Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

(1)

SKRIPSI

ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN MASYARAKAT KABUPATEN TAPANULI UTARA TERHADAP PENGGUNAAN PEMBAYARAN NON

TUNAI

OLEH

YONGKIKI ALEXANDER PASARIBU 110523024

PROGRAM STUDI S-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN Nama : Yongkiki Alexander Pasaribu

NIM : 110523024

Departemen : S-1 Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

Tanggal, ______________ Ketua Program Studi

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP. 19710503 200312 1 003

Tanggal, ______________ Ketua Departemen

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN Nama : Yongkiki Alexander Pasaribu

NIM : 110523024

Departemen : S-1 Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

Tanggal, ______________ Pembimbing,

Inggrita Gusti Sari Nasution, S.E, M.Si NIP. 19710503 200312 1 003

Tanggal, ______________ Pembaca Penilai,

Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pemahaman masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara terhadap penggunaan pembayaran non tunai. Di era teknologi dan informasi saat ini, masyarakat sudah terbiasa menggunakan berbagai jenis alat dan metode pembayaran sesuai dengan fungsi dan kebutuhan masing-masing. Sistem pembayaran non tunai yang semakin meningkat, dapat mempercepat perputaran uang sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan kuesioner dan wawancara langsung kepada masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara. Metode yang dilakukan dalam pengolahan data adalah metode deskriptif statistik dalam bentuk tabel, tabulasi silang (cross-tab), persentase, diagram dan grafik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara mengetahui tentang penggunaan pembayaran non tunai, namun masih kurang dalam hal pelaksanaan. Tingkat pemahaman masyarakat tentang cara menggunakan instrumen non tunai, sebagian besar (33%) sangat tidak paham.

Kata Kunci : Pembayaran Non Tunai, Tingkat Pemahaman Masyarakat


(5)

ABSTRACT

This research aimed to analyze the level of public understanding of North Tapanuli against the use of non-cash payments. In the era of technology and information today, people are already accustomed to using different types of tools and methods of payment in accordance with the functions and needs of each. Non-cash payment system is increasing, can accelerate the velocity of money so as to encourage economic growth in Indonesia. This research was conducted with questionnaires and interviews to the people of North Tapanuli Regency. The method is performed in the processing of the data is descriptive method of statistics in the form of tables, cross-tabulation (cross-tabs), percentages, charts and graphs.

These results indicate that a majority of North Tapanuli know about the use of non-cash payments, but is still lacking in terms of implementations. The level of people’s understanding of how to use non-cash instruments, most (33%) are not familiar.

Key Words : Non-Cash Payments, The Level of Understanding North Tapanuli


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena cinta kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai”. Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Skripsi ini teristimewa penulis persembahkan kepada kedua orang tua terkasih, Ayahanda St. Sahat Pasaribu, ST dan Ibunda Irma Hasibuan beserta seluruh keluarga, berkat cinta kasih dan doa yang tak henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh suka-cita. Proses penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Dengan demikian dengan hati yang tulus penulis mengucap terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, S.E, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang selama ini telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh Pegawai dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.


(7)

8. Teman-teman se-KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) Vi’Yerielle di UKM KMK USU, Kak Natalia, Bang Martin, Nofrida dan Rista serta Pembimbing Rohani (PKK) Kak Magdalena dan Kak Debo yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, Desember 2015 Penulis,

Yongkiki Alexander Pasaribu NIM. 110523024


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan ... 5

1.3.2 Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemahaman ... 7

2.1.1 Definisi Pemahaman ... 7

2.1.2 Indikator-indikator Pemahaman ... 8

2.1.3 Aspek-aspek yang mempengaruhi Pemahaman Konsumen... .. 9

2.1.4 Variasi Pemahaman ... 10

2.1.5 Kesimpulan Pada Saat Pemahaman ... 14

2.2. Sistem Pembayaran Non Tunai... 15

2.3. Jenis-jenis Alat Pembayaran Non Tunai ... 16

a. Cek dan Bilyet Giro ... 17


(9)

c. Account Based Card (Kartu ATM dan Debet) ... 19

d. Uang Elektronik ... 23

e. Interbank Transfer ... 25

f. Sistem Host to Host ... 26

g. Delivery Channel ... 27

2.4 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ... 29

2.5 Penelitian Terdahulu ... 30

2.6 Kerangka Konseptual ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

3.3. Definisi operasional ... 34

3.4. Populasi dan Sampel ... 35

3.5. Teknik Pengambilan Sampel……… .. 37

3.6. Jenis dan Sumber Data……….... 37

3.7. Metode Pengumpulan Data……… . 38

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

a. Uji Validitas (Test of Validity) ... 39

b. Uji Reliabilitas (Test of Reliability) ... 40

3.9. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Karakteristik Responden ... 42

4.1.1 Jenis Kelamin ... 42

4.1.2 Umur ... 42

4.1.3 Pendidikan Terakhir ... 44

4.1.4 Pekerjaan ... 45


(10)

4.1.6 Responden Berdasarkan Nasabah Bank ... 49

4.1.7 Jumlah Rekening yang Dimiliki Responden ... 49

4.1.8 Lama Menjadi Nasabah ... 51

4.1.9 Pengetahuan Tentang Pembayaran Non Tunai ... 52

4.2. Pembahasan………. ... 54

4.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas……….... 54

4.3. Analisis Deskriptif……….... .. 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(11)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Contoh Perbandingan Alat Pembayaran………... 16

Tabel 3.1 Definisi Operasional……… ... 34

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………. ... 42

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur……… ... .43

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir………... ... 44

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan……... ... 45

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Per Bulan……… ... 47

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Responden Berdasarkan Nasabah Bank………. ... 49

Tabel 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Rekening Yang Dimiliki……….... ... .50

Tabel 4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Menjadi Nasabah………... ... 51

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Pernyataan (a)……… ... 55

Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas Pernyataan (a)……… 56

Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Pernyataan (b)………... .. 56

Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas Pernyataan (b)……… 57

Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Pernyataan (c)………... ... 58

Tabe 4.14 Hasil Uji Reliabilitas Pernyataan (c)……… 58

Tabel 4.15 Hasil Uji Validitas Pernyataan (d)………... .. 59

Tabe 4.16 Hasil Uji Reliabilitas Pernyataan (d)……… 59


(12)

Tabe 4.18 Hasil Uji Reliabilitas Pernyataan (e)……… 61 Tabel 4.19 Jawaban Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Tentang Pemahaman

Instrumen pembayaran Non Tunai……… ... 62 Tabel 4.20 Jawaban Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Tentang Pemahaman

Arti dan Fungsi Pembayaran Non

Tunai………... 64 Tabel 4.21 Jawaban Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Tentang Pemahaman

Manfaat Pembayaran Non Tunai ………. 66 Tabel 4.22 Jawaban Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Tentang Cara

Penggunaan Instrumen Pembayaran Non Tunai

………... ... 68 Tabel 4.23 Jawaban Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap

Risiko/Kerugian Penggunaan Instrumen Non Tunai


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Tabel Judul Halaman

Gambar 2.1 Variasi Pemahaman…………. ... 13 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ... ………32 Gambar 4.1 Grafik Persentase Responden Berdasarkan Umur……….. 43 Gambar 4.2. Grafik Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan……….. . 46 Gambar 4.3 Grafik Persentase Responden Berdasarkan Pendapatan Per

Bulan……….. ... 48 Gambar 4.4 Grafik Persentase Responden Berdasarkan Banyaknya

Rekening……….. ... 50 Gambar 4.5 Grafik Persentase Responden Berdasarkan Lama Menjadi

Nasabah……….. ... 52 Gambar 4.6 Diagram Persentase Responden Berdasarkan Pengetahuannya

Tentang Pembayaran Non Tunai……….. ... 52 Gambar 4.7 Grafik Persentase Responden Berdasarkan Asal Informasi

mengetahui Pembayaran Non Tunai……….. ... 53 Gambar 4.8 Grafik Persentase Responden yang merasakan Manfaat Pembayaran


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pemahaman masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara terhadap penggunaan pembayaran non tunai. Di era teknologi dan informasi saat ini, masyarakat sudah terbiasa menggunakan berbagai jenis alat dan metode pembayaran sesuai dengan fungsi dan kebutuhan masing-masing. Sistem pembayaran non tunai yang semakin meningkat, dapat mempercepat perputaran uang sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan kuesioner dan wawancara langsung kepada masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara. Metode yang dilakukan dalam pengolahan data adalah metode deskriptif statistik dalam bentuk tabel, tabulasi silang (cross-tab), persentase, diagram dan grafik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara mengetahui tentang penggunaan pembayaran non tunai, namun masih kurang dalam hal pelaksanaan. Tingkat pemahaman masyarakat tentang cara menggunakan instrumen non tunai, sebagian besar (33%) sangat tidak paham.

Kata Kunci : Pembayaran Non Tunai, Tingkat Pemahaman Masyarakat


(15)

ABSTRACT

This research aimed to analyze the level of public understanding of North Tapanuli against the use of non-cash payments. In the era of technology and information today, people are already accustomed to using different types of tools and methods of payment in accordance with the functions and needs of each. Non-cash payment system is increasing, can accelerate the velocity of money so as to encourage economic growth in Indonesia. This research was conducted with questionnaires and interviews to the people of North Tapanuli Regency. The method is performed in the processing of the data is descriptive method of statistics in the form of tables, cross-tabulation (cross-tabs), percentages, charts and graphs.

