PENGARUH EDUKASI DIET TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENGATURAN MAKAN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KENDAL 02

(1)

i

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TESIS

Disusun Oleh:

SRI HESTHI SONYO RINI

20141050019

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

NAMA : SRI HESTHI S.R

SRI HESTHI SONYO RINI 20141050019

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

PENGARUH EDUKASI DIET TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENGATURAN MAKAN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KENDAL 02

Telah diujikan pada tanggal : 10 September 2016

Oleh :

SRI HESTHI SONYO RINI NIM. 20141050019

Penguji :

Dr. dr. Titiek Hidayati,M.Kes (...)

Novita Kurnia Sari,Ns.,M.Kep (...)

Azizah Khoiriyati,S.Kep,Ns.,M.Kep (...)

Mengetahui,

Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(4)

iii

Nama : Sri Hesthi Sonyo Rini

NIM : 20141050019

Program Studi : Magister Keperawatan

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya yang berjudul “Pengaruh Edukasi Diet terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02”.

Saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan jika terbukti melakukan tindakan plagiat.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, September 2016


(5)

iv

Alhamdulillah, puji syukur hamba panjatkan pada-Mu ya Allah yang selalu memberikan nikmat, karunia, petunjuk dan pertolongan kepada hamba

Suami

Terima kasih “Abi” atas semua dukungan, semangat, kasih sayang, do’a dan Ridhomu yang selalu menyertai langkah-ku

Orang Tua

Terima kasih Ibu dan Bapak atas semua dukungan, semangat, kasih sayang dan do’a yang selalu mengiringi setiap langkah kesuksesanku

“Semoga Alloh membalasnya dari semua bentuk kebaikan dan kebahagiaan”

Anak-anak ku

Terima kasih ya sayang atas do’a, semangat dan kasih sayang yang kalian berikan untuk “Umi”, jadilah anak-anak yang sholihah ya nak? Umi bangga sama kalian

Sahabat – Sahabat Hebatku M.Kep Angkatan V

Terima kasih sahabat-sahabatku atas segala dukungan dan bantuan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Almamater ku


(6)

v

karunia dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Pengaruh Edukasi Diet terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02”. Ketertarikan penulis akan penelitian ini didasari oleh keinginan penulis untuk mengetahui manfaat edukasi diet dalam meningkatkan efektifitas manajemen diabetes melitus. Dengan terselesaikannya tesis ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Fitri Arofiati, S.Kep., Ns, MAN., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Dr. dr. Titiek Hidayati, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan ilmu, waktu, semangat dan motivasi serta petunjuk dalam pebuatan tesis ini.

3. Ibu Novita Kurnia Sari S.Kep, Ns, M.Kep selaku Pembimbing II yang telah memberikan waktunya untuk bimbingan, motivasi, petunjuk dengan sabar dan telaten serta ketelitian beliau dalam pembuatan tesis ini.

4. Ibu Yanuar Primanda, S.Kep, Ns, MNS dan Ibu Azizah Khoiriyati, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Dosen Penguji yang telah memberikan ilmu serta bimbingannya hingga terselesaikan tesis ini.


(7)

vi

untuk penelitian hingga terselesaikannya tesis ini.

7. Responden yang bekerjasama dalam terselesaikannya tesis ini.

8. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membekali ilmu sehingga terselesaikan tesis ini.

9. Bapak/Ibu Staf dan Karyawan Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membekali ilmu sehingga terselesaikan tesis ini.

10. Seluruh anggota keluarga terutama suami tercinta, bapak, ibu tersayang dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat serta motivasi hingga terselesaikan tesis ini.

11. Teman-teman angkatan V Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan motivasi untuk terselesaikannya tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif bagi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi ilmu Keperawatan.

Yogyakarta, September 2016 Penulis


(8)

vii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Penelitian Terkait ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 16

B. Kerangka Teori... 60

C. Kerangka Konsep ... 61

D. Hipotesis ... 61

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 63

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel ... 64

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 67

D. Variabel Penelitian ... 68

E. Definisi Operasional ... 70


(9)

viii

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 88

2. Analisa Univariat ... 88

3. Analisa Bivariat ... 93

B. Pembahasan ... 97

C. Keterbatasan ... 123

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 125

B. SARAN ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 129


(10)

ix

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 61 Gambar 3.1 Skema Desain Penelitian ... 63 Gambar 3.2 Hubungan antar Variabel ... 68 Gambar 4.1 Diagram Distribusi Skor Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Pengaturan Makan pada Penderita DM Tipe 2 Kelompok

Intervensi ... 92 Gambar 4.2 Diagram Distribusi Skor Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Pengaturan Makan pada Penderita DM Tipe 2 Kelompok


(11)

x

Tabel 2.2 Perhitungan kasar Kebutuhan Energi Penderita DM ... 35

Tabel 2.3 Perbandingan Proporsi dan Jadwal Makan Penderita DM ... 39

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 70

Tabel 3.2 Hasil Uji Normalitas Data ... 84

Tabel 3.3 Uji Statistik Pengaruh Edukasi Diet Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Penderita DM Tipe 2 .... 85

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Karakteristik Responden Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02 ... 89

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Sebelum Edukasi Diet di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02 ... 90

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Sesudah Edukasi Diet di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02 ... 91

Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Skor Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Penderita DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah dilakukan Edukasi Diet pada Kelompok Intervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02 ... 94

Tabel 4.5 Hasil Uji Beda Skor Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Penderita DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah dilakukan Edukasi Diet pada Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02 ... 95

Tabel 4.6 Perbandingan Skor Rata-rata Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengaturan Makan pada Penderita DM Tipe 2 Sesudah dilakukan Edukasi Diet antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal 02 ... 96


(12)

xi

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 Pernyataan Kesediaan Menjadi Asisten Peneliti Lampiran 4 Tugas Asisten Peneliti

|Lampiran 5 Kuesioner Karakteristik Demografi Responden Lampiran 6 Kuesioner Pengetahuan Diet DM

Lampiran 7 Kuesioner Sikap Diet DM


(13)

xii

ABSTRAK

Latar Belakang : Edukasi pada penderita diabetes melitus sangat diperlukan dalam keberhasilan penderita diabetes melitus melakukan kontrol metabolik dan mencegah komplikasi. Edukasi pada penelitian ini berfokus pada pengaturan makan penderita diabetes melitus tipe 2. Tujuan : untuk mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kendal 02. Metode Penelitian : Desain penelitian quasi experiment pre and post test control group design. Total sampel 40 responden, yang dibagi menjadi kelompok intervensi yang diberikan edukasi dan kelompok kontrol yang tidak diberikan edukasi. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Menggunakan kuesioner karakteristik responden, kuesioner pengetahuan diet DM, kuesioner sikap diet DM dan perilaku dengan Form Food Recall 1x24 jam. Data dianalisis menggunakan uji wilcoxon signed rank’s test, dan mann-whitney. Hasil Penelitian : ada perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang pengaturan makan pada penderita DM tipe 2 sebelum dan sesudah dilakukan edukasi diet dengan p value pengetahuan = 0,000, sikap = 0,005 dan perilaku = 0,003. Hasil penelitian ini juga menunjukkan ada perbedaan pengetahuan dengan p value = 0,034, tidak ada perbedaan sikap dan perilaku dengan p value masing-masing 0,504 dan 0,650 setelah dilakukan edukasi diet. Kesimpulan : Ada perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih baik tentang pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 setelah dilakukan edukasi diet. Saran : Peran perawat sebagai edukator disarankan memberikan edukasi diet pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Kata kunci : Edukasi diet, Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Diabetes Melitus ¹Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ²Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(14)

xiii

Sri Hesthi Sonyo R¹, Titik Hidayati², Novita Kurnia Sari²

ABSTRACT

Background: Education to patients with Diabetes Mellitus (DM) is needed in the success of DM to perform metabolic control and prevent complications. Education in this research focuses on eating arrangement to patients with DM type 2. Objectives: to determine the difference of knowledge, attitude and behavior of eating arrangement to patients with DM type 2 in working area of CHC Kendal 02. Methods: Research design was quasi experimental pre and post test control group design. Total samples were 40 respondents, divided into intervention group with education and control group without education. The sampling technique used simple random sampling. Data collection used questionnaire of respondent characteristics, questionnaire of diet DM knowledge, questionnaire of DM diet attitude and behavior of eating arrangement with Form Food Recall 1x24 hours. Data were analyzed using the Wilcoxon signed rank test's test, and Mann-Whitney. Results: There was difference on knowledge, attitude and behavior of eating arrangement to patients with DM type 2 before and after diet education with p value of knowledge = 0,000, attitude = 0.005 and behavior = 0.003. The results also showed difference on knowledge with p value = 0.034, no difference on attitude and behavior with p value 0.504 and 0.650 after diet education. Conclusion: There was difference on knowledge, attitude and behavior better about eating arrangement to patients with DM type 2 after diet education. Suggestion: The role of the nurses as an educator suggested to give diet education to patients with DM type 2.

