Pengaruh Guided Imagery Dalam Pemasangan Infus Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

(1)

F

UNI

SKRIPSI

oleh

Rahma Mustika Yeli 111101030

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

F

UNI

SKRIPSI

oleh

Rahma Mustika Yeli 111101030

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

(4)

(5)

Imagery dalam pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan”.

Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati S.Kep, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Keperawatan Sumatera Utara.

3. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga proposal ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Mahnum Lailan Nasution Skep Ns, M.Kep selaku dosen penguji satu.


(6)

bimbingan selama proses perkuliahan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

8. Teristimewa kepada orang tua saya, almarhum Yus Yendri dan Elisma, A.md yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun material.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Juli 2015


(7)

Halaman orisinalitas... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Prakata... iv

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Skema... xiii

Abstrak ... xiv

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penilitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 KonsepGuided Imagery... 8

2.1.1 DefinisiGuided Imagery... 8

2.1.2 ManfaatGuided Imagery... 8

2.1.3 PelaksanaanGuided Imagerypada pemasangan infus ... 9

2.2 Konsep Kecemasan ... 12

2.2.1 Definisi Kecemasan ... 12

2.2.2 Tanda-tanda Kecemasan ... 12

2.2.3 Reaksi Kecemasan ... 12

2.3 Konsep Anak Usia Sekolah ... 14

2.3.1 Definisi Anak Usia Sekolah ... 14

2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah ... 14

2.4 Konsep Hospitalisasi ... 16

2.4.1 Definisi Hospitalisasi ... 16


(8)

3.1 Kerangka Konseptual ... 21

3.2 Defenisi Operasional ... 22

3.3 Hipotesa Penelitian... 23

BAB 4 Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian ... 24

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

4.2.1 Populasi Penelitian ... 24

4.2.2 Sampel Penelitian ... 25

4.3 Waktu Dan Tempat ... 27

4.4 Pertimbangan Etik ... 28

4.5 Instrumen Penelitian ... 29

4.5.1 Kuesioner Data Demografi ... 29

4.5.2 Kuesioner Kecemasan ... 29

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 30

4.6.1 Uji Validitas ... 30

4.6.2 Uji Reliabilitas ... 30

4.7 Pengumpulan Data ... 31

4.8 Analisa Data... 32

BAB 5 Hasil Dan Pembahasan 5.1 Hasil Penelitian ... 34

5.2 Pembahasan... 40

BAB 6 Kesimpulan Dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Sarsn... 46


(9)

Kuesioner penelitian... 53

Prosedur pelaksanaan ... 54

Modul ... 55

Uji reliabilitas... 57

Master tabel ... 58

Hasil analisis data kelompok intervensi ... 60

Hasil analisis data kelompok kontrol ... 68

Olahan data SPSS... 75

Hasil olahan data kecemasan ... 78

Uji Hipotesis ... 80

Surat etik penelitian... 81

Surat uji reliabilitas ... 82

Surat penelitian... 84

Lembar bukti bimbingan ... 87

Jadwal tentatif penelitian... 90

Taksasi dana ... 91


(10)

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 22 Tabel 4.1 Desain Penelitian... 24 Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden... 35 Tabel 5.2 Distribusi hasil kuesioner kecemasan anak kelompok intervensi .... 36 Tabel 5.3 Distribusi hasil kuesioner kecemasan anak kelompok kontrol ... 37 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan

kelompok intervensi ... 38 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan

kelompok kontrol... 39 Tabel 5.6 Perbedaan kecemasan responden kelompok intervensi dengan


(11)

(12)

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Kecemasan anak pada pemasangan infus terjadi karena adanya situasi yang mengancam, menyertai perkembangan, perubahan dan pengalaman baru atau yang belum pernah dialami anak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh teknikguided imagerypada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimen terdiri dari kelompok intervensi dan kontrol. Teknik pengambilan sampel consecutive sampling dengan jumlah sampel 34 anak yaitu 17 anak kelompok kontrol dan 17 anak kelompok intervensi. Analisis data menggunakan uji t-Independent. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kecemasan anak pada kelompok intervensi 8,76 dan standar deviasi 1,954 dan rata-rata kecemasan anak pada kelompok kontrol 11,41 dan standar deviasi 2,063, beda rata-rata kedua kelompok adalah 2,647. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,05, maka disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik guided imagery terhadap kecemasan anak usia sekolah pada pemasangan infus. Maka disarankan untuk praktek keperawatan menerapkan teknik guided imagery sebagai salah satu intervensi asuhankeperawatan khususnya anak usia sekolah.


