BAB III TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNAN
A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Pemborongan.
Pasal 1601 b KUH. Perdata memberikan pengertian bahwa “perjanjian pemborongan pekerjaan sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak pertama, yaitu pemborong, mengikatkan
dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan untuk pihak lain, yaitu bowheer, dengan harga yang telah ditentukan.
30
Pengertian perjanjian pemborongan menurut M. Yahya Harahap yang dikutip oleh Munir Fuady menyebutkan “perjanjian pemborongan pekerjaan sebagai suatu persetujuan dimana pihak
pemborong mengikatkan diri kepada pihak pemberi borongan untuk menyelesaikan suatu Perjanjian pemborongan bukanlah kontrak unilateral, dimana hanya pemborong yang
mengikatkan diri dan harus berprestasi, padahal baik pihak pemborong maupun pihak pemberi proyekbowheer saling mengkat diri, dengan masing-masing mempunyai hak dan kewajibannya
sendiri-sendiri. Kewajiban utama dari pihak pemborong adalah melaksanakan pekerjaan sementara kewajiban-kewajiban utama dari pihak bowheer adalah membayar uang borongan.
Dalam perjanjian pemborongan, terdapat hubungan horisontal antara pihak pemborong dengan pihak bowheer, dimana kedudukannya sama tinggi, jadi tidak ada hubungan atasan
bawahan. Prestasi yang diberikan oleh pihak pemborong adalah melakukan atau membangun sesuatu secara fisik. Selanjutnya fee yang diberikan kepada pemborong tidak dengan tarif
tertentu, melainkan sejumlah uang tertentu yang lebih bersifat negosiatif.
30
FX. Djumialdji., Op.Cit, hal.3.
Universitas Sumatera Utara
borongan tertentu dan sebagai imbalan atas penyelesaian tersebut maka pemborong mendapat harga tertentu sebagai upah”.
31
B. Jenis Perjanjian Pemborongan.
Perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1617 KUH. Perdata. tidak ada ketegasan dalam pasal-pasal tersebut mengenai perjanjian pemborongan
bersifat memaksa atau hanya hukum mengatur, tetapi pada umumnya pasal-pasal dalam buku Ketiga bersifat hukum mengatur.
Selain KUH. Perdata ada pula peraturan-peraturan khusus yang dibuat pemerintah seperti Kepres No. 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang berlaku pada tanggal 22 Maret 1994 dan Peraturan Standard AV 1941, dimana ketentuan-ketentuan dalam AV 1941 tersebut umumnya terdiri dari peraturan-peraturan yang
bersifat administratif dan hanya berlaku sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Dilihat dari berbagai segi tertentu, maka pemborongan bangunan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sebagai berikut :
1. Menurut cara penunjukannya perjanjian bangunan terdiri atas : a. Perjanjian pemborongan bangunan dalam negeri.
b. Perjanjian pemborongan Internasional. Ataupun dapat juga dibagi ke dalam :
a. Kontrak dengan penunjukkan langsung. b. Kontrak dengan penunjukan secara lelang.
2. Dilihat dari sumber dananya, perjanjian pemborongan bangunan dibagi atas : a. Kontrak kontruksi dengan dan perusahaan sendiri.
31
Munir Fuady., Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998, hal.13.
Universitas Sumatera Utara
b. Kontrak konstruksi dengan dana pinjaman dalam negeri. c. Kontrak konstruksi dengan APBN.
d. Kontrak Konstruksi dengan APBD. e. Kontrak konstruksi dengan dana InpresBanpres.
f. Kontrak konstruksi dengan biaya Pinjaman Luar Negeri. 3. Menurut segi penyediaan dan tiap tahun anggaran, diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kontrak konstruksi dalam satu tahun anggaran. b. Kontrak konstruksi lebih dari satu tahun anggaran.
4. Dilihat dari segi pemberian tugasnya, kontrak konstruksi dibagi menjadi : a. Kontrak konstruksi dari perseorangan.
b. Kontrak konstruksi dari swasta. c. Kontrak konstruksi dari pemerintah.
5. Ditinjau dari segi penunjukan pihak pemborong, maka suatu kontrak konstruksi dapat dibagi dalam :
a. Kontrak dengan tender Competitive Bidding, yang biasanya merupakan kontrak dengan fixed price basis yang terdiri dari :
1 Kontrak dengan unit price. 2 Kontrak dengan harga limp sum.
b. Kontrak dengan negosiasi antara bowheer dengan pemborong, baik secara lump sum, unit price atau cost plus fee.
6. Dilihat dari segi pembayaran kepada pemborong yaitu : a. Lump sum contract.
b. Cost-Reimburseable Contract. c. Unit Price Contract.
Universitas Sumatera Utara
7. Dilihat dari cara terjadinya perjanjian pemborongan bangunan dibedakan atas : a. Perjanjian pemborongan bangunan yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas dasar
penawaran yang diajukan competative bid contract. b. Perjanjian pemborongan bangunan atas dasar penunjukan.
c. Perjanjian pemborongan bangunan yang diperoleh sebagai hasil perundingan antara si pemberi tugas dengan pemborong notiation contract.
C. Isi Perjanjian Pemborongan.