Resistensi Masyarakat Terhadap Pembentukan Propinsi Tapanuli Di Kabupaten Pakpak Bharat (Kajian Sosoilogi Politik Terhadap Perlawanan Masyarakat Dalam Pembentukan Propinsi Tapanuli)

(1)

RESISTENSI MASYARAKAT TERHADAP PEMBENTUKAN

PROPINSI TAPANULI DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

(Kajian Sosiologi Politik Terhadap Perlawanan Masyarakat Dalam Pembentukan Propinsi Tapanuli)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JUINTO BANCIN

050901015

SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ABSTRAK

Resistensi/ perlawanan yang dilakukan masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat terhadap rencana pembentukan Propinsi Tapanuli bukanlah perlawanan yang secara fisik, namun perlawanan yang terlembaga. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya isu Kabupaten Pakpak Bharat telah diikutsertakan oleh panaitia pembentukan Propinsi tapanuli demi pencapaian tujuan Propinsi tersebut sehingga memicu adanya kontroversi dari berbagai elemen masyarakat.

Kabupaten Pakpak Bharat yang masih dalam tahap pemekaran atau dengan kata lain masih baru mekar menjadi suatu kabupaten, telah menjadikan alasan yang intim untuk tidak mau bergabung ke Propinsi Tapanuli. Hasil wawancara dari informan dan masyarakat lainnya bahwa pembangunan diberbagai segi di Kabupaten Pakpak Bharat akan terbengkalai dan masalah keterbelakangan akan semakin dirasakan. Selain itu visi misi Kabupaten Pakpak Bharat juga akan berjalan ditempat dan tidak mengarah kepada pembangunan yang merata dirasakan masyarakat. Secara umum diberbagai daerah yang baru mekar baik itu propinsi maupun kabupaten tentunya yang menjadi fokus utama dalam pembangunan adalah ibu kota. Dari sistem sperti ini juga salah satu mengapa masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat menolak bergabung. Walaubagaimanapun jika Kabupaten Pakpak Bharat bergabung, maka sistem itu akan dirasakan masyarakat baik secara langsung dan tidak langsung terhadap pembangunan.

Sebenarnya masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat telah setuju dan tidak ada menghalang-halangi apalagi ada rasa benci dan tidak suka terhadap suku para pemerakarsa dalam pembentukan Propinsi Tapanuli. Namun, jika diikutsertakan kedalam Propinsi Tapanuli jelas-jelas masyarakat tidak setuju dan menolak untuk bergabung. Beranjak dari kondisi umum yang ada, penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui mengapa masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat tidak mau bergabung dan bagaimana bentuk-bentuk penolakan yang dilakukan masyarakat. Resistensi/ penolakan masyarakat yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat adalah berupa pernyataan sikap menolak melalui organisasi-organisasi dan masyarakat luas yang terstruktur dengan cara berdemonstrasi/ujnuk rasa damai baik di daerah sendiri dan juga ke pemerintah pusat seperti ke Gubernur Sumatera Utara dan Presidaen RI. Semua hal yang ditempuh adalah untuk kepentingan masyarakat secara luas dan khususnya kepeda masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan ucapan syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yesus Kristus, Alpha dan Omega, atas kemurahan kasih-Nya yang mana telah melimpahkan kesehatan dan pemikiran yang terbaik sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “ Resistensi Masyarakat Terhadap Pembentukan Propinsi Tapanuli Di Kabupaten Pakpak Bharat (Kajian Sosoilogi Politik Terhadap Perlawanan Masyarakat Dalam Pembentukan Propinsi Tapanuli)”.

Skripsi ini merupakan sebuah karya tulis ilmiah yang disusun menyelesaikan pendidikan sarjana serta dipergunakan sebagai wahana untuk melatih diri dan mengembangkan wawasan berfikir dalam penulisan karya ilmiah ini.

Penulis mengakui bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam penulisan karya ilmiah. Namun berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, maka penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan semaksimal mungkin.

Dengan berbagai bantuan, dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Baddarudin Rangkuti, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. Rosmiani, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera


(4)

Utara, Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, Ibu Dra. Ria Manurung, Msi, selaku dosen wali, Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si, sebagai dosen penguji tamu. Kak Nurbaeti, selaku pegawai pendidikan FISIP USU Departemen Sosiologi, kak Fenni Khairifa, S.Sos dan kak Devi yang selalu membantu penulis dalam urusan administrasi yang berhubungan dengan perkuliahan hingga skripsi, pak Manan, selaku pegawai dibagian kemahasiswaan FISIP USU telah banyak membantu selama perkuliahan hingga akhir perkuliahan.

Untuk yang teristimewa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya ungkapkan kepada Ayahanda St. Opi Bancin dan Ibunda Lenusar Br Berasa, yang telah memberikan kasih sayang dan memberikan dukungan secara moril dan spritual dari perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini. Tiada kata-kata yang dapat mengungkapkan betapa besar rasa terima kasih yang dapat saya sampaikan. Untuk kakak dan abang saya, Nurliana Bancin, Rotua Pardamean Bancin, Sahala Hasiholan Bancin, Elviana Ruslawati Bancin, Amd dan Marnyati Bancin. Begitu juga abang dan kakak ipar saya, Derianto Berutu (abang ipar), Efendi Banurea (abang ipar), Tianur Berutu (kakag ipar), Roma Siagian (kakag ipar), dan adik-adikku yang tersayang Irwanto Bancin, Putri Demora Bancin, Naikna Parlindungan Bancin, terima kasih atas dukungan kalian semua dalam berbagai bentuk sehingga memampukan saya untuk memberikan yang terbaik kepada keluarga kita semoga kalian kelak menyelesaikan pendidikan sarjana.


(5)

Kepada seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas pemberian izin penelitian dan bantuan informasi data-data primer yang saya perlukan dalam penyelesaian skripsi ini dan tak lupa kakak-kakak dan abang-abang di bagian Litbang Bappeda Pemkab. Pakapk Bharat yang telah memberikan hasil print out data-data primer. Kepada Bapak Gr. JH Manik, St. Asahan Manik selaku tokoh adat saya ucapkan terima kasih buat bantuan informasi dan data yang saya perlukan dalam penyelesaian skripsi ini dan untuk seluruh informan dalam penelitian ini, antara lain : Bang Hotman Hasugian SPd, Berparen Padang Batang Hari, D Brutu, Lambas Manik, dan beberapa informan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih atas kebaikan yang sudah kalian berikan. Untuk teman-teman terkasihku Immanuel Christian Mezis Sagala, Willy Daparis Sianturi, Wendi Suprapto Padang, A.Md, Royanta Sembiring, Eduward Simamora terima kasih atas dukungan semangat berjuang dari kalian dan pertemanan kita selama di bangku perkuliahan yang tak mungkin saya lupakan.

Untuk seluruh teman-teman seperjuangan Sosiologi stambuk 2005, Ade Rahma Ayu, M. Muhadi, Lenny Simatupang, Gorenty Manurung, Yenni Sijabat, Royanta Sembiring, Prima Hutagalung, Norira Nababan, Irene Butar-Butar, Ignatius Sihotang, Indra Sitompul, Verawaty Sihombing, Nina Sitepu, Leo Saragih, Ramauli Manurung, Tiara, Boby, Jossie, Andrian Hermad, Nana, Nia, Juli, Irda, Franklin, Penggie, Andriadi, Eko Lasse, Hernita, Siska, Cencen, dkk, Bg. Porta, dan teman-teman satu PKL di Paropo yang tak terlupakan (Dedi, Fridolin, Benny, Boby, Indra, Helna, Lola, Ayu) teman-teman yang tetap mengingatkan saya untuk menyelesaikan studi (Imelda Bancin, Franseda dkk), teman setia saya yang setia menemani


(6)

kemanapun ‘fay’ akhirnya selesai juga dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan seluruh kakak stambuk 2004, kak Reni Siregar, kak Agusni Solin, kak Flo, dan stambuk 2006, 2007, 2008 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu terima kasih buat semuanya yang telah banyak membantu kekurangan saya. Tetap semangat buat semuanya berjuang hingga akhir ya. Buat rekan-rekan seperjuangan organisasi kepemudaan dan mahasiswa pakpak, Hanudi, Makin, Syawaliddin, Hottman, Hotua, Membot, Lediana, Ondeng, Lawisa, Dame, Boymen dan adik-adik yang tidak disebutkan satu persatu kita tetap terus berjuang dan berkarya untuk rakyat. Terakhir terima kasih untuk seseorang yang telah menginspirasikan kehidupan penulis selama di bangku perkuliahan.

Seperti kata pepatah tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan skripsi ini dengan berbagai ketidaksempurnaannya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima koreksi serta saran-saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata semoga segala substansi yang ada di dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2009


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Defenisi Konsep ... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fakta Sosial ... 12

2.2. Kelompok Sosial ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 18

3.2. Lokasi Penelitian ... 18


(8)

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.5. Interpretasi Data ... 20

3.6. Jadwal Penelitian... 21

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 21

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Pakpak Bharat ... 23

4.1.2. Sejarah Singkat Kabupaten Pakpak Bharat... 23

4.1.3. Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 28

4.2. Gambaran Umum Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat ... 32.

4.2.1.Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32

4.2.2.Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat ... 33

4.2.3. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kabupaten Pakapk Bharat ... 36

4.2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 37

4.3. Sarana dan Prasarana ... 37

4.3.1. Sarana Jalan dan Trasportasi ... 38

4.3.2. Sarana Ibadah ... 39

4.3.3. Sarana Kesehatan ... 40

4.3.4. Sarana Penerangan dan Air Bersih ... 41

4.3.5. Sarana Olah Raga ... 41

4.3.6. Sarana Perkantoran ... 42


(9)

4.5. Profil Informan ... 43

4.5.1. Informan Kunci ... 43

4.5.2. Informan Biasa ... 50

4.6. Gambaran Kabupaten Pakapk Bharat ... 53

4.6.1. Faktor-faktor Pemekaran Pakpak Bharat Menjadi Suatu Kabupaten di Sumatera Utara... 55

4.6.2. Kondisi Sosial Politik di Kabupaten Pakpak Bharat Pasca Pemekaran Menjadi Suatu Kabupaten di Sumatera Utara ... 56

4.7. Bentuk-bentuk Penolakan Masyarakat Pakpak Bharat Terhadap Pembentukan Propinsi Tapanuli ... 58

4.8. Faktor-faktor Masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat Tidak Mau bergabung dengan Propinsi Tapanuli ... 65

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 68

5.2. Saran ... 69


(10)

LAMPIRAN

• Draft Wawancara.

• Pengajuan Usulan Judul Proposal Skripsi.

• Surat Keputusan Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU Tentang Pengangkatan Dosen Pembimbing Penulisan Proposal Skripsi dan Skripsi. • Lembar Bimbingan Proposal dan Skripsi.

• Izin Penelitian ke Kabupaten Pakpak Bharat

• Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kabupaten Pakpak Bharat • Foto Dokumentasi Lapangan.


