3. Dampak Malaria Relaps Terhadap Pembangunan Kesehatan
Masalah malaria menjadi semakin sulit untuk diatasi dan diperkirakan akan menjadi hambatan bagi keberhasilan pembangunan kesehatan, oleh karena
kejadian kesakitan dapat berlangsung berulang kali dan menyebabkan kelemahan fisik bagi penderitanya. Kerugian semakin terasa bila kelompok usia produktif
yang terkena, mengingat mereka adalah tenaga pembangunan utama Sahli, 2004 Kerugian jangka pendeknya mudah diperhitungkan dengan hilangnya hari
produktif dari seseorang yang menderita malaria. Seorang pekerja yang terkena malaria paling tidak akan kehilangan hari kerja tiga sampai lima hari. Nilai hari
produktif diubah dengan hitungan kerugian dalam bentuk uang, maka seorang yang biasanya memperoleh penghasilan Rp.20.000 perhari. Penderita malaria
akan kehilangan peluang mendapatkan uang sejumlah Rp.60.000 sampai Rp.100.000. Perhitungan dengan biaya pengobatan dan jumlah serangan ulang
yang mungkin terjadi, tentunya akan bertambah besar lagi economic loss penderita tadi Sahli, 2004. Kerugian jangka pendek yang ditimbulkan akibat
malaria dapat mencapai 11 sampai dengan 49 dari Pendapatan Asli Daerah PAD di beberapa KabupatenKota. Pada dimensi jangka panjangnya, ternyata
akibat malaria tidak kalah hebat. Ia akan menyebabkan gangguan kesehatan ibu dan anak, intelegensia dan produktivitas angkatan kerja Achmadi, 2005.
4. Pencegahan
Pencegahan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam penanggulangan malaria. Cara terbaik untuk mencegah terjadinya relaps adalah
dengan mencegah infeksi awal terutama bila berada di daerah endemis malaria.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pengobatan profilaksis bagi mereka
yang akan berkunjung ke daerah malaria Barnas, 2003.
Selanjutnya pencegahan terhadap serangan ulang malaria atau relaps yang perlu dilakukan adalah mecegah terjadinya reinfeksi dengan menghindari gigitan
nyamuk. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah endemis, dianjurkan untuk memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah pada malam
hari, memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan kelambu saat tidur, juga menggunakan lotion anti nyamuk mosquito repellent
saat tidur atau keluar rumah di malam hari Susana, 2011. Penelitian Dasril 2005 menunjukkan bahwa resiko penularan malaria pada
rumah yang tidak dipasang kawat kasa lima kali lebih besar dibandingkan dengan rumah yang dipasang kawat kasa. Masyarakat dengan kebiasaan tidak
menggunakan repellent malam hari kemungkinan risiko dua-tiga kali lebih besar dibandingkan masyarakat dengan kebiasaan menggunakan repellent malam hari.
Pengobatan yang adekuat pada penderita malaria diberikan obat anti malaria yang sesuai dengan dosis dan aturan yang tepat. Seluruh kasus yang telah di konfirmasi
dengan pemeriksaan laboratorium harus mendapatkan pengobatan radikal dengan primaquin. Pengobatan radikal dapat membunuh semua stadium parasit yang ada
dalam tubuh manusia dan bertujuan mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan Depkes, 2006.
Pemberian primaquin selama 14 hari pada infeksi oleh P.vivax dapat menghancurkan bentuk hipnozoit dan untuk sterilisasi gametocyt P.falciparum
diberikan primaquin single dose. Perlu ditekankan kepada penderita untuk menyelesaikan pengobatan secara lengkap dengan melakukan follow up
pemerikasaan ulang darah tepi pada hari ke tiga, hari ke tujuh dan hari ke 14 Buletin malaria, 2011.
2.1.9. Resistensi
Resistensi terhadap obat anti malaria didefinisikan sebagai kemampuan parasit untuk bertahan hidup danatau berkembang biak pada pemeberian dosis setara
atau lebih tinggi dari dosis yang direkomendasikan, tetapi masih dalam batas toleransi dari pasien Harijanto, 2012.
Menurut Aditama 2014 ada enam faktor penyebab resistensi obat malaria dan pencegahanya :
1. Vektor nyamuk: mutasi genetik, imunitas, pengendalian vektor
2. Plasmodium: mutasi genetik, resistensi alamiah, cross resistance
3. Obat: kualitas obat, efikasi
4. Provider: kepatuhan standar pengobatan, dosis obat, monitoring dan
pengawasan pengobatan. 5.
Pasien: imunitas, kepatuhan dan tuntas terhadap pengobatan 6.
sistem manajemen: ketersediaan obat, akses layanan. Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria dapat dicegahdiatasi dengan
melakukan program yg tepat, yaitu: dengan pemberikan kelambu berinsektisida,
indoor residual spray, obat ACT yang dikontrol baik tersedia garatis, penanggulangan nyamuk lainnya ikan, larvasida, dll, kepatuhan pasien terhadap
follow up untuk pengobatan tuntas.