan yang berkembang di organisasi untuk menentukan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), dan secara bersamaan menimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Hasil identifikasi seluruh faktor tersebut kemudian dilakukan pemilihan berdasarkan tingkat kepentingan organisasi dengan memberikan tanda prioritas. Hasil


(42)

pemberian tanda berkontribusi pada pemilihan 4 - 5 faktor penting bagi organisasi. Faktor-faktor yang terpilih kemudian menjadi landasan peneliti untuk menyusun dan menganalisa rancangan strategi serta memetakan posisi organisasi yang sesuai dengan peta pengetahuan yang dikembangkan oleh Zack (1999).

Rancangan strategi disusun berdasar pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan juga meminimalkan kelemahan dan ancaman. Seluruh strategi yang berhasil disusun dimasukkan ke dalam matriks prioritas pilihan strategi yang kemudian dikaitkan dengan visi organisasi yaitu dengan memberikan bobot penilaian tingkat keterkaitan. Mengukur tingkat keterkaitan tersebut menggunakan lima interval, yaitu (1) tidak terkait, (2) kurang terkait, (3) terkait, (4) sangat terkait, (5) netral. Hasil pembobotan kemudian akan dipilih 7 (tujuh) strategi prioritas organisasi.

3.1.2 Analisis Dekriptif

Penilaian manajemen pengetahuan dilakukan untuk mendapatkan persepsi anggota organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan yang telah dilakukan organisasi melalui analisis deskriptif. Analisis deskriptif ini bersifat uraian atau penjelasan dengan membuat tabel-tabel, mengelompokkan dan menganalisis berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner. Kajian penilaian komponen kualitas pembelajaran dan komponen kualitas pengelolaan pengetahuan organisasi dilakukan berdasarkan kuesioner Munir (2008). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup dengan menggunakan skala likert, yaitu dengan memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan bobot tertentu. Lima interval yang digunakan kuesioner ini adalah (5) Netral, (4) Sangat Setuju, (3) Setuju, (2) Kurang Setuju dan (1) Tidak Setuju. Pendapat responden yang tercantum dalam kuesioner sesuai bobot penilaian kemudian akan dirata-ratakan secara keseluruhan untuk mendapatkan nilai keseluruhan terhadap masing-masing komponen.

Skor yang sudah diperoleh kemudian akan dibandingkan dengan rentang skor untuk memperoleh pemaknaan. Munir (2008) menyarankan bahwa untuk komponen


(43)

31

kualitas pembelajaran akan dibandingkan dengan rentang skor pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pembelajaran, seperti yang tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7 Pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pembelajaran

Rentang Skor Pemaknaan

81 – 100 Organisasi telah memiliki karakteristik organisasi pembelajar 61 – 80 Organisasi telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi

organisasi pembelajar

41 – 60 Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar

21 - 40 Organisasi perlu melakukan pembenahan besar-besaran untuk menjadi organisasi pembelajar

Sumber : Munir (2008)

Sedangkan komponen kualitas pengelolaan pengetahuan akan dibandingkan dengan rentang skor pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pengelolaan pengetahuan, seperti yang tersaji pada Tabel 8. Selanjutnya dapat diinterpretasikan dan dianalisis sesuai dengan skor yang diperoleh.

Tabel 8 Pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pengelolaan pengetahuan

Rentang Skor Pemaknaan

48 – 64 Organisasi telah memiliki proses-proses pengelolaan pengetahuan yang baik

32 – 47 Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar

16 – 31 Organisasi perlu menyusun rencana pengembangan proses pengelolaan pengetahuan secara lebih rinci

Sumber: Munir (2008)

3.1.3 Analisis Hirarki Proses (AHP)

Metode analisis AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970an yang menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Saaty (1993) menyebutkan bahwa hirarki didefinisikasn sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level, dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya kebawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki tersebut, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur


(44)

menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan lebih terstruktur dan sistematis.

Dalam implementasinya, penulis akan melakukan serangkaian tahapan metode analisis AHP, yaitu:

1. Mendefinisikasi masalah dan menentukan solusi yang ingin diselesaikan di dalam organisasi.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali tujuan utama, kemudian dilanjutkan kebawahnya dengan menentukan kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan. Hirarki dilanjutkan dengan sub kriteria (jika diperlukan).

