Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka pemerintahan daerah kita mengimplementasikan kebijaksanaan Otonomi Daerah OTDA dengan undang-undang No. 32 tahun 2004. Undang- undang ini membungkus sentralisasi pola hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dengan istilah “Dekonsentarsi”. Dengan undang-undang ini, daerah harus bertanggungjawab untuk memelihara kesatuan. Kebijaksanaan otonomi daerah melalui undang-undang No. 23 tahun 2004 memberikan otonomi seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah yang ditetapkan. Hal ini ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat masyarakat didaerah, memberikan ruang politik yang lebih luas, peningkatan kualitas demokrasi, peningkatan efisiensi pelayanan publik, peningkatan pencepatan pembangunan, penanggulangan kemiskinan dan diharapkan juga untuk meningkatkan kualitas pemerintahan dalam wujud pemerintahan yang baik. Dengan konteks inilah menjadikan adanya daerah menjadi daerah otonom yang baru, seperti halnya pemekaran suatu wilyah kabupaten dan pemekaran suatu wilayah propinsi. Pada tahun 2000 sudah terdengar gagasan pembentukan Provinsi Tapanuli. Sebelumnya gagasan seperti itu mulai timbul setelah Dr. Lance Castles mempertahankan disertasinya di Yale University pada tahun 1972 berjudul The 1 Universitas Sumatera Utara Political Life of a Sumatera Residency: Tapanuli 1915-1940. Gagasan itu lahir dari pemikiran bahwa sudah ada beberapa keresidenan yang dimekarkan menjadi propinsi. Pembentukan Propinsi Tapanuli yang sekarang ini adalah merupakan salah satu wujud dari otonomi daerah yang berasaskan dengan undang-undang otonomi daerah dimana kebijakan otonomi daerah telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintahan di setiap daerah untuk menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih memihak kepada rakyat. Sehingga pemerataan pembangunan sampai ke daerah pedalaman dapat dirasakan oleh masyarakat seperti halnya dengan adanya pembentukan propinsi tapanuli. Pembentukan Provinsi Tapanuli yang diprakarsai Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Kodya Sibolga, dan Toba Samosir, dengan ibukota terletak di Siborong- borong, Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana kesepakatan dari 7 daerah se-calon Propinsi Tapanuli bertujuan mempercepat kemakmuran di wilayah Tapanuli secara adil dan merata. Meski harus ‘berpisah’ dari Sumatera Utara, Provinsi Tapanuli tidak akan mengurangi rasa persatuan dan kesatuan dengan provinsi induk tersebut serta propinsi-propinsi lainnya. Republik Indonesia negaraku, Tapanuli Provinsiku, Indonesia Tanah Airku. Itulah motto para deklarator Provinsi Tapanuli saat pendeklarasiannya. Provinsi Tapanuli merupakan utang sejarah. Panitia Khusus Pmbahasan Pembentukan Provinsi Tapanuli pada tahun 2000. Sumber: Batak Pos, Jumat, 29 Desember 2006, halaman 7 kolom 2-6. Tuntutan tersebut hal yang wajar dan positif, sesuai yang diamanatkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat. “Dengan berdirinya Provinsi Tapanuli, daerah yang dijuluki peta Universitas Sumatera Utara kemiskinan ini akan bangkit menuju kemakmuran, asal kita bersatu padu dalam kebersamaan,” ujar Manosor Purba. Batak Pos, Jumat, 29 Desember 2006 Mulai dari tahun 2000 isu pembentukan Propinsi Tapanuli sudah ada hingga sekarang yang masih menjadi permasalahan, baik itu tengah-tengah masyarakat maupun dipemerintahan sekalipun yang belum terselaesaikan. Sejak adanya wacana pembentukan Propinsi Tapanuli Utara, yang tergabung