These results indicate that a majority of North Tapanuli know about the use of non-cash payments, but is still lacking in terms of implementations. The level of people’s understanding of how to use non-cash instruments, most (33%) are not familiar.

Key Words : Non-Cash Payments, The Level of Understanding North Tapanuli


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kegiatan sistem pembayaran adalah wujud nyata peran Bank Indonesia yang langsung menyentuh lapisan masyarakat. Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah menjaga stabilitas sistem pembayaran, karena sistem pembayaran berpengaruh terhadap efektifitas kebijakan moneter dan stabilitas keuangan melalui penggunaan uang di masyarakat. Sesuai dengan undang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-undang No. 3 Tahun 2004 bahwa Bank Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap kelembagaan, pengaturan, dan juga pengawasan sistem pembayaran.

Di era teknologi dan informasi saat ini, masyarakat sudah terbiasa menggunakan berbagai jenis alat dan metode pembayaran sesuai dengan fungsi dan kebutuhan masing-masing. Alat pembayaran non tunai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni alat pembayaran untuk credit transfer dan alat

pembayaran untuk debit transfer. Perbedaan antara credit transfer dan debit

transfer terletak pada perintah pengiriman uang. Berdasarkan terminologi yang

dibuat oleh Bank for International Settlement (BIS), credit transfer adalah

perintah pembayaran untuk tujuan penempatan dana dari pengirim ke penerima melalui jalur transfer dana dari bank pengirim ke bank penerima dan dimungkinkan melalui bank lain sebagai perantara.


(17)

Sedangkan debit transfer adalah sistem transfer dana dimana perintah

transfer dibuat atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan melakukan pengiriman dana tersebut kepada pihak lain. Perintah transfer tersebut disampaikan kepada pihak yang akan menerima dana untuk kemudian dicairkan. Selanjutnya, bank tersebut mengkliringkan perintah transfer debit tersebut di lembaga kliring, untuk menagihkan dana ke bank pengirim. Alat pembayaran yang digunakan saat ini adalah cek, bilyet giro, dan nota debet.

Ragam dari kedua jenis transfer ini bermacam-macam. Ada yang berbasiskan kertas/paper based : dulu ada nota kredit, berbasis kartu/card based

misalnya kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu prabayar (e-money) dan

berbasis elektronik/electronic based. Perkembangan sistem pembayaran non tunai

diawali dengan instrumen pembayaran yang bersifat paper based seperti cek,

bilyet giro, dan warkat lainnya. Sejak perbankan mendorong penggunaan sistem elektronik serta penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, berangsur-angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang paper based semakin menurun. Apalagi sejak sistem elektronik, seperti transfer

dan sistem kliring mulai banyak digunakan karna lebih mudah dan praktis.

Kemudahan bertransaksi tentunya diikuti dengan dukungan sistem yang andal, yang bukan hanya mudah, praktis, efektif, dan efisien, melainkan juga aman. Aspek keamanan sangatlah penting mengingat salah satu kunci penting dalam sistem transaksi adalah keamanan bagi mereka yang melakukan transaksi. Oleh karena itu, Sistem Pembayaran Non Tunai harus benar-benar dapat


(18)

mencegah berbagai risiko yang mungkin timbul. Banyak jenis risiko yang dapat terjadi, dan semuanya harus secara meyakinkan dapat ditanggulangi serta dicegah. Banyak tantangan dalam pengembangan sistem pembayaran non tunai, Salah satunya adalah budaya. Bagi sekelompok masyarakat yang sudah paham dan cenderung berpendidikan, mereka akan mudah menggunakan sistem ini. Sedangkan bagi kelompok masyarakat yang masih tinggal di pedesaan cenderung susah menerapkan sistem tersebut. Upaya untuk meningkatkan penggunaan pembayaran non tunai memang tidak sepenuhnya mudah. Perlu penahapan dalam mengedukasi masyarakat dari yang lebih suka menggunakan pembayaran tunai untuk beralih ke pembayaran non tunai.

Namun demikian dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang sudah merambah ke seluruh aspek masyarakat seperti teknologi internet, mobile

phone dan arus informasi yang dapat diakses melalui media elektronik, akan lebih

mudah disampaikan ke masyarakat. Sistem pembayaran non tunai yang semakin meningkat, dapat mempercepat perputaran uang sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi indonesia.

Dalam Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2014 perkembangan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) yang terdiri atas Kartu ATM/Debet dan Kartu Kredit meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Nilai transaksi melalui APMK meningkat 16,9% menjadi Rp.4.020,7 triliun. Nilai rata-rata harian rata-rata transaksi melalui APMK meningkat 16,9% menjadi Rp.12,9 triliun dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar Rp.11,0 triliun. Jumlah Kartu ATM/Debet yang beredar di masyarakat sebanyak 105,8 juta kartu,


(19)

meningkat 18,3% dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebanyak 89,5 juta kartu.

Untuk meningkatkan penggunaan pembayaran non tunai di Kabupaten Tapanuli Utara, pada Kamis 30 April 2015 Bank BRI mengeluarkan produk E-KTA bagi personil Polres yang juga dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran non tunai. Pimpinan Cabang BRI Tarutung Taufik Hidayat mengatakan bahwa E-KTA memiliki lima fungsi, selain sebagai identitas Personil Polri, juga berfungsi sebagai ATM, alat pembayaran non tunai, uang elektronik Brizzi, dan lain-lain, (polrestapanuliutara.blogspot.co.id).

Perkembangan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) di Kabupaten Tapanuli Utara masih sangat terbatas pada pengunaan kartu ATM, kartu kredit, dan kartu debet. Besarnya transaksi masyarakat yang menggunakan kartu kredit dan uang elektronik (e-money) juga relatif sangat kecil. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Bank Indonesia Sibolga untuk Wilayah Tapanuli dalam Harian Medan Bisnis 01 September 2015, bahwa BI Sibolga akan gencar melakukan sosialisasi less cash society atau sistem pembayaran non tunai melalui

penggunaan uang elektronik (e-money) kepada masyarakat di semua lapisan.

Keberhasilan pengembangan sistem pembayaran non tunai ini selain tidak terlepas dari kesiapan masyarakat umum (sebagai pengguna), juga tidak terlepas dari dunia usaha (sebagai penerima sistem pembayaran) maupun perbankan untuk menerima sistem pembayaran yang relatif masih baru tersebut. Oleh karenanya, diperlukan suatu penelitian untuk menggali informasi tentang pemahaman dan kepuasan masyarakat Tapanuli Utara terhadap penggunaan pembayaran non tunai.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, masalah yang di identifikasi dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa besar tingkat pemahaman masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara terhadap penggunaan pembayaran non tunai.

2. Apakah penggunaan pembayaran non tunai memberikan manfaat bagi kelancaran transaksi bagi masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1.Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik dan perilaku dari masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara sebagai pengguna pembayaran non tunai.

2. Menjelaskan tingkat pemahaman masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara terhadap penggunaan pembayaran non tunai beserta kendala-kendala yang dihadapi.

1.3.2. Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Bank Indonesia dalam upaya peningkatan penggunaan sistem pembayaran non tunai di Kabupaten Tapanuli Utara.


(21)

2. Dapat bermanfaat bagi pelaku industri atau penyedia jasa sistem pembayaran non tunai dalam melakukan perluasan kegiatannya.

3. Dapat bermanfaat bagi perbankan dan masyarakat sebagai pelaku dari sistem pembayaran non tunai.

4. Bagi pembaca berguna sebagai bahan referensi penelitian sejenis dan menambah wawasan dan pengetahuan dibidang ekonomi.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemahaman

2.1.1.Definisi Pemahaman

Secara umum pemahaman adalah usaha konsumen untuk mengartikan atau menginterpretasikan stimulus. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti: (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak.

Pemahaman memiliki arti yang lebih tinggi dari pengetahuan. Nana Sudjana, 1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu: (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang


(23)

pokok dengan yang tidak pokok dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ekstrapolasi.

Memiliki pemahaman tingkat ekstrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya. Sejalan dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44) menyatakan bahwa

pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu: (1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata-kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan kategori menerjemahkan, (2) menginterpretasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3) mengekstrapolasi (extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

2.1.2.Indikator-indikator Pemahaman

Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson dalam bukunya “Comsumer Behavior” tahun 2000, indikator yang menunjukkan pemahaman seseorang terhadap barang atau jasa adalah pengetahuan dalam ingatan, keterlibatan, dan lingkungan. Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan Produk

Meliputi pengetahuan konsumen tentang ciri: berupa bentuk, ukuran, warna, dan ciri khas lainnya.


(24)

2. Pemahaman Arti dan Fungsi

Dalam hal keterlibatan konsumen memiliki pengaruh besar terhadap motivasi memahami informasi dan pengetahuan konsumen tentang arti, fungsi, manfaat, dimana, serta pada saat kapan suatu produk digunakan. 3. Pemahaman Cara Menggunakan

Dimana konsumen harus paham bagaimana prosedur penggunaan suatu produk.

4. Pemahaman tentang Resiko

Konsumen juga harus mengerti tentang resiko penggunaan suatu produk. Artinya konsumen harus mengetahui sistem keamanan produk, penggunaan yang salah akan dapat merugikan konsumen dan produsen.