Keywords: Dietary Education, Knowledge, Attitude, Behavior, Diabetes Mellitus 1. Nursing Student, University of Muhammadiyah Yogyakarta


(15)

(16)

(17)

ABSTRAK

Latar Belakang : Edukasi pada penderita diabetes melitus sangat diperlukan dalam keberhasilan penderita diabetes melitus melakukan kontrol metabolik dan mencegah komplikasi. Edukasi pada penelitian ini berfokus pada pengaturan makan penderita diabetes melitus tipe 2. Tujuan : untuk mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kendal 02. Metode Penelitian : Desain penelitian quasi experiment pre and post test control group design. Total sampel 40 responden, yang dibagi menjadi kelompok intervensi yang diberikan edukasi dan kelompok kontrol yang tidak diberikan edukasi. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Menggunakan kuesioner karakteristik responden, kuesioner pengetahuan diet DM, kuesioner sikap diet DM dan perilaku dengan Form Food Recall 1x24 jam. Data dianalisis menggunakan uji wilcoxon signed rank’s test, dan mann-whitney. Hasil Penelitian : ada perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang pengaturan makan pada penderita DM tipe 2 sebelum dan sesudah dilakukan edukasi diet dengan p value pengetahuan = 0,000, sikap = 0,005 dan perilaku = 0,003. Hasil penelitian ini juga menunjukkan ada perbedaan pengetahuan dengan p value = 0,034, tidak ada perbedaan sikap dan perilaku dengan p value masing-masing 0,504 dan 0,650 setelah dilakukan edukasi diet. Kesimpulan : Ada perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih baik tentang pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 setelah dilakukan edukasi diet. Saran : Peran perawat sebagai edukator disarankan memberikan edukasi diet pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Kata kunci : Edukasi diet, Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Diabetes Melitus ¹Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ²Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(18)

Sri Hesthi Sonyo R¹, Titik Hidayati², Novita Kurnia Sari²

ABSTRACT

Background: Education to patients with Diabetes Mellitus (DM) is needed in the success of DM to perform metabolic control and prevent complications. Education in this research focuses on eating arrangement to patients with DM type 2. Objectives: to determine the difference of knowledge, attitude and behavior of eating arrangement to patients with DM type 2 in working area of CHC Kendal 02. Methods: Research design was quasi experimental pre and post test control group design. Total samples were 40 respondents, divided into intervention group with education and control group without education. The sampling technique used simple random sampling. Data collection used questionnaire of respondent characteristics, questionnaire of diet DM knowledge, questionnaire of DM diet attitude and behavior of eating arrangement with Form Food Recall 1x24 hours. Data were analyzed using the Wilcoxon signed rank test's test, and Mann-Whitney. Results: There was difference on knowledge, attitude and behavior of eating arrangement to patients with DM type 2 before and after diet education with p value of knowledge = 0,000, attitude = 0.005 and behavior = 0.003. The results also showed difference on knowledge with p value = 0.034, no difference on attitude and behavior with p value 0.504 and 0.650 after diet education. Conclusion: There was difference on knowledge, attitude and behavior better about eating arrangement to patients with DM type 2 after diet education. Suggestion: The role of the nurses as an educator suggested to give diet education to patients with DM type 2.

Keywords: Dietary Education, Knowledge, Attitude, Behavior, Diabetes Mellitus 1. Nursing Student, University of Muhammadiyah Yogyakarta


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan dunia. Angka prevalensi dan insidensi penyakit ini meningkat secara drastis di seluruh penjuru dunia, negara-negara industri baru dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia (Krisnantuni, 2008). Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan resistensi insulin atau keduanya yang berlangsung lama (kronik) dan dapat menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, organ ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah lainnya (Suastika et al., 2011).

Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 penderita diabetes melitus di Indonesia sebanyak 21, 3 juta jiwa. Kondisi ini membuat Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Amerika Serikat, China, dan India. Terdapat 347 juta jiwa di dunia menderita diabetes melitus, pada tahun 2012 diperkirakan 1,5 juta jiwa meninggal dunia disebabkan oleh diabetes melitus dan kurang lebih 80% dari kematian tersebut terjadi pada negara yang berpenghasilan menengah ke bawah atau negara yang berkembang (WHO, 2014). Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013


(20)

menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%, sedangkan prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di propinsi Jambi sampai 21,8% di propinsi Papua Barat.

Peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus ini disebabkan oleh pertumbuhan masyarakat yang semakin tinggi, peningkatan obesitas, faktor stres, diet dan pola makan yang tidak sehat, dan gaya hidup yang sekunder. Percepatan naiknya prevalensi penderita diabetes melitus dapat dipicu oleh pola makan yang salah, dimana pada saat sekarang banyak masyarakat yang kurang menyediakan makanan berserat, banyak konsumsi makanan yang mengandung kolesterol, lemak jenuh, dan natrium, diperparah lagi dengan seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang kaya akan gula (Qurratueni, 2009). Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat ini dapat memunculkan berbagai komplikasi akut maupun kronis pada penderita diabetes melitus jika tidak ditangani secara baik dan untuk mencegah terjadinya komplikasi, diperlukan adanya pengelolaan / penatalaksanaan diabetes melitus.

Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 (2011), dalam tata laksana diabetes melitus terdapat 4 pilar yang harus dilakukan dengan tepat yaitu edukasi, terapi gizi medis (perencanaan makan), latihan jasmani dan intervensi farmakologis (pengobatan). Perencanaan makan (terapi gizi)


(21)

merupakan komponen utama keberhasilan penatalaksanaan diabetes melitus. Pengelolaan nutrisi bertujuan membantu penderita diabetes melitus memperbaiki kebiasaan makan sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa, lemak dan tekanan darah serta dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi. Kunci keberhasilan terapi gizi medis adalah keterlibatan tim yang terdiri dari dokter, dietisien, perawat dan petugas kesehatan lain serta pasien itu sendiri untuk meningkatkan kemampuannya dalam mencapai kontrol metabolik yang baik. Selain itu, keterlibatan tim dalam 4 hal yaitu assessment

atau pengkajian parameter metabolik individu dan gaya hidup, mendorong pasien berpartisipasi pada penentuan tujuan yang akan dicapai, memilih intervensi gizi yang memadai dan mengevaluasi efektifnya perencanaan pelayanan gizi (ADA, 2003; Soegondo dkk, 2009).

Edukasi merupakan salah satu dari ke 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang juga berpengaruh terhadap keberhasilan penderita dalam melakukan kontrol metaboliknya. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi penderita diabetes melitus yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman penderita akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan penderita diabetes melitus (Soegondo dkk, 2009). Edukasi atau penyuluhan diabetes dapat dilakukan kepada penderita diabetes melitus dan keluarganya dengan cara tatap muka didukung dengan penyediaan


(22)

bahan-bahan edukasi seperti Satuan Acara Pembelajaran (SAP), materi dalam bentuk leaflet, booklet, dan lain-lain. Tatap muka dapat dilaksanakan secara berkelompok atau perseorangan (individual) (Basuki 2009). Pemberian edukasi secara individual /face to face dengan materi terstruktur dalam penatalaksanaan diabetes melitus sangat penting sebab diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat erat kaitannya dengan gaya hidup. Perkeni (2009) menyatakan bahwa pemberian edukasi merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penderita diabetes melitus.

Peran perawat salah satunya adalah sebagai educator yang memberikan pendidikan kesehatan kepada pasiennya, dimana pendidikan kesehatan merupakan salah satu tindakan preventif mandiri yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pasien (Potter & Perry, 2009). Perawat sebagai penyedia layanan kesehatan, sangat penting mengetahui tentang penyakit diabetes melitus dan pengaturan makan/diet yang akan diajarkan kepada penderita diabetes melitus dalam bentuk edukasi guna menentukan tujuan bersama penderita serta keluarga dalam memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi penderita diabetes melitus secara optimal serta mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan (Pemila, 2009).

Penderita diabetes melitus yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik tentang diabetes melitus termasuk diet dapat


(23)

mengendalikan kondisi penyakitnya dan dapat hidup lebih lama. Pengetahuan, sikap dan perilaku penderita diabetes melitus terhadap pengelolaan diabetes melitus sangat berperan dalam mengurangi terjadinya komplikasi. Pengetahuan penderita mengenai diet diabetes melitus merupakan sarana yang membantu penderita menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya. Dengan demikian, semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti mengenai penyakitnya, diet yang harus dijalani, maka semakin mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dan mengapa hal itu diperlukan (Susan, 2002).