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Jadwal kegiatan dan laporan penelitian ... 21 Tabel 4.1. Luas daerah menurut Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat .... 29 Tabel 4.2. Nama-nama Desa menurut Kecamatan

Kabupaten Pakpak Bharat ... 30 Tabel 4.3. Penduduk menurut jenis kelamin dan rasio jenis kelamin

Kabupaten Pakpak Bharat ... 32 Tabel 4.4. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan jenis

kelamin Kabupaten Pakpak Bharat ... 32 Tabel 4.5. Sarana ibadah menurut Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat . 39 Tabel 4.6. Sarana kesehatan menurut Kecamatan


(12)

ABSTRAK

Resistensi/ perlawanan yang dilakukan masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat terhadap rencana pembentukan Propinsi Tapanuli bukanlah perlawanan yang secara fisik, namun perlawanan yang terlembaga. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya isu Kabupaten Pakpak Bharat telah diikutsertakan oleh panaitia pembentukan Propinsi tapanuli demi pencapaian tujuan Propinsi tersebut sehingga memicu adanya kontroversi dari berbagai elemen masyarakat.

Kabupaten Pakpak Bharat yang masih dalam tahap pemekaran atau dengan kata lain masih baru mekar menjadi suatu kabupaten, telah menjadikan alasan yang intim untuk tidak mau bergabung ke Propinsi Tapanuli. Hasil wawancara dari informan dan masyarakat lainnya bahwa pembangunan diberbagai segi di Kabupaten Pakpak Bharat akan terbengkalai dan masalah keterbelakangan akan semakin dirasakan. Selain itu visi misi Kabupaten Pakpak Bharat juga akan berjalan ditempat dan tidak mengarah kepada pembangunan yang merata dirasakan masyarakat. Secara umum diberbagai daerah yang baru mekar baik itu propinsi maupun kabupaten tentunya yang menjadi fokus utama dalam pembangunan adalah ibu kota. Dari sistem sperti ini juga salah satu mengapa masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat menolak bergabung. Walaubagaimanapun jika Kabupaten Pakpak Bharat bergabung, maka sistem itu akan dirasakan masyarakat baik secara langsung dan tidak langsung terhadap pembangunan.

Sebenarnya masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat telah setuju dan tidak ada menghalang-halangi apalagi ada rasa benci dan tidak suka terhadap suku para pemerakarsa dalam pembentukan Propinsi Tapanuli. Namun, jika diikutsertakan kedalam Propinsi Tapanuli jelas-jelas masyarakat tidak setuju dan menolak untuk bergabung. Beranjak dari kondisi umum yang ada, penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui mengapa masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat tidak mau bergabung dan bagaimana bentuk-bentuk penolakan yang dilakukan masyarakat. Resistensi/ penolakan masyarakat yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat adalah berupa pernyataan sikap menolak melalui organisasi-organisasi dan masyarakat luas yang terstruktur dengan cara berdemonstrasi/ujnuk rasa damai baik di daerah sendiri dan juga ke pemerintah pusat seperti ke Gubernur Sumatera Utara dan Presidaen RI. Semua hal yang ditempuh adalah untuk kepentingan masyarakat secara luas dan khususnya kepeda masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka pemerintahan daerah kita mengimplementasikan kebijaksanaan Otonomi Daerah (OTDA) dengan undang-undang No. 32 tahun 2004. Undang-undang ini membungkus sentralisasi pola hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dengan istilah “Dekonsentarsi”. Dengan undang-undang ini, daerah harus bertanggungjawab untuk memelihara kesatuan. Kebijaksanaan otonomi daerah melalui undang-undang No. 23 tahun 2004 memberikan otonomi seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah yang ditetapkan.

Hal ini ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat masyarakat didaerah, memberikan ruang politik yang lebih luas, peningkatan kualitas demokrasi, peningkatan efisiensi pelayanan publik, peningkatan pencepatan pembangunan, penanggulangan kemiskinan dan diharapkan juga untuk meningkatkan kualitas pemerintahan dalam wujud pemerintahan yang baik.

Dengan konteks inilah menjadikan adanya daerah menjadi daerah otonom yang baru, seperti halnya pemekaran suatu wilyah kabupaten dan pemekaran suatu wilayah propinsi. Pada tahun 2000 sudah terdengar gagasan pembentukan Provinsi Tapanuli. Sebelumnya gagasan seperti itu mulai timbul setelah Dr. Lance Castles mempertahankan disertasinya di Yale University pada tahun 1972 berjudul The


(14)

Political Life of a Sumatera Residency: Tapanuli 1915-1940. Gagasan itu lahir dari pemikiran bahwa sudah ada beberapa keresidenan yang dimekarkan menjadi propinsi. Pembentukan Propinsi Tapanuli yang sekarang ini adalah merupakan salah satu wujud dari otonomi daerah yang berasaskan dengan undang-undang otonomi daerah dimana kebijakan otonomi daerah telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintahan di setiap daerah untuk menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih memihak kepada rakyat. Sehingga pemerataan pembangunan sampai ke daerah pedalaman dapat dirasakan oleh masyarakat seperti halnya dengan adanya pembentukan propinsi tapanuli.

Pembentukan Provinsi Tapanuli yang diprakarsai Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Kodya Sibolga, dan Toba Samosir, dengan ibukota terletak di Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana kesepakatan dari 7 daerah se-calon Propinsi Tapanuli bertujuan mempercepat kemakmuran di wilayah Tapanuli secara adil dan merata. Meski harus ‘berpisah’ dari Sumatera Utara, Provinsi Tapanuli tidak akan mengurangi rasa persatuan dan kesatuan dengan provinsi induk tersebut serta propinsi-propinsi lainnya. Republik Indonesia negaraku, Tapanuli Provinsiku, Indonesia Tanah Airku. Itulah motto para deklarator Provinsi Tapanuli saat pendeklarasiannya. Provinsi Tapanuli merupakan utang sejarah. Panitia Khusus Pmbahasan Pembentukan Provinsi Tapanuli pada tahun 2000. (Sumber: Batak Pos, Jumat, 29 Desember 2006, halaman 7 kolom 2-6).

Tuntutan tersebut hal yang wajar dan positif, sesuai yang diamanatkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat. “Dengan berdirinya Provinsi Tapanuli, daerah yang dijuluki peta


(15)

kemiskinan ini akan bangkit menuju kemakmuran, asal kita bersatu padu dalam kebersamaan,” ujar Manosor Purba. (Batak Pos, Jumat, 29 Desember 2006)

Mulai dari tahun 2000 isu pembentukan Propinsi Tapanuli sudah ada hingga sekarang yang masih menjadi permasalahan, baik itu tengah-tengah masyarakat maupun dipemerintahan sekalipun yang belum terselaesaikan. Sejak adanya wacana pembentukan Propinsi Tapanuli Utara, yang tergabung oleh Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Kodya Sibolga, dan Toba Samosir, bertujuan mempercepat kemakmuran di wilayah Tapanuli secara adil dan merata. Republik Indonesia negaraku, Tapanuli Provinsiku, Indonesia Tanah Airku. Itulah motto para deklarator Provinsi Tapanuli saat pendeklarasiannya dihadiri anggota DPR dari Komisi II, Panda Nababan dan Tunggul Sirait dari Komisi VIII. Bahkan Panda ikut menjadi Panitia Khusus Pmbahasan Pembentukan Provinsi Tapanuli pada tahun 2000. Keleluasaan Pemerintah Daerah untuk mengurusi dirinya sendiri tidak selamanya menimbulkan dampak positif bagi masyarakat, disebagian wilayah justru menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Nampaknya sejalan dengan arah pembentukan Propinsi masih banyak kontroversi yang terjadi ditengah-tengah masyarakat bahkan dipemerintahan sekalipun, masih banyak yang menolak.

Seperti halnya masyarakat yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat. Mulai dari adanya isu pembentukan propinsi tapanuli ini masyarakat Pakpak Bharat menyatakan belum siap untuk bergabung dengan propinsi tapanuli. Tampaknya konsep dan pandangan yang ditawarkan oleh tim pemrakarsa pembentukan propinsi tapanuli terhadap masyarakat kabupaten Pakpak Bharat belum sama terkait dibentuknya propinsi tapanuli apalagi di ikutsertakan kedalamnya. Ini merupakan salah satu


(16)

gambaran sikap masyarakat Pakpak Bharat terhadap pembentukan Provinsi Tapanuli. Semakin bergulirnya wacana pembentukan Provinsi Tapanuli adanya dari warga dan kelompok masyarakat yang menolak terhadap Propinsi Tapanuli ini. Seperi halnya yang dapat dilihat dari penjelasan diatas yaitu masyarakat Pakpak Bharat.

Undang-undang Republik Indonesia nomor 9 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat di Provinsi Sumatera Utara berupaya mewujudkan masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat yang sejahtera, beriman, berpendidikan, berkeadilan, yang didukung oleh tata pemerintahan yang bersih. Mengejar ketertinggalannya dengan penduduk lainnya serta adanya aspirasi, keinginan dan tekad bulat dari masyarakat Pakpak Bharat untuk meningkatkan status daerahnya menjadi suatu Kabupaten dalam kerangka Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI), dengan tujuan agar masyarakat Pakpak Bharat dapat memperjuangkan dan mengatur pembangunan masyarakat dan daerah, sesuai dengan aspirasinya untuk meningkatkan taraf hidup menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera merupakan dasar dari usul dibentuknya Kabupaten Pakpak Bharat.

Secara historis wilayah Pakpak Bharat bukan wilayah baru. Kabupaten yang mengambil tiga kecamatan dari Kabupaten Dairi ini mengambil nama sub-Wilayah suku Pakpak. Hampir 90 persen penduduk di wilayah Pakpak Bharat beretnis Pakpak. Berbeda dengan Kabupaten induknya (DAIRI) yang dihuni bermacam-macam suku, seperti Pakpak, Batak Toba, Mandailing, Nias, Karo, Melayu, Angkola, dan Simalungun serta suku lainnya. Agaknya, hal inilah yang menjadi pendorong wilayah Pakpak untuk memekarkan diri. Selain alasan utamanya adalah untuk


(17)

mengoptimalkan penggarapan potensi, percepatan pembangunan fisik, dan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama pembangunan sumber daya manusia.

Aspirasi masyarakat Pakpak Bharat di sampaikan secara resmi melalui Komite Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat yang diketuai oleh St. Dj. Padang dengan sekretaris umum Ir. Ampun Solin. Dimana pada tanggal 1 Juni 2001 Menyampaikan usul pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat kepada DPRD Kabupaten Dairi.

Setelah kunjungan komisi II DPR RI, dan melalui berbagai proses, akhirnya dikeluarkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan di Propinsi Sumatera Utara secara bersamaan. Kabupaten Pakpak Bharat resmi terbentuk menjadi satu kabupaten otonom dengan 3 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, dan sekarang menjadi 8 kecamatan Dengan Ibukota Salak dan dipimpin oleh Drs. Tigor Solin sebagai pelaksana Bupati serta Drs. Gandhi Warta Manik MSi sebagai Sekretaris Wilayah yang pertama. Kabupaten Pakpak Bharat secara administratif memiliki 8 (delapan) Kecamatan dengan 47 desa. Luas wilayah Kabupaten 1.218,30 KM2 (121.830 Ha) atau 1,7% dari luas Propinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Pakpak Bharat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi yang Ibukotanya Salak berada pada ketinggian diantara 350 - 1.400 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 3 kecamatan dengan luas 121.830 Ha dengan jumlah penduduk 35.378 jiwa. Di kabupaten Pakpak Bharat tersedia sarana dan prasarana pendukung seperti perhubungan darat, listrik,


(18)

telekomunikasi dan air bersih. Kabupaten Pakpak Bharat memiliki bidang usaha yang potensial pada sektor pertanian dan perkebunan dan telah menetapkan tiga pilar pembangunan yaitu Pertanian, Pendidikan dan Kesehatan. Ketiga pilar ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan sehingga diharapkan terjadi sinergi dengan tujuan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, produk pertanian yang memiliki daya saing. Masalah strategis yang menjadi titik perhatian Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat adalah di bidang pertanian, perkebunan serta lahan tidur yang masih luas yang dapat dikembangkan.

