dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga penawar yang tercatat dalam Daftar Rekanan Mampu DRM dan melakukan negoisasi, baik teknis maupun harga, sehingga dapat
diperoleh harga yang wajar dan yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan untuk pekerjaan pemborongan yang nilainya lebih dari Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah
harus dilaksanakan atas surat perjanjiansurat kontrak berdasarkan pelelangan umum atau pelelangan terbatas.
Dalam kasus perjanjian pemborongan kerja antara PT. Hutama Karya Persero sebagai pemberi proyek dan PT. Bersaudara Simalungun Energi sebagai kontraktor, dimana dalam
perjanjian kerja tersebut ditentukan dalam peraturan perundang-undangan bahwa perjanjian tersebut ada dan mengikat para pihak apabila dituangkan dalam suatu kontrak, surat kontrak
merupakan syarat untuk adanya suatu perjanjian pemborongan, tetapi dalam kasus tersebut kontrak kerja tidak ditandatangani oleh si pemberi proyek seperti apa yang telah dijanjikannya,
karena sebelum kontrak kerja atas proyek tersebut ditandatangani, terlebih dahulu ditandatangani surat penunjukan sebagai dasar dilaksanakannya pekerjaan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan
2. Bagaimana akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam perjanjian pemborongan.
3. Bagaimana penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam
penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan. b. Untuk mengetahui akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam
perjanjian pemborongan. c. Untuk mengetahui penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan
PLTM Silau 2 Simalungun.
2. Manfaat Penulisan
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis.
a. Secara teoretis penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi teoretis yang ingin mengetahui dan
memperdalam tentang masalah perjanjian pemborongan. b. Secara Praktis :
1 Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat khususnya memberikan informasi ilmiah mengenai perjanjian pemborongan.
2 Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam menyelesaikan masalah wanprestasi dalam perjanjian pemborongan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun Antara PT. Hutama Karya Persero Dengan PT. Bersaudara Simalungun Energi
Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 KPDT.SUS2012”. Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang
berkaitan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan
penelitian. Dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul
skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya
sendiri.
E. Tinjauan Kepustakaan
Menurut pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain
atau lebih.
7
Menurut R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan sebagai berikut “suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak,
dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.
8
7
Sri Soedewi Maschoen Sofwan., Op.Cit, hal.7.
8
R. Wirjono Prodjodikoro., Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung,1992, hal.11.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya menurut pendapat R. Subekti bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
9
Perjanjian dan persetujuan adalah berbeda. Persetujuan adalah suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat
kedua belah pihak, sedangkan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah perikatan.
Jadi kedua istilah tersebut adalah sama artinya, tetapi menurut pendapat R. Wirjono Prodjodikoro bahwa :
10
Dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu dapat menimbulkan perikatan dikalangan para pihak yang mengadakan perjanjian itu atau
diantara para pihak yang bersepakat di dalam perjanjian itu. Jadi perjanjian adalah merupakan Dari kedua definisi yang dikemukakan oleh R. Subekti dan R. Wirjono
Prodjodikoro di atas pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil. Adanya perbedaan tersebut hanya terletak pada redaksi kalimat yang dipilih untuk mengutarakan maksud dan
pengertiannya saja. Yang pasti dari peristiwa perjanjian itu kemudian akan menimbulkan suatu hubungan antara kedua orang atau kedua pihak tersebut.
Jadi perjanjian dapat menerbitkan perikatan diantara kedua orang atau kedua pihak yang membuatnya itu. Menampakkan atau mewujudkan bentuknya, perjanjian dapat berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dituliskan.
9
R. Subekti., Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, h.1
.
10
R. Wirjono Prodjodikoro., Op.Cit, hal.11.
Universitas Sumatera Utara
salah satu sumber perikatan di samping sumber-sumber perikatan lainnya. Perjanjian disebut sebagai persepakatan atau persetujuan, sebab para pihak yang membuatnya tentu menyetujui
atau menyepakati isi dari perjanjian yang dibuat untuk melaksanakan sesuatu prestasi tertentu. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perikatan adalah suatu pengertian yang
abstrak, sedangkan perjanjian adalah merupakan hal yang nyata atau suatu peristiwa kongkrit. Sebab perikatan tidak dapat terlihat secara nyata melainkan hanya dapat dibayangkan, sedangkan
perjanjian pada umumnya terlihat jika itu dalam bentuk tertulis dan jika hanya lisan saja, maka perjanjian dapat didengar isinya atau perkataan-perkataan yang mengandung janji
tersebut. Pemborongan pekerjaan adalah merupakan bagian tersendiri dalam KUH. Perdata yaitu
yang diatur dalam pasal-pasal 1601 b dan Pasal 1604 sd 1616 tentang persetujuan tertentu pada Buku III, bab 7 A bagian ke – 6.