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement

dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibanding elemen lainnya.

4. Mendefinisikasi perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement

seluruhnya sebanyak n x ((n-1)/2) buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Skala perbandingan berpasangan dan maknanya yang dipekenalkan oleh Saaty dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.


(45)

33

Tabel 9 Pemaknaan dari skala perbandingan berpasangan

Skala Pemaknaan

1 Kedua elemen sama pentingnya. Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen

dibandingkan elemen lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen lainnya, pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya. Satu elemen yang kuat disokong dan dominan dalam praktek

9

Suatu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya. Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan. Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara 2 pilihan

Kebalikan = Jika untuk aktivitas i menjadi satu angka dibandingan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i

Sumber: Saaty (1993)

5. Menghitung nilai eugen dan menguji konsistensinya. Jika nilai tidak konsisten maka pengambilan data perlu diulangi

6. Mengulangi lagkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai setiap kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Rasio konsistensi yang diharapkan adalah mendekati dari atau sama dengan 10%. Jika nilai nya lebih dari 10%, maka penilaian data judgement harus diperbaiki


(46)

Struktur model AHP untuk mengidentifikasi strategi organisasi dalam penerapan manajemen pengetahuan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur model AHP penyelarasan sistem KM dalam organisasi Menyelaraskan Sistem Knowledge Management dalam

Organisasi RMI

Sosial/SDM (Budaya)

Organisasi Teknologi

Direktur Eksekutif

Deputi Kantor dan Sumberdaya

Manager Knowledge Management

Hard Variables Soft Variables

Pakar Independen


(47)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Organisasi

Rimbawan Muda Indonesia (RMI) merupakan sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mendukung konservasi sumberdaya alam di Indonesia dengan melaksanakan program-program penelitian dan aksi lapangan yang berhubungan dengan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat. RMI yang berdiri pada tanggal 18 September 1992 dan berkedudukan di Bogor. Saat ini RMI beralamatkan di Jl. Sempur No. 55. Bogor. RMI memiliki status hukum Yayasan dengan Akta Notaris No. 37 dengan Notaris Muljanie Sjafei, SH. Yayasan menurut UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan tidak mempunyai anggota. Adapun Visi RMI adalah “Terwujudnya kedaulatan rakyat, perempuan dan laki-laki atas tanah dan kekayaan alam untuk mewujudkan sistem penghidupan berkelanjutan”. Strategi pencapaian visi lembaga diterjemahkan kedalam Misi RMI yang terdiri dari:

a. Memberdayakan kelompok petani, perempuan dan laki-laki dalam

memperjuangkan hak-hak atas tanah & kekayaan alam untuk penghidupan berkelanjutan

b. Mengawal proses-proses penyusunan kebijakan menuju kebijakan pengelolaan tanah dan kekayaan alam yang berkeadilan dan menjamin penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat miskin, perempuan dan laki-laki

c. Menggalang aksi kolektif untuk mengakui dan menjamin hak-hak rakyat, perempuan dan laki-laki atas tanah dan kekayaan alam

d. Mengembangkan sistem pengelolaan pengetahuan (Knowledge Management System) melalui proses-proses pembelajaran akseleratif yang mampu melintasi batas-batas antara pengetahuan dan aksi

Roda organisasi Rimbawan Muda Indonesia pada dasarnya dijalankan oleh seluruh organ Yayasan RMI, yakni Dewan Pembina, Dewan Pengawas dan Dewan


(48)