Otonomi Daerah (OTDA) membawa angin reformasi baik dalam perencanaan pembangunan daerah, hubungan eksekutif-legislatif, maupun relasi antara pusat-daerah, dan pemerintah. Paradigma pembangunan pun bergeser dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dari pembangunan di daerah menjadi membangun daerah. Kebijakan Otonomi Daerah telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintahan di setiap daerah untuk menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih memihak kepada rakyat. Sehingga pemerataan pembangunan sampai ke daerah pedalaman dapat dirasakan oleh masyarakat..

UU Nomor 32 tahun 23 dan Pasal 16c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 Tahun 2000 yang mengatur mekanisme usul pembentukan, penggabungan dan pemekaran daerah kabupaten/ kota dan propinsi harus dilalui dan sesuai perundang-undangan dan peraturan yang benar. Dalam pemekaran tidak cukup hanya memenuhi syarat administrasi, potensi, dan kemampuan daerah, tetapi terutama lewat pertimbangan kebutuhan sosial, politik, dan budaya masyarakat di daerah bersangkutan.


(19)

Dengan adanya rencana pembentukan Provinsi Tapanuli, panitia khusus pembentukan Provinsi Tapanuli yang telah mengikutsertakan Kabupaten Pakpak Bharat kedalam Provinsi Tapanuli guna memenuhi pencapaian dan kelancaran pembentukan Provinsi Tapanuli tersebut maka masyarakat Pakpak Bharat tidak setuju diikutesrtakan sebagian dari rencana Propinsi Tapanuli.

Seiring perjalanan rencana pembentukan Provinsi Tapanuli ini, telah banyak kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat. Demonstrasi Pendukung dan anti Provinsi Tapanuli terus bermunculan. Bukan hanya dalam masyarakat saja, media massa pun dijadikan masyarakat dalam melontarkan aspirasinya. Ada surat kabar yang mendukung dan ada yang menolak Provinsi Tapanuli. Pemerintah seperti DPRD-SU juga mengeluarkan rekomendasi penolakan pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap), setelah ribuan massa anti Protap yang tergabung dalam STPDN (Sibolga, Tapanuli Tengah, Pakpak Bharat, Dairi dan Nias) berunjuk rasa ke DPRDSU dengan aksi damai dan tertib (8/5).

Surat Rekomendasi penolakan pembentukan Protap dengan nomor 2523/18/Sekr tanggal 8 Mei 2007 ditandatangani Ketua DPRDSU H.Abdul Wahab Dalimunthe.SH. Surat Rekomendasi itu ditujukan kepada Presiden, Ketua DPR RI, Ketua Komisi II DPR RI, Ketua DPD RI, Mendagri dan Gubsu.

Dengan hal itu, tokoh dan masyarakat Pakpak yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat telah menolak (resistensi) untuk bergabung dengan Provinsi Tapanuli. Ini ditunjukkan dengan keberangkatan Tokoh-tokoh masyarakat Pakpak Bharat ke Jakarta seperti Pak St.Gr. JH Manik untuk menghadap Mendagri membawa Aspirasi Penolakan bergabung kedalam Propinsi Tapanuli. Sebanyak 17 orang wakil dari


(20)

berbagai elemen Pakpak itu datang ke Jakarta dengan data dan pengalaman yang sangat panjang. Menolak masuk Protap, lengkap dengan alasan yang benar-benar masuk akal dan mampu membahas alasan mereka sampai ke akar yang paling dalam.(www.pakpakonline.com). Selain itu, dari berbagai organisasi kemasyarakatan yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat juga telah menyatakan sikap dalam penolakan rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli. Salah satunya adalah IKKPI ( Ikatan Keluarga Pemuda Pakpak Indonesia ), yang diketuai oleh Bapak Agus Ujung SH, menjelaskan tentang penolakan Tanah Hak Ulayat masyarakat Pakpak untuk bergabung ke Propinsi Tapanuli.

Pernyataan senada dikemukakan oleh tokoh masyarakat Pakpak Sumut yang juga Sekretaris DPD Partai Golkar dan anggota Komisi D DPRD Sumut, Drs. H. Abdul Aziz Angkat. Pendiriannya disiarkan dalam Web Site Suku Pakpak tanggal 13 Agustus 2006 di bawah judul Mari Ikut Berpikir yang dikirim oleh Sakti. Drs. H. Abdul Aziz Angkat menegaskan, bahwa tidak satu pun pemegang hak ulayat di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat yang mau bergabung dengan Provinsi Tapanuli. Selanjutnya ia mengatakan kepada wartawan pada hari Kamis 10 Agustus 2006.

Apapun alasan dan dasar pertimbangannya, masyarakat Pakpak Dairi dan Pakpak Bharat menolak dilibatkan dalam rencana pembentukan Provinsi Tapanuli. Penolakan (resistensi) masyarakat Pakpak Bharat terhadap prmbentukan propinsi tapanuli untuk bergabung tidak menginginkan adanya ekses atau persoalan, bahkan penolakan untuk bergabung kedalam propinsi tapanuli sudah menjadi harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Peristiwa 3 Februari 2009 di gedung DPRDSU yaitu unjuk rasa para prakarsa pembentukan Propinsi Tapanuli, mengakibatkan meninggalnya


(21)

Drs. H. Abdul Azis Angkat, MSP adalah peristiwa yang sanagat memilukan bagi semua kalangan masyarakat khususnya masyarakat Pakpak Bharat. Karena beliau adalah salah satu putera terbaik di masyarakat pakpak yang peduli terhadap daerahnya dan menonjolkan keberpihakan kepada rakyat. Hal tersebut telah menambah kekecewaan masyarakat Pakpak Bharat terhadap para Panitia Pembentukan Propinsi Tapanuli.

Dari uraian latar belakang masalah diatas, menimbulkan ketertarikan penulis untuk melihat persoalan mengenai pembentukan Propinsi Tapanuli dimana terdapat beragam kontroversi dari berbagai kalangan untuk menolak atas pembentukan Propinsi Tapanuli, ini merupakan fenomena yang layak untuk dikaji lebih lanjut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk-bentuk penolakan masyarakat pakpak bharat terhadap pembentukan Provinsi Tapanuli ?

2. Mengapa masyarakat pakpak bharat tidak mau bergaung dengan Propinsi Tapanuli ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan Penelitian ini adalah :

1. Mendefenisikan bentuk-bentuk seperti apa masyarakat pakpak bharat menolak pembentukan Propinsi Tapanuli Utara.


(22)

2. Mendefinisikan mengapa masyarakat pakpak bharat tidak mau bergabung dengan Proponsi Tapanuli Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan peneliti mengenai penolakan masyarakat pakpak terhadap pembentukan Propinsi Tapanuli Utara.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu informasi yang berisikan tentang penolakan masyarakat pakpak bharat atas pembentukan Propinsi Tapanuli, dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat dan pemerintah untuk pembangunan daerah dalam menyikapi pembentukan Propinsi Tapanuli Uatara.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.5. Defenisi Konsep.

Untuk memudahkan penelitian ini digunakan beberapa konsep yaitu : 1. Resistensi : Merupakan suatu penolakan atau perlawanan.

2. Masyarakat : Sekumpulan orang atau manusia yang hidup berkelompok dan bertempat tinggal dalam satu wilayah tetap dan saling berinteraksi.

Masyarakat juga merupakan suatu sistem dan kebiasaan, dan tat cara demi wewenang dan kerja sama atau kelompok dan penggolongan demi


(23)

3. Masyarakat Pakpak : Masyarakat yang beretnis pakpak dan tinggal di Kabupaten Pakpak Bharat.

4. Kabupaten Pakpak Bharat : Kabupaten Pakpak Bharat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi yang Ibukotanya Salak. Secara administratif memiliki 8 (delapan) Kecamatan. dengan 47 desa.

5. Pembentukan : Merupakan suatu keinginan untuk menciptakan sesuatau yang baru secara bersama-sama.

6. Propinsi Tapanuli Utara : Provinsi Tapanuli Utara merupakan Propinsi yang mau dibentuk dari Propinsi Sumatera Utara dan yang diprakarsai oleh Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Kodya Sibolga, dan Toba Samosir. 7. Bharat : “Bersatu” Dalam arti wilayah tersebut wilayah penyatuan terhadap


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Fakta Sosial

Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu:

1. Dalam bentuk material, Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diokservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world). Fakta sosial yang berbentuk material mudah dipahami. Norma hukum misalnya jelas merupakan barang sesuatu yang nyata dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

2. Dalam bentuk non material. Yaitu sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjektive yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia.

Diatas telah dikemukakan bahwa menurut Durkheim tidak keseluruhan fakta soial itu merupakan barang sesuatu yang nyata. Sebagian yakni yang berbentuk non material adalah sesuatu yang dinyatakan atau yang dianggap sebagai barang sesuatu yang nyata (Geor. Ge Ritzer 1985)

Secara garis besarnya fakta sosial terdiri atas dua tipe. Masing-masing adalah struktur sosial (social institution) dan pranata sosial (social insituition). Secara lebih terperinci, fakta sosial itu terdiri atas kelompok, kesatuan masyarakat tertentu (societies), sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan dan sebagainya. Menurut Peter Blau, ada dua tipe dasar fakta sosial yaitu : Pertama,


(25)

nilai-nilai umum (cammon values). Kedua, norma yang terwujud dalam kebudayaan atau dalam sub kultur. Dalam sosiologi modern, pranata sosia cenderung dipandang sebagai antar hubungan norma-norma dan nilai-nilai yang mengitari aktivitas manusia atau kedua masalahnya. Dalam fakta sosial ini terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta hubungan antara individu dengan pranata sosial.

2.2. Kelompok sosial

Munculnya kelompok-kelompok biasanya tidak jauh dari latar belakang kehidupan mereka sehingga muncullah kelompok etnis yaitu kelompok-kelompok dilatarbelakangi oleh persamaan etnis dan selanjutnya ada kelompok agama, kelompok profesi, kelompok berdasarkan asal usul dan banyak lagi kelompok-kelompok yang terdapat dalam masyarakat.

Beberapa kelompok sosial sifatnya lbeih stabil dari pada kelompok-kelomok sosial lainnya, atau dengan perkataan lain strukturnya tidak mengalami perubahan yang menyolok Adapula kelompok sosial yang mengalami prtubahan yang cepat. Tetapi pada umumnya kelompok sosialnya mengalami perubahan sebagai proses formasi atau informasi dari pola-pola didalam kelompok tersebut.

Keadaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antara individu-individu dalam kelompok tersebut atau karena adanya konflik antara bagian kelompok masyarakat. Ada bagian atau golongan didalam masyarakat itu yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan lainnya. Ada kepentingan yang tidak seimbang sehingga muncul ketidakadilan, adapula perbedaan paham tentang


(26)

cara-cara memenuhi tujuan kelompok. Kesemuannya itu mengakibatkan perpecahan didalam kelompok masyarakat.

Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersiafat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat. Konflik biasanya dapat diselesaikan tanpa kekerasan dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik lagi bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat. Karena itu konflik tetap berguna dan merupakan bagian dari keberadaan manusia. Kesenjangan status sosial, kurang terhadap sumber daya serta kekuasaan yang tidak seimbang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan kejahatan (Ritzer, 2002:26-27).

Teori yang mendukung dalam penelitian ini adalah ladasan paradigma fakta sosial dalam teori konflik. Dalam teori fungsionalisme struktural masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan, maka menurut teori konflik malah sebaliknya dimana masyarakat senantiasa berada dalam perubahan yang ditandai dalam pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Menurut teori fungsionalisme struktural setiap element atau setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas maka teori konflik setiap element memberikan sumbangan terhafap disintegrasi sosial.

Kontras lainnya adalah bahwa penganut teori fungsionalisme struktural melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas umum, maka teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau paksaan kekuasaan


(27)

dari atas oleh golongan yang berkuasa. Konsep sentral dalam teori ini adalah wewenang dan posisi.

Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Kareana wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian masyarakat disebut oleh Dahrendof sebagai persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (imperatively coorninated associtations).

Kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung diantara golongan-golongan itu. Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap unsur.

Dahrendorf berpendapat bahwa konsep-konsep seperti kepentingan nyata terlibat dalam konflk itu atas dua tipe. Kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (inerest group). Kelompok semu merupakan kumpulan dari pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok yang kedua yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.


(28)

Hal inilah yang terjadi pada masyarakat Pakpak Bharat dalam rangka pembentukan Provinsi Tapanuli terlihat munculnya kelompok penguasa dan kelompok pemegang kekuasaan karena memiliki tujuan.

Dahrendorf berpendapat bahwa konsep-konsep seperti kepentingan nyata dan kepentingan laten, kelompok kepentingan dan kelompok semu, posisi dan wewenang merupakan unsur-unsur dasar untuk dapat menerangkan bentuk-bentuk dari konflik. Aspek terakhir dari teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Konflik menurutnya memimpin kearah perubahan dan pembangunan.

Menurut Karl Marx, (Doyle, 1986 : 122) didalam masyarakat senantiasa ada konflik. Konflik ini adalah gejala yang melekat dan bersifat kekal pada masyarakat. Setiap masyarakat disusun berdasarkan diferensiasi sosial atau sistem bertingkat-tingkat (sistem kelas-kelas). Kondisi tersebut memungkinkan munculnya perbedaan-perbedaan yang dapat melahirkan kepentingan yang berbeda kelas antar kelas. Kepentingan dan nilai yang sama dalam masing-masing kelompok dan apabila kepentingan-kepentingan yang bertentangan dari kelompok dari masing-masing ditekan”. Simmel menganalisa beberapa cara atau bentuk mengakhiri konflik tersebut dengan menghilangkan dasar konflik dari tindakan-tindakan mereka yang berkonflik kemenangan pihak yang satu dan kekalahan. Pihak yang lain, kompromi dan perdamaian, kemenangan pihak yang satu tidak selalu berarti pihak yang kalah sama sekali kehilangan kekuasaan untuk berjuang.

Dalam membahas berbagai situasi konflik, Coser ( 1956 : 45 ) juga membagi konflik atas dua perbedaan besar yakni : Pertama, konflik yang realistis dan yang


(29)

kedua, konflik non realistis. Konflik yang realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan yang khusus yang terjadi dalam hubungan untung rugi antara partisipan yang ditujukan/ diarahkan kr objek yang dianggap mengecewakan. Konflik non realistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan pasangan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak salah satu pihak.


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis dari penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang dapat diamati (Nawawi, 1994: 203). Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang diteliti dan berusaha memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi pokok penelitian.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini merupakan salah satu wilayah masyarakat yang menolak bergabung dengan Propinsi Tapanuli dan tetap berada di Propinsi Sumatera Utara.

3.3. Unit Analisis dan Informan. 2.3.1 Unit Analisis

Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat Kab. Pakpak Bharat.


(31)

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kab. Pakpak Bharat yaitu orang-orang yang bekerja disektor informal dan formal.

Informan Kunci : • Tokoh-tokoh Agama. • Tokoh-tokoh Adat.

• DPRD Kab. Pakpak Bharat • Organisasi Masyarakat, meliputi :

1. HIMPAK ( Himpunan Masyarakat Pakpak ) bertempat di Medan

2. FPMPRP ( Front Pemuda Dan Mahasiswa Peduli Rakyat Pakpak Bharat ) bertempat di Medan

3. KNPI ( Komite Nasional Pemuda Indonesia ) meliputi : PP ( Pemuda Pancasila ), IPK ( Ikatan Pemuda Karya ) bertempat di Pakpak Bharat 4. IKKPI ( Ikatan Keluarga Pemuda Pakpak Indonesia ) bertempat di Pakpak

Bharat Informan Biasa :

• Penduduk, penduduk yang sudah lama tinggal di Pakpak Bharat.

3.4. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data akurat dalam penelitian ini, tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam yang dimaksud adalah pencakapan yang sifatnya luwes, terbuka dan tidak baku. Peneliti


(32)

melakukan proses tanya jawab kepada para informan dengan harapanya informan dapat mengungkapkan informasi atau data yang diharapkan dengan bahasanya sendiri. Jikalaupun ada pedoman wawancara (interview guide), hanya sebatas instrumen pembantu bagi sipeneliti yang sifatnya tidak monoton.

2. Observasi. Data yang akan diharapkan juga akan diperoleh melalui observasi atau pengamatan yang akan dilakukan oleh peneliti. Beberapa pengamatan yang akan dilakukan peneliti ada yang bersifat berperan serta ternatas, maksudnya adalah, peneliti tidak akan merahasiakan identitas diri, akan terlibat dalam beberapa kegiatan ringan yang sedang dilakukan si informan pada saat pengamatan berlangsung, misalnya keseharian hidup informan dalam interaksi dengan keluarga atau masyarakat, hal tersebut diharapkan adalah untuk membina rapport yang lebih baik dengan informan.

3. Dokumentasi. Dokumentasi untuk membantu penelusuran data historis, dapat berupa foto, artikel, jurnal, buku, dokumen atau catatan-catatan lainnya yang masih berhubungan dengan topik penelitian.

3.5. Interpretasi data

Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data dan informasi yang dibutuhkan dan diharapkan telah terkumpul. Data-data yang telah yang diperoleh dalam penelitian ini akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam tinjauan pustaka yang telah ditetapkan sampai pada akhirnya akan disusun sebagai akhir laporan akhir penelitian.


(33)

3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah : Tabel 1.1. Jadwal Kegiatan Penelitian.

No Kegiatan Bulan (Tahun 2008 & 2009)

9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 1 Pra Penelitian :

• Penyusunan Proposal

• Perbaikan Proposal

√ √ √ √ √

2 Persiapan :

• Pengurusan Ijin • Persiapan Instrumen

Penelitian

√ √

3 Penelitian : • Wawancara • Observasi

√ √

4 Pasca Penelitian : • Analisa Data • Laporan Akhir

√ √

5 Sidang Meja Hijau √

3.7. Keterbatasan Penelitian

Setiap penelitian tentunya memiliki keterbatasan dalam cakupan dari segi isi pemaparan dan kajian terhadap objek yang diteliti. Dalam hal ini penelitian ini mempunyai keterbatasan yang terdiri atas 2 faktor, yaitu :

1. Faktor Internal

Faktor internal meliputi : sikap dan mental peneliti, kemampuan peneliti dalam melakukan pengamatan, pengintepretasian, hingga dalam menuangkan data dalam sebuah karya ilmiah serta kepekaan dari peneliti dalam mengamati data-data


(34)

yang ada di lapangan. Kendala yang dihadapi oleh peneliti yaitu keterbatasan terhadap kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan penduduk.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang terjadi dalam melakukan penelitian di lapangan adalah bagaimana lingkungan (objek) yang diteliti dapat menerima kehadiran dari peneliti, tanpa menutupi atau memanipulasi data yang hendak diambil atau yang dikehendaki oleh peneliti. Dalam proses pengambilan data berupa wawancara dan alat bantu seperti tape recorder seringkali kurang maksimal disebabkan oleh keterbatasan waktu dari responden yang bersedia diwawancarai sehingga harus disepakati waktu wawancara yang tepat antara peneliti dan responden yang bersedia untuk diwawancarai.


(35)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Pakpak Bharat 4.1.2 Sejarah Singkat Kabupaten Pakpak Bharat

Mengejar ketertinggalannya dengan penduduk lainnya serta adanya aspirasi, keinginan dan tekad bulat dari masyarakat Pakpak Bharat untuk meningkatkan status daerahnya menjadi suatu Kabupaten dalam kerangka NKRI, dengan tujuan agar masyarakat Pakpak Bharat dapat memperjuangkan dan mengatur pembangunan masyarakat dan daerah, sesuai dengan aspirasinya untuk meningkatkan taraf hidup menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera merupakan dasar dari usul dibentuknya Kabupaten Pakpak Bharat. Sebenarnya Pakpak Bharat bukan wilayah baru. Kabupaten yang mengambil tiga kecamatan dari Dairi ini mengambil nama sub-Wilayah suku Pakpak. Sebelum Belanda masuk ke Pakpak /Dairi, suku yang penduduknya tersebar di Kabupaten Pakpak Bharat, Aceh Selatan, dan Pakpak Bharat ini sudah mempunyai struktur pemerintahan tersendiri. Raja Ekuten atau Takal Aur bertindak sebagai pemimpin satu suak. Suku Pakpak terdiri atas lima suak, yaitu suak simsim, keppas, pegagan, boang, dan kelasen.

Di bawah suak terdapat kuta (kampung) yang dipimpin oleh pertaki. Pada umumnya pertaki juga merupakan raja adat sekaligus sebagai panutan di kampungnya. Di setiap kuta ada sulang silima, sebagai pembantu pertaki yang terdiri dari perisang-isang, perekur-ekur, pertulan tengah, perpunca ndiadep, dan


(36)

perbetekken. Meski struktur pemerintahan ini sudah tidak dipakai lagi, tetap dipertahankan sebagai sumber hukum adat budaya Pakpak. Hampir 90 persen penduduk di wilayah Pakpak Bharat beretnis Pakpak. Berbeda dengan kabupaten induknya yang dihuni bermacam-macam suku, seperti Pakpak, Batak Toba, Mandailing, Nias, Karo, Melayu, Angkola, dan Simalungun serta suku lainnya. Agaknya, hal inilah yang menjadi pendorong wilayah Pakpak untuk memekarkan diri. Selain Alasan utamanya adalah untuk mengoptimalkan penggarapan potensi, percepatan pembangunan fisik, dan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama pembangunan sumber daya manusia.