2.1.3.Aspek-aspek yang Mempengaruhi Pemahaman Konsumen

Aspek-aspek yang dapat mempengaruhi pemahaman konsumen terhadap suatu produk atau jasa diperoleh dari hasil pembelajaran sebagai berikut:

a. Pembelajaran Kognitif (Cognitive learning)

Didefinisikan sebagai proses dimana orang membentuk asosiasi diantara konsep, belajar urutan konsep (seperti, menghapalkan daftar), menyelesaikan masalah, dan mendapatkan masukan. Pembelajaran seperti ini melibatkan hipotesis intuisi – proses pembangkitan dimana orang mengadaptasi kepercayaan mereka untuk membuat data baru menjadi masuk akal. Jadi, pembelajaran kognitif adalah sebuah proses aktif dimana orang berusaha untuk mengendalikan informasi yang mereka dapatkan.


(25)

b. Pembelajaran Melalui Pendidikan (Learning throught education)

Pembelajaran melalui pendidikan melibatkan perolehan informasi dari perusahaan melalui iklan, wiraniaga, dan usaha konsumen sendiri dalam mencari data.

c. Pembelajaran Melalui Pengalaman (Learning throught experience)

Adalah memperoleh pengetahuan melalui kontak nyata dengan produk. Pembelajaran melalui pengalaman umumnya merupakan sarana yang lebih efektif untuk mendapatkan pengetahuan bagi konsumen. Pembelajaran ini mempromosikan pencarian kembali dan pengingatan yang lebih baik karena konsumen terlibat dalam pengalaman pembelajaran, dan informasi yang diperoleh lebih jelas, konkret, dan penting.

2.1.4.Variasi Pemahaman

Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson dalam bukunya “Consumer Behavior” tahun 2000, proses pemahaman konsumen dapat berbeda dalam empat hal yang penting: (1) pemahaman dapat terjadi secara otomatis atau terkontrol, (2) dapat menghasilkan sedikit atau banyak arti, dan (4) dapat menciptakan ingatan yang lebih lemah atau lebih kuat.

a. Pemrosesan Otomatis (Automatic Processing)

Proses pemahaman yang sederhana cenderung terjadi secara otomatis. Misalnya, sebagian besar konsumen di seluruh dunia yang melihat kaleng Coca-Cola atau sebuah restoran McDonald dengan segera akan berpikir tentang “Coke” atau “McDonald”. Kita dapat berpikir bahwa pengenalan langsung produk yang


(26)

telah akrab sebagai suatu proses pemahaman sederhana dalam hal eksposur pada rangsangan yang telah akrab secara otomatis mengaktifkan arti yang relevan dari ingatan. Mungkin namanya atau pengetahuan lain yang terkait. Oleh karena itu, orang tersebut “mengenali” rangsangan yang datang.

Sebaliknya, pemahaman rangsangan yang kurang dikenali biasanya membutuhkan pikiran yang lebih jernih dan adanya kontrol. Karena konsumen tidak memiliki struktur pengetahuan yang telah berkembang dengan baik untuk suatu objek atau kejadian yang kurang akrab, mereka harus lebih jernih dalam membangun arti informasi tersebut (atau dengan sadar mengabaikannya). Eksposur pada rangsangan yang benar-benar tidak dikenali cenderung mengaktifkan struktur pengetahuan yang paling maksimal, hanya relevan sebagian saja. Dalam kasus tersebut, pemahaman cenderung menjadi sangat disadari dan terkontrol serta membutuhkan kapasitas kognitif yang besar. Interpretasi cenderung sulit dan tidak pasti.

b. Tingkat (Level)

Arti khusus yang dibangun konsumen untuk mewakili produk dan informasi pemasaran lain dalam lingkungan tergantung pada tingkat pemahaman yang muncul selama interpretasi. Pemahaman dapat beragam di sepanjang garis kontinum dari dangkal hingga dalam. Pemahaman yang dangkal menghasilkan arti pada tingkat yang nyata dan berbentuk. Misalnya, seorang konsumen harus menerjemahkan suatu produk dalam konteks ciri-cirinya yang nyata (sepatu lari ini warnanya hitam, berukuran 10, dan terbuat dari kulit serta nilon).


(27)

Sebaliknya, pemahaman yang dalam menciptakan arti yang lebih abstrak yang mewakili konsep yang kurang nyata, lebih subjektif, dan lebih simbolis. Misalnya, pemahaman yang mendalam terhadap informasi produk dapat menciptakan arti tentang konsekuensi fungsional penggunaan produk tersebut (“Saya dapat lari lebih cepat dengan sepatu ini”) atau konsekuensi psikososial atau nilai (“Saya merasa percaya diri ketika mengenakan sepatu itu”). Dari sudut pandang arti-akhir, proses pemahaman yang lebih dalam menciptakan arti yang terkait pada produk yang lebih relevan secara pribadi, sementara proses pemahaman yang dangkal cenderung menciptakan arti tenteng ciri yang nyata.

c. Perincian (Elaboration)

Proses pemahaman juga beragam dalam perinciannya. Tingkat perincian selama proses pemahaman menentukan jumlah pengetahuan atau arti yang dihasilkan, disamping tingkat kerumitan hubungan antar-arti tersebut. Pemahaman dengan sedikit rincian (sederhana) menghasilkan arti yang relatif sedikit dan hanya membutuhkan sedikit upaya kognitif, kontrol, dan kapasitas kognitif. Pemahaman terinci membutuhkan kapasitas kognitif lebih besar, upaya, dan kontrol pada proses berpikir. Pemahaman yang terinci menghasilkan jumlah arti yang lebih banyak dan cenderung diorganisasi sebagai struktur pengetahuan yang lebih rumit (skema atau tulisan).

d. Keteringatan (Memorability)

Tingkat dan perincian proses pemahaman mempengaruhi kemampuan konsumen untuk mengingat arti yang diciptakan pada saat pemahaman terjadi. Proses pemahaman yang lebih dalam menciptakan lebih banyak abstraksi, lebih


(28)

banyak arti berelevansi pribadi yang cenderung diingat dengan lebih baik (tingkat ingatan dan pengenalan yang lebih tinggi) ketimbang arti lebi nyata yang dihasilkan oleh proses pemahaman yang dangkal. Proses pemahaman terinci menciptakan jumlah arti yang lebih besar dan cenderung disalinghubungkan dalam struktur pengetahuan. Ingatan diperkuat karena pengaktifan suatu arti dapat menyebar pada arti yang berhubungan dan membawanya pada suatu kesadaran. Dengan demikian, strategi pemasaran yang mendorong konsumen untuk melakukan proses pemahaman yang lebih dalam serta lebih rinci cenderung menciptakan arti dan pengetahuan yang diingat secara lebih baik oleh konsumen.

PEMROSESAN OTOMATIS

TINGKAT

PERINCIAN

KETERINGATAN

Gambar 2.1 Variasi Pemahaman Sangat Otomatis Kurang

disadari

Lebih terkontrol Kesadaran yang tinggi

Dangkal: Fokus pada arti yang nyata

dan berbentuk

Dalam: Fokus pada arti yang lebih

abstrak

Kurang dirinci; arti lebih sedikit

Lebih rinci; arti lebih banyak

Sulit diingat; Daya ingat lemah

Mudah diingat Daya ingat kuat


(29)

2.1.5.Kesimpulan Pada Saat Pemahaman

Ketika konsumen terlibat dalam proses pemahaman yang dalam dan rinci, mereka menciptakan kesimpulan. Kesimpulan adalah pengetahuan atau kepercayaan yang tidak didasarkan pada informasi eksplisit di lingkungan. Kesimpulan adalah penerjemahan yang selalu melampaui informasi yang diberikan. Penyimpulan memiliki peran yang besar dalam penyusunan rantai arti-akhir. Dengan melakukan penyimpulan selama pemahaman, konsumen dapat menghubungkan arti ciri fisik suatu produk dengan arti yang lebih abstrak tentang konsekuensi fungsionalnya, dan bahkan mungkin konsekuensi psikososial serta nilai dari penggunaan produk.

Penyimpulan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang ada dalam ingatan konsumen saat ini. Jika diaktifkan selama pemahaman, pengetahuan yang relevan dapat menjadi dasar untuk membentuk kesimpulan. Konsumen sering menggunakan ciri produk yang nyata dan berbentuk sebagai arahan dalam membuat kesimpulan tentang ciri, konsekuensi, dan nilai yang lebih abstrak. Dalam situasi yang akrab, penyimpulan dapat dibuat secara otomatis tanpa membuat kesadaran penuh. Pemasar terkadang mencoba mendorong konsumen untuk segera membentuk kesimpulan pada saat proses pemahaman.


(30)

2.2. Sistem Pembayaran Non Tunai

Alat pembayaran non tunai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni alat pembayaran untuk credit transfer dan alat pembayaran untuk debit transfer.

Perbedaan antara credit transfer dan debit transfer terletak pada perintah

pengiriman uang. Berdasarkan terminologi yang dibuat oleh Bank for International Settlement (BIS), credit transfer adalah perintah pembayaran untuk

tujuan penempatan dana dari pengirim ke penerima melalui jalur transfer dana dari bank pengirim ke bank penerima dan dimungkinkan melalui bank lain sebagai perantara.