oleh Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Kodya Sibolga, dan Toba Samosir, bertujuan mempercepat kemakmuran di wilayah Tapanuli secara adil dan merata. Republik Indonesia negaraku, Tapanuli Provinsiku, Indonesia Tanah Airku. Itulah motto para deklarator Provinsi Tapanuli saat pendeklarasiannya dihadiri anggota DPR dari Komisi II, Panda Nababan dan Tunggul Sirait dari Komisi VIII. Bahkan Panda ikut menjadi Panitia Khusus Pmbahasan Pembentukan Provinsi Tapanuli pada tahun 2000. Keleluasaan Pemerintah Daerah untuk mengurusi dirinya sendiri tidak selamanya menimbulkan dampak positif bagi masyarakat, disebagian wilayah justru menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Nampaknya sejalan dengan arah pembentukan Propinsi masih banyak kontroversi yang terjadi ditengah-tengah masyarakat bahkan dipemerintahan sekalipun, masih banyak yang menolak. Seperti halnya masyarakat yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat. Mulai dari adanya isu pembentukan propinsi tapanuli ini masyarakat Pakpak Bharat menyatakan belum siap untuk bergabung dengan propinsi tapanuli. Tampaknya konsep dan pandangan yang ditawarkan oleh tim pemrakarsa pembentukan propinsi tapanuli terhadap masyarakat kabupaten Pakpak Bharat belum sama terkait dibentuknya propinsi tapanuli apalagi di ikutsertakan kedalamnya. Ini merupakan salah satu Universitas Sumatera Utara gambaran sikap masyarakat Pakpak Bharat terhadap pembentukan Provinsi Tapanuli. Semakin bergulirnya wacana pembentukan Provinsi Tapanuli adanya dari warga dan kelompok masyarakat yang menolak terhadap Propinsi Tapanuli ini. Seperi halnya yang dapat dilihat dari penjelasan diatas yaitu masyarakat Pakpak Bharat. Undang-undang Republik Indonesia nomor 9 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat di Provinsi Sumatera Utara berupaya mewujudkan masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat yang sejahtera, beriman, berpendidikan, berkeadilan, yang didukung oleh tata pemerintahan yang bersih. Mengejar ketertinggalannya dengan penduduk lainnya serta adanya aspirasi, keinginan dan tekad bulat dari masyarakat Pakpak Bharat untuk meningkatkan status daerahnya menjadi suatu Kabupaten dalam kerangka Negara Kesatuan Repulik Indonesia NKRI, dengan tujuan agar masyarakat Pakpak Bharat dapat memperjuangkan dan mengatur pembangunan masyarakat dan daerah, sesuai dengan aspirasinya untuk meningkatkan taraf hidup menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera merupakan dasar dari usul dibentuknya Kabupaten Pakpak Bharat. Secara historis wilayah Pakpak Bharat bukan wilayah baru. Kabupaten yang mengambil tiga kecamatan dari Kabupaten Dairi ini mengambil nama sub-Wilayah suku Pakpak. Hampir 90 persen penduduk di wilayah Pakpak Bharat beretnis Pakpak. Berbeda dengan Kabupaten induknya DAIRI yang dihuni bermacam-macam suku, seperti Pakpak, Batak Toba, Mandailing, Nias, Karo, Melayu, Angkola, dan Simalungun serta suku lainnya. Agaknya, hal inilah yang menjadi pendorong wilayah Pakpak untuk memekarkan diri. Selain alasan utamanya adalah untuk Universitas Sumatera Utara mengoptimalkan penggarapan potensi, percepatan pembangunan fisik, dan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama pembangunan sumber daya manusia. Aspirasi masyarakat Pakpak Bharat di sampaikan secara resmi melalui Komite Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat yang diketuai oleh St. Dj. Padang dengan sekretaris umum Ir. Ampun Solin. Dimana pada tanggal 1 Juni 2001 Menyampaikan usul pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat kepada DPRD Kabupaten Dairi. Setelah kunjungan komisi II DPR RI, dan melalui berbagai proses, akhirnya dikeluarkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan di Propinsi Sumatera Utara secara bersamaan. Kabupaten Pakpak Bharat resmi terbentuk menjadi satu kabupaten otonom dengan 3 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, dan sekarang menjadi 8 kecamatan Dengan Ibukota Salak dan dipimpin oleh Drs. Tigor Solin sebagai pelaksana Bupati serta Drs. Gandhi Warta Manik MSi sebagai Sekretaris Wilayah yang pertama. Kabupaten Pakpak Bharat secara administratif memiliki 8 delapan Kecamatan dengan 47 desa. Luas wilayah Kabupaten 1.218,30 KM2 121.830 Ha atau 1,7 dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi yang Ibukotanya Salak berada pada ketinggian diantara 350 - 1.400 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 3 kecamatan dengan luas 121.830 Ha dengan jumlah penduduk 35.378 jiwa. Di kabupaten Pakpak Bharat tersedia sarana dan prasarana pendukung seperti perhubungan darat, listrik, Universitas Sumatera Utara telekomunikasi dan air bersih. Kabupaten Pakpak Bharat memiliki bidang usaha yang potensial pada sektor pertanian dan perkebunan dan telah menetapkan tiga pilar pembangunan yaitu Pertanian, Pendidikan dan Kesehatan. Ketiga pilar ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan sehingga diharapkan terjadi sinergi dengan tujuan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, produk pertanian yang memiliki daya saing. Masalah strategis yang menjadi titik perhatian Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat adalah di bidang pertanian, perkebunan serta lahan tidur yang masih luas yang dapat dikembangkan. Otonomi Daerah OTDA membawa angin reformasi baik dalam perencanaan pembangunan daerah, hubungan eksekutif-legislatif, maupun relasi antara pusat- daerah, dan pemerintah. Paradigma pembangunan pun bergeser dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dari pembangunan di daerah menjadi membangun daerah. Kebijakan Otonomi Daerah telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintahan di setiap daerah untuk menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih memihak kepada rakyat. Sehingga pemerataan pembangunan sampai ke daerah pedalaman dapat dirasakan oleh masyarakat.. UU Nomor 32 tahun 23 dan Pasal 16c Peraturan Pemerintah PP Nomor 129 Tahun 2000 yang mengatur mekanisme usul pembentukan, penggabungan dan pemekaran daerah kabupaten kota dan propinsi harus dilalui dan sesuai perundang- undangan dan peraturan yang benar. Dalam pemekaran tidak cukup hanya memenuhi syarat administrasi, potensi, dan kemampuan daerah, tetapi terutama lewat pertimbangan kebutuhan sosial, politik, dan budaya masyarakat di daerah bersangkutan. Universitas Sumatera Utara Dengan adanya rencana pembentukan Provinsi Tapanuli, panitia khusus pembentukan Provinsi Tapanuli yang telah mengikutsertakan Kabupaten Pakpak Bharat kedalam Provinsi Tapanuli guna memenuhi pencapaian dan kelancaran pembentukan Provinsi Tapanuli tersebut maka masyarakat Pakpak Bharat tidak setuju diikutesrtakan sebagian dari rencana Propinsi Tapanuli. Seiring perjalanan rencana pembentukan Provinsi Tapanuli ini, telah banyak kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat. Demonstrasi Pendukung dan anti Provinsi Tapanuli terus bermunculan. Bukan hanya dalam masyarakat saja, media massa pun dijadikan masyarakat dalam melontarkan aspirasinya. Ada surat kabar yang mendukung dan ada yang menolak Provinsi