Penelitian yang dilakukan Deakin et al (2005), Shrader et al (2013), Wulp et al (2012), Liu et al (2013), Heilser et al (2009) menemukan bahwa program edukasi pada pasien diabetes yang dilakukan secara kelompok efektif dalam pengontrolan kadar gula darah, hemoglobin, A1C, tekanan darah sistolik, berat badan, pengobatan, dan pengetahuan tentang diabetes. Penelitian lain yang dilakukan Setiawati, M (2013) dengan judul Pengaruh edukasi gizi terhadap pengetahuan, pola makan dan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 RSUD Lanto’dg Pasewang Jeneponto, mengemukakan hasil bahwa edukasi gizi berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan secara berkala pada pasien diabetes melitus dengan nilai p = 0,031. Selanjutnya, nilai varians sebelum edukasi 0,033 dan setelah edukasi 0,257. Edukasi gizi dapat memperbaiki pola makan berdasarkan DQS dengan nilai p = 0,003, nilai varians sebelum edukasi 0,230, dan setelah edukasi 0,257. Edukasi gizi juga dapat mengontrol kadar glukosa darah (p = 0,000),


(24)

nilai varians sebelum edukasi 0,185, dan setelah edukasi 0,248. Hasil penelitian Ayu, dkk (2014) menunjukan bahwa ada pengaruh edukasi gizi terhadap peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap pada penderita dibetes melitus tipe 2 dengan nilai (p = 0,000) dan tidak ada pengaruh edukasi terhadap pengontrolan kadar gula darah pada penderita dibetes melitus tipe 2 dengan nilai (p = 1,000), namun terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap pada pasien dengan kadar gula darah terkontrol setelah edukasi gizi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa edukasi gizi dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap penderita dibetes melitus tipe 2.

Pendapat yang berbeda dikemukakan dalam penelitian Lestari (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan sikap setelah edukasi gizi pada responden, hal ini dijelaskan bahwa responden yang bersikap positif terhadap edukasi penanganan DM sebanyak 12 orang (41,4%) dan yang negatif sebanyak 17 orang (58,6%). Penelitian Utomo (2011) membuktikan bahwa pengetahuan tentang pengelolaan diabetes melitus berhubungan secara signifikan dengan keberhasilan pengelolaan diabetes melitus tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang mempunyai pengetahuan baik, akan mempunyai resiko 4 kali untuk berhasil dalam pengelolaan diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang dan secara statistik bermakna. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengaturan pola makan mempunyai hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pengelolaan diabetes melitus tipe 2. Maulana (2011) menyatakan bahwa dengan tingginya pengetahuan klien terhadap diet diabetes melitus


(25)

diharapkan dapat meningkatkan sikap tentang kepedulian klien terhadap diet diabetes melitus tipe 2, sehingga klien dapat mengendalikan penyakit yang dideritanya dan komplikasi diabetes melitus dapat dicegah, dengan demikian, penderita diabetes melitus diharapkan proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan melakukan aktivitas perawatan diri penderita diabetes melitus, yang di dalamnya termasuk pengelolaan diet/pengaturan makan.

Sikap sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan penderita tentang diet/pengaturan makan. Pengetahuan ini akan membawa penderita untuk menentukan sikap, berfikir dan berusaha untuk tidak terkena penyakit atau dapat mengurangi kondisi penyakitnya. Apabila pengetahuan penderita baik, semestinya sikap terhadap diet diabetes melitus juga diharapkan dapat mendukung. Jika sebaliknya, tingkat pengetahuan gizi yang rendah, dapat mengakibatkan sikap acuh tak acuh terhadap penggunaan bahan makanan tertentu, walaupun bahan makanan tersebut cukup tersedia dan mengandung zat gizi. Pengetahuan gizi setiap individu biasanya didapatkan dari setiap pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya, media massa atau media cetak, media elektronik, serta buku petunjuk dari kerabat dekat. Pengetahuan ini dapat ditingkatkan dengan cara membentuk keyakinan pada diri sendiri sehingga seseorang dapat berperilaku sesuai dengan kehidupan sehari-hari (Chabchoub et all, 2000).

Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan dalam pengelolaan


(26)

mandiri diabetes memerlukan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan dan ketrampilan. Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi. Keberhasilan edukasi dalam mencapai sasaran akan lebih dapat menjamin ketaatan penderita diabetes melitus dalam menjalankan pengelolaan diabetes melitus dengan baik (Perkeni, 2011). Penelitian tentang perilaku dari Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang. Pengetahuan penderita tentang diet diabetes melitus merupakan sarana yang dapat membantu penderita menjalankan penanganan diabetes melitus selama hidupnya sehingga semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya, semakin mengerti bagaimana harus berperilaku dalam penanganan penyakitnya (Waspadji, 2004).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 13 Mei 2016, didapatkan data dari laporan Puskesmas Kendal 02 pada periode Januari sampai Desember 2015 didapatkan jumlah kunjungan pasien diabetes melitus, pasien lama maupun baru kurang lebih sebanyak 996 pasien dan diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus pada bulan Maret sampai Mei


(27)

2016 sekitar 322 orang yang terdeteksi, dengan rincian 157 pasien yang terdaftar menjadi anggota prolanis dan hanya sekitar 70 pasien yang rutin melakukan kontrol dan aktif mengikuti kegiatan prolanis, sisanya ± sebanyak 165 pasien yang terdiri dari pasien umum yang tidak mengikuti kegiatan prolanis dan pasien yang jarang melakukan kontrol.

Berdasarkan wawancara dengan salah seorang perawat terkait dengan pelaksanaan edukasi diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Kendal 02 ini telah dilakukan pada penderita diabetes melitus yang telah mengikuti kegiatan prolanis, walaupun belum pernah dilakukan secara terstruktur. Sedangkan edukasi belum dilakukan pada pasien umum. Edukasi yang sudah dilakukan adalah terkait penyakit diabetes melitus diantaranya pengertian tentang penyakit, penyebab, tanda dan gejalanya, penatalaksanaan diabetes melitus dengan olahraga yaitu senam diabetes melitus, pengaturan pola makan/diet diabetes melitus hanya disampaikan secara umum saja, diantaranya tentang makanan apa saja yang boleh dikonsumsi, tidak boleh dikonsumsi dan yang harus dibatasi, jadwal dan jumlah makan penderita diabetes melitus sudah disampaikan tetapi hanya secara umum saja. Berdasarkan hasil wawancara dari 7 orang penderita diabetes melitus, terdapat 5 penderita diabetes melitus yang belum mengetahui tentang pengaturan makan/diet. Edukasi mengenai pengaturan diet belum disampaikan secara terstuktur oleh perawat, hanya disampaikan secara umum saja, sehingga pasien masih merasa kebingungan dalam menentukan menu makanan sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan mereka, baik jenis,


(28)

jumlah dan jadwalnya. Hal ini menimbulkan sikap pasien, yaitu anti terhadap semua makanan sehingga status gizi menurun dan makan semua jenis makanan sebagai kompensasi karena glukosa darah sulit terkontrol. Kedua kondisi ini pastinya tidak baik untuk pengendalian glukosa darah pasien diabetes melitus. Hal tersebutlah yang mendasari peneliti ingin meneliti pengaruh edukasi diet terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Kendal 02.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut “Adakah perbedaan pengetahuan, sikap dan

perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kendal 02 setelah dilakukan edukasi diet ?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kendal 02 setelah dilakukan edukasi diet.


(29)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 sebelum dan sesudah dilakukan edukasi diet pada kelompok intervensi.

b. Untuk mengetahui perbedaan sikap pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 sebelum dan sesudah dilakukan edukasi diet pada kelompok intervensi.

c. Untuk mengetahui perbedaan perilaku pengaturan makan penderita diabetes melitus tipe 2 sebelum dan sesudah dilakukan edukasi diet pada kelompok intervensi.

d. Untuk menganalisa perbedaan pengetahuan pengaturan makan penderita diabetes melitus tipe 2 sesudah dilakukan edukasi diet antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

e. Untuk menganalisa perbedaan sikap pengaturan makan penderita diabetes melitus tipe 2 sesudah dilakukan edukasi diet antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

f. Untuk menganalisa perbedaan perilaku pengaturan makan penderita diabetes melitus tipe 2 sesudah dilakukan edukasi diet antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis a. Bagi Peneliti


(30)

Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan aplikasi mata kuliah statistik penelitian tentang pengaruh edukasi diet terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2.

b. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya dalam penelitiannya untuk memperoleh data yang berhubungan dengan pengaruh edukasi diet terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembuatan bahan pengajaran kepada mahasiswa mengenai manfaat edukasi diet terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2.

d. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadikan tambahan wawasan ilmu khususnya pada profesi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian edukasi diet pada penderita diabetes melitus sehingga dapat membantu dalam melaksanaka asuhan keperawatan dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi perawat dalam rangka memudahkan pasien DM menjalankan terapi diet diabetes melitus.