Aspirasi masyarakat Pakpak Bharat di sampaikan secara resmi melalui Komite Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat yang diketuai oleh St. Dj. Padang dengan sekretaris umum Ir. Ampun Solin. Dimana pada tanggal 1 Juni 2001 Menyampaikan usul pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat kepada DPRD Kabupaten Dairi. Sebagai tindak lanjut dari aspirasi masyarakat tersebut maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pada tanggal 20 September 2001 dan 17 Juni 2002 Pemerintah Kabupaten Dairi menerima dan mengadakan pertemuan dengan Komite Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat, tokoh- tokoh masyarakat dan komponen masyarakat lainnya di Kantor Bupati Dairi saran dan pendapat tentang pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat tersebut.

2. Pada tanggal 21 Desember 2001 diterbitkan surat Keputusan Bupati Dairi Nomor : 400/K/2001 tentang pembentukan Tim Pengumpul Data, Saran dan


(37)

pendapat tentang pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat sebagai langkah pertama pemekaran Kabupaten Dairi.

3. Pada tanggal 04 April 2002 diterbitkan Surat Bupati Dairi Nomor : 130/2393 Perihal Sosialisasi Rencana Perubahan Nama dan Pembentukan Kabupeten Pakpak Bharat ke Kecamatan Wilayah Pakpak Bharat oleh tim pengumpul data, saran dan pendapat mulai tanggal 08 April sampai dengan 12 April 2002. Tim dalam hal ini membagikan format Isian (Questioner ) kepada tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan, yaitu Format A berisi data di Kecamatan Rencana wilayah Hasil Pemekaran dan format B berisi data kabupaten sebelum pemekaran.

4. Pada tanggal 19 April 2002 diterbitkan Surat Bupati Dairi Nomor : 146. 1/2835 perihal usul Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat untuk disampaikan kepada ketua DPRD Kabupaten Dairi bahwa pemerintah Kabupaten Dairi tidak berkeberatan dimekarkannya Kabupaten Pakpak Bharat, sepanjang pemekaran tersebut telah memenuhi persyaratan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam kaitan ini setelah meninjau dari berbagai aspek , diadakan rapat panitia musyawarah dan rapat paripurna DPRD Kabupaten Dairi , maka pada tanggal 22April 2002 diterbitkan Keputusan DPRD Kabupaten Dairi Nomor : 35/K-DPRD /2002 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Dairi mejadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat.

5. Pada tanggal 23 April 2002, diterbitkan surat bupati nomor 136/ 1653/ 2002 perihal usul pemekaran Kabupaten Dairi untuk disampaikan kepada Menteri


(38)

Dalam Negeri D/P Gubernur sumatera utara dan ketua DPR RI, yang intinya menyampaikan tentang kegiatan -kegiatan yang telah dilakukan oleh komite Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat; Tim Pengumpul Data, Saran dan pendapat terhadap usul perubahan nama dan pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat, pemerintah Kabupaten Dairi dan DPRD Kabupaten Dairi. Juga disampaikan hasil pengumpulan data lapangan rencana pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat dan keputusan DPRD Kabupaten Dairi Nomor 35/K-DPRD/2002 Tanggal 22 April 2002 tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Dairi menjadi 2 (dua) Kabupaten.

6. Pada tanggal 24 April 2002 komite pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Dairi dan pemerintah Kabupaten Dairi mengadakan audensi kepada anggota komisi II DPR RI (Sayuti Rahawarin ) dan menyarankan agar seluruh komponen masyarakat, legislatif dan eksekutif harus proaktif karena batas waktu pemekaran Kabupaten / Kota s/d 24 Oktober 2002, juga disarankan agar mengundang komisi II DPR RI untuk turun ke Kabupaten Pakpak Bharat mengadakan pemantauan dan evaluasi atas aspirasi yang sudah diterima Komisi II DPR RI agar terdapat sinkronisasi aspirasi masyarakat, legislatif dan eksekutif menuju pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat.

7. Pada tangal 25 April 2002 komite pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat bersama- sama dengan DPRD Kabupaten Dairi dan Pemeritah Kabupaten Dairi mengadakan audensi untuk penyampaian informasi dan pemekaran Kabupaten Dairi menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Dairi sebagai


(39)

Kabupaten induk dan Kabupaten Pakpak Bharat sebagai Kabupaten pemekaran kepada ketua DPR RI, Ketua-katua Fraksi DPR RI. Respon dari kunjungan tersebut sangat positif dimana terdapat kerja sama dan hubungan yang baik antara rakyat, legislatif dan eksekutif dan secara bersama-sama pula mengadakan kunjungan kepada Ketua DPR RI serta Ketua-ketua Fraksi, pada prinsipnya hasil kunjungan menyetujui dan mendukung pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat menjadi 2 (dua) Kabupaten.

8. Pada tanggal 26 April 2002 Komite Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Dairi dan Pemerintah Kabupaten Dairi mengadakan audensi kepada Menteri Dalam Negeri. Rombongan dalam hal ini diterima oleh salah seorang Direktur pada Ditjen Otonomi Daerah beserta Staf dan pada prinsipnya menyetujui pemekaran tersebut sepanjang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ditjen otonomi Daerah dalam rangka memperlancar pemekaran tersebut menyampaikna beberapa penekanan seperti proses tetap berpedoman pada ketentuan PP 129 tahun 2000; Ditjen Otda dalam menyikapi pemekaran ini akan bekerja sama dengan Tim Teknis, Tim Independen dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD); nantinya DPOD akan mengajukan usul pemekaran ini kepada Presiden RI yang selanjutnya untuk dibahas dan diproses di DPR RI sesuai ketentuan yang berlaku.

9. Pada tanggal 08 Mei 2002 telah dikirimkan surat Bupati Dairi Nomor : 005/3294 Perihal Undangan kepada Ketua DPR RI untuk berkenaan mengijinkan Komisi II DPR RI datang ke Kabupaten Pakpak Bharat pada


(40)

tanggal 17 s/d 19 Mei 2002 dalam rangka mengadakan pemantauan dan evaluasi terhadap usul pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat.

Setelah kunjungan komisi II DPR RI, dan melalui berbagai proses, akhirnya dikeluarkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan di Propinsi Sumatera Utara maka Kabupaten Pakpak Bharat resmi terbentuk menjadi satu kabupaten otonom dengan 3 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe. Dengan Ibukota Salak dan dipimpin oleh Drs. Tigor Solin sebagai pelaksana Bupati serta Drs. Gandhi Warta Manik MSi sebagai Sekretaris Wilayah yang pertama.

Demikian sejarah singkat mengenai pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Pakpak Bharat ini diuraikan dengan ringkas, semoga bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat 2008.

4.1.3 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kabupaten Pakpakk Bharat sebagai hasil pemekaran dari kabupaten Dairi, terletak pada garis 2º5'00'' - 3º32'00'' LU dan 90º00' - 98º31' BT. Karena terletak dekat garis khatulistiwa, kabupaten Pakpak Bharat tergolong kedaerah beriklim tropis. Ketinggian antara 700 – 1500 M diatas permukaan laut dengan kondisi geografis berbukit-bukit. Kabupaten Pakpak Bharat beriklim sedang, dengan rata-rata suhu 28ºC dengan curah hujan pertahun sebesar 311 MM.


(41)

Secara geografis Kabupaten Pakpak Bharat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hnsundutan Dan Tapanuli Tengah

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Dairi

Luas keseluruhan Kabupaten Papak Bharat adalah 1.218,30 Km², ya ng terdiri dari 8 (delapan) kecamatan yakni : Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng Sengkut dan Kecamatan Pagindar.Luas wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya atas seluruh wilayah diluar kawasan lindung untuk pemanfaatan adalah seluas 77.893,39 ha. Sedangkan kawasan hutan lindung seluas 43.936,61 ha.

Tabel 4.1

Luas Daerah Menurut Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat No

(1)

Kecamatan (2)

Jumlah Desa (3)

Jumlah Dusun (4)

Luas Wilayah

(5)

1 Salak 6 27 245,57

2 Sitellu Tali Urang Jehe 10 49 473,62

3 Pagindar 4 12 75,45

4 Sitellu Tali Urang Julu 5 15 53,02


(42)

Sengkut

6 Kerajaan 10 37 147,61

7 Tinada 6 22 74,03

8 Siempat Rube 6 20 82,36

Jumlah 52 199 1.218,30 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat 2008

Berdasarkan dari tabel 4.1, luas wilayah Kecamatan Salak adalah 245,57 ha, sedangkan luas wilayah Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe 473,62 ha, luas wilayah Kecamatan Pagindar 75,45 ha, luas wilayah Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu 53,02 ha, luas wilayah Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut 66,64 ha, luas wilayah Kecamatan Kerajaan 147,61 ha, luas wilayah Kecamatan Tinada 74,03 ha, dan luas wilayah Kecamatan Siempat Rube 82,36 ha.

Tabel 4.2

Nama-nama Desa Menurut Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat

No Kecamatan Desa

1 Salak 1. Sibongkaras

2. Kuta Tinggi 3. P. Binanga Boang 4. Salak I

5. Salak II

6. Boang Manalu Salak 2 Sitellu Tali Urang Jehe 1. Kaban Tengah

2. Bandar Baru 3. Tanjung Meriah 4. Tanjung Mulia 5. Simberuna 6. Perolihen 7. Maholida 8. Perjaga 9. Malum 10. Mbinalum

3 Pagindar 1. Sibagindar


(43)

3. Lae Mbntar

4. Napatalun Perlambuken 4 Sitellu Tali Urang Julu 1. Silimakuta

2. Ulumerah 3. Pardomuan

4. Lae Langge Namuseng 5. Cikaok

5 Pergetteng-getteng Sengkut 1. Aornakan 2. Simerpara 3. Kecupak I 4. Kecupak II 5. Aornakan I

6 Kerajaan 1. Majanggut II

2. Majanggut I 3. Pardomuan 4. Parpulungan 5. Kuta Saga 6. Kuta Dame 7. Kuta Meriah 8. Sukaramai 9. Surung Mersada 10. Perduhapen

7 Tinada 1. Mahala

2. Tinada 3. Silimakuta 4. Kuta Babo 5. Pronggil 6. Buluh Tellang

8 Siempat Rube 1. Siempat Rube I

2. Siempat Rube II 3. Mungkur

4. Siempat Rube IV 5. Kuta Jungak 6. Traju

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat 2008

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, administrasi pemerintahan kabupaten Pakpak Bharat terdiri atas 8 (delapan) kecamatan dan terdapat 52 (lima puluh dua) desa. Kecamatan Salak terdapat 6 desa, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe 10 desa, Kecamatan Pagindar 4 desa, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu 5 desa, Kecamatan


(44)

Pergetteng-getteng Sengkut 5 desa, Kecamatan Kerajaan 10 desa, Kecamatan Tinada 6 desa, dan Kecamatan Siempat Rube 6 desa.

4.2 Gambaran Umum Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat 4.2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Penduduk kabupaten Pakpak Bharat dalam statistik Tahun 2007 adalah 38.726 jiwa dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.3

Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Kabupaten Pakpak Bharat

NO Tahun

Jumlah Penduduk

Jumlah

Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

1 2003 17.872 18.399 36.271 97,14

2 2004 18.104 18.868 36.972 95,95

3 2005 18.436 19.415 37.851 94,96

4 2006 18.757 19.529 38.286 96,36

5 2007 19.108 19.618 38.726 97,40

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat 2008,

Melalui Kantor Kependudukan dan catatan Sipil Kab. Pakpak Bharat Dari tabel 4.1 rasio jenis kelamin kabupaten Pakpak Bharat sebesar 97,40 % terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari jumlah penduduk perempuan. Angka jenis kelamin tahun 2007 ini terlihat meningkat jika dibandungkan dengan angka tahun 2006 yang mencapai 96,36 %.