Sedangkan debit transfer adalah sistem transfer dana dimana perintah

transfer dibuat atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan melakukan pengiriman dana tersebut kepada pihak lain. Perintah transfer tersebut disampaikan kepada pihak yang akan menerima dana untuk kemudian dicairkan. Selanjutnya, bank tersebut mengkliringkan perintah transfer debit tersebut di lembaga kliring, untuk menagihkan dana ke bank pengirim. Alat pembayaran yang digunakan saat ini adalah cek, bilyet giro, dan nota debet.

Ragam dari kedua jenis transfer ini bermacam-macam. Ada yang berbasiskan kertas/paper based : dulu ada nota kredit, berbasis kartu/card based

misalnya kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu prabayar (e-money) dan


(31)

Tabel 2.1 Contoh Perbandingan Alat Pembayaran

Credit transfer Debit transfer

Paper based Card based Electronic based Paper based Dulu ada nota

kredit (sebelum diterapkan SKNBI)

-Kartu ATM

-Kartu ATM dan debet

-Kartu kredit

-Kartu prabayar (e-money)

- Transfer kredit via RTGS dan SKNBI

- Server based e-money

-Cek

-BG

-Nota debit lain

Sumber : Aulia Pohan, Sistem pembayaran: Strategi dan Implementasi Di Indonesia, 2011

Perkembangan sistem pembayaran non tunai diawali dengan instrumen pembayaran yang bersifat paper based seperti cek, bilyet giro, dan warkat lainnya.

Sejak perbankan mendorong penggunaan sistem elektronik serta penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, berangsur-angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang paper based semakin menurun.

Apalagi sejak sistem elektronik, seperti transfer dan sistem kliring mulai banyak digunakan.

Selanjutnya berkembangnya instrumen pembayaran yang berbasis kartu sejalan dengan perkembangan teknologi. Saat ini, instrumen pembayaran berbasis kartu yang telah berkembang dengan berbagai variannya. Mulai dari kartu kredit, kartu ATM, kartu debit, dan berbagai jenis uang elektronik.

2.3. Jenis-jenis Alat Pembayaran Non Tunai

Alat pembayaran non tunai yang ada saat ini terdiri dari berbagai jenis, berikut uraian masing-masing :


(32)

a. Cek dan Bilyet Giro

Instrumen pembayaran non tunai dalam bentuk cek dan bilyet giro merupakan instrumen pembayaran yang sudah lama digunakan oleh masyarakat untuk bertransaksi. Walaupun dalam kurun waktu lima tahun ini telah muncul beragam instrumen pembayaran baru yang lebih praktis dan efisien, terlihat masih terdapat segmen tertentu dalam masyarakat yang masih memilih untuk menggunakan cek dan bilyet giro. Hal ini terlihat dari peningkatan penggunaan cek dan bilyet giro. Sebagai contoh, di Indonesia pada periode 2007-2008, penggunaan cek dan bilyet giro meningkat 6,1 %. Jumlahnya naik dari 39 juta transaksi menjadi 42 juta transaksi. Dari sisi nilai, juga melonjak 23,9 %, dari Rp. 900 triliun menjadi Rp. 1.200 triliun.

Dari jumlah tersebut, porsi cek sebesar 12,4 % dan sisanya adalah bilyet giro. Adapun dilihat dari pertumbuhannya, dibanding tahun sebelumnya pertumbuhan cek lebih tinggi dibanding bilyet giro. Volume cek yang dikliringkan mencapai 3,6 juta transaksi dengan nilai Rp. 153,7 triliun, atau meningkat 8,8 % (volume), dan 25,1 % (nilai). Sementara itu disisi bilyet giro, volume yang dikliringkan mencapai 38,2 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp. 1.077,9 triliun, atau mengalami peningkatan 5,9 % disisi volume dan 23,9 % disisi nominal.

b. Kartu Kredit

Kartu kredit merupakan salah satu transaksi non tunai yang dananya berasal dari kredit perbankan. Jenis alat transaksi ini berkembang cukup pesat. Di Indonesia kartu kredit mulai berkembang sejak dekade 90-an. Kartu kredit


(33)

umumnya dimiliki oleh kalangan menengah ke atas. Selain menawarkan keuntungan yang tinggi, segmen penggunanya merupakan kalangan atas dimana eksposur risiko gagal bayar dianggap relatif kecil. Hal ini semakin menarik minat banyak bank untuk masuk dalam industri kartu kredit tersebut.

Industri kartu kredit berkembang pesat seiring dengan banyaknya bank yang menjadi penerbit kartu kredit. Bank-bank yang semula tidak terjun ke kredit konsumsi retail mulai ikut merambah ke bisnis kartu kredit. Iming-iming potensi

keuntungan yang besar walaupun sebenarnya hal tersebut untuk meng-cover risiko

yang sangat tinggi, tidak menyurutkan minat bank untuk menjadi penerbit kartu kredit. Bahkan beberapa bank yang fokus bisnisnya sebagai corporate banking

atau UMKM mulai mencari celah di pangsa kredit retail khususnya kredit

konsumsi ini.

Dorongan bank untuk memasuki industri kartu kredit juga disebabkan oleh pangsa pasar di Indonesia yang masih terbuka untuk pengembangan kartu kredit. Salah satu faktor untuk melihat potensi pasar tersebut adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif dengan jumlah pemegang kartu kredit. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dari 230 juta penduduk Indonesia terdapat 127 juta penduduk yang tergolong dalam usia produktif (usia 20-50 tahun). Sementara itu, jumlah kartu kredit per Desember 2008 mencapai 11,5 juta kartu. Asumsi, 1 orang memiliki 2 kartu kredit, maka saat ini jumlah pemegang kartu kredit di Indonesia dibandingkan dengan potensi pasar yang ada (jumlah penduduk usia produktif) baru mencapai 4,5 %. Berdasarkan kondisi tersebut, pasar di Indonesia tentunya masih menarik untuk bisnis kartu kredit.


(34)

Potensi pengembangan bisnis kartu kredit juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaya hidup dan tuntutan kemudahan serta kenyamanan dalam bertransaksi. Image memiliki status yang tinggi bagi pemegang kartu kredit turut mendorong

masyarakat untuk memiliki uang plastik ini. Fenomena gaya hidup uang plastik ini dengan cepat menjadi trigger bagi berbagai lapisan masyarakat untuk memiliki

kartu kredit. Selain itu, upaya marketing yang gencar dan iming-iming hadiah atau promosi apabila seseorang memiliki kartu kredit baru juga sangat berperan dalam mendorong diterimanya kartu kredit sebagai alternatif instrumen pembayaran oleh masyarakat. Saat ini bila kita ke pusat perbelanjaan banyak sekali dijumpai tenaga pemasaran penerbit kartu kredit yang gigih menawarkan produknya.

Pesatnya pertumbuhan kartu kredit tercermin pada trend peningkatan jumlah

kartu beredar tiap tahunnya. Pada tahun 2003 jumlah kartu baru sekitar 4,5 juta kartu, saat ini telah mencapai 11,5 juta kartu, atau rata-rata pertumbuhan per tahun waktu 5 tahun tersebut turut pula mendorong peningkatan penggunaannya. Disisi volume pertumbuhan per tahun mencapai 20,7 %, sementaraitu disisi nilai mencapai 30,5 %.

c. Account BasedCard (Kartu ATM dan Debet)

Account based card adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang

dananya berasal dari rekening (account) nasabah. Jenis kartu yang masuk dalam

kategori ini adalah kartu ATM, kartu debet atau perpaduan ATM dan debet. Pada awalnya perkembangannya, jenis account based card, yang banyak dipakai adalah

murni kartu ATM. Ini karena tujuan awal teknologi ATM hanya sebagai pengganti fungsi teller untuk meningkatkan efisiensi overhead cost, seperti


(35)

penyediaan kantor cabang baru dan penambahan penggunaan sumber daya manusia. Fitur yang ada pada waktu itu pun baru sekadar untuk tarik tunai, cek saldo, dan transfer antar rekening pada bank yang sama.

Dalam perkembangannya, infrastruktur jaringan ATM makin diperluas penggunaannya. Bank yang memiliki basis teknologi relatif maju mulai menjajagi pengembangan kartu debet sekaligus membuat perusahaan yang menangani infrastruktur switching transfer dana antar bank. Mulailah muncul bank yang

menawarkan metode pembayaran di merchant dengan menggunakan kartu ATM

yang notabene telah ditambahkan fungsi sebagai kartu debet. Pada awalnya perkembangan kartu debet tidak sepesat kartu ATM, karena waktu itu merchant

yang bisa menerima pembayaran dengan kartu debet masih terbatas. Selain itum penggunaan kartu debet memerlukan investasi tambahan berupa penyediaan mesin pembaca atau Electronic Data Capture (EDC) di setiap merchant, yang

pada saat itu nilainya cukup mahal. Awareness masyarakat akan kemudahan yang

ditawarkan dan kepercayaan masyarakat terhadap uang plastik ini pun masih kurang sehingga pada waktu itu masyarakat masih lebih memilih menggunakan uang tunai sebagai alat bayar.