Pengertian perjanjian pemborongan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu yaitu si pemborong mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak
yang lain yaitu pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Demikian bunyi Pasal 1901 b KUH. Perdata. Maksud perjanjian pemborongan tersebut di atas
dimana pihak yang satu dalam hal ini si pemborong berjanji kepada pihak yang memborongkan akan meyelenggarakan pekerjaan tertentu dan dengan mendapat upah tertentu.
Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan itu selain untuk membangun juga dikenal perjanjian pemborongan pekerjaan untuk menyediakan barang-barang. Dalam pembahasan ini
hanya akan membicarakan sekitar tentang masalah persetujuan pemborongan bangunan. Pasal 1338 ayat 2 KUH.Perdata mengatakan, bahwa persetujuan-persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikat baik. Namun dalam prakteknya para pihak sering tidak konsekuen dengan apa yang telah diperjanjikan, maka tidak jarang suatu perjanjian pada akhirnya harus
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan di Pengadilan yang banyak memakan biaya dan waktu. Dalam hal ini perjanjian dibuat secara lisan akan mengalami kesulitan pembuktian di Pengadilan.
Perjanjian pemborongan yang dibuat para pihak akan memuat panjang lebar tentang luasnya pekerjaan, urutan tentang pekerjaan dan syarat yang disertai dengan bestek, persyaratan
bahan material, tentang harga tertentu, jangka waktu penyelesaian, resiko dan lain-lain yang tersebut di atas dirumuskan secara terperinci.
Di dalam suatu perjanjian pemborongan bangunan terdapat para pihak yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan perjanjian yang mereka buat tersebut. Adapun pihak
tersebut adalah pihak yang memborongkan yang memberi pekerjaan dan pihak yang memborong yang mengerjakan biasa disebut pihak kontraktor. Namun hal itu tidaklah sesederhana hal
tersebut mungkin lebih dari dua pihak. Pihak-pihak yang menjadi peserta dalam perjanjian bangunan adalah :
a. Pemberi Pekerjaan Pemberi pekerjaan dalam hal ini adalah pemerintah yang memprakarsai dan
merencanakan pembangunan sesuai dengan bangunan Daftar Isian Proyek DIP dari masing- masing departemen. Dalam melakukan pembangunan fisik sangat erat hubungannya dengan
Departemen Pekerjaan Umum sebagai pemberi pekerjaan, karena untuk proyek-proyek yang menyangkut kepentingan kesejahteraan umum, misalnya jalan raya, jembatan dan lain-lain,
tidak bisa terlepas dari tugas Departemen PU yang mengurus kepentingan umum. Setiap pembangunan yang menyangkut kepentingan umum maka yang bertindak
sebagai pemberi pekerjaan mewakili pemerintah adalah Departemen PU. Hubungan antara pemerintah sebagai pemberi pekerjaan dengan pemborong dari pihak swasta dituangkan
dalam surat perjanjian pemborongan atau Surat Perintah Kerja SPK. b. Perencana
Universitas Sumatera Utara
Perencana adalah pihak yang menyusun rencana bangunan memuat arsitek sesuai dengan kehendak pemberi pekerjaan. Tugas perencanaan dalam pemborongan dilakukan oleh
orang-orang dan ahli, yaitu arsitek atau insinyur. c. Pemborong .
Pemborong adalah pihak yang bertindak sebagai pelaksana pembangunan sesuai dengan isi perjanjian. Pemborong ini bisa perseorangan, badan hukum swasta maupun
pemerintah. Dalam melaksanakan pekerjaan, pemborong yang memenangkan lelang tender
sering bekerjasama dengan pemborong yang lain yang biasa disebut sub kontraktor. Pekerjaan tidak boleh diserahkan kepada sub kontraktor secara keseluruhan, hanya boleh
untuk sebahagian pekerjaan yang biasanya tidak menjadi keahlian pemborong setelah sebelumnya sub kontraktor ini diusulkan oleh pemborong dan dapat izin secara tertulis dari
pemberi tugas. Dalam suatu perjanjian apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka
dikatakan wanprestasi. Dengan terjadinya wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat meminta atau menuntut ganti rugi dan juga dapat membatalkan perjanjian yang telah dibuat. Hal
ini ditentukan dalam Pasal 1266 KUH. Perdata ayat 1 yang menyebutkan bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala
salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Sedangkan ayat 2 menyebutkan “dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan pada
hakim”.
F. Metode Penelitian