Tabel 4.4

Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kabupaten Pakpak Bharat

No Kelompok Umur (Tahun)

Laki-laki Perempuan Laki laki+Perempuan


(45)

2 5 – 9 2.576 2.381 4.957

3 10 - 14 2.751 2.447 5.198

4 15 – 19 2.095 2.265 4.360

5 20 – 24 1.586 1.566 3.152

6 25 – 29 1.218 1.475 2.693

7 30 – 34 1.186 1.365 2.551

8 35 – 39 1.155 1.286 2.441

9 40 – 44 1.014 1.123 2.137

10 45 – 49 789 741 1.530

11 50 – 54 558 627 1.185

12 55 – 59 432 531 963

13 60 – 64 412 428 840

14 65 – 69 253 256 509

15 70 – 74 217 233 450

16 75 ± 179 212 391

Jumlah 19.108 19.618 38.726

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat 2008

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, distribusi penduduk menurut kelompok umur, terlihat bahwa penduduk kabupaten Pakpak Bharat tergolong penduduk kelompok usia muda karena sebesar 40,09 % penduduk bermur kurang dari 15 tahun. Jika dibandingkan antara penduduk laki-laki dan perempuan terlihat bahwa penduduk usia muda laki-laki lebih banyak dari perempuan.

4.2.2 Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat a. PNS (Pegawai Negeri Sipil)

Jumlah pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil dan Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2007 relatif meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2006. Jumlah PNS dan CPNS ini jika dirinci menurut golongan, sebagian besar merupakan golongan I dan II. PNS dan CPNS golongan I sebanyak 18 orang,


(46)

golongan II sebanyak 722 orang, golongan III sebanyak 629 orang dan golongan IV sebanyak 166 orang.

b. Pertanian

Berdasarkan keadaan alam dan topografi Kabupaten Pakpak Bharat maka sektor pertanian merupakan potensi terbesar yang mendukung perekonomian masyarakat. Hasil Pendaftaran Rumah Tangga Sensus Pertanian 2003 terdapat 6.576 rumah tangga pertanian mencakup kegiatan bertani/bekrbun dan mengusahakan ternak/unggas. Dari jumlah rumah tangga pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat 99,99 % adalah merupakan petani pengguna lahan dengan produksi jenis tanaman yaitu tanaman padi dan palawija, tanaman perkebunan rakyat dan holtikultura. Adapun yang tercakup dalam tanaman perkebunan rakyat adalah kelapa sawit, kemenyan, kopi robusta, kopi arabika, gambir, karet, kulit manis dan tembakau.

c. Peternakan

Sub sektor peternakan juga mempunyai andil yang cukup besar terhadap perekonomian rumah tangga. Peternakan di Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat dari populasi ternak, bersar dan kecil yang ada yaitu kerbau sebanyak 3.308 ekor, sapi atau lembu 206 ekor. Dan populasi ternak kecil yaitu babi sebanyak 3.181 ekor, kambing 2.351 ekor, ayam kampung/buras sebanyak 148.538 ekor dan itik sebanyak 2.380 ekor.


(47)

d. Industri

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi menjadi barang jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaannya. Pembangunan industri pada hakekatnnya selain untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, adalah menciptakan landasan yang kokoh dan kuat menuju tinggal landas, yaitu tercapainya struktur ekonomi yang seimbang, dimana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju serta didukung oleh kemampuan dan kekuatan pertanian yang tangguh. Pada tahun 2007 di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat 1 unit perusahaan industri sedang, 28 unit industri kerajinan rumah tangga.

e. Koperasi

Koperasi merupakan institusi ekonomi rakyat yang diharapkan dapat lebih mensejaterakan masyarakat umumnya dan anggota koperasi tersebut khususnya. Di kabupaten Pakpak Bharat jumlah KUD pada tahun 2007 sebanyak 2 unit dengan jumlah anggota sebanyak 1.026 orang. Sedangkan koperasi non KUD ada sebanyak 43 unit dengan jumlah anggota sebanyak 1.472 orang.

f. Lapangan Usaha/Perusahaan

Lapangan usaha/perusahaan adalah salah satu untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Di kabupaten Pakpak Bharat terdapat beberapa lapangan usaha/perusahaan yang penting untuk memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Jenis usaha/perusahaan adalah berupa Pertambangan/Penggalian


(48)

sebanyak 13 unit, Industri Pengolahan 34 unit, Konstruksi 26 unit, Perdagangan besar dan eceran 803 unit, Penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan/minuman 403 unit, Transportasi, pergudangan dan komunikasi 51 unit, Perantara keuangan 8 unit, Usaha persewaan dan jasa perusahaan 10 unit, Jasa pendidikan 74 unit, Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 18 unit, Jasa kemasyarakatan dan sosial budaya 60 unit, Jasa perorangan yang melayani rumah tangga 4 unit.

4.2.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat

Dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan keterampilan penduduk melalui proses pendidikan akan sangat tergantung pula kepada fasilitas dan sarana pendidikan yang tersedia. Disamping itu dipengaruhi pula oleh peningkatan kualitas guru/pengajar di lembaga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta. Tingkat penggunaan Sekolah Dasar terhadap jumlah murid untuk Sekolah Dasar mempunyai rata-rata murid persekolah sebesar 120 orang. Dengan jumlah murid sebanyak 6.170 orang, dan jumlah guru SD sebanyak 465 orang. Maka rata-rata murid perguru sebesar 13 orang, rata-rata murid perguru terbesar terdapat di Kecamatan Salak dan terkecil di Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut. Di kabupaten Pakpak Bharat terdapat 7 unit sekolah Madrasyah Ibtidayah (MI) dengan jumlah murid 597 orang dan jumlah guru 59 orang.

Rata-rata murid per Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 149 orang, dengan rata-rata terbesar ada di Kecamatan Salak 312 orang persekolah dan rata-rata terkecil di Kecamatan Pagindar 58 orang. Jika dilihat rasio murid dengan guru


(49)

didaerah ini terlihat sangat baik karena jika standard pembelajaran yang efektif adalah 30 murid perguru sehingga setiap murid dapat menerima pelajarang dengan baik ( face to face ) di Kabupaten Pakpak Bharat rasio murid dengan guru jauh dibawah standard 11 murid perguru.

Dilihat dari Kecamatan, maka Kecamatan Tinada memiliki rasio terkecil yaitu 6, sedangkan Kecamatan Salak mempunyai rasio terbesar 16. Untuk Sekolah Madrasah Tsanawiah (starat SMP) rasio murid persekolah adalah 43, sedangkan rasio murid perguru sangat kecil yaitu 4. Terdapat 5 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Pakpak Bharat dengan jumlah murid 1.244 orang dan 102 orang guru, sehingga rasio murid perguru adalah 12.

4.2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Penduduk kabupaten Pakpak Bharat menganut agama Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Hampir diseluruh kecmatan Kabupaten Pakpak Bharat penduduknya ada yang menganut dari ketiga agama ini. Namun yang beragama Katolik relatif sedikit jika dibandingkan dengan agama Kristen Protestan dan Islam. Perbandingan antara agama Kristen Protestan dan agama Islam di Kabupaten Pakpak Bharat hampir sama jumlahnya namun Volume yang paling besar adalah menganut agama Kristen Protestan.

4.3 Sarana dan Prasarana

Untuk menunjang perkembangan dan pembangunan masyarakat, khususnya di Kabupaten/kota diperlukan sarana dan prasarana yang memmadai agar tercapai tujuan


(50)

pembangunan yang pada akhirnya dapat memperlancar atas pembangunan dan perekonomian masyarakat demi mengentaskan kemiskinan di Kabupaten/kota. Adapun sarana dan prasarana di Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagai berikut.

4.3.1 Sarana Jalan dan Transportasi

Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalulintas barang dari satu daerah kedaerah lain.

Panjang jalan di Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2007 sepanjang 533 km terdiri dari 41 km jalan Negara, 39 km jalan Propinsi dan jalan Kbupaten sepanjang 464 km. Dari 464 km jalan Kabupaten,masih merupakan jalan tanah diantaranya 132 km ( sekitar 28,45 % ), 128 km ( 27,59 % ) jalan batu dan 204 km ( 43,96 % ) jalan aspal. Dari 204 km dari jalan tersebut dala m kondisi baik 130 km ( 63,72 % ), dalam kondisi sedang 35 km ( 17,16 % ), dan 39 km ( 19,12 % ) diantaranya dalam keadaan rusak dan rusak berat. Dalam hal sarana jalan di Kabupaten Pakpak Bharat, disamping jalam umum yang membentang disepanjang jalan yang melintas dipemukiman penduduk masih terdapat jalan kecil yang menghubungkan jalan umum dengan pemukiman penduduk.

Adapun transportasi yang digunakan di Kbupaten Pakpak Bharat dalam melayani trayek antar kota ( dalam satu propinsi ) adalah mobil L300 seperti Po. D R HIMPAK, Po. SEMPURNA, Po. SAMPRI, Po. DATRA, CV. BTN (Bintang Tani Jaya ). Sementara mobil angkutan yang digunakan untuk mengangkut penumpang


(51)

yang menuju ibu kota kecamatan maupun kabupaten berupa mobil Pick Up dan becak. Sedangkan sarana trasportasi yang lainnya adalah kendraan pribadi yang dimiliki masyarakat setempat baik berupa mobil dan sepeda motor.

4.3.2 Sarana Ibadah

Dalam menjalankan dan menganut menurut keparcayaan agama masing-masing masyarakat, tentunya sarana tempat ibadah sangat perlu ada di tengah-tengah masyarakat. Adapun sarana ibadah yang terdapat di kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagaimana yang tertera dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.5

Sarana Ibadah Menurut Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat N o Kecamatan Rumah Ibadah Jum lah Mesjid Mushola Gereja Kuil Wihara

Protestan Katolik

1 Salak 6 - 10 2 - - 18

2 Sitellu Tali Urang Jehe

25 5 12 - - - 43

3 Pagindar 3 1 3 1 - - 8

4 Sitellu Tali Urang Julu

6 - 16 2 - - 24

5 Pergetteng-getteng Sengkut

3 2 9 1 - - 15

6 Kerajaan 17 4 12 1 - - 34

7 Tinada 8 - 13 1 - - 22

8 Siempat Rube 6 - 25 3 - - 34

Jumlah 74 12 100 12 - - 19

8 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat 2008


(52)

Berdasarkan dari tabel 4.7 diatas bahwa sarana Ibadah berdasarkan Kecamatan yang terdapat di kabupaten Pakpak Bharat terdapat 74 rumah Ibadah Mesjid, 12 rumah Ibadah Mushola, 100 rumah Ibadah Gereja Protestan, 12 rumah Ibadah Gereja Katolik, sedangkan sarana rumaha Ibadah Kuil dan Wihara tidak terdapat di kabupaten Pakpak Bharat.

4.3.3 Sarana Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional dan bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Salah satu indicator yang dapat memberikan gambaran pembangunan kesehatan adalah tersedianya fasilitas dan sarana kesehatan yang memadai. Adapun sarana kesehatan yang terdapat di kabupaten Pakpak Bharat adalah seperti yang trlihat pada tebel berikut.