Penggunaan kartu debet mulai masif digunakan semenjak munculnya beberapa perusahaan penyedia jasa switching. Bank yang hanya memiliki sedikit

mesin ATM dapat bersinergi untuk sharing penggunaan infrasrukturnya

bersama-sama dan diintegrasikan ke jariangan antar bank yang disediakan oleh perusahaan switching tadi. Keuntungan dari sinergi tersebut adalah efisiensi biaya investasi


(36)

tambahan di ATM khususnya untuk transfer dana dan fasilitas pembayaran di berbagai merchant.

Perkembangan penggunaan kartu account based semakin meningkat lagi

ketika jumlah bank yang menjadi acquiring semakin banyak menyediakan

infrastruktur EDC di merchant. Perkembangan tersebut ikut mendorong account

based card memiliki pertumbuhan paling tinggi diantara jenis instrumen

pembayaran lainnya. Dalam kurun waktu lima tahun saja, rata-rata pertumbuhan jumlah kartu per tahun mencapai 16,1 %, sedangkan disisi nilai tumbuh lebih tinggi lagi yaitu 60,3 % dan disisi volume mencapai 22,9 %. Jumlah tersebut masih dimungkinkan untuk tumbuh lebih pesat lagi mengingat persentasi kartu per penduduk produktif masih 31,5 %.

Ada tiga faktor yang menyebabkan pertumbuhan account based card ini

lebih tinggi dari istrumen pembayaran lain. Pertama, dari tahun ke tahun terjadi

peningkatan jumlah penabung yang signifikan. Kondisi ini selain didukung oleh upaya perbankan dalam memasarkan produknya juga ditunjang oleh awareness

masyarakat yang semakin baik.

Kedua, semakin beragamnya fitur atau manfaat yang ditawarkan kepada

pemegang kartu. Mesin ATM yang dulu hanya sebagai pengganti teller, saat ini

telah menawarkan kemudahan transfer dana antar rekening bahkan antar rekening pada bank yang berbeda, pembayaran berbagai kebutuhan rutin seperti telepon, listrik, air, kartu kredit, dan lain sebagainya. Masyarakat tidak perlu lagi mengantri di bank atau tempat-tempat pembayaran yang tersebar di lokasi


(37)

berbeda, mereka cukup datang ke satu ATM dan melakukan kebutuhan pembayaran rutinnya melalui mesin ATM. Selain itu, penyebaran infrastruktur seperti penempatan mesin ATM juga sudah semakin merata di seluruh wilayah Indonesia.

Ketiga, fungsi kartu account based untuk pembayaran di merchant semakin

meningkat. Selain karena jumlah EDC dan merchant semakin bertambah banyak,

dari survey yang dilakukan pada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran

tahun 2005 menunjukkan bahwa baik masyarakat maupun merchant lebih

memiliki preferensi untuk menggunakan kartu ini dibanding jenis instrumen lain untuk melakukan pembayaran. Masyarakat menilai instrumen ini lebih aman dan nyaman karena tidak perlu membawa uang secara tunai. Selain itu, dari sisi biaya, penggunaan instrumen ini dipandang lebih murah karena pemegang tidak dikenakan biaya pada saat bertransaksi di merchant dan biaya lainya seperti

annual fee pada kartu kredit. Sementara disisi merchant pun lebih menyukai

menerima pembayaran dengan account based card karena selain aman, dapat

efektif pada hari yang sama.

Pola penggunaan account based card juga dapat menunjukkan

perkembangan tingkat awareness masyarakat akan istrumen pembayaran non

tunai, atau dengan kata lain dapat menunjukkan perkembangan less cash di

masyarakat. Hal ini dilihat dari porsi penggunaan kartu sebagai alat bayar dan transfer sebagai indikator less cash dibandingkan dengan porsi penarikan tunai


(38)

Disisi volume, porsi penarikan tunai masih jauh lebih besar, yakni selama kurun waktu lima tahun terakhir selalu diatas 70 %. Namun demikian, apabila dilihat perkembangannya, porsi tersebut semakin menurun dari tahun ke tahun. Apabila tahun 2004 porsi penarikan tunai masih sebesar 74,8 %. Kondisi yang sama terlihat pula pada sisi nilai dimana pada tahun 2004 porsi penarikan tunai mencapai 52,7 % dan porsi tersebut selalu menurun hingga mencapai 33,9 % pada tahun 2008. Penurunan transaksi penarikan tunai mengindikasikan bahwa tingkat kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap alat pembayaran non tunai semakin meninngkat, artinya upaya Bank Indonesia dalam mendorong less cash

society mulai menunjukkan hasilnya.

d. Uang Elektronik

Meskipun kehadiran uang elektronik masih relatif baru namun uang digital ini cukup mendapat tempat di masyarakat. Selama kurang lebih satu setengah tahun sejak pertama terbit pada April 2007, jumlah uang elektronik telah mencapai 430.000. Berbeda pada awal penerbitannya, uang elektronik saat ini tidak hanya diterbitkan dalam bentuk chip yang tertanam pada kartu atau media

lainnya (chip based), namun juga telah diterbitkan dalam media lain yaitu suatu

media yang saat digunakan untuk bertransaksi akan terkoneksi terlebih dulu dengan server penerbit (server based). Begitu pula dari sisi penggunaannya,

hampir dari seluruh uang elektronik yang diterbitkan tidak lagi bersifat single

purpose namun sudah multi purpose sehingga dapat diterima di banyak merchant


(39)

Aktivitas pengguaan uang elektronik pada tahun 2008 mencapai 2,5 juta transaksi atau meningkat 77,1 % dari tahun sebelumnya dengan nilai transaksi sebesar Rp. 76,7 miliar atau meningkat 93,1 % dari tahun sebelumnya. Bertambahnya penerbit uang elektronik telah mendorong pesatnya perkembangan transaksi instrumen pembayaran ini. Hingga akhir 2008, terdapat sembilan penerbit uang elektronik yang telah mendapatkan izin. Berharap trend ini terus

berlanjut, sehingga pertumbuhan uang elektronik yang semakin luas akan mengurangi penggunaan uang tunai untuk bertransaksi. Dalam skala yang lebih besar, diyakini penggunaan uang elktronik secara luas di masyarakat akan meningkatkan efisiensi biaya transaksi ritel, terutama dalam mengurangi biaya cash handling.

Sebagai alat pembayaran, perolehan dan penggunaan uang elektronik pun cukup mudah. Calon pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada penerbit atau melalui agen-agen penerbit dan nilai uang tersebut secara digital disimpan dalam media uang elektronik. Untuk chip based, pemegang dapat

bertransaksi secara off-line melalui uang elektronik tersebut (dalam bentuk kartu

atau bentuk lainnya). Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana

untuk dapat akses ke “virtual account” melaui handphone (sms), kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga transaksi diproses secara on-line. Transaksi melalui uang

elektronik khususnya transaksi yang diproses secara off-line sangat cepat hanya

memerlukan waktu kurang lebih 2-4 detik. Pada tahap awal ini nilai uang yang dapat disimpan dalam uang elektronik dibatasi tidak lebih dari Rp. 1 juta, karena


(40)

fungsinya memang ditujukan sebagai alat pembayaran untuk transaksi yang bernilai kecil.

Namun batasan tersebut nantinya dapat saja disesuaikan dengan melihat perkembangan dan kebutuhan industri. Dalam mekanisme uang elektronik, apabila pemegang tidak lagi berminat menggunakan uang elektronik atau ingin mengakhiri penggunaan elektronik, nilai uang yang ada pada uang elektronik dapat di-reedeem sesuai tata cara yang diatur oleh masing-masing penerbit.

Reedem adalah penarikan seluruh nilai uang yang ada di media uang elektronik, biasanya

reedem ini dipakai apabila orang tidak akan menggunakan uang elektronik tersebut.

e. Interbank Transfer

Sistem ini merupakan sistem transfer dana non tunai yang bisa dikatakan paling lama. Ini karena sudah ada sejak mekanisme transfer antar nasabah dalam suatu bank. Adapun sistem yang dianut tergantung teknologi di tiap-tiap bank. Bagi bank yang memiliki sistem core banking terintegrasi di seluruh kantor

cabang sehingga seluruh database nasabah dapat diakses, mekanisme transfer

dananya pastilah sudah online real time. Untuk bank yang sudah memiliki

teknologi tersebut ada dua macam, yaitu yang memungkinkan nasabah untuk melakukan sendiri perpindahan dananya atau dalam istilah sistem biasa disebut strait trough processing (STP) atau yang masih memerlukan campur tangan

pegawai bank untuk melakukan proses tertentu dalam melaksanakan pemindahan dana, biasanya teller.

Sementara itu, beberapa bank yang teknologi core banking-nya belum maju


(41)

antar nasabah mereka dilakukan secara off-line, biasanya menggunakan faks atau

telepon. Namun demikian, dengan pesatnya perkembangan teknologi perbankan saat ini, yang tentunya juga semakin murah, bank tipe ini sudah mulai meninggalkan teknologi core banking secara off-line. Disamping tidak efisien baik

disisi sumber daya maupun waktu, sudah barang tentu secara pencitraan akan mempengaruhi preferensi nasabah untuk memilih jenis bank ini.

f. Sistem Host to Host

Sistem pembayaran non tunai untuk jenis host to host transaction juga

semakin meningkat. Host to host disini dapat diartikan sebagai sistem pembayaran

non tunai yang menghubungkan dua atau beberapa host/server langsung dengan

core banking system. Biasanya jenis transaksi yang menggunakan sistem host to

host adalah untuk pembayaran rutin dan bersifat gabungan (bulk), seperti listrik,

telepon, air, dan pembayaran sejenis lainnya. Perusahaan yang memiliki konsumen dengan jenis pembayarab rutin biasanya juga memiliki sistem internal untuk mencatatkan penagihannya.