(31)

2. Manfaat Praktis

Bagi Instansi Kesehatan

Dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam pembuatan standar perawatan dalam melakukan asuhan keperawatanpada penderita diabetes melitus. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pada perawat dalam melakukan edukasi diet pada penderita diabetes melitus.

3. Manfaat Bagi Penderita diabetes melitus

a. Setelah mendapatkan edukasi / pengetahuan tentang diet, diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat terutama yang mengalami penyakit diabetes melitus tentang pentingnya pengaturan diet / nutrisi yang harus dilakukan, sehingga penderita diabetes melitus dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengontrol kadar gula darah dan mencegah terjadinya komplikasi yang ditimbulkan akibat penyakit diabetes melitus ini.

b. Membantu penderita diabetes melitus dalam perencanaan makan dengan menu diet sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan kalorinya, mudah didapatkan sehingga penderita diabetes melitus tidak mengalami kebingungan sehingga kadar glukosa darah dapat dikendalikan.

E. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah :


(32)

1. Setiawati, M (2013) dengan judul pengaruh edukasi gizi terhadap pengetahuan, pola makan dan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 RSUD Lanto’dg Pasewang Jeneponto. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan / mengetahui pengaruh edukasi gizi terhadap pengetahuan, pemenuhan diit dan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2. Desain penelitian ini menggunakan desain pre experiment dengan rancangan pre dan post control group design, pemilihan sampel dengan tehnik purposive sampling yang terdiri dari 30 sampel. Hasil dari penelitian ini adalah edukasi meningkatkan pengetahuan, memperbaiki pola makan, dan menurunkan gula darah. Persamaan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama menggunakan variabel edukasi gizi terhadap pengetahuan. Perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel terikatnya tidak hanya pengetahuan, tetapi sikap dan perilaku pengatuaran makan.

2. Suswati (2012) yang berjudul “Efektivitas Pendidikan Kesehatan dengan Metode Pendidik Sebaya terhadap Aktivitas Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember”. Persamaam pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel bebas yaitu efektivitas pendidikan kesehatan. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada variabel terikat yang diteliti, serta teknik pengambilan sampel dan uji analisis yang digunakan.

3. Maulana (2011) yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Klien Diabetes Melitus Tipe II tentang Diet Diabetes Melitus dengan Kepatuhan


(33)

Diet”. Persamaam pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel pengetahuan dan sikap. Perbedaan pada penelitian ini variabel yang diteliti, serta uji analisis yang digunakan.

4. Ermawati (2008), yang berjudul “Efektivitas Edukasi dengan Menggunakan Panduan Pencegahan Osteoporosis terhadap Pengetahuan Wanita yang Beresiko di Rumah Sakit fatmawati Jakarta”. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel efektivitas edukasi terhadap pengetahuan. Perbedaan pada penelitian ini adalah variabel yang digunakan peneliti bukan hanya pengetahuan, akan tetapi sikap dan perilaku.

5. Ariyanto (2015) tentang “Perencanaan diet diabetes dengan metode

protect stimulation terhadap perilaku diet dan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2” menunjukkan perbedaan nilai rata-rata perilaku diet pada kelompok perlakuan saat pretes dan postes adalah 25,47 dengan nilai t dependent 15,516 (p= 0,000) sedangkan perbedaan nilai rata-rata pada kelompok kontrol saat pretes dan postes adalah 15 dengan nilai t dependen 10,709 (p= 0,000). Hal ini berarti terdapat perbedaan perilaku diet pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dibuktikan dengan nilai t independen 4,851 (p = 0,000). Persamaam pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel perilaku dalam perencanaan diet diabetes melitus. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada metode penyampaian edukasi dan uji statistik yang digunakan.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori 1. Diabetes Melitus

a. Definisi

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik atau kelainan heterogen dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (ADA, 2012; Perkeni, 2011; Soegondo dkk, 2004;dan Smeltzer, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh

Steinthorsdotti, dkk (2012) menyimpulkan bahwa penderita diabetes melitus mempunyai ketidakseimbangan insulin dalam merubah glukosa, hal ini menyebabkan penumpukan glukosa dalam darah.

Menurut kriteria diagnostik Perkeni (2011), seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 mg/dl dan pada tes gula darah sewaktu > 200 mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.


(35)

b. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA (2014) dan Muhlisin (2015) ada 4, yaitu diabetes melitus tipe 1 yang disebabkan karena kerusakan sel β, tipe ini biasanya menyebabkan defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus tipe I ini dimulai dari adanya penyakit autoimun dimana system imun tubuh diserang yang kemudian berdampak pada produksi sel pankreas. Akibat menurunnya insulin menyebabkan ikatan karbohidarat dalam darah terganggu. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena sekretorik insulin cacat genetik secara progresif dari latar belakang insulin yang resisten. Menurut Hudak dan Gallow (2010), diabetes melitus tipe 2 merupakan dampak dari ketidakseimbangan insulin dalam tubuh akibat obesitas, gaya hidup, dan pola makan. Konsumsi karbohidrat yang berlebih menyebabkan ketidakseimbangan ikatan insulin dan karbohidrat dalam darah. Diabetes tipe lain disebabkan karena penyebab dari penyakit lain,

misalnya cacat genetik pada fungsi sel β, cacat genetik pada kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas seperti fibrosis kistik serta dampak penyakit dan obat-obatan kimia seperti dalam pengobatan HIV / AIDS atau setelah transplantasi organ. Klasifikasi yang terakhir adalah diabetes melitus kehamilan, tingginya gula darah hanya terjadi pada masa kehamilan dan akan hilang sendiri setelah melahirkan (ADA, 2014 dan Muhlisin, dkk; 2015).


(36)

c. Manifestasi Klinis

Berbagai gejala dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus atau yang disebut dengan “TRIAS DM” ( poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya), kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dl (puasa disini artinya selama 8 jam tidak ada masukan kalori), kadar glukosa darah acak atau dua jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl, serta AIC ≥ 6,5%. AIC dipakai untuk menilai pengendalian glukosa jangka panjang sampai 2-3 bulan untuk memberikan informasi yang jelas dan mengetahui sampai seberapa efektif terapi yang diberikan. Penderita diabetes melitus tipe 2 juga merasakan sejumlah keluhan lain seperti kelemahan, infeksi berulang, penyembuhan luka yang sulit, gangguan penglihatan, kesemutan, gatal, kandidiasis vagina berulang dan disfungsi ereksi pada pria (Gustaviani, 2007; Lewis, dkk ; 2011, dan Perkeni, 2011).

d. Etiologi dan Faktor Resiko Diabetes Melitus

Penegakan diagnosa diabetes melitus dapat dilakukan dengan uji diagnostik dan skrining. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan skrining bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko diabetes melitus. Skrining dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko diabetes melitus Tipe 2 sebagai berikut


(37)

:1) Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya pada diabetes melitus tipe 1 diturunkan sebagai sifat heterogen, multigenik. Kembar identik mempunyai resiko 25% - 50%, sementara saudara kandung beresiko 6% dan anak beresiko 5% (Black, 2009 dalam Tarwoto, 2012), 2) Lingkungan seperti virus (cytomegalovirus, mumps, rubella) yang dapat memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta pankreas, obat-obatan dan zat kimia seperti alloxan, streptozotocin, pentamidine, 3) Usia diatas 45 tahun, 4) Tidak mempunyai aktivitas fisik / kurang olah raga, 5) Keturunan dari ras yang mempunyai risiko tinggi seperti Afrika Amerika, Latin, Asia Amerika, 6) Obesitas, berat badan lebih : BB ≥ 20% BB ideal atau IMT ≥ 25 kg/m2, 7) Hipertensi, tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, 8) Riwayat gestasional diabetes melitus (Smeltzer, 2004 dalam Tarwoto, 2012), 9) Riwayat diabetes dalam kehamilan, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan lahir bayi > 4000 gram, 10) Wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 11) A1C ≥ 5,7 % atau Riwayat gangguan toleransi glukosa, 12) Riwayat atau penderita PJK, TBC, atau hipertiroidisme, 13) Kolesterol HDL lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl dan atau trigliserida lebih dari 250 mg/dl ((ADA (2012), Gustaviani (2007); Ignativicius & Workman (2006); Perkeni (2011); Smeltzer et al; 2008 dan Tarwoto (2012)).

