paling valid ini pada dasarnya merupakan hal yang umum dikalangan mufasir, meski dalam aplikasinya kemudian terjadi berbagai perbedaan.
20
3. Corak Penafsiran
Mengenai cork penafsiran
Al-Mizan fi tafsir Al-
Qur’an, ada yag berpendapat bahwa corak penafsiranya adalah tafsir falsafi. Karena dalam
tafsir tersebut banyak ditemukan filsafat yang dijadikan salah satu penunjang dalam menafsirkan A-
Qur’an. Pengertian tafsir falsafi adalah upaya penafsiran Al-
Qur’an yang dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat. Ada yang mendefinisikan
tafsir falsafi sebagai penafsiran ayat-ayat Al- Qur’an dengan teori-teori
falsafi. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat Al- Qur’an dapat ditafsirkan
deengan menggunakan filsafat. Karena ayat Al- Qur’an bisa berkaitan
dengan persoalan-persoalan filsafat atau ditafsirkan dengan menggunakan teori-teori filsafat.
Pada saat Ilmu-ilmu Agama dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang di wilayah-wilayah
kekuasaan Islam dan penerjemahan buku-buku asing kedalam bahasa Arab digalakkan pada masa kholifah Abbasiyah, di antar buku-buku yang
diterjemahkan adalah buku-buku kalangan para filosof seperti Aristoteles dan Plato. Pada perkembangannya selanjutnya para Ulama tafsir mencoba
20
Ibid.h.30.
memahami Al- Qur’an dengan metode filsafat tersebut, maka lahirlah
metode filsafat.
21
Thaba thaba’i dalam tafsir
Al-Mizan fi tafsir Al-
Qur’an berpendapat bahwa para filosof menggunakan pemikiran filsafat dalam memhami ayat-
ayat Al- Qur’an, sesuai kecendrengungan dan keilmuannya, di antara tokoh
filosof Islam adalah Al-Farabi, Ibnu Shina. Thaba thaba’i dalam tafsirnya
memasukkan pembahsan filsafat sebagai tambahan dalam menerangkan suatu ayat atau menolak teori filsafat yang bertentangan dengan Al-
Qur’an. Ia menggunakan pembahasan filsafat hanyya pada bagian ayat tertentu saja.
22
Terkait dengan tafsir falsafi ini, Ulama Islam terbagi menjadi dua golongan yaitu sebagai berrikut:
Pertama,
golongan yang menolak filsafat karena mereka menemukan adanya pertentangan antara filsafat dan Agama. Kelompok ini
secara radikal menentang filsafat dan berusaha menjauhkan umat darinya. Tokoh pelopor kelompok ini adalah Imam Al-Ghazali, karena itu Ia
mengarang kitab Al-Isyarah dan kitab-kitab lain untuk menolak faham mereka. Demikian pula Fahrur Ar-razi di dalam kitab tafsirnya
mengemukakan faham mereka dan membatalkan teori-teori filsafat mereka karena dinilai bertentangan dengan Agama dan Al-
Qur’an. Dia mebersihkan ide-ide filsafat yang dipandang bertentangan, khususnya
21
Ibid ,h.30.
22
Ibid . h.31.
dengan Al- Qur’an dan ahirnya Ia menolak dengan tegas berdasarkan
alasan dan dalil yang ia anggap memadai.
Kedua,
golongan yang mengagumi dan menerima filsafat meskinya didalamnya terdapat ide-ide yang bertentangan dengan nash-
nash syar’i kelompok ini berupaya megkompromikan antara filsafat dan Agama serta
berusaha untuk menyingkapkan segala pertentngan tersebut namun usaha mereka belum mencapai titik temu secara final, melainkan masih berupaya
memecahkan masalah secara setengah-setengah, sebab penjelasan mereka tentang ayat-ayat Al-
Qur’an secara umum. Berangkat dari sudut pandang teori filsafat yang didalamnya banyak hal tidak mungkin diterapkan dan
dipaksakan terrhadap nash-nash Al- Qur’an.
23
Diatas penjelasan itu semua ada juga yang menggolongkan model tafsir Thabat
haba’i sebagai tafsir Syi’i. ini karena penulisnya beraliran Syi’ah, karena itu ketika Thabathaba’i menafsirkan Al-Qur’an sering
merujuk pada faham Syi’ah dan Ulama-ulama Syi’ah yang ma’sum, khususnya perkataan atau Ilham dari Imam dua belas. Meski begitu
Thabat haba’i juga mengambil pendapat-pendapat Ahlusunnah wal
Jama’ah sebagai penunjang dalam menafsirkan Al-Qur’an
24
23
Muhammad Husain al-Dzahabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, Bairut:Dar al-Fikri,1995, Juz III, h.83.
24
Usman.Op.Cit.h.33.
D. Penafsiran Thabathaba’i terhadap ayat Karakteristik wanita mulia dan