BAB II KARAKTERISTIK DAN PANDANGAN TENTANG WANITA
A. Hakekat Wanita
Pada hakekatnya kaum wanita adalah patner atau teman hidup laki-laki yang keduanya wajib bertaqwa kepada tuhan dan ingat akan pengawasannya.
Artinya
:Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.Qs.Al-Hujrat:13
Pada hakikatnya Sebelum Islam datang, kaum wanita tidak mempunyai posisi dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaannya hanya sebagai simbol
penderitaan kaum laki-laki. Kita lihat saja pada Zaman Yunani Kuno, wanita dianggap sebagai sumber bencana dan malapetaka sehingga mereka dianggap
layak menjadi hanya “makhluk kedua” yang statusnya berada di bawah laki- laki.
1
Dalam kebudayaan Romawi wanita diperhatikan, tetapi sebenarnya perhatian yang diberikan kepada wanita hanyalah karena dia dibutuhkan untuk bersenang-
senang dan untuk memancing kewibawaan dikalangan masyarakat.
2
Pada masyarakat jahiliyah wanita dipandang sebagai permainan belaka, apabila hatinya telah puas mempermainkan, maka dia memperlakukan sekehendak
1
Syeh Imad Zaki Albarudi, Tafsir Wanita, Terj. Samson Rahman, Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 2007 h.10.
2
Abbas Mahmoud Al- „Akkad, Wanita Dalam Al-Qur’an, Terj. Chadidjah Nasution,
Jakarta: Bulan Bintang, 1976 h. 82.
hatinya, ibarat kata peribahasa: “habis manis sepah dibuang”. Begitulah nasib
wanita yang berlaku pada masajahiliyah yang terkenal dengan masa kebodohan dalam segala hal, karena cahaya islam belum memancar diwaktu itu.
3
Setelah Islam datang, pandangan kepada wanita sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi pandangan yang positif. Pandangan melecehkan menjadi
pandangan hormat. Islam menganggap bahwa wanita adalah pasangan laki-laki dalam mengarungi hidup ini.
4
Kajian-kajian tentang wanita mulai menyedot perhatian dari para intelektual. Terutama para intelektual muslim yang mulai
serius mengkaji tentang wanita dalam Islam. Islam mengajarkan persamaan derajat umat manusia.Tidak ada faktor yang
menjadi penyebab lebih tingginya derajat manusia yang satu atas lainnya, kecuali peringkat iman dan ketakwaannya. Manusia yang mencapai derajat
muttaqin
akan memperoleh posisi tinggi di sisi Allah, tanpa melihat jenis kelaminnya pria atau
wanita. Esensi ajaran kesetaraan ini sering menjadi bias ketika pemahaman ajaran Islam telah terkontaminasi dengan kerangka berpikir patriarkis sehingga muncul
berbagai pandangan yang berbeda tentang status dan kedudukan wanita yang dinilai lebih rendah daripada pria.
Salah satu hal yang dikomentari Al- Qur’an ialah masalah penciptaan pria
dan wanita. Al- Qur’an tidak berdiam diri dalam hal ini, dan tidak memberikan
kesempatan kepada orang-orang yang berbicara kosong untuk seenaknya mengemukakan filsafat mereka tentang hukum-hukum mengenai pria dan wanita,
3
Hadiyah Salim, wanita Islam keperibadian dan perjuangannya , Bandung: Remaja Rosdakarya,1991 h.1.
4
Opcit . h.10
lalu menuduh Islam meremehkan wanita berdasarkan teori-teori mereka sendiri. Islam telah meletakkan pandangannya mengenai wanita.
Dalam Al- Qur’an tidak terdapat satu jejak pun tentang apa yang terdapat
di dalam kitab-kitab suci lain: bahwa wanita diciptakan dari suatu bahan yang lebih rendah dari bahan untuk pria, bahwa status wanita adalah parasit dan rendah,
atau bahwa Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk kiri Adam. Di samping itu, dalam Islam tidak ada satu pandangan pun yang meremehkan wanita
berkenaan dengan watak dan struktur bawaannya.
5
Dalam dunia pendidikan, seperti bidang-bidang lain dalam kehidupan, pemahaman laki-laki atas wanita sebagaimana yang dianjurkan oleh bagian-
bagian tertentu dalam tradisi islam tetap memainkan peranan penting. Al- Qur’an
memang benar-benar menyatakan, sejalan dengan ketentuan bahwa wanita hanya dapat mewarisi setengah dari apa yang diwarisi pria, bahwa kesaksian dalam
pengadilan hukum dari seorang pria sama dengan kesaksian dua orang wanita, sayangnya, dalam sejarah Islam hal ini telah ditafsirkan oleh sebagian orang
bahwa wanita secara intelaktual lebih rendah daripada pria, tidak stabil dalam keputusannya dan terlalu mudah dikuasai oleh perasaan.
6
B. Status dan peran wanita