UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM
OUT LINE
WANPRESTASI TERHADAP KONTRAK PEMBORONGAN PEKERJAAN BANGUNAN
Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 407 KPdt1998.
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
ABSTRAK BAB I : P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
D. Keaslian Penulisan
E. Tinjauan Kepustakaan
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II : PERJANJIAN PADA UMUMNYA
A. Pengertian Perjanjian B. Unsur-Unsur Perjanjian
C. Syarat-Syarat Perjanjian D. Asas-Asas Dalam Perjanjian
E. Wanprestasi dan Akibat Hukumnya
BAB III : TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNAN
Universitas Sumatera Utara
A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Pemborongan B. Jenis Perjanjian Pemborongan
C. Isi Perjanjian Pemborongan D. Pengumuman dan Penjelasan Pelelangan
E. Prakualifikasi, Kualifikasi dan Klasifikasi Pemborong F. Jaminan dan Kredit Konstruksi
G. Pelelangan dan Pelulusan
BAB IV : WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN PEMBORONGAN
A. Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No.407 KPdt1998 B. Analisis Kasus
1. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Gugatan Wanprestasi Dalam Penandatanganan Surat Kontrak
Pemborongan Pekerjaan 2. Akibat Hukumnya Jika Salah Satu Pihak Wanprestasi
Dalam Perjanjian Pemborongan
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR BACAAN LAMPIRAN.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Dalam kasus perjanjian pemborongan kerja antara PT. Hutama Karya Persero Wilayah I dengan PT. Bersaudara Simalungun Energi, dimana dalam perjanjian kerja tersebut ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan bahwa perjanjian tersebut ada dan mengikat para pihak apabila dituangkan dalam suatu kontrak.
Surat kontrak merupakan syarat untuk adanya suatu perjanjian pemborongan, tetapi dalam kasus tersebut kontrak kerja tidak ditandatangani oleh si pemberi proyek seperti apa yang
telah dijanjikannya, karena sebelum kontrak kerja atas proyek tersebut ditandatangani, terlebih dulu ditandatangani surat penunjukan sebagai dasar dilaksanakannya pekerjaan.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan, bagaimana
akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam perjanjian pemborongan, bagaimana penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode telaah pustaka library research untuk mentelaah data-data sekunder yaitu dengan menganalisis suatu kasus putusan
Mahkamah Agung RI. Berdasarkan hasil pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum
hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan menurut majelis hakim menyatakan bahwa putusan Arbitrase sudah tepat dan benar,
karena dapat dibuktikan adanya pekerjaan tambahan, yang dilakukan oleh Pemohon Banding PT. Hutama Karya, hal ini dapat dibuktikan pula dengan adanya Instruksiinstruksi lapangan
yang dikeluarkan oleh pihak owner yaitu PT. Bersaudara Simalungun Energi Termohon Banding, meskipun pekerjaan tambahan tersebut diingkari oleh PT. Bersaudara Simalungun
Energi, akan tetapi dengan adanya instruksi-instruksi lapangan dari pihak pekerja, maka secara tidak langsung PT. Bersaudara Simalungun Energi menyetujui pekerjaan tambahan tersebut.
Akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam perjanjian pemborongan membawa akibat hukum bahwa pihak yang dirugikan meminta ganti rugi kepada pihak yang menimbulkan
kerugian tersebut. Penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun dilakukan dengan cara musyawarah jika tidak tercapai kata sepakat baru dimajukan
tuntutan ganti rugi melalui arbitrase dan jika keberatan atas putusan badan arbitrase dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang
pemborongan dan bangunan umurnya setua peradaban manusia. Jika bangunan tersebut dibangun oleh orang lain maka prinsip-prinsip dasar hukum,
pemborongan dan bangunan sudah mulai diterapkan walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana.
Perkembangan kontrak tentang pemborongan bangunan sangat pesat dan kompleks, sehingga hukum tentang pemborongan berkembang terus sepanjang zaman sampai dengan saat
ini. Khusus di Indonesia peraturan yang masih berlaku sampai sekarang adalah dalam KUH. Perdata dan peraturan standard AV 1941.
Dalam Buku III KUH. Perdata diatur bermacam-macam perjanjian yang pada umumnya merupakan perjanjian konsensuil yaitu perjanjian yang lahir dari kontrak atau persetujuan.
Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, ada perundingan atau penawaran sebagai tindakan mendahului tercapainya persetujuan yang tetap, tawaran pihak yang satu diterima oleh
pihak lainnya, tercapainya kata sepakat tentang pokok perjanjian. Suatu perjanjian mempunyai kekuatan hukum, artinya mengikat para pihak yang membuatnya apabila perjanjian itu dibuat
secara sah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. KUH. Perdata tidak banyak mengatur tentang kontrak pemborongan pekerjaan, yaitu
hanya terdapat dalam 14 pasal saja, yaitu mulai dari Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1617. “Tidak ada ketegasan dalam pasal-pasal KUH. Perdata mengenai kontrak pemborongan ini
Universitas Sumatera Utara
apakah besifat memaksa atau hanya hukum mengatur, tetapi kebanyakan ketentuan tentang hukum pemborongan tersebut bersifat hukum mengatur, jadi umumnya dapat dikesampingkan
para pihak”.