Pengurus. Namun dalam kesehariannya Dewan Pengurus mengangkat Badan Pelaksana Harian untuk menjalankan mandat organisasi. Badan Pelaksana Harian yang terdiri dari Direktur Eksekutif, Deputi Kantor dan Sumberdaya serta para Manager diberi kewenangan untuk menyusun rencana strategis pelaksanaan mandat organisasi secara periodik beserta struktur lembaga yang mampu menjalankan dan sesuai dengan rencana strategis. Sebagai organisasi yang berbasis gerakan, RMI merekrut relawan dan asosiate profesional untuk terlibat dalam implementasi kegiatan yang telah tersusun bersama. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Fokus kerja RMI adalah pada issu kehutanan dan lingkungan. RMI mendukung pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dan program-program pendidikan lingkungan yang partisipatif. Salah satu program pendidikan lingkungan yang dikembangkan RMI sejak 1994 adalah REPLING (Rute Pendidikan Lingkungan) yaitu program pendidikan lingkungan yang melibatkan publik, khususnya anak muda melalui metode interpretasi. Sejak tahun 1998, RMI mulai melakukan proses pendampingan ke kawasan hutan, khususnya di Kawasan Ekosistem Halimun dan kawasan hutan Gede Pangrango yang berada di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak. Hingga tahun 2013, RMI mencatat bahwa terdapat 15 desa yang tersebar di tujuh Kecamatan yang saat ini dilakukan pendampingan secara intensif. Strategi pendampingan yang dilakukan RMI adalah melalui pendidikan-pendidikan kritis, seperti pendidikan hukum kritis, pendidikan lingkungan, pemetaan partisipatif, perencanaan komunitas, dan lain-lain yang memperkuat pola-pola pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan berbasis masyarakat baik penguatan secara ekonomi, ekologis, sosial maupun legalitasnya. Hal ini terlihat dari empat program besar RMI yang diharapkan dapat terwujud pada tahun 2016, yaitu:

a. Pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat berkembang di lokasi-lokasi dampingan untuk mewujudkan keadilan dalam pengelolaan kekayaan alam dan penghidupan berkelanjutan, menjadi tempat pembelajaran bagi berbagai pihak, dan menjadi bagian yang terintegrasi dengan pengelolaan ekosistem DAS


(49)

37

b. Kelompok-kelompok Masyarakat dampingan memiliki kapasitas memadai untuk mengembangkan berbagai inovasi dalam pengelolaan kekayaan alam dan dalam mengembangkan kewirausahaan ramah lingkungan dan berkeadilan

c. Terbit sejumlah kebijakan di berbagai tingkatan yang mendukung dan memperkuat hak-hak masyarakat atas kekayaan alam (lahan hutan) untuk mencapai penghidupan berkelanjutan

d. RMI menjadi Organisasi Pembelajar yang memiliki kapasitas dalam mewujudkan visi praktikal didukung oleh tata kelola organisasi yang bertanggung jawab.

4.2. Karakteristik Responden

Berdasarkan pada data organisasi per 31 Oktober 2013 dan struktur organisasi yang disahkan pada tanggal 1 Januari 2013, secara keseluruhan jumlah staf mencapai 16 orang (7 perempuan dan 9 laki-laki) dengan kategori jabatan diantaranya Direktur Eksekutif, Deputi Kantor dan Sumberdaya, Manager dan Staf. Komposisi staf dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Komposisi staf berdasarkan tingkat jabatan

Tingkat Jabatan Jumlah Karyawan Prosentase (%)

Direktur Eksekutif 1 orang 6.25

Deputi Kantor 1 orang 6.25

Manager 4 orang 25

Staf 10 orang 62.5

Jumlah 16 orang 100

Sumber : RMI (2013)

Jika mengacu pada tingkatan usia, sebagian besar staf RMI berada pada rentang usia 20-40 tahun. Usia produktif bagi setiap organisasi menjadi kunci keberhasilan, termasuk dalam proses pengalihan maupun pengelolaan pengetahuan organsiasi. Adapun responden pada penelitian ini berjumlah 13 orang (6 perempuan dan 8 laki-laki) karyawan RMI dengan komposisi 1 orang Direktur Eksekutif, 1 orang Deputi Kantor dan Sumberdaya, 4 orang Manager dan 7 orang Staf, serta 1 orang pakar independen yang turut memberikan pemikirannya. Sebanyak satu orang staf


(50)

dalam masa cuti melahirkan, dan dua orang staf bukan menjadi target responden, mengingat bukan sebagai staf inti pada organisasi RMI, yaitu juru masak dan penjaga kantor. Jika melihat pada tingkat pendidikan responden, senilai 35,7% mengenyam pendidikan S-1, lulusan Diploma 3 sebanyak 14,3%, dan sisanya (42,9%) lulusan SMU yang memiliki pengalaman dibidangnya masing-masing.