Catatan : Untuk skrining kelompok risiko tinggi yang hasilnya negatif, skrining ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia lebih dari 45 tahun tanpa faktor resiko, skrining dapat dilakukan setiap 3


(38)

tahun (ADA, 2010; Gustaviani, 2007; Soegondo dkk; 2004). Selain itu pada tabel 2 .1 berikut dapat dilihat untuk membedakan kadar glukosa darah antara yang pasti diabetes melitus dan yang bukan diabetes melitus sebagai patokan penyaring.

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus

Bukan DM Belum

pasti DM

DM Kadar glukosa

darah sewaktu (mg/dl)

Plasma vena < 110 mg/dl 110 – 199 mg/dl

≥ 200 mg/dl Kadar glukosa

darah puasa

(mg/dl)

Plasma vena < 100 mg/dl 110–125 mg/dl

≥ 126 mg/dl Darah

kapiler

< 90 mg/dl 90 – 99 mg/dl

≥ 110 mg/dl (PERKENI, 2006)

Faktor resiko penyebab diabetes melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga dengan diabetes melitus, obesitas, wanita dengan riwayat diabetes melitus gestasional, hipertensi, kurang aktivitas, suku/ras dan sindrom metabolic (Le Mone & Black, 2011). Faktor resiko diabetes melitus timbul akibat dari gangguan sensitivitas jaringan hati dan otot terhadap insulin, gangguan sekresi insulin oleh sel β pankreas, kurangnya produksi insulin, dan ketidakmampuan menggunakan insulin atau keduanya (ADA, 2014; Lewis dkk; 2011). Insufisiensi produk insulin dan penurunan kemampuan tubuh menggunakan insulin pada penderita diabetes melitus mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) maupun penurunan jumlah


(39)

insulin efektif yang digunakan oleh sel sehingga dapat menimbulkan kelainan patifisiologi pada penderita diabetes melitus (Daniels, 2012).

e. Patofisiologi

Patofisiologi diabetes melitus dapat diawali dari penurunan jumlah insulin yang menyebabkan glukosa sel menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga energi di dalam sel untuk metabolisme seluler berkurang, kondisi tersebut direspon tubuh dengan meningkatkan kadar glukosa darah. Respon tersebut antara lain sensasi lapar, mekanisme lipolisis dan glukoneogenesis. Jika respon tersebut terjadi berkepanjangan maka tubuh mengalami penurunan protein jaringan dan menghasilkan benda keton. Kondisi ini dapat mengakibatkan ketosis dan ketoasidosis (Daniels, 2012).

Hipergilkemi menyebabkan gangguan pada aktivitas leukosit dan menimbulkan respon inflamatorik sehingga menyebabkan viskositas darah meningkat dan membentuk trombus terutama pada mikrovaskuler, hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pembuluh darah mikro sebagai gejala gangguan sirkulasi di jaringan perifer (Jokela, 2009). Kerusakan mikrovaskuler juga diakibatkan karena stimulasi hepar untuk mengkonversi glukosa darah yang tinggi menjadi trigliserida, hal ini berakibat pada peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Tingginya kadar trigliserida akan meningkatkan resiko arterosklerosis (Talayero, 2011).

Kadar glukosa tinggi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan jalur metabolisme poliol/alkohol sehingga meningkatkan sorbitol.


(40)

Kadar sorbitol yang tinggi mengakibatkan gangguan kondusi impuls syaraf sehingga terjadi gangguan neuropati diabetik (Fauci, 2009). Kadar glukosa yang tinggi juga dapat merusak membran kapiler nefron pada ginjal akibat angiopati. Kerusakan nefron yang progresif akan berujung pada glomerulosklerosis. Kerusakan ini terjadi akibat beban yang berlebih kadar gula darah sehingga membran glomerulus kehilangan daya filtrasinya (Smeltzer, 2010).

Rendahnya produksi insulin atau rendahnya uptake insulin oleh sel-sel tubuh dapat menimbulkan gangguan metabolik berupa peningkatan asam lemak darah, kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan memicu terjadinya angiopati yang dapat menimbulkan komplikasi pada retina, ginjal, jantung koroner dan stroke (Smeltzer, 2010).

f. Komplikasi

Menurut Depkes RI (2008) dan Tjokroprawiro (2006) menyatakan bahwa komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi koma diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik dan hipoglikemia. Reaksi hipoglikemia terjadi akibat tubuh kekurangan glukosa. Reaksi koma diabetik terjadi karena kadar gula darah dalam tubuh terlalu tinggi, lebih dari 600 mg/dl. Komplikasi kronik yang dapat muncul pada pasien diabetes melitus adalah makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati.


(41)

Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata dan kapiler ginjal. Berbagai studi yang telah ada menyatakan bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 yang menjaga kadar glukosa plasma rata – rata tetap rendah menunjukkan insiden komplikasi mikrovaskuler berupa timbulnya retinopati diabetik, nefropati, dan neuropati yang lebih rendah.

g. Penatalaksanaan

Komplikasi diabetes melitus harus dicegah sedini mungkin dengan cara penatalaksanaan yang tepat. Menurut Perkeni (2011) dalam pengelolaan/tata laksana diabetes melitus tipe 2, terdapat 4 pilar yang harus dilakukan dengan tepat yaitu 1) edukasi; 2) terapi gizi medis (perencanaan makan); 3) latihan jasmani; dan 4) intervensi farmakologis (pengobatan). Empat pilar pengelolaan diabetes melitus menurut Perkeni (2011) adalah sebagai berikut :

1) Pendidikan / Edukasi a) Pengertian Edukasi

Edukasi merupakan proses interaksi pembelajaran yang direncanakan untuk mempengaruhi sikap serta ketrampilan orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga melakukan apa yang diharapkan pendidik. Edukasi juga merupakan upaya penambahan pengetahuan baru, sikap dan ketrampilan melalui


(42)

penguatan praktik dan pengalaman tertentu (Notoatmodjo, 2007; Potter & Perry, 2009; Smeltzer & Bare, 2008). Dalam edukasi, perawat memberikan informasi kepada klien yang membutuhkan perawatan diri untuk memastikan kontinuitas pelayanan dari rumah sakit ke rumah (Falvo, 2004; Potter & Perry, 2009). Peran perawat sebagai educator dimana pembelajaran merupakan health education

yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Perawat harus mampu memberikan edukasi kesehatan dalam pencegahan penyakit, pemulihan, penyusunan program health education serta memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. Agar perawat dapat bertindak sesuai perannya sebagai educator pada pasien dan keluarga, maka perawat harus memiliki pemahaman terhadap prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran (Bastable, 2014).

Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Wong, et al (1997) menyimpulkan bahwa intervensi edukasi telah meningkatkan pengetahuan tentang diabetes melitus dan pemeliharaan diri penderita diabetes melitus, yang berdampak terhadap jaminan kesehatan penderita diabetes melitus jangka panjang dalam mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas-batas mendekati normal (Wong et al; 1997 dalam Hariono, 2008).


(43)

b) Tujuan Edukasi

Tujuan pemberian edukasi diantaranya adalah pemeliharaan dan promosi kesehatan serta pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan beradaptasi dengan gangguan fungsi (Potter & Perry, 2009; Redman, 2007). Bidang pembelajaran dalam edukasi meliputi pembelajaran kognitif, afektif dan psikomotor (Bastable, 2003; Potter & Perry, 2009). Menurut Edelman dan Mandle (2002) dalam Widiastuti (2012) tujuan edukasi kesehatan adalah membantu individu mencapai tingkat kesehatan yang optimal melalui tindakannya sendiri. Salah satu lingkup edukasi adalah edukasi kesehatan yang diberikan untuk pasien. Edukasi pasien dipengaruhi oleh harapan, pengetahuan, serta kebutuhan pasien terhadap edukasi (Johansson dkk, 2005). Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk memperbaiki kesehatannya. Edukasi pasien adalah bagian integral dari asuhan keperawatan (Adams dalam Delaune, 2006).

c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Edukasi

Menurut Guilbert dalam Nursalam (2008), keefektifan pasien dalam edukasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor materi, lingkungan, instrumen, dan faktor individu sebagai subyek belajar. Faktor materi dalam hal ini adalah hal yang dipelajari menentukan proses dan hasil belajar, misalnya belajar pengetahuan dan sikap atau ketrampilan akan menentukan perbedaan proses belajar. Faktor