Dengan teknologi host to host tersebut, sistem penagihan tersebut dapat

dihubungkan ke core banking bank. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan

tersebut tidak perlu membuat perjanjian dengan banyak bank untuk menerima pembayaran nasabah mereka pada masing-masing bank. Hal tersebut menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut harus mengadopsi berbagai jenis standar dan aturan, selain tentunya masalah besarnya biaya.


(42)

g. Delivery Channel

Kemajuan teknologi informasi semakin mendorong kemudahan pelaksanaan transfer dana. Teknologi seperti internet, mobile phone maupun telepon dapat

dimanfaatkan menjadi saluran pembayaran yang menghubungkan jalur sistem pembayaran yang ada. Misalnya ketika akan melakukan transfer dana, media konvensional yang digunakan adalah melalui perantara teller di bank, atau lebih

modern lagi dengan menggunakan mesin ATM. Sekarang dengan kemajuan teknologi, kita tidak perlu datang antri ke bank ataupun gerai ATM untuk melakukan instruksi transfer, cek saldo, atau melakukan pembayaran karena saat ini semua transaksi tersebut dapat dilakukan melalui internet, mobile phone atau

telepon tanpa harus pergi ke suatu tempat tertentu.

Disisi perbankan, penggunaan teknologi ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu penggalian sumber dana murah terutama untuk keperluan intermediasi. Apabila masyarakat merasakan manfaat yang besar dari kemudahan transaksi, maka mereka akan terdorong untuk berhubungan atau selalu berhubungan dengan perbankan. Hal ini tentunya akan meningkatkan penghimpunan dana masyarakat pada perbankan yang notabene merupakan dana murah bagi perbankan. Selanjutnya, bank juga memperoleh fee based income yang akhir-akhir ini

menjadi andalan perbankan untuk memperoleh laba.

Memang pada awalnya upaya ini memerlukan investasi yang lumayan besar, tapi apabila perputaran transaksinya tinggi, bukan tidak mungkin biaya investasi tersebut akan tertutup oleh fee based income yang diperoleh. Keuntungan lain


(43)

50 % nasabah tidak lagi menggunakan jalur konvensional untuk datang ke kantor kas, maka bank tidak harus membuka jaringan kantor cabang lebih banyak lagi, dan pada gilirannya tidak perlu pula menyediakan biaya sumber daya manusia dan operasional lain yang lebih besar.

Selain perkembangan berbagai instrumen pembayaran diatas, peningkatan aktivitas pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi swasta terhadap uang kartal yang diedarkan di masyarakat yang menunjukkan perkembangan meningkat. Hasil penelitian Bank Indonesia mengenai Peranan Pembayaran Non tunai dalam Perekonomian dan Kebijakan Moneter tahun 2005 tahun 2005 menunjukkan bahwa besarnya rasio tersebut cenderung meningkat dari 14 pada 1997 menjadi 17 pada 2005. Hal ini mengindikasikan tren semakin menurunnya penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi masyarakat.

Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi pembayaran berbasis kartu. Dalam periode 2000 – 2006, perkembangan rasio uang kartal terhadap giro dan pembayaran berbasis kartu di Indonesia cenderung turun dari 0,6 pada tahun 2000 menjadi 0,4 pada 2005. Pengunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik. Dari sisi teknis perhitungan, rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya jenis data yang berbeda yakni data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data stok pada giro dan depositi. Namun demikian, hal tersebut diperkirakan hanya


(44)

akan berpengaruh pada perbedaan besaran (magnitude) rasio yang dihasilkan.

Sementara arah dari perkembangan rasio tersebut masih dapat digunakan untuk memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai. Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan semakin tingginya aktivitas pembayaran non tunai. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan beberapa indikator lainnya yang menggambarkan tren peningkatan preferensi masyarakat terhadap pembayaran non tunai.

2.4. Perkembangan Sistem Pembayaran Non tunai

Perkembangan sistem pembayaran non tunai sebenarnya didorong oleh beberapa hal. Pertama, ini yang paling berperan adalah teknologi. Perkembangan

teknologi, khususnya di bidang telekomunikasi dan informasi mendorong penggunaan berbagai alat pembayaran. Salah satu contoh dalam transaksi dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Bisa kita bayangkan bila sekarang belum dikenal reader sorter dan pay in slip atau alat pembaca kode, dapat dipastikan

penyelesaian warkat kliring akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

Apabila kita merujuk pada peraturan transaksi di wilayah Jakarta, dengan rata-rata per hari mencapai sekitar 150.000 warkat saja, paling tidak personel yang ditugasi mengurusi kliring menjadi sangat besar kalau tidak ingin lembur setiap hari. Enabler lain yang paling signifikan mendorong penggunaan instrumen non

tunai tidak lain adalah pemanfaatan teknologi informasi dengan segala variannya oleh masyarakat. Sebagian masyarakat yang sudah menjadi nasabah bank sadar ataupun tidak pastilah sudah memanfaatkan teknologi informasi dalam melakukan


(45)

aktivitas ekonominya, minimal dalam melihat atau menanyakan jumlah saldo rekeningnya atau bisa juga pada saat kita menarik uang tunai dari anjungan tunai mandiri. Pemanfaatan teknologi yang lebih maju lagi pada saat kita melakukan transfer dana atau pada saat kita melakukan pembayaran.

2.5. Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Objek yang

Diteliti Hasil Penelitian

Metode Penelitian Bank Indonesia (BI) Tahun 2006 Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai

Meneliti tentang pola persepsi, preferensi, dan perilaku jasa instrumen pembayaran non tunai, serta menguji hubungan antara variabel potensi

dengan

variabel sosial ekonomi

Hasil penelitian mamperlihatkan bahwa tingginya animo publik dan dunia usaha untuk memakai alat pembayaran non tunai

Metode bilpot, metode logit, dan metode importance performance analysis Bambang Pramono, dkk Tahun 2006 Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter

Melakukan uji empiris, pemantauan, dan penyusunan database indikator perkembangan alat pembayaran non tunai

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kehadiran alat pembayaran non tunai bagi perekonomian memberikan manfaat peningkatan efisiensi dan produktifitas keuangan yang mendorong aktivitas sektor riil

Metode estimasi dengan uji stasioneritas dan uji kointegrasi


(46)

Ikaputera Waspada Tahun 2012

Percepatan Adopsi Sistem Transaksi Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Aksesibilitas Layanan Jasa Perbankan Menguji pengaruh manfaat, kemudahan, persepsi kesenangan bertransaksi, kecukupan informasi, keamanan dan privasi dalam bertransaksi terhadap frekuensi penggunaan e-money

Hasil penelitian mengemukakan bahwa e-money sebagai instrumen pembayaran non tunai dipengaruhi oleh persepsi manfaat,

kemudahan bertransaksi, kecukupan

informasi, tingkat keamanan dan privasi, serta kesenangan bertransaksi masih dirasakan rendah Metode deskriptif verifikatif Afrizal Yudhistira P., dkk Analisis

Faktor yang Mempengaruhi Preferensi dan Aksesibilitas Terhadap Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik Meneliti tentang faktor yang mungkin mempengaruhi preferensi dan aksesibilitas kartu

pembayaran elektronik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi preferensi responden terhadap

penggunaan kartu pembayaran elektronik adalah manfaat yang diperoleh dalam penggunaan kartu pembayaran elektronik Analisis deskriptif frekuensi Rahman Helmi, dkk

Analisis faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Kalimantan Selatan Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai Meneliti tentang faktor yang mungkin mempengaruhi masyarakat Kalimantan Selatan terhadap penggunaan pembayaran non tunai Menyatakan sebagian besar (93%) responden sudah pernah memanfaatkan sistem

pembayaran non tunai, dan hanya sebagian kecil saja (7%) yang belum pernah memanfaatkannya

Metode penelitian analisis deskriptif, metode rank order, dan regresi logistik


(47)

2.6. Kerangka Konseptual

Perbankan adalah lembaga intermediasi yang merupakan tempat dimana transaksi pembayaran dilakukan baik tunai maupun non tunai, tetapi seiring perkembangan zaman yang semakin maju maka kinerja bank dituntut untuk mengikuti kemajuan tersebut. Sehingga penggunaan pembayaran tunai semakin bergeser ke pembayaran non tunai. Jenis-jenis pembayaran non tunai yang ada saat ini antara lain cek dan bilyet giro, kartu kredit, kartu ATM dan debet, uang elektronik, interbank transfer, sistem host to host, serta mobile phone. Tujuan dari

penggunaan pembayaran non tunai ini adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, keamanan, dan menghemat waktu.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Perbankan mempromosikan dan memperkenalkan instrumen pembayaran non tunai ini kepada masyarakat. Sedangkan masyarakat sendiri memerlukan suatu proses untuk dapat mengambil keputusan, apakah masyarakat akan menggunakan pembayaran non tunai. Dalam proses tersebut masyarakat mulai mencari informasi tentang penggunaan pembayaran non tunai. Tentunya setelah

Instrumen Pembayaran Non Tunai

Cek & BG

Kartu Kredit

ATM & Debet

e-money Interbank Transfer

Host to Host

Mobile Phone Tingkat Pemahaman Masyarakat


(48)

masyarakat paham akan informasi tersebut maka masyarakat mulai mau menggunakan instrumen pembayaran non tunai dan dapat memberikan penilaian apakah instrumen pembayaran tersebut memberikan manfaat dalam bertransaksi.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, melakukan pengujian, membuat prediksi, serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian untuk mengetahui tingkat pemahaman penggunaan pembayaran non tunai ini, dilakukan pada masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian dengan penyebaran kuesioner dimulai pada 28 Oktober 2015 - 08 November 2015.