(13)

Program : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Children’s apprehensiveness during the installment of infusion occurs because of the situation which threatens, followed by development, change, and experience which are new and not experienced by children. The objective of the research was to identify the influence of guided imagery technique in the installment of infusion on school-aged children at RSUD dr. Pirngadi, Medan. The research used quasi experiment which consisted of intervention group and control group. The samples were 34 children, 17 of them were in the control group and the other 17 children were in the intervention group, taken by using consecutive sampling technique. The data were analyzed by using independent t-test. The result of the research showed that on the average children’s apprehensiveness in the intervention group was 8.76 with deviation standard of 1.954, and the average children’s apprehensiveness in the control group was 11.41 with deviation standard of 2.063, the mean-disparity value in the two groups was 2.647. The result of statistic test showed that p-value = 0.001 (p < 0.05) which indicated that there was the influence of guided imagery technique on school-aged children’s apprehensiveness in the installment of infusion. It is recommended that nurse practitioners apply guided imagery technique as one of health care interventions, especially in school-aged children

Keywords: Guided Imagery Technique, Apprehensiveness, School-Aged Children


(14)

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Kecemasan anak pada pemasangan infus terjadi karena adanya situasi yang mengancam, menyertai perkembangan, perubahan dan pengalaman baru atau yang belum pernah dialami anak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh teknikguided imagerypada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimen terdiri dari kelompok intervensi dan kontrol. Teknik pengambilan sampel consecutive sampling dengan jumlah sampel 34 anak yaitu 17 anak kelompok kontrol dan 17 anak kelompok intervensi. Analisis data menggunakan uji t-Independent. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kecemasan anak pada kelompok intervensi 8,76 dan standar deviasi 1,954 dan rata-rata kecemasan anak pada kelompok kontrol 11,41 dan standar deviasi 2,063, beda rata-rata kedua kelompok adalah 2,647. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,05, maka disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik guided imagery terhadap kecemasan anak usia sekolah pada pemasangan infus. Maka disarankan untuk praktek keperawatan menerapkan teknik guided imagery sebagai salah satu intervensi asuhankeperawatan khususnya anak usia sekolah.


(15)

Program : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Children’s apprehensiveness during the installment of infusion occurs because of the situation which threatens, followed by development, change, and experience which are new and not experienced by children. The objective of the research was to identify the influence of guided imagery technique in the installment of infusion on school-aged children at RSUD dr. Pirngadi, Medan. The research used quasi experiment which consisted of intervention group and control group. The samples were 34 children, 17 of them were in the control group and the other 17 children were in the intervention group, taken by using consecutive sampling technique. The data were analyzed by using independent t-test. The result of the research showed that on the average children’s apprehensiveness in the intervention group was 8.76 with deviation standard of 1.954, and the average children’s apprehensiveness in the control group was 11.41 with deviation standard of 2.063, the mean-disparity value in the two groups was 2.647. The result of statistic test showed that p-value = 0.001 (p < 0.05) which indicated that there was the influence of guided imagery technique on school-aged children’s apprehensiveness in the installment of infusion. It is recommended that nurse practitioners apply guided imagery technique as one of health care interventions, especially in school-aged children

Keywords: Guided Imagery Technique, Apprehensiveness, School-Aged Children


(16)

Anak merupakan anugerah, karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya (Ramdaniati, 2011). Tingkah laku anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses perkembangannya (Wong, 2008).

Pada anak usia sekolah secara umum aktivitas fisik pada anak semakin tinggi sehingga anak sangat rentan untuk terkena penyakit yang bisa mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit maka orang tua akan segera membawanya ke pelayanan kesehatan, dan seringkali anak harus dirawat untuk proses penyembuhannya (Wong, 2008).

Perawatan anak sakit selama dirawat di rumah sakit atau hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena alasan darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Lingkungan rumah sakit dapat menimbulkan trauma bagi anak seperti lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih yang dikenakan perawat. Dengan adanya stressor tersebut, anak


(17)

dapat mengalami distress seperti gangguan tidur, pembatasan aktivitas, distress psikologis yang mencakup marah, takut, sedih, dan rasa bersalah (Wong, 2008).

Kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kebingungan, kekhawatiran pada suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya juga merupakan kecemasan. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal (Suliswati, 2005). Kecemasan salah satu masalah yang sering muncul pada anak yang dilakukan perawatan di rumah sakit (Wong, 2003).

Penelitian Isle of Wight yang dilaporkan oleh Rutter dan kawan-kawan menemukan prevalensi gangguan kecemasan adalah 6,8%. Bernstein dan Garfinkel menunjukkan70% anak menderita depresi, 60% menderita gangguan kecemasan terutama gangguan kecemasan karena perpisahan, dan 50% menderita depresi maupun kecemasan (Nelson, 1999).