4.3. Penilaian Persiapan Penerapan Manajemen Pengetahuan Organisasi 4.3.1 Komponen Hasil Audit Kualitas Pengetahuan

Hasil FGD pada penelitian ini diperoleh 8 faktor organisasi sebagai kekuatan, 5 faktor sebagai kelemahan, 4 faktor sebagai peluang, serta 4 faktor sebagai ancaman organisasi. Berdasarkan analisa peneliti yang juga merupakan staf RMI sejak 2003, seluruh data dan informasi yang tersedia menujukkan bahwa RMI memiliki pengalaman yang cukup tinggi di bidang kehutanan (kawasan konservasi) dan pendidikan lingkungan, khususnya yang terkait dengan masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan. Pengalaman besar ini ditunjang dengan kapasitas SDM RMI yang terus menggeluti kemajuan issu yang berkembangan dalam dunia kehutanan dan lingkungan. Pengakuan dari jaringan kerja juga menjadi faktor eksternal sebagai peluang RMI untuk tetap bisa bertahan di dunia gerakan sosial dan lingkungan. Lebih lengkap tersaji dalam Tabel 11.


(1)

58

Syahrienda B. 2011. Analisis Kualitas Pembelajaran Organisasi untuk Menilai Kesiapan Penerapan Manajemen Pengetahuan (Studi Kasus PT Dafa Teknoagro Mandiri di Bogor). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). Universitas Gadjah Mada. 2005. Keterlibatan Publik dalam Desentralisasi Tata

Pemerintahan: Studi tentang Problema, Dinamika, dan Prospek Civil Society Organization di Indonesia. Laporan Akhir Desk Study Tim Peneliti S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah (PLOD). Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada kerjasama BRIDGE, Bappenas, UNDP Indonesia.

UU No. 16 tahun 2001. Tentang Yayasan.

Windarti. 2010. Analisis Faktor-faktor Kunci Kesuksesan Implementasi Manajemen Pengetahuan pada PT Unilever Indonesia Tbk. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).

Yusup MP. 2012. Perspektif Manajemen Pengetahuan Informasi, Komunikasi, Pendidikan dan Perpustakaan. Jakarta (ID): Rajawali Press.


(2)

(3)

60

KOORD. RELAWAN

Lampiran 1. Struktur fungsional Yayasan RMI

STRUKTUR FUNGSIONAL RMI BogorPeriode Kerja : 2012 – 2016

DEWAN PENGURUS

Riset

Divisi Kampanye dan Advokasi

Divisi Pemberdayaan Masyarakat

Administrasi &

Kerumahtanggaan Keuangan

DEPUTI KANTOR

: Garis komunikasi, koordinasi & pengawasan : Garis Kerjasama

DIREKTUR EKSEKUTIF

Divisi Knowledge Management

Kampanye Advokasi CO Bogor -

(Nanggung dan Pamijahan) Administrasi

dan Keuangan

Unit Usaha (Jasa dan Produk)

Publikasi dan Dokumentasi

CO Bogor (Caringin dan

Cigombong)

CO Lebak


(4)

(5)

61

Lampiran 2. Hasil komponen audit kualitas pembelajaran

Responden Nilai

Responden 1 74

Responden 2 80

Responden 3 87

Responden 4 94

Responden 5 86

Responden 6 88

Responden 7 76

Responden 8 82

Responden 9 87

Responden 10 75 Responden 11 82 Responden 12 83 Responden 13 64

Total 1058


(6)

62

Lampiran 3. Hasil komponen audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan

Responden Nilai

Responden 1 51

Responden 2 55

Responden 3 57

Responden 4 64

Responden 5 57

Responden 6 64

Responden 7 44

Responden 8 48

Responden 9 59

Responden 10 50 Responden 11 53 Responden 12 52 Responden 13 39

Total 693