1
Pengaturan yang dianut Buku III KUH. Perdata adalah sistem terbuka, artinya bahwa orangpara pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja baik isi, tujuan dan bentuknya,
asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan yang baik. Bahkan orang boleh mengesampingkan peraturan-peraturan dari hukum perjanjian
yang dimuat dalam Buku III KUH. Perdata, karena Buku III KUH. Perdata ini hanya berfungsi sebagai pelengkap saja, hanya melengkapi perjanjian yang dibuat oleh para
pihak yang telah ada.
2
M. Yahya Harahap menyatakan bahwa “perjanjian merupakan suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antar dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu
pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.
Dalam Pasal 1313 KUH. Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perumusan tersebut hanya cocok untuk perjanjian sepihak.
3
Untuk proyek pemerintah peerjanjian pemborongan dibuat secara tertulis dengan perjanjian baku. Arti perjanjian baku adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan peraturan
standard. Adapun standard untuk perjanjian pemborongan adalah AV 1941 Algemene Dari rumusan perjanjian tersebut di atas, maka pengertiannya menjadi luas, tidak hanya
mengenai perjanjian sepihak saja tetapi juga meliputi perjanjian timbal balik dimana dalam hubungan tersebut ada hak dan kewajiban pada masing-masing pihak seperti misalnya perjanjian
pekerjaan pemborongan.
1
Munir Fuady., Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998, hal.26
2
J. Satrio., Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1992, hal.128
3
M. Yahya Harahap., Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal.285.
Universitas Sumatera Utara
Voorwarden Voor de uitvoering bij aaneming van openbare werken in Indonesia, yaitu syarat- syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.
Peraturan standard dalam perjanjian selain menyangkut persyaratan teknisnya juga mengatur persyaratan administratifnya, yaitu ketentuan yuridisnya. Peraturan standard
tersebut selain berlaku bagi perjanjian pemborongan bangunan mengenai pekerjaan umum yang diborongkan oleh pemerintah, juga dinyatakan berlaku untuk pemborongan
bangunan oleh pihak swasta.
4
Mengenai bentuk perjanjian pemborongan bangunan pada asasnya adalah dibuat secara tertulis, karena selain berguna bagi kepentingan pembuktian juga dengan pengertian bahwa
perjanjian pemborongan bangunan tergolong perjanjian yang mengandung resiko bahaya yang menyangkut keselamatan umum dan tertib bangunan. “Perjanjian tersebut juga didasarkan pada
peraturan standard yang menyangkut segi yuridis dan segi teknisnya yang ditunjuk dalam rumusan kontrak”.
5
Dalam praktek lazim ditempuh jalan bahwa sebelum kontraknya jadi, maka demi pelaksanaan pekerjaan yang cepat sesuai dengan jangka waktu yang diberikan didahului dengan
membuat surat penunjukkansurat perintah kerja. “Surat penunjukan sebagai dasar kesepakatan untuk dapat dimulainya penggarapan suatu pekerjaan. Surat penunjukan hanya sebagai
penunjukan untuk pelaksanaan dari suatu pekerjaan atau merupakan surat pernyataan dari suatu perusahaan untuk menyatakan pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan”.
6
Menurut ketentuan Kepres No. 16 Tahun 1994 Pasal 21 ayat 7 huruf c dan d menyebutkan bahwa, pekerjaan pemborongan yang nilainya di atas Rp.15.000.000,- lima belas
juta rupiah sampai dengan Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah berdasarkan pemilihan langsung dengan kontrak atau cukup dengan surat perintah kerja atau surat penunjukan, yang
4
Sri Soedewi Maschjun Sofwan., Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan. Liberty, Yogyakarta, 1982, hal.5
5
Ibid., hal.55.
6
FX. Djumialji., Perjanjian Pemborongan, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal.23.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga penawar yang tercatat dalam Daftar Rekanan Mampu DRM dan melakukan negoisasi, baik teknis maupun harga, sehingga dapat
diperoleh harga yang wajar dan yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan untuk pekerjaan pemborongan yang nilainya lebih dari Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah
harus dilaksanakan atas surat perjanjiansurat kontrak berdasarkan pelelangan umum atau pelelangan terbatas.
Dalam kasus perjanjian pemborongan kerja antara PT. Hutama Karya Persero sebagai pemberi proyek dan PT. Bersaudara Simalungun Energi sebagai kontraktor, dimana dalam
perjanjian kerja tersebut ditentukan dalam peraturan perundang-undangan bahwa perjanjian tersebut ada dan mengikat para pihak apabila dituangkan dalam suatu kontrak, surat kontrak
merupakan syarat untuk adanya suatu perjanjian pemborongan, tetapi dalam kasus tersebut kontrak kerja tidak ditandatangani oleh si pemberi proyek seperti apa yang telah dijanjikannya,
karena sebelum kontrak kerja atas proyek tersebut ditandatangani, terlebih dahulu ditandatangani surat penunjukan sebagai dasar dilaksanakannya pekerjaan.
B. Perumusan Masalah