Tabel 4.6

Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat

N O Kecamatan Sarana Kesehatan Jum lah RSU Puskesmas Pustu Posyan

du

Polin des

1 Salak 1 1 - 12 5 19

2 Sitellu Tali Urang Jehe

- 1 4 19 11 35

3 Pagindar - 1 - 4 1 6

4 Sitellu Tali Urang Julu

- 1 3 6 6 16

5 Pergetteng-getteng Sengkut

- 1 4 7 4 16

6 Kerajaan - 1 4 18 7 30


(53)

8 Siempat Rube - 1 2 4 7 14

Jumlah 1 8 21 77 53 160

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat 2008

Berdasarkan dari tabel 4.8 diatas bahwa sarana Kesehatan berdasarkan Kecamatan yang terdapat di kabupaten Pakpak Bharat terdapat 1 Rumah sakit Umum tepat di ibu kota kabupaten yaitu kecamatan Salak, terdapat 8 buah Puskesmas, Pustu (puskesmas pembantu) 21, Posyandu 77, Polindes 53.

4.3.4 Sarana Penerangan dan Air Bersih

Sebelum Pakpak Bharat disahkan menjadi sebuah kabupaten, sudah menikmati sarana seperti penerangan berupa PLN (Perusahaan Listrik Negara), PLTA (Pembangit Listrik Tenaga Air) dan PLTS (Pembangit Listrik Tenaga Surya) begitu juga halnya denagan air bersih. Akan tetapi tidak semua masyarakat yang dapat menikmatinya pada waktu itu. Pemakai listrik saat sekarang hampir 90 % masyarakat yang sudah memakainya dan sebagian masyarakat ada yang menggunakan listrik tenaga surya. Sedangkan sarana untuk air bersih di Kabupaten Pakpak Bharat masih relatif kecil. Sebagian masyarakat memanfaatkan mata air untuk kebutuhan air minum.

4.3.5 Sarana Olah Raga

Untuk sarana olah raga di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat 1 Stadion tepat di ibu kota kabupaten yaitu Kecamatan Salak yang melengkapi beberapa jenis olah


(54)

raga. Selain dijadikan tempat pertandingan-pertandingan olah raga untuk menyambut 17 Agustus, tempat tersebut juga sering dimanfaatkan melakukan acara-acara formal dan non formal baik dari pemerintaha, organisasi dan masyarakat luas. Acara formal seperti upacara memperingati HUT-RI, memperingati HUT-PAKPAK BHARAT dan lain-lain. Adapun acara-acara non formal seperti KKR, pertunjukan musik dan lain sebagainya. Selain lapangan stadion ini juga terdapat sarana olah raga di kecamatan Tinada dimana lapangan tersebut juga adalah tempat ajang pertandingan olah raga Sepak Bola dan Voly namun lapangan ini biasanya hanya pertandingan-pertandingan kecil-kecilan saja.

Di beberapa daerah atau kecamatan lainnya, jika hendak bermain olah raga biasanya memakai fasilitas lapangan olah raga sekolah yang dekat dengan rumah penduduk atau sebagian masyarakat ada juga yang membuat fasilitas olah raga khusus keluarga sendiri.

4.3.6 Sarana Perkantoran

Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan di Kabupaten Pakpak Bharat, pada saat ini tampaknya sudah terlengkapi seperti kabupaten-kabupaten lain yang sudah lama berdiri, mulai dari perkantoran tertinggi hingga terrendah walaupun sebagian masih dalam tahap pembenahan satu demi satu seperti kantor Kejaksaan Kabupaten Pakpak Bharat dan lainnya.

4.4. Penyajian dan Interpretasi Data 4.5. Profile Informan


(55)

1. Gr. J. H Manik

Gr. J. H Manik adalah seorang pria beruasia 71 tahun dengan mempunyai istri setelah istri pertamanya meninggal dunia. Rumah yang kerap dipanggil Pak JH (jeha) ini tepat berada di ibu kota Kabupaten Pakpak bharat yaitu di Salak, sekaligus dirumah beliau dijadikan tempat salah satu loket angkutan umum yaitu Stasiun PO. Sempurna sehinggga tidak heran jika beliau dikenal masyarakat dimana-mana baik di Pakpak Bharat bahkan diluar Pakpak Bharat. Bapak yang mempunyai 7 orang anak ini adalah seorang pensiunan guru Sekolah Menegah Atas (sada arih) yang saat ini SMA N 1 Unggulan di Pakpak Bharat. Selain berpropesi sebagai guru pendidik, beliau juga berperan aktif di kegerejaan dan juga memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Kepedulian terhadap suku, daerah adalah menjadi salah satu tanggung jawab beliau untuk memajukan dari ketertinggalan dan sudah mendarah danging seperti seorang nasionalis. Setelah bapak ini pensiun pada tahun 1980, beliau sangat aktif dibidang keorganisasian baik organisasi kedaerahan sampai pada organisasi politik.

Beliau juga adalah salah satu penggagas untuk memekarkan pakpak menjadi sebuah kabupaten sehingga pada tahun 2003 berkat dari perjuangan dan perjalanan panjang yang dilakukan telah terwujud yaitu Kabupaten Pakpak Bharat pada saat ini. Permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi ditengah-tengah masyarakat atau bahkan ide-ide dan gagasan beliau selalu ikut campur didalamnya untuk mengurusinya. Seperti contoh pada tahun 1992 terjadi pertentangan antar suku yaitu suku batak toba dan pakpak melalaui gereja HKBP dimana pada waktu itu adanya larangan bahwa pakpak tidak biasa beribadah dan bahkan sampai terjadi penculikan para jemaat-jemaat gereja. Ketika adanya suatu ide atau perencanaan untuk


(56)

mendirikaan gereja suku pakpak, namun dari gereja tersebut mengambil alih dengan maksud tetap berada digereja HKBP. Pada masa itu masih gereja inilah yang dipakai masyarakat pakpak sebelum terjadi perkembangan baik dari SDM, ekonomi, politik, hukum. Beliau adalah salah satu menjadi target utama untuk diculik. Namun berkat dari usaha dan perjuangan beliau dan masyarakat lainnya telah berusaha meredam permasalahan itu. Sehingga pada tahun itu juga terbentuklah gereja suku pakpak yang di setujui oleh menteri agama yang diberi nama GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi). Dari profil yang telah dikemukakan diatas, informan ini dijadikan sebagai informan kunci dengan kriteria informan kunci dari tokoh agama.

2. St. Asahan Banurea

St. Asahan Banurea yang kerap dipanggil Pak Banurea dilingkungan masyarakat luas. Bapak yang berumur 65 tahun ini adalah asli keturunan suku pakpak yang dimulai dari nenek moyang hingga anak-anaknya. Bapak yang bepostur tubuh tegap ini sangat mengerti dan tahu jelas bagaimana sistem kebudayaan dan bagaimana sebenarnya budaya pakpak itu. Karena dibidang kebudayaan beliau sangat peduli akan hal itu. Selain aktif di bidang kebudayaan, Bapak ini juga sangat berperan aktif dikepengurusan organisasi kedaerahan baik dibidang kebudayaan maupun organisasi nasionalis.

Walaupun bapak ini sudah tampak tua, jiwa kepemudaan dalam dirinya masih tetap tertanam. Beranjak dari keorganisasian yang beliau geluti, beliau juga salah satu penyambung tangan dan suara masyarakat dalam pembentukan daerah pakpak dijadikan menjadi suatu kabupaten seperti bagaimana kabupaten lainnya deberi


(57)

kebebasan untuk memajukan daerah. Sumbangsih berupa ide dan gagasan yang cemerlang dari beliau sering dilontarkan kepada pemerintah seperti pihak Legislatif dan Eksecutif dengan cara beraudiensi dengan maksud adalah tujuan bersama dan masyarakat luas sekalipun. Seperti yang di utarakan Bapak St. Asahan Banurea (lk. 65 tahun)

“ Bila anda menyediakan sedikit saja waktu untuk merenung bagaimana setiap budaya itu terbentuk,

maka anda akan kagum dan berupaya untuk melestarikannya…”

Bapak yang salah satu orang yang berpengaruh dan juga tuan tanah didaerah ini nampaknya betul-betul peduli terhadap daerahnya berbagai sisi. Karena kondisi yang saat ini sudah merasa tidak kuat lagi dipengaruhi umur semakin tua, kesehariannya hanya dihabiskan dirumah dan kadang berpergian ke tempat sanak saudaranya baik yang ada di Medan yang masih kuliah maupun di Sidikalang.

Dari profil yang dipaparkan informan, beliau diajdikan sebagai informan kunci dengan kriteria dari tokoh adat.

3. Mansehat Manik, S.pd

Mansehat manik, S.pd adalah ke IV dari 8 bersaudara, lahir dari pasangan St. Gr. A.S Manik dan N. Br Boang Manalu. Kelahiran pada tanggal 26 juli1964 di Sigelanggang Aornakan, Desa Aornakan II, Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, Kabupaten Pakpak Bharat propinsi Sumatera Utara. Lulus SD di Kecupak pada tahun 1977, lulus SMP di Salak dan lulus SMA dari 1 Sidikalang.

Kemudian melanjut ke Perguruan Tinggi IKIP Medan dengan jurusan Sejarah pada tahun1984. Pada tahun 1986-1988 beliau sempat megajar di SMA swasta di


(58)

Salak kemudian melanjut mengajar di SMA Negeri 1 Salak pada tahun 1988. Setelah megaajar, pada tahun 1992 juga bekerja di PT. Gruti Aceh Sumut bagian TPTI. Dengan pengalaman yang sudah banyak kemudian beliau menikah dengan pasangan E. Br Bancin dan dikaruniai 3 (tiga) anak putra dan putri. Tahun 1992-1995 melanjut sebagai tenaga pengajar di SLTP N 1 Salak lalu berhenti untuk pembangunan trasnmigrasi di Pagindar. Pada tahun 1998-2003 mengajar kembali di SMP N 1 Salak sebagai guru kontrak daerah sambil melanjutkan kuliah di STKIP Teladan Medan dan selesai studi dan memperoleh gelar S.pd (Sarjana Pnedidikan).

Kemudian tahun 2003, terpilih menjadi ketua DPD Partai Golkar untuk Kabupaten Pakpak Bharat dan pada pemilu 2004 mengantarkan sebagai anggota DPRD dan terpilih menjadi ketua DPRD Kabupaten Pakpak Bharat periode 2004-2009. Saat ini masih sebagai dosen Bahasa Indonesia pada STKIP Teladan Medan dan menjadi mahasiswa pacasarjana (S2) jurusan Bahasa Indonesia untuk tahun 2007-2009. Bapak ini adalah anggota Majelis Pusat GKPPD dan ketua SOKSI cabang Kabupaten Pakpak Bharat 2006-2012.

Dari profil yang dipaparkan informan, beliau diajdikan sebagai informan kunci dengan kriteria dari DPRD Kabupaten Pakpak Bharat.