(44)

lingkungan dalam hal ini dikelompokkan menjadi dua yaitu : lingkungan fisik antara lain terdiri atas suhu, kelembapan udara, dan kondisi tempat belajar serta lingkungan sosial, yaitu manusia dengan segala interaksinya serta representasinya seperti keramaian atau kegaduhan. Faktor instrumen dalam edukasi terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar alat-alat peraga dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum (dalam pendidikan formal), pengajaran atau fasilitator belajar, serta metode belajar mengajar, metode untuk belajar pengetahuan lebih baik digunakan metode ceramah, sedangkan untuk belajar sikap, tindakan, atau ketrampilan lebih baik digunakan metode diskusi kelompok, demonstrasi, bermain peran (role play), atau metode permainan (Guilbert dalam Nursalam, 2008).

d) Metode Edukasi

Metode dalam pelaksanaan edukasi juga ikut berperan penting. Metode edukasi yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan dan sasaran pembelajaran. Metode edukasi dapat dibagi menjadi 3 yaitu metode edukasi untuk individual, metode edukasi untuk kelompok, dan metode edukasi untuk massa (Widiastuti, 2012). Menurut (Wong

et al; 1997 dalam Hariono, 2008), edukasi dapat dilakukan secara perorangan dengan menggunakan buku panduan pendidikan penyakit diabetes melitus, ceramah, pemutaran video dan pameran makanan. Metode edukasi individu/perorangan digunakan untuk memotivasi


(45)

perilaku baru atau membina individu agar tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi, bentuk pendekatan ini menggunakan bimbingan dan penyuluhan (Giudance and Councelling), pada metode pendekatan ini terjadi kontak antara perawat dengan pasien lebih intensif, pasien dibantu dalam menyelesaikan masalahnya (Notoatmodjo, 2007). Penggunaan wawancara (interview) juga dilakukan pada edukasi individu, pada metode ini terjadi dialog antara perawat dan pasien dalam upaya merubah perilaku sehat.

Metode kedua adalah metode edukasi kelompok yaitu perlu memperhatikan besarnya kelompok sasaran dan tingkat pendidikan sasaran, metode yang biasa diterapkan adalah ceramah yang lebih cepat digunakan untuk kelompok besar, diskusi lebih cepat untuk kelompok kecil, kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, serta curah pendapat (brain storming) yaitu berupa modifikasi metode diskusi, pada metode ini peserta diberikan satu masalah dan kemudian curah pendapat (Notoatmodjo, 2007).

Pada penelitian ini metode pendidikan kesehatan / edukasi yang digunakan adalah dengan metode edukasi kelompok. Program edukasi dengan metode kelompok memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pendekatan secara individu, kelebihan tersebut diantaranya pendidikan lebih aktif, interaksi lebih dinamis, terciptanya sosial model, dan pembelajaran berorientasi pada masalah (Mensing dan Noris, 2009). Systematic review yang dilakukan oleh Norris et al


(46)

(2001) menemukan bahwa adanya dampak yang berbeda antara pendidikan yang dilakukan secara kelompok dan secara individu terutama yang terkait dengan pengontrolan diet dan aktivitas fisik dinilai lebih baik pada pendekatan kelompok. Penelitian lain yang dilakukan Deakin et al (2005), Shrader et al (2013), Wulp et al

(2012), Liu et al (2013), Heilser et al (2009) menemukan bahwa program edukasi pada pasien diabetes yang dilakukan secara kelompok efektif dalam pengontrolan kadar gula darah, hemoglobin, A1C, tekanan darah sistolik, berat badan, pengobatan, dan pengetahuan tentang diabetes.

Rickheim et al (2001) meneliti pengaruh program edukasi yang disampaikan secara individu dan berbasis kelompok, dengan sampel 170 penderita diabetes melitus tipe 2. Kedua kelompok diintervensi selama empat sesi. Pendidikan tersebut diberikan sesuai dengan kurikulum standar pada kedua kondisi. Intervensi yang diberikan berkaitan dengan pendidikan, sikap, kualitas hidup dan penyesuaian psikososial. Secara keseluruhan, pendidikan yang dilakukan secara kelompok dan individu efektif meningkatkan perawatan mandiri pasien diabetes yang didalamnya termasuk pengaturan makan/diet, dengan pendekatan secara kelompok lebih unggul dalam meningkatkan kontrol glikemik dibandingkan dengan pendekatan secara individu. Semua studi yang membandingkan pemberian program edukasi secara individu dan secara kelompok, menunjukkan


(47)

bahwa tidak ada perbedaan yang jelas dalam hasil penelitian. Namun, beberapa data mendukung hipotesis bahwa program edukasi yang dilakukan dengan kelompok biayanya lebih murah, kepuasan pasien lebih besar, dan sedikit lebih efektif untuk perubahan perilaku dan gaya hidup seperti diet dan aktivitas fisik.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vatankhah, dkk (2009) yang menyatakan bahwa edukasi pada penderita dengan diabetes melitus lebih efektif dilakukan dengan bertatap muka langsung face-to-face selama 20 menit. Dalam penelitiannya ia menemukan penderita dengan diabetes melitus tipe 2 yang dilakukan edukasi secara face-to-face lebih terdapat peningkatan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki diabetik.

e) Media Edukasi

Selain menggunakan metode yang tepat, sebagai intervensi yang tersrtuktur, maka edukasi membutuhkan persiapan media dalam pelaksanaannya sehingga dapat meningkatkan efektifitas edukasi. Secara umum orang mempergunakan tiga metode dalam belajar yaitu

visual, auditory, kinesthetic (Gunarya, 2006 dalam Widiatuti, 2012). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa indra yang sering terlibat adalah pendengaran, penglihatan dan perabaan, tetapi dari ketiganya, indra penglihatan adalah yang paling dominan. Mata adalah indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak yaitu sekitar 75% sampai 87 % sedangkan melalui yang lainnya


(48)

sekitar 13% sampai 25% (Notoatmodjo, 2007). Oleh karena itu media edukasi yang utama adalah yang bisa dilihat. Media tersebut adalah berupa media cetak (booklet, leaflet, flip chart, poster, tulisan), media elektronik (televisi, slide, film), media papan/billboard (Notoatmodjo, 2007).

Media edukasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa Booklet. Booklet merupakan media untuk menyampaikan pesan kesehatan dalam bentuk buku kecil yang terdiri tidak lebih dari 24 lembar, baik berupa tulisan maupun gambar. Isi booklet harus jelas, tegas, dan mudah dimengerti. Ukuran booklet biasanya bervariasi mulai dari tinggi 8 cm sampai 13 cm. Booklet sering digunakan sebagai salah satu pilihan media promosi atau edukasi kesehatan karena booklet memiliki beberapa kelebihan yaitu informasi yang disampaikan dalam booklet dapat lebih terperinci dan jelas sehingga lebih banyak hal yang bisa diulas tentang informasi yang disampaikan,

booklet dapat disimpan lama. Sasaran booklet adalah masyarakat yang dapat membaca. Sasaran dapat menyesuaikan diri dan belajar mandiri, isi dapat dicetak kembali, booklet merupakan media cetak sehingga biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan menggunakan media audio visual, mudah dibawa dan dapat dibaca kembali jika pembaca lupa tentang informasi yang terdapat di dalam


(49)

Prinsip edukasi yang harus diperhatikan perawat dalam memberikan intervensi edukasi adalah gaya belajar pasien, perhatian, motivasi, adaptasi psikososial terhadap penyakit, partisipasi aktif, kemampuan belajar dan lingkungan belajar (Notoatmodjo, 2007). 2) Terapi Gizi Medis

Pengelolaan diet pada penderita diabetes melitus sangat penting. Tujuan dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu penderita memperbaiki gizi dan untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik yaitu ditunjukkan pada pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah. Penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes melitus tipe 2 ini merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes melitus secara total.

Menurut Smeltzer et al; (2008) yang mengutip dari ADA (2008) bahwa perencanaan makan pada penderita diabetes melitus meliputi : 1) memenuhi kebutuhan energi pada penderita diabetes melitus, 2) terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin dan mineral, 3) mencapai dan memelihara berat badan yang stabil, 4) menghindari makan-makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun, 5) Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.

Standar dan prinsip diet diabetes melitus tipe 2 menurut Waspadji, dkk (2010), standar diet diabetes melitus diberikan pada penderita


(50)

diabetes melitus atau pasien sehat yang bukan penderita diabetes melitus sesuai kebutuhannya. Terdapat 8 jenis standar diet menurut kandungan energi, yaitu diet diabetes melitus 1100, 1300, 1500, 1700, 1900, 2100, 2300, dan 2500 kalori. Secara umum, standar diet 1100 kalori sampai dengan 1500 kalori untuk pasien diabetes yang gemuk. Diet 1700 sampai dengan 1900 kalori untuk pasien diabetes dengan berat badan normal. Sedangkan diet 2100 sampai dengan 2500 kalori untuk pasien diabetes kurus (Waspadji et al., 2010).

