Pengertian Perjanjian Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun antara PT. Hutama Karya (Persero) dengan PT. Bersaudara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 K/PDT.SUS/2012)

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA

A. Pengertian Perjanjian

Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. 11 Menurut R. Subekti, “Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu”. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan istilah perjanjian tetapi memakai kata persetujuan. Yang menjadi masalah adalah apakah kedua kata tersebut yaitu perjanjian dan persetujuan memiliki arti yang sama. 12 a Hanya menyangkut sepihak saja Dapat dikatakan bahwa dua perkataan perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya. Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian sama pengertiannya dengan persetujuan. Oleh karena itu, persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata dapat dibaca dengan perjanjian. Menurut para sarjana, antara lain Abdul Kadir Muhammad bahwa rumusan perjanjian dalam KUH Perdata itu kurang memuaskan, karena mengandung beberapa kelemahannya yaitu. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak. b Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsesus Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa zaakwaarneming, tindakan melawan hukum onrechtmatige daad yang tidak mengandung konsesus. Seharusnya dipakai kata “persetujuan”. c Pengertian perjanjian terlalu luas 11 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio., Terjemahan KUH.Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hal.306. 12 R. Surbekti, Op.Cit, hal. 1 Universitas Sumatera Utara Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut di atas terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh Buku Ketiga KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal. d Tanpa menyebut tujuan Dalam perumusan pasal itu tidak di sebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa. 13 Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa perjanjian adalah “hubungan antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hukum”. 14 M. Yahya Harahap mengatakan perjanjian adalah “hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”. 15 R. Wirjono Prodjodikoro mengatakan perjanjian adalah “suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 16 1. Terdapatnya para pihak yang berjanji; Dari beberapa pengertian perjanjian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur yang membentuk pengertian perjanjian adalah : 2. Perjanjian itu didasarkan kepada kata sepakat kesesuaian hendak; 3. Perjanjian merupakan perbuatan hukum atau hubungan hukum; 4. Terletak dalam bidang harta kekayaan; 13 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hal. 78 14 Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 97. 15 M. Yahya Harahap, Op.Cit. hal. 6 16 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 11. Universitas Sumatera Utara 5. Adanya hak dan kewajiban para pihak; 6. Menimbulkan akibat hukum yang mengikat; Dari 6 unsur tersebut ada hal yang perlu diperjelas, misalnya perubahan konsep perjanjian yang menurut paham KUH Perdata dikatakan perjanjian hanya merupakan perbuatan handeling, selanjutnya oleh para sarjana disempurnakan menjadi perbuatan hukum rechtshandeling dan perkembangan terakhir dikatakan sebagai hubungan hukum rechtsverhoudingen. Jadi para ahli hukum perdata hendak menemukan perbedaan antara perbuatan hukum dengan hubungan hukum. Perbedaan ini bukan hanya mengenai istilahnya saja tetapi lebih kepada subtansi yang dibawa oleh pengertian perjanjian itu. Sudikno Mertokusumo menjelaskan : Perbedaan perbuatan hukum dan hubungan hukum yang melahirkan konsep perjanjian sebagai berikut : bahwa perbuatan hukum rechtshandeling yang selama ini di maksudkan dalam pengertian perjanjian adalah satu perbuatan hukum bersisi dua een tweezijdigerechtshandeling yakni perbuatan penawaran aanbod dan penerimaan aanvaarding. Berbeda halnya kalau perjanjian dikatakan sebagai dua perbuatan hukum yang masing-masing berisi satu twee eenzijdige rechtshandeling yakni penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum, maka konsep perjanjian yang demikian merupakan suatu hubungan hukum rechtsverhoudingen. 17 Sehubungan dengan perkembangan pengertian perjanjian tersebut, Purwahid Patrik menyimpulkan bahwa “perjanjiian dapat dirumuskan sebagai hubungan hukum antara dua pihak dimana masing-masing melakukan perbuatan hukum sepihak”. 18 Perjanjian itu adalah merupakan perbuatan hukum yang melahirkan hubungan hukum yang terletak di dalam lapangan hukum harta kekayaan diantara dua orang atau lebih yang 17 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 7-8. 18 Purwahid Patrik, Makalah, Pembahasan Perkembangan Hukum Perjanjian, Seminar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum PerdataDagang, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1990, hal.15. Universitas Sumatera Utara menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain mempunyai kewajiban untuk melakukan atau memberi sesuatu. Atau dengan kata lain pihak yang mempunyai hak disebut kreditur, sedangkan pihak yang mempunyai kewajiban disebut debitur. Jadi jelaslah bahwa yang menjadi subjek perjanjian adalah kreditur dan debitur. Perjanjian itu tidak hanya harus antara seorang debitur dengan seorang kreditur saja, tetapi beberapa orang kreditur berhadapan dengan seorang debitur atau sebaliknya. Juga jika pada mulanya kreditur terdiri dari beberapa orang kemudian yang tinggal hanya seorang kreditur saja berhadapan dengan seorang debitur juga tidak menghalangi perjanjian itu. 19

B. Unsur-Unsur Perjanjian

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Pembatalan Akte Perjanjian Yang Dibuat Notaris Kaitannya Dengan Desain Industri (Studi Kasus tentang Putusan Mahkamah Agung antara PT. Antara Kusuma dengan PT. Sun Industri)

7 305 76

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

BAB II - Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun antara PT. Hutama Karya (Persero) dengan PT. Bersaudara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 K/PDT.SUS/2012)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun antara PT. Hutama Karya (Persero) dengan PT. Bersaudara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 K/PDT.SUS/2012)

0 0 12