4. Organisasi Masyarakat yang meliputi :


(59)

a. Hotman Hasugian

Hotman Hasugian adalah seorang peria yang beumur 25 tahun menganut agama kristen protestan dan merupakan alumni dari Perguruan Tinggi Unimed Medan dan tamat pada tahun 2008 mengambil jurusan keolahragaan. Semasa masih kuliah pria yang bersuku pakpak ini sangat aktif di keorganisasian kampus dan keorganisasian kedaerahan. Berkat usaha dan cita-cita yang tinggi, pada tahun 2008 telah diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai guru olah raga di salah satu SMA di Kabupaten Pakpak Bharat. Laki-laki yang belum berkeluarga ini sangat banyak membantu orang tua dan keluarganya karena pada saat ini masih tinggal dirumah orang tuannya. Kadang gaji bulanannya diberi sebagian kepada orang tua dan sebagian dipergunakan untuk kebutuhan pribadinya.

Dari profil yang dipaparkan informan, beliau diajdikan sebagai informan kunci dengan kriteria sebagai salah satu yang ikut diorganisasi HIMPAK.

2. FPMPRP (Front Pemuda dan Mahasiswa Peduli Rakyat Pakpak Bharat) a. Lambas Seru Manik

Lambas adalah seorang pria berumur 20 tahun yang masih kuliah di Perguruan Tinggi di USU Medan. Pria yang masih duduk di smester 3 (tiga) ini megambil jurusan Tehnik Industri di Fakultas Tehnik. Pada tahun 2008 beliau sudah bergabung kesalah satu organisasi daerah yaitu FPMPRP ( Front Pemuda dan Mahasisawa Peduli Rakyat Pakpak Bharat ) bersekretariat di Jalan Luku P. Bulan Simalingkar B. Didalam wadah yang di ikutinya ia hanya sebagai anggota dan sudah ditabalkan sejak pertama masuk dan mendaftar ke panitia penerimaan anggota baru.


(60)

Lambas menganut agama Kristen Protestan dan bersuku pakpak asli beralamat di Jalan Bahagia P. Bulan Medan dengan menyewa kamar pertahun/kos sebagaimana para mahasiswa yang ada disekitaran Padang Bulan Medan. Sejak mengecap pendidikan, beliau menyelesaikan study dari tingkat SD sampai dengan SMA di daerah pakpak bharat dan stelah tamat barulah ia melanjut kuliah ke Medan.

3. KNPI ( Komite Nasional Pemuda Indonesia ) meliputi : 1. Pemuda Pancasila (PP)

a. Risto Berutu

Risto adalah seorang pria berumur 30 tahun. Beliau berasal dari suku Pakpak beragama Islam. Pria ini mempunyai perawakan pendek sekitar 155 cm, rambut kriting belah tengah, berkumis, kulit hitam manis, dan cukup ramah dalam berinteraksi didalam keorganisasian maupun dimasyarakat. Beliau tinggal di Desa Singgabur kecamatan Sitellu Talu Urang Julu setelah sekian lama mengadu nasip diperatauan.

Pekerjaan yang beliau geluti beragam dan tidak menetu, mulai dari sopir bus dalam propinsi Salak-Medan oleh PO. BTN (Bintang Tani Jaya ) yang beralamat Jl. Jamin Ginting P. Bulan ( Pajak Sore ) Medan hampir 4 tahun menjalani pekerjaan yang identik taruhannya adalah nyawa. Setelah merasa tidak kuat lagi untuk mengemudi, beliau berhenti menjadi sopir dan beralih kepertanian untuk menanam tanaman muda. Disamping dari pekerjaan lainnya juga bergabung kedalam keorganisasian Pemuda Pancasila (PP) dengan jabatan sebagai anggota. Kemudian saat sekarang telah bekerja disalah satu angutan umum di pakpak bharat sebagai agen


(1)

2. Dengan menolak untuk tidak bergabung dengan Propinsi Tapanuli bukan karma adanya faktor rasa tidak suka terhadap masyarakat tapanuli/batak toba, melainkan sampai sekarang ini dikenal cukup ramah dengan penduduk pendatang.bahakan suku pakpak di daerah tersebut sangat menerima segala bentuk budaya dan ragam agama selagi tidak bertentangan dengan norma-norma, hukum pemerintahan, adat dan agama. Hanya saja saat panitia pembentukan Propinsi Tapanuli mengikutsertakan Kabupaten Pakpak Bhararat, masyarakat pakpak bharat telah menolak atau melakukan perlawanan namun ssemua itu adalah dilandasi dengan kepentingan daerah masing-masing untuk maju dan sejahtera.

3. Bentuk penolakan masyarakat kabupaten pakpak bharat terhadap profinsi tapanuli berbagai hal yang intinya adalah tetap tidak setuju untuk bergabung dengan Propinsi Tapanuli dan dari berbagai bentuk penolakan itu adalah didasari dari situasi dan status Pakpak Bharat yang masih baru juga menjadi suatu kabupaten. Walaupun masyarakat Kabupaten Kakpak Kharat melakukan resistensi (Penolakan) yang terkesan ada perlawanan terhadap Propinsi Tapanuli tetapi perlawanan ini bukan ditujukan untuk menumbangkan sistem yang ada tapi cenderung sebagai tindakan untuk bertahan hari ini, besok dan masa akan datang dalam sistem yang sudah ada.


(2)

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan atas penolakan masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat terhadap pembentukan Propinsi Tapanuli, antara lain :

1. Pemerintah secara khusus Direktur Otonomi Daerah (Penataan dan Pemekaran Daerah) sebagai regulator diharapkan dapat memperhatikan dan mempertimbangkan masukan-masukan dari masyarakat.

2. Sebagai kristalisasi nilai-nilai reformasi, tuntutan daerah dan masyarakat, UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah sudah barang tentu akan memberikan peluang dan kesempatan besar bagi daerah dalam melaksanakan pembangunan.

3. Pemerintah Daerah Pakpak Bharat diharapkan tetap berada pada posisi yang netral terhadap situasi sosial yang terjadi dan sepenuhnya memperhatikan keinginan rakyat.

4. Dengan penolakan masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat terhadap Pembentukan Propinsi Tapanuli yang terkesan adanya konflik, diharapkan menyikapi dengan kepala dingin dan pengambilan keputusan yang tidak ada faktor penekanan dari pihak manapun melainkan tetap mengarah pada tujuan dari penataan dan pemekaran daerah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abipraja, Soedjono. 2002. Perencanaan Pembangunan Indonesia. Surabaya : Airlangga University Prerss.

Berry David. 2003, Pokok-pokok Pikiran Dalam sosiologi, Raja Grafindo Persada. Budiman, Arief, 1995, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta, PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Chalid, Pheni. 2005, Otonomi Daerah : Masalah, Pemberdayaan dan Konflik, Jakarta : Kemitraan.

Hadiluwih, Subanindyo. 2008, Konflik Etnik Di Indonesia, (Satu kajian Kes di Bandaraya Medan). Medan, USU Press.

Haris, Syamsudin, Dkk, 2005, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta, LIPI-Press. Harisson, Lisa, 2007. Metode Penelitian Politik. Jakarta, Kencana. Fajar Interpratama offset.

Kuncoro, Mudrajad, 2004, Daerah Otonomi dan Pembangunan, Jakarta, Erlangga. Martin, Rodnict. 1990, Sosiologi Kekuasaan. Jakarta : CV. Rajawali.

Miraza, Bachtiar Hassan, 2005, Perencanaan dan Pembangunan Wilayah, Bandung, ESEI.

Nurhadiantomo, Dr, 2004. Hukum Reintegrasi Sosial Konflik-konflik Sosial Pri-non Pri dan Hukum Keadilan Sosial, Surakarta, Muhamadyah University Press. Pitana, Gde I. M.Si. Dr, Prof. 2005. Sosiologi Pariwisata.Yokyakarta : Andi offset.


(4)

Polinggomang, Edward, L. 2004, Perubahan Politik dan Hubungan Kekuasaan Makasar 1906-1992, Jogyakarta, Ombak.

Poloma Margaret M, 2001, Sosiologi Kontemporer. Raja Grafindo Persada

Ritzer, George, 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta, Fajar Interpratama Offset.

Sedarmayanti, Dr. Dra. M.Pd. 2003. Good Goverence (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung, Mandar Maju.

Sitepu, P Antonius. 2006, Sistem Politik Indonesia. Medan : Medan Pustaka Bangsa Press.

Snapiro, Ian. 2006, Azas Moral Dalam Politik, Bogor, Grafika Mardi Yuana.

Soejono, Soekanto. 2003, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Suryasumantri, Jujun, S. 1986, Ilmu dan Perspektif Moral, Sosial dan Politik, Jakarta, PT. Gramedia.

Suyanto, Bagong, dan Sutinah, 2005, Penelitian Metode Sosial, Jakarta, Pernada Media.

Tjokroamidjojo, 1987. Perencanaan Pembangunan, Jakarta, CV. Mas Agung.

Wahab, Solichin, 1999. Ekonomi Politik Pembangunan, Malang, Brawaijaya University Press.


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

• Draft Wawancara.

• Pengajuan Usulan Judul Proposal Skripsi.

• Surat Keputusan Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU Tentang Pengangkatan Dosen Pembimbing Penulisan Proposal Skripsi dan Skripsi. • Lembar Bimbingan Proposal dan Skripsi.

• Izin Penelitian ke Kabupaten Pakpak Bharat

• Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kabupaten Pakpak Bharat • Foto Dokumentasi Lapangan.


(6)

DRAFT WAWANCARA

Informan Kunci

Nama :

Umur :

J. Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Suku/Agama : /

Status Perkawinan : Belum menikah / Sudah menikah memiliki __anak Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

Pertanyaan

1. Apakah saudara dapat menceritakan sedikit mengenai pemekaran kabupaten pakpak bharat ?

2. Apakah saudara ikut serta dalam memekarkan kabupaten pakpak bharat? 3. Mengapa pakpak bharat baru mekar dan kenapa tidak dari dulu dimekarkan

menjadi kabupaten?

4. Sebelum dimekarkan menjadi kabupaten Pakpak Bharat, berada dalam kabupaten apa sebelumnya?

5. Selama Pakpak Bharat sudah menjadi sebuah kabupaten, apakah ada konflik yang terjadi dimasyarakat?

6. Jika ada, konflik seperti apa dan apakah konflik itu muncul atau faktornya dari luar pakpak bharat ?

7. Apakah saudara tau tentang adanya pembentukan propinsi tapanuli? Darimana saudara ketahui?

8. Apakah pakpak bharat pernah diikutkan sertakan kedalam propinsi tapanuli yang akan dibentuk tersebut? Apakah pakpak bharat ikut atau mau bergabung ke propinsi tapanuli?

9. Bagaimana tanggapan masyarakat ketika adanya pembentukan propinsi tapanuli?

10. Menurut saudara apakah setuju ketika pakpak bharat ikut bergabung dengan propinsi tapanuli?

11. Jika setuju kenapa? dan jika tidak setuju kenapa? Apa alasan saudara? 12. Apakah masyarakat pakpak bharat ada yang setuju dan tidak setuju terhadap

propinsi tapanuli?

13. Apakah ada masyarakat pakpak bharat melakukan penolakan terhadap propinsi tapanuli?

14. Bagaimana bentuk-bentuk penolakan masyarakat pakpak bharat terhadap propinsi tapanuli?

15. Megapa masyarakat pakpak bharat tidak mau bergabung dengan propinsi tapanuli ?