Penatalaksanaan diet ini meliputi 3 (tiga) hal utama yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh penderita diabetes melitus, yaitu jumlah makanan, jenis makanan, dan jadwal makan (Perkeni, 2011). Penatalaksanaan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2 berfokus pada pembatasan jumlah energi, karbohidrat, lemak jenuh dan natrium (ADA, 2011). Perencanaan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang paling penting adalah kebutuhan kalori, dengan prinsip tidak ada diet khusus diabetes dan tidak ada bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi. Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45 – 65 %, protein 10 – 15 %, dan lemak 20 – 25 % (Depkes, 2008).

a) Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi penderita diabetes melitus, bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Penentuan jumlah kalori pada seorang penderita diabetes


(51)

melitus yaitu dengan menggunakan berat badan ideal untuk mengetahui jumlah kalori basal klien.

Pramono (2011) menyatakan bahwa jumlah kalori yang dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus dalam sehari terbagi dalam 3 besar dan 3 kecil, dengan ketentuan sarapan pagi 20% dari jumlah kalori, cemilan diantara sarapan pagi dan makan siang 10% makan siang dari jumlah kalori, makan siang 25% dari jumlah kalori, cemilan diantara makan siang dan makan malam 10% dari jumlah kalori, makan malam 25% dari jumlah kalori dan cemilan sebelum tidur 10% dari jumlah kalori.

BB ideal = (TB dalam cm – 100) – 10% kg

Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang tingginya 150 cm, berlaku rumus :

BB ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg

Untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penderita diabetes melitus dengan memperhatikan faktor – faktor sebagai berikut (Perkeni, 2011) :

(1) Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori antara pria dan wanita berbeda. Wanita membutuhkan kalori sekitar 25 kal/kgBB, sedangkan pria membutuhkan kalori sebesar 30 kal/kgBB.


(52)

(2) Umur

Pengurangan energi dilakukan bagi pasien yang berusia > 40 tahun dengan ketentuan : usia 40 – 59 tahun, kebutuhan energi dikurangi 5%; usia 60 – 69 tahun, kebutuhan energi dikurangi 10%, dan jika usia > 70 tahun, kebutuhan energi dikurangi 20%. (3) Aktivitas Fisik / Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan kategori aktifitas fisik sebagai berikut :

- Keadaan istirahat : ditambah 10% dari kalori basal

- Aktivitas ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan lain-lain kebutuhan energi ditambah 20% dari kebutuhan energi basal.

- Aktivitas sedang : pegawai di industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak berperang, kebutuhan dinaikkan 30% dari energi basal.

- Aktivitas berat : petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlet, kebutuhan ditambah 40% dari energi basal

- Aktivitas sangat berat : tukang becak, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah 50% dari energi basal.

(4) Berat Badan (BB)

Bila berat badan lebih, maka energi dikurangi 10%; bila gemuk, energi dikurangi sekitar 20% bergantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus, energi ditambah sekitar sekitar 20%


(53)

sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 – 1200 kkal perhari untuk perempuan dan 1200 – 1600 kkal perhari untuk laki-laki. Cara lain untuk menghitung kebutuhan energi secara perhitungan kasar dengan mempertimbangkan status gizi dan aktivitas (Sukardji, 2009), yaitu :

Tabel 2.2 Perhitungan Kasar Kebutuhan Energi Penderita DM Status Gizi Kalori/kgBB Ideal Kerja Berat

Kerja santai Kerja sedang Kerja berat

Gemuk 25 30 35

Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40 – 50

Sumber : Sukardji (2009). Penatalaksanaan Gizi pada DM dalam : Penatalaksanaan DM terpadu Edisi 2

Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45 – 65%, protein 10 – 15% dan lemak 20 – 25%. Tidak ada makanan yang dilarang hanya dibatasi sesuai kebutuhan kalori/tidak berlebih, menu sama dengan menu keluarga, teratur dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan. Prinsip pembagian porsi makanan sehari-hari disarankan terbagi dalam 3 besar dan 3 kecil (makan pagi – makan selingan pagi, makan siang – makan selingan siang, makan malam – makan selingan malam (Depkes, 2008). b) Jenis Makanan

Pasien dengan diabetes melitus harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang boleh dimakan secara bebas,


(54)

makanan yang mana yang harus dibatasi dan makanan apa yang harus dibatasi secara ketat (Waspadji, 2007). Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang mengandung banyak karbohidrat sederhana, makanan yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans, dan lemak jenuh serta tinggi natrium (ADA, 2010). Makanan yang diperbolehkan adalah sumber karbohidrat kompleks, makanan tinggi serat larut air, dan makanan yang diolah dengan sedikit minyak. Penggunaan gula murni diperbolehkan hanya sebatas sebagai bumbu (Waspadji et al., 2010).

Makanan yang mengandung karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, dan sari buah harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti buncis, kacang panjang, wortel, kacang kapri, daun singkong, bit dan bayam harus dibatasi tidak boleh dalam jumlah banyak. Buah-buahan berkalori tinggi seperti nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, dan sawo sebaiknya dibatasi. Sayuran yang bebas dikonsumsi adalah sayuran dengan kandungan kalori rendah seperti oyong, ketimun, labu air, labu siam, lobak, selada air, jamur kuping, dan tomat.

Makanan yang perlu dihindari yaitu makanan yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans, dan lemak jenuh serta tinggi natrium (Waspadji et al., 2010). Selain itu, Perkeni (2011) menyebutkan bahwa pasien diabetes harus membatasi makanan dari jenis gula, minyak dan garam. Banyak penderita diabetes melitus tipe 2


(55)

mengeluh karena makanan yang tercantum dalam daftar menu diet kurang bervariasi sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu, agar ada variasi dan tidak menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan penukar, kandungan zat gizinya harus sama dengan makanan yang digantikannya (Suyono, 2009).

1) Jenis bahan makanan yang dianjurkan :

(a) Sumber protein hewani : daging kurus, ayam tanpa kulit, ikan dan putih telur.

(b) Sumber protein nabati : tempe, tahu, kacang-kacangan, (kacang ijo, kacang merah, kacang kedele).

(c) Sayuran yang bebas dikonsumsi (sayuran A) : oyong, ketimun, labu air, lobak, selada air, jamur kuping dan tomat.

(d) Buah – buahan : jeruk siam, apel, pepaya, melon, jambu air, salak, semangka, belimbing.

(e) Susu rendah lemak atau susu skim.

2) Jenis bahan makanan yang diperbolehkan tetapi dibatasi, yaitu : (a) Sumber karbohidrat kompleks : padi-padian (beras, jagung,

gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang), dan sagu.

(b) Sayuran tinggi karbohidrat : buncis, kacang panjang, wortel, kacang kapri, daun singkong, bit, bayam, daun katuk, daun pepaya, melinjo, nangka muda dan tauge.


(56)

(c) Buah – buahan tinggi kalori : nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, sawo.

3) Jenis bahan makanan yang harus dihindari :

(a) Sumber karbohidrat sederhana : gula pasir, gula jawa, gula batu, madu, sirup, cake, permen, minuman ringan, selai, dan lain-lain.

(b) Makanan mengandung asam lemak jenuh : mentega, santan, kelapa, keju krim, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. (c) Makanan mengandung lemak trans : margarin.

(d) Makanan mengandung kolesterol tinggi : kuning telur, jeroan, lemak daging, otak, durian, susu full cream.

(e) Makanan mengandung natrium tinggi: makanan berpengawet, ikan asin, telur asin, abon, kecap.

c) Jadwal Makan

Pada penderita diabetes melitus, pengaturan jadwal makan juga penting karena berkaitan dengan kadar glukosa darah (ADA, 2010). Penderita diabetes melitus makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama, 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Perbandingan proporsi dan jadwal makan yang digunakan oleh penderita diabetes melitus dapat dilihat pada tabel berikut ini (Rafani, 2012; Waspadji, 2007) :


(57)

Tabel 2.3 Perbandingan Proporsi dan Jadwal Makan pada Pasien DM

Jadwal makan Proporsi / total kalor Waktu Makan pagi Selingan I Makan siang Selingan II Makan malam Selingan III 20% 10% 25% 10% 25% 10% 07.00 10.00 13.00 16.00 19.00 21.00 Sumber : (Rafani, 2012; Waspadji, 2007)

Komposisi zat gizi yang direkomendasikan untuk penderita diabetes melitus adalah sebagai berikut (Perkeni, 2006) :

(a) Karbohidrat dan pemanis

Menurut Perkeni (2011), karbohidrat yang dianjurkan bagi penderita diabetes melitus di Indonesia sebesar 45 – 65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total < 130 gr/hari tidak dianjurkan, makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penderita diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain, sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi, pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake), makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.