Tapanuli. Pemerintah seperti DPRD-SU juga mengeluarkan rekomendasi penolakan pembentukan Provinsi Tapanuli Protap, setelah ribuan massa anti Protap yang tergabung dalam STPDN Sibolga, Tapanuli Tengah, Pakpak Bharat, Dairi dan Nias berunjuk rasa ke DPRDSU dengan aksi damai dan tertib 85. Surat Rekomendasi penolakan pembentukan Protap dengan nomor 252318Sekr tanggal 8 Mei 2007 ditandatangani Ketua DPRDSU H.Abdul Wahab Dalimunthe.SH. Surat Rekomendasi itu ditujukan kepada Presiden, Ketua DPR RI, Ketua Komisi II DPR RI, Ketua DPD RI, Mendagri dan Gubsu. Dengan hal itu, tokoh dan masyarakat Pakpak yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat telah menolak resistensi untuk bergabung dengan Provinsi Tapanuli. Ini ditunjukkan dengan keberangkatan Tokoh-tokoh masyarakat Pakpak Bharat ke Jakarta seperti Pak St.Gr. JH Manik untuk menghadap Mendagri membawa Aspirasi Penolakan bergabung kedalam Propinsi Tapanuli. Sebanyak 17 orang wakil dari Universitas Sumatera Utara berbagai elemen Pakpak itu datang ke Jakarta dengan data dan pengalaman yang sangat panjang. Menolak masuk Protap, lengkap dengan alasan yang benar-benar masuk akal dan mampu membahas alasan mereka sampai ke akar yang paling dalam.www.pakpakonline.com. Selain itu, dari berbagai organisasi kemasyarakatan yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat juga telah menyatakan sikap dalam penolakan rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli. Salah satunya adalah IKKPI Ikatan Keluarga Pemuda Pakpak Indonesia , yang diketuai oleh Bapak Agus Ujung SH, menjelaskan tentang penolakan Tanah Hak Ulayat masyarakat Pakpak untuk bergabung ke Propinsi Tapanuli. Pernyataan senada dikemukakan oleh tokoh masyarakat Pakpak Sumut yang juga Sekretaris DPD Partai Golkar dan anggota Komisi D DPRD Sumut, Drs. H. Abdul Aziz Angkat. Pendiriannya disiarkan dalam Web Site Suku Pakpak tanggal 13 Agustus 2006 di bawah judul Mari Ikut Berpikir yang dikirim oleh Sakti. Drs. H. Abdul Aziz Angkat menegaskan, bahwa tidak satu pun pemegang hak ulayat di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat yang mau bergabung dengan Provinsi Tapanuli. Selanjutnya ia mengatakan kepada wartawan pada hari Kamis 10 Agustus 2006. Apapun alasan dan dasar pertimbangannya, masyarakat Pakpak Dairi dan Pakpak Bharat menolak dilibatkan dalam rencana pembentukan Provinsi Tapanuli. Penolakan resistensi masyarakat Pakpak Bharat terhadap prmbentukan propinsi tapanuli untuk bergabung tidak menginginkan adanya ekses atau persoalan, bahkan penolakan untuk bergabung kedalam propinsi tapanuli sudah menjadi harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Peristiwa 3 Februari 2009 di gedung DPRDSU yaitu unjuk rasa para prakarsa pembentukan Propinsi Tapanuli, mengakibatkan meninggalnya Universitas Sumatera Utara Drs. H. Abdul Azis Angkat, MSP adalah peristiwa yang sanagat memilukan bagi semua kalangan masyarakat khususnya masyarakat Pakpak Bharat. Karena beliau adalah salah satu putera terbaik di masyarakat pakpak yang peduli terhadap daerahnya dan menonjolkan keberpihakan kepada rakyat. Hal tersebut telah menambah kekecewaan masyarakat Pakpak Bharat terhadap para Panitia Pembentukan Propinsi Tapanuli. Dari uraian latar belakang masalah diatas, menimbulkan ketertarikan penulis untuk melihat persoalan mengenai pembentukan Propinsi Tapanuli dimana terdapat beragam kontroversi dari berbagai kalangan untuk menolak atas pembentukan Propinsi Tapanuli, ini merupakan fenomena yang layak untuk dikaji lebih lanjut.

1.2. Perumusan Masalah