3.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Variabel Indikator Aspek-Aspek

a. Pemahaman Penggunaan Pembayaran Non Tunai Pemahaman adalah

usaha masyarakat Kabupaten Tapanuli

Utara untuk

1. Pengetahuan produk 2. Pemahaman arti dan

fungsi

3. Pemahaman cara

1. Pembelajaran

kognitif (cognitive learning)


(50)

mengartikan atau menginterpretasikan penggunaan pembayaran non tunai

menggunakan

4. Pemahaman tentang resiko

melalui pendidikan (learning throught education)

3. Pembelajaran

melalui pengalaman (learning throught experience)

3.4. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara. Namun karena membutuhkan biaya yang besar dan banyak, maka tidak harus meneliti seluruh masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara dalam populasi yang ada. Penelitian dilakukan dengan meneliti sebagian dari populasi, diharapkan hasil yang diperoleh dapat mewakili populasi yang ada. Menurut Nasir (2003:271,276) menyatakan bahwa

populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri yang telah ditetapkan. Sedangkan pengertian sampel adalah prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan digunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki oleh populasi. Dalam menetapkan jumlah anggota sampel, bilamana analisis yang dipakai adalah teknik korelasi, maka banyaknya responden yang diambil sebagai anggota sampel minimal sebanyak 30 subjek.

Namun dikarenakan jumlah populasinya tidak diketahui secara pasti maka untuk menentukan besarnya sampel yaitu dengan menggunakan rumus Unknow

Population :


(51)

Keterangan :

n = Jumlah sampel

Za = Ukuran tingkat kepercayaan a = 0,05 (tingkat kepercayaan 95% berarti Z

⁄ .95% = Z 0,475 dalam tabel ditemukan 1,96) σ = Standart deviasi

e = Standart error 5% = 0,05 Dengan perhitungan :

[ ⁄ ]

[

]

Penentuan sampel juga dapat didasarkan pada pedoman ukuran sampel, Frankel dan Wallen (1993:92) menyarankan besar sampel minimum untuk penelitian deskriptif sebanyak 100 responden. Dikarenakan jumlah sampel minimal tidak terpenuhi maka pedoman ukuran sampel mengikuti teknik maximum likehood estimation yang menyatakan bahwa ukuran sampel 100 – 200 (Ferdinan, 2002:28). Berdasarkan pedoman pengambilan sampel diatas, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 100 responden.


(52)

3.5. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampling Insidental

Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,

yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

b. Snowball Sampling

Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula

jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang inibelum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya sehingga, sehingga jumlah sampel semakin banyak.

3.6. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian secara langsung di lapangan. Data yang diperoleh adalah data hasil kuesioner tingkat pemahaman masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara. Data sekunder adalah data


(53)

yang diperoleh dari literatur-literatur dan referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

3.7. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang akan diisi oleh masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Terlebih dahulu dilakukan pembuatan kuesioner pendahulan untuk memperoleh informasi tambahan yang terarah kepada variabel-variabel yang akan diteliti.

Setelah kuesioner pendahuluan disebarkan maka dibuat kuesioner tertutup yang terbagi atas tiga bagian yaitu kuesioner untuk pemahaman mengenai pembayaran non tunai, kuesioner untuk pemahaman mengenai manfaat pembayaran non tunai, kuesioner untuk pemahaman penggunaan pembayaran non tunai. Kuesioner ini terdiri dari beberapa pertanyaan yang telah diberikan 5 jenis pernyataan sikap. Kemudian dari pernyataan itu ditentukan skornya dengan menggunakan skala likert. Pernyataan-pernyataan sikap yang ditampilkan pada kuesioner kemudian akan diberi nilainya, yaitu :

a. Pernyataan sangat paham diberi skor 5 b. Pernyataan paham diberi skor 4 c. Pernyataan cukup paham diberi skor 3 d. Pernyataan kurang paham diberi skor 2 e. Pernyataan tidak paham diberi skor 1


(54)

Untuk memastikan bahwa alat ukur yang akan digunakan yaitu kuesioner memiliki validitas dan realibilitas, maka dilakukan uji skala pemahaman dan kepuasan masyarakat. Skala pemahaman dan kepuasan masyarakat tersebut menggunakan skala likert.

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas

Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Keabsahan atau keaslian suatu penelitian sosial sangat ditentukan oleh alat ukur yang digunakan.

Apabila alat ukur yang dipakai tidak valid dan atau tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang dilakukan tidak akan menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Dalam mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam pengujian, yaitu uji validitas (test of validity) dan uji keandalan (test of reliability) untuk

menguji kesungguhan jawaban responden.

a. Uji Validitas (Test of Validity)

Validitas adalah suatu ukuran yang membuktikan bahwa apa yang diamati peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi didalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan memang sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Pengukuran ini juga bertujuan untuk mengetahui kebenaran data yang diperoleh dengan instrumen, yakni instrumen itu sungguh-sungguh mengukur


(55)

variabel yang sesungguhnya (Nasution, 1996:105). Validitas berhubungan dengan keakuratan sebuah kusioner.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan nilai r hasil Corrected Item Total Correlation. Pengujian dilakukan dengan

software SPSS 19.0 (Statistic Package for The Social Science 19.0) for windows

dengan kriteria sebagai berikut :

1. Jika rhitung > rtabel, maka pertanyaan dinyatakan valid.

2. Jika rhitung < rtabel, maka pertanyaan dinyatakan tidak valid.

d. Uji Reliabilitas (Test of Reliability)

Setelah dilakukan uji validitas atas pertanyaan atau pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas adalah sesuatu instrumen yang merujuk pada konsistensi hasil perekaman data (pengukuran) apabila instrumen tersebut digunakan orang atau kelompok orang yang sama dalam waktu berlainan atau digunakan oleh kelompok orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau berlainan (Suryabrata, 2004:58). Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen dan hasil pengujian tersebut merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang diukur.

Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi jawaban kuesioner. Dalam penelitian ini reliabilitas diukur dengan menggunakan metode Alpha Cronbach


(56)

dengan menggunakan program SPSS 19.0. Nilai alpha yang diperoleh akan

dibandingkan dengan rtabel. Apabila nilai alpha lebih besar daripada rtabel, maka

instrumen tersebut dapat disebut reliabel. Indikator pengukuran reliabilitas yang dibuat oleh J. P. Gurlford dengan taraf kepercayaan 95% dengan kriteria rhitung <

rtabel adalah sebagai berikut :

0,00 ≤ rhitung ˂ 0,20 : Reliabilitas sangat rendah 0,20 ˂ rhitung ˂ 0,40 : Reliabilitas rendah

0,40 ˂ rhitung ˂ 0,60 : Reliabilitas sedang/cukup 0,60 ˂ rhitung ˂ 0,80 : Reliabilitas tinggi

0,80 ˂ rhitung ˂ 1,00 : Reliabilitas sangat tinggi

3.9. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif statistik. Deskriptif statistik adalah suatu teknik analisis yang menggambarkan data yang telah terkumpul secara deskriptif sehingga tercipta sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Analisis statistik deskriptif dibentuk dalam tabel, tabulasi silang (cross-tab), persentase, diagram dan grafik.


(57)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Karakteristik Responden 4.1.1. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, maka responden yang diambil adalah laki-laki dan perempuan. Dari hasil kuesioner yang diperoleh data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut :

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 55 55

Perempuan 45 45

Jumlah 100 100

Sumber : Data primer diolah, 2015

Dari tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu sebanyak 55 orang atau 55% dan sisanya 45 orang atau 45% adalah berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang dijumpai pada saat penelitian lebih banyak laki-laki dari pada perempuan.

4.1.2. Umur

Berdasarkan umur responden terbagi dalam 6 kelompok yaitu umur 15 - 25 tahun, 26 - 35 tahun, 36 - 45 tahun, 46 - 55 tahun, 56 - 65 tahun, dan lebih dari 65 tahun. Data karakteristik responden berdasarkan umur adalah sebagai berikut :


(58)

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase (%)

15 - 25 tahun 6 6

26 - 35 tahun 18 18

36 - 45 tahun 13 13

46 - 55 tahun 22 22

56 - 65 tahun 32 32

lebih dari 65 tahun 9 9

Jumlah 100 100

Sumber : Data primer diolah, 2015

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kelompok umur 15 - 25 tahun yang menjadi responden sebanyak 6 orang (6%), kelompok umur 26 - 35 tahun yang menjadi responden sebanyak 18 orang (18%), kelompok umur 36 - 45 tahun sebanyak 13 orang (13%), kelompok umur 46 - 55 tahun sebanyak 22 orang (22%), kelompok umur 56 - 65 tahun sebanyak 32 orang (32%), dan kelompok umur lebih dari 65 tahun sebanyak 9 orang (9%).