(58)

Asdie (2000) menyatakan bahwa pada penderita diabetes melitus tipe 2, dianjurkan lebih banyak mengkonsumsi makanan mengandung tinggi serat dibandingkan karbohidrat sederhana. ADA (2008) juga membatasi konsumsi makanan dengan nilai indeks glikemik tinggi. Hal ini disebabkan karena indeks glikemik makanan dapat mempengaruhi kadar glukosa darah 2 jam setelah makan. Menurut Soegondo (2007), penggunaan sukrosa (gula murni) tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. Meskipun hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa gula sampai 15% total kalori tidak mempengaruhi pengendalian gula darah pada penderita diabetes, namun karena gula bukanlah sumber zat gizi yang baik, maka dalam penggunaannya perlu dipertimbangkan.

Berdasarkan hasil penelitian Halton et al., (2007) didapatkan bahwa mengkonsumsi makanan yang mengandung rendah karbohidrat, tinggi lemak, tinggi protein serta mengkonsumsi berbagai sumber sayuran dapat menurunkan resiko diabetes melitus tipe 2 pada wanita. Hasil penelitian Jenkist

et al., (2008) menyatakan bahwa pada penderita diabetes melitus yang diberikan makanan dengan indeks glikemik rendah dan serat tinggi selama 6 bulan dapat menurunkan hasil test HbA1c. Penelitian yang dilakukan oleh Prijatmoko (2007) juga menyatakan hal yang sama, bahwa bahan makanan dengan indeks


(59)

glikemik tinggi akan menaikkan gula darah lebih tinggi dibandingkan makanan dengan indeks glikemik rendah, seperti nasi mampu menaikkan kadar glukosa darah puasa sebesar 35,9 mg/dl, kentang 18,1 mg/dl, serta jagung 13,4 mg/dl untuk setiap 200 gram yang dikonsumsi.

(b) Serat

Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dan kacang – kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25gr/1000 kkal/hari (Perkeni, 2011).

(c) Kebutuhan Protein

Protein dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood, daging lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Pada penderita diabetes melitus dengan neuropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologis tinggi (Perkeni, 2011).

(d) Kebutuhan Lemak

Asupan lemak penderita diabetes melitus di Indonesia dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori dan tidak


(60)

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal (ADA, 2010). Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans, antara lain daging berlemak dan susu penuh (Whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol yaitu < 200 mg/hari (Perkeni, 2006).

(e) Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6 – 7 g (1 sendok teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit (Perkeni, 2011).

c) Latihan Jasmani / Olah raga

Kegiatan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang teratur dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat, sehingga permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat dan resistensi insulin berkurang. Ada


(61)

beberapa latihan jasmani yang disarankan bagi penderita diabetes melitus, diantaranya: jalan, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Klein, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Choi, Kyung (2012) menunjukkan bahwa setelah dilakukan latihan selama 60 menit dengan 12 kali latihan, kelompok intervensi menunjukkan penurunan berat badan secara signifikan, lingkar pinggang, tekanan darah, glycatet hemoglobin, apolipoproptein B dan kadar asam lemak bebas. Depkes (2008) penyusunan program latihan bagi pasien diabetes sangat individual sesuai dengan kondisi penyakitnya. Pada pasien dapat bermanfaat untuk menurunkan kadar gula darah, memperbaiki kontrol diabetes, meningkatkan fungsi jantung dan pernafasan, menurunkan berat badan dan meningkatkan kualitas hidup disamping manfaatnya, latihan olah raga dapat beresiko menimbulkan hipoglikemia dan hiperglikemia sehingga akan memperburuk kontrol diabetes.

d) Intervensi Farmakologis

Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari. Penderita diabetes melitus tipe 2, umumnya perlu minum obat antidiabetes secara oral atau tablet. Penderita diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet (Perkeni, 2011).


(62)

1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesi. Obat penurun glukosa darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. 2) Insulin

Insulin merupakan basis pengobatan penderita diabetes melitus tipe I yang harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis preparat, dosis insulin, waktu dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan insulin (Suyono dkk, 2011).

2. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliknya ( mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga ) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda – beda (Notoatmojo, 2010).


(63)

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Berdasarkan pengalaman disebutkan bahwa perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Penelitian Roger (1974) yang dikutip oleh Nototmodjo (2010) mengungkapkan bahwa orang sebelum mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :

1) Awarness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Interest yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

3) Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya).

4) Trial adalah orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5) Adaption adalah subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2010) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.


(1)

Descriptives

Statistic Std. Error

Umur Mean 1.92 .042

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.84

Upper Bound 2.01

5% Trimmed Mean 1.97

Median 2.00

Variance .071

Std. Deviation .267

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness -3.354 .374

Kurtosis 9.736 .733

Jenis Kelamin Mean 1.82 .061

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.70

Upper Bound 1.95

5% Trimmed Mean 1.86

Median 2.00

Variance .148

Std. Deviation .385

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness -1.778 .374

Kurtosis 1.220 .733

Pendidikan Mean 1.22 .067

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.09 Upper Bound 1.36

5% Trimmed Mean 1.19

Median 1.00

Variance .179

Std. Deviation .423


(2)

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness 1.369 .374

Kurtosis -.135 .733

Pekerjaan Mean 1.68 .075

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.52

Upper Bound 1.83

5% Trimmed Mean 1.69

Median 2.00

Variance .225

Std. Deviation .474

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness -.777 .374

Kurtosis -1.473 .733

Pendapatan Mean 1.65 .076

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.50 Upper Bound 1.80

5% Trimmed Mean 1.67

Median 2.00

Variance .233

Std. Deviation .483

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness -.654 .374

Kurtosis -1.658 .733

Aktivitas Mean 1.02 .025

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound .97

Upper Bound 1.08

5% Trimmed Mean 1.00

Median 1.00


(3)

Std. Deviation .158

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness 6.325 .374

Kurtosis 40.000 .733

Lama DM Mean 1.28 .071

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.13 Upper Bound 1.42

5% Trimmed Mean 1.25

Median 1.00

Variance .204

Std. Deviation .452

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness 1.048 .374

Kurtosis -.953 .733

Edukasi Mean 1.40 .078

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.24

Upper Bound 1.56

5% Trimmed Mean 1.39

Median 1.00

Variance .246

Std. Deviation .496

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness .424 .374

Kurtosis -1.919 .733

IMT Mean 1.62 .078

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.47 Upper Bound 1.78


(4)

Median 2.00

Variance .240

Std. Deviation .490

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness -.537 .374


(5)

HOMOGENITAS KARAKTERISTIK

Test of Homogeneity of Varianceb

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Umur Based on Mean 1.429 1 38 .239

Based on Median .345 1 38 .560

Based on Median and with

adjusted df .345 1 34.686 .561

Based on trimmed mean 1.429 1 38 .239

Jenis Kelamin Based on Mean .669 1 38 .419

Based on Median .165 1 38 .687

Based on Median and with

adjusted df .165 1 37.521 .687

Based on trimmed mean .669 1 38 .419

Pendidikan Based on Mean .550 1 38 .463

Based on Median .137 1 38 .714

Based on Median and with

adjusted df .137 1 37.764 .714

Based on trimmed mean .550 1 38 .463

Pekerjaan Based on Mean .430 1 38 .516

Based on Median .109 1 38 .744

Based on Median and with

adjusted df .109 1 37.939 .744

Based on trimmed mean .430 1 38 .516

Pendapatan Based on Mean .000 1 38 1.000

Based on Median .000 1 38 1.000

Based on Median and with

adjusted df .000 1 38.000 1.000

Based on trimmed mean .000 1 38 1.000

Aktivitas Based on Mean .a

Lama DM Based on Mean .478 1 38 .493

Based on Median .119 1 38 .731

Based on Median and with

adjusted df .119 1 37.879 .731

Based on trimmed mean .478 1 38 .493

Edukasi Based on Mean 5.544 1 38 .024

Based on Median 1.747 1 38 .194

Based on Median and with

adjusted df 1.747 1 37.291 .194

Based on trimmed mean 5.544 1 38 .024

IMT Based on Mean .395 1 38 .534

Based on Median .102 1 38 .752

Based on Median and with

adjusted df .102 1 37.973 .752

Based on trimmed mean .395 1 38 .534 a. There are not enough unique spread/level pairs to compute the Levene statistic.


(6)