Sumber : Data primer diolah, 2015

Gambar 4.1

Grafik Persentase Responden Berdasarkan Umur

0 10 20 30 40

15 - 25 Tahun 26 - 35 Tahun 36 - 45 Tahun 46 - 55 Tahun 56 - 65 Tahun > 65 Tahun


(59)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi sampel untuk dijadikan responden paling banyak adalah masyarakat yang umurnya 46 - 55 tahun dan 56 - 65 tahun. Hal ini dikarenakan masyarakat yang berumur 46 - 55 tahun dan 56 - 65 tahun lebih banyak yang mempunyai rekening di bank dan telah lama mengetahui adanya sistem pembayaran non tunai serta telah lama menggunakannya dalam aktivitas keuangannya.

4.1.3. Pendidikan Terakhir

Berdasarkan pendidikan terakhir responden terbagi dalam 6 kelompok yaitu tidak sekolah, SD/MI, SMP/MTs Sederajat, SMU/SMK/MAN Sederajat, Diploma I/III, dan Sarjana (S1/DIV Sederajat, S2, S3). Data karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

Tidak Sekolah 0 0

SD/MI 6 6

SMP/MTs Sederajat 11 11

SMU/MA/SMK Sederajat 54 54

Diploma I/III 10 10

Sarjana (DIV,S1/S2/S3) 19 19

Jumlah 100 100

Sumber : Data primer diolah, 2015

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kelompok yang tidak sekolah yang menjadi responden tidak ada (0%), kelompok pendidikan SD/MI yang menjadi responden sebanyak 6 orang (6%), kelompok pendidikan SMP/MTs Sederajat sebanyak 11 orang (11%), kelompok pendidikan SMU/SMK/MAN Sederajat


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2014,

Tapanuli Utara dalam

Angka 2014

, Tapanuli Utara: BPS Taput bekerjasama dengan BAPPEDA

TAPUT.

Bank Indonesia (2006),

Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat Dan

Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai

, Bank

Indonesia.

Kotler, Philip, 2003,

Marketing Management

, 11

th

Edition. Prentice Hall Int’l,

New Jersey, p 138.

Mowen, Jhon. C., Minor, Michael, 2002,

Perilaku Konsumen

, Jakarta, Penerbit

Erlangga.

Peter, J. Paul, Olson, Jerry C., 2000,

Consumer Behavior : Perilaku Konsumen

dan Strategi Pemasaran

, Jakarta, Erlangga.

Pohan, Aulia, 2011,

Sistem Pembayaran : Strategi dan Implementasi di

Indonesia

, Jakarta, Rajawali Pers.

Sevilla, Consuelo G. et. al, 2007,

Research Methods

, Quezon City, Rex Printing

Company.

Sumarwan, Ujang, 2002,

Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya Dalam

Pemasaran

, Bogor Selatan, Ghalia Indonesia.


(2)

KUESIONER PENELITIAN

I.

Identitas Responden :

Isilah data anda dengan memilih salah satu jawaban dengan memberi tanda

silang :

1.

Jenis Kelamin :

a. Pria

b. Wanita

2.

Umur :

a. 15

25 tahun

d. 46

55 tahun

b. 26

35 tahun

e. 56

65 tahun

c. 36

45 tahun

f. Lebih dari 65 tahun

3.

Pendidikan Terakhir :

a. Tidak Sekolah

d. SMU/SMK/MAN Sederajat

b. SD/MI Sederajat

e. Diploma I/Diploma III

c. SMP/MTs Sederajat

f. Sarjana (S1/DIV Sederajat, S2, S3)

4.

Pekerjaan :

a. PNS/ABRI/Polisi

c. Wiraswasta

e. Pelajar

b. Karyawan BUMN/Swasta

d. Pensiunan

f. Lainnya...

5.

Pendapatan per bulan :

a. Kurang dari Rp. 1.000.000

b. Rp. 1.000.001 - Rp. 2.500.000

c. Rp. 2.500.001 - Rp. 5.000.000

d. Rp. 5.000.000 - Rp. 10.000.000

e. Lebih dari Rp. 10.000.000

6.

Apakah anda adalah nasabah suatu bank negeri/swasta/daerah ?

a. Bank Negeri (BRI, BNI, Mandiri, dan BTN)

b. Bank Swasta (Danamon, Mega, CIMB, Permata, dll)

c. Bank Pembangunan Daerah (Bank SUMUT, Bank DKI, Bank Jabar

Banten, dll)

7.

Jika ya, berapa jumlah rekening bank yang dimiliki ?

a. Tidak ada

b. 1

c. 2

d. 3

e. Lebih dari 3

8.

Jika ya, berapa lama telah menjadi nasabah :

a. 0 - 1 tahun

b. 1 - 2 tahun

c. 3 - 4 tahun

d. 4 - 5 tahun

e. Lebih dari 5 tahun


(3)

10. Dari mana informasi pertama kali mengenal tentang pembayaran non tunai

(

e-money/e-payment

) ?

a. Teman/keluarga/saudara

d. Baliho/pamflet/selebaran e. Internet

b Televisi/iklan

e. Koran

f. Petugas

bank

11. Sistem pembayaran non tunai adalah salah satu peran Bank Indonesia dalam

menjaga kestabilan keuangan

,

apakah anda merasa ada manfaatnya bagi

perekonomian ?

a. Ya

b. Tidak

II. Kuesioner

Cara menjawab pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda benar (√)

pada kotak yang merupakan pendapat anda :

Keterangan :

SS = Sangat Setuju

S

= Setuju

RR = Ragu - Ragu

TS

= Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

a.

Pemahaman tentang instrumen pembayaran non tunai

NO Pernyataan SS S RR TS STS

1. Saya dapat membedakan antara Kartu ATM dengan Kartu Kredit

2. Saya dapat membedakan Kartu ATM

dengan Kartu Debet melalui

penggunaannya

3. Saya dapat mengetahui berbagai macam aplikasi pembayaran elektronik (


(4)

SP = Sangat Paham

P

= Paham

CP = Cukup Paham

TP = Tidak Paham

STP = Sangat Tidak Paham

b.

Pemahaman arti dan fungsi

NO Pernyataan SP P CP KP STP

1. Pembayaran non tunai adalah

pembayaran yang dilakukan tidak

dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran, tetapi dengan cara transfer antar-bank ataupun transfer intra-bank melalui jaringan internal bank

2. Pembayaran non tunai juga dilakukan dengan menggunakan kartu sebagai alat pembayaran (Misalnya kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit)

3. Pembayaran non tunai juga dilakukan malalui sistem elektronik (money / e-payment)

4. Pembayaran non tunai menciptakan

budaya Less Cash Society (LCS), yakni

mengurangi jumlah transaksi

menggunakan uang tunai

5. Pembayaran non tunai dapat

menurunkan biaya transaksi bagi

konsumen dan produsen serta

meningkatkan kepuasan masyarakat

karena terpenuhinya kebutuhan akan alat pembayaran yang lebih praktis dan mudah

SS = Sangat Setuju

S

= Setuju

RR = Ragu - Ragu

TS = Tidak Setuju


(5)

c.

Pemahaman tentang manfaat penggunaan pembayaran non tunai

NO Pernyataan SS S RR TS STS

1. Transaksi aman

2. Lebih mudah, praktis, dan fleksibel 3. Tidak repot membawa uang tunai

4. Bisa digunakan untuk berbagai

pembayaran (Pembayaran tagihan

telepon, listrik, air, pulsa, token, tiketing, dll)

5. Lebih cepat 6. Ada diskon

7. Bisa menambah poin atau voucher 8. Bisa mendapat undian hadiah 9. Lebih percaya diri / status social 10. Bisa menggunakan sistem cicilan 11. Meningkatkan konsumsi / pengeluaran

d.

Pemahaman tentang cara menggunakan instrumen pembayaran non

tunai

NO Pernyataan SS S RR TS STS

1. Saya paham penggunaan pembayaran

non tunai melalui Kartu ATM

2. Saya paham penggunaan pembayaran

non tunai melalui Kartu Debet

3. Saya paham penggunaan pembayaran

non tunai melalui Kartu Kredit

4. Saya paham penggunaan pembayaran

non tunai melalui Electronic Banking / Internet Banking / Phone Banking / SMS Banking


(6)

SS = Sangat Setuju

S

= Setuju

RR = Ragu - Ragu

TS

= Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

e.

Pemahaman tentang risiko atau kerugian penggunaan pembayaran non

tunai

NO Pernyataan SS S RR TS STS

1. Saya memahami penggunaan pembayaran

non tunai dapat menambah beban biaya 2. Saya memahami fasilitas pembayaran non

tunai yang disediakan oleh bank masih terbatas

3. Saya memahami penggunaan pembayaran

non tunai lebih rumit dibandingkan dengan tunai/cash

4. Saya memahami bahwa penggunaan

pembayaran non tunai rentan terhadap penipuan dan penyalahgunaan (tidak aman)

5. Saya memahami jika menggunakan

pembayaran non tunai kegagalan

transaksi/pembayaran sangat mungkin terjadi

6. Saya memahami akibat mudahnya

melakukan transaksi non tunai, sehingga pengeluaran meningkat dan lebih boros