Asuhan keperawatan anak umumnya memerlukan tindakan invasif. Prosedur invasif juga merupakan salah satu faktor situasional yang berhubungan dengan kecemasan (Carpenito, 1998 dalam Bolin 2011). Tindakan invasif merupakan tindakan medis keperawatan berupa memasukkan atau melukai jaringan yang dimasukkan melalui organ tubuh tertentu (Hinchliff, 1999 dalam Bolin 2011).American Heart Association(AHA) tahun 2003 menyebutkan, anak-anak sangat rentan terhadap stress yang berhubungan dengan prosedur tindakan


(18)

invasif. Contoh tindakan invasif sederhana yang sering dilakukan pada anak adalah pemasangan infus (Nelson, 1999)

Terapi intravena (IV) merupakan teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui IV (Hindley, 2004 dalam Irawati 2014). Pemasangan infus berdasarkan rekomendasi dari The Infusion Nursing Standars of Practice dapat dipertahankan selama 72 jam setelah pemasangan sedangkan dari The Center Of Disease Control (CDC), menganjurkan bahwa infus harus dipindahkan setiap 72-96 jam (Alexanderet al, 2010 dalam Irawati, 2014).

Pemasangan infus tentu saja akan menimbulkan nyeri dan rasa sakit pada anak. Pemasangan infus biasanya bisa dilakukan berkali-kali pada anak selama anak dalam masa perawatan. Ini disebabkan karena anak cenderung tidak bisa tenang sehingga infus yang sedang terpasang bisa macet, aboket bengkok, patah atau bahkan terlepas.Akibatnya anak akan dilakukan pemasangan infus berulang kali dan pastinya anak juga akan merasakan nyeri setiap kali penusukan. Hal ini tentunya juga akan menimbulkan trauma pada anak sehingga anak akan mengalami kecemasan dan stress (Nelson, 1999).

Meeriam-Webster, 2010 dalam Widodo 2011 mendefinisikan guided imagery sebagai salah satu dari berbagai teknik (sebagai rangkaian kata-kata sugesti) yang digunakan untuk menuntun orang lain atau diri sendiri dalam membayangkan sensasi dan terutama dalam memvisualisasikan gambar dalam pikiran untuk membawa respon fisik yang diinginkan (sebagai pengurang stres, kecemasan, dan sakit).


(19)

Pelaksanaan guided imagery biasanya dimulai dengan relaksasi dengan beberapa kali napas dalam sehingga tubuh merasakan santai, kemudian mulai memvisualisasikan hal yang menyenangkan (Hart, 2008). Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadaan relaksasi psikologis dan fisiologis untuk meningkatkan perubahan yang baik bagi tubuh. Guided imagery dapat berfungsi sebagai pengalih perhatian dari stimulus yang menyakitkan dengan demikian dapat mengurangi respon nyeri dan kecemasan (Jacobson, 2006).

Penelitian yang terkait dengan efektivitas guided imagerypada anak telah dilakukan Ball, Shapiro, dan Monheim (2003) yang menguji efektivitas guided imagery pada anak yang mengalami nyeri abdomen berulang. Pada penelitian ini 22 anak yang berusia 5-18 tahun secara random hanya diberikan latihan nafas dalam saja (10 anak) dan diberikan guided imagery (7 anak) sedangkan 5 anak drop out dari penelitian. Anak diberikan guided imagery 4 kali dalam seminggu selama 50 menit tiap sesi. Kejadian nyeri dicatat secara komplit selama 2 bulan. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak yang diberikanguided imagery lebih rendah 67 % kejadian nyeri abdomennya dibandingkan dengan yang hanya diberikan nafas dalam saja.

Penelitian Widodo, (2011) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh guided imageryterhadap tingkat nyeri anak usia 7-13 tahun saat pemasangan infus di RSUD Kota Semarang meneliti 56 anak yang berusia 7-13 tahun yang akan dipasang infus yang diambil semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Diperoleh hasil penelitian ada pengaruh pemberian guided imagery terhadap tingkat nyeri. Anak


(20)

yang diberikan guided imagery tingkat nyerinya 60 % lebih rendah dibanding dengan anak yang tidak diberikanguided imagery.

Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan merupakan salah satu rumah sakit rujukan di kota Medan yang memberikan pelayanan keperawatan anak, dari hasil wawancara pada salah satu perawat yang sedang bertugas di ruang rawat III diperoleh bahwa belum ada diterapkanguided imagerypada pemasangan infus.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD dr.Pirngadi Medan.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

1.3 Pertanyaan penelitian

Bagaimana pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan?

1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan.


(21)

1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden anak usia sekolah

2. Mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah yang diberikan teknik guided imagerypada pemasangan infus RSUD Dr.Pirngadi Medan 3. Mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah yang tidak diberikan

teknik guided imagery pada pemasangan infus di RSUD Dr.Pirngadi Medan

4. Untuk membandingkan kecemasan anak usia sekolah yang diberikan teknik guided imagery dengan yang tidak diberikan teknik guided imagerydi RSUD Dr.Pirngadi Medan.

1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Pendidikan Keperawatan

Memberikan informasi atau mensosialisasikan kepada peserta didik di institusi pendidikan keperawatan tentang pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

1.5.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti nyata akan efek teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan sehingga dapat dijadikan sebagai suatu intervensi keperawatan untuk menurunkan kecemasan anak usia sekolah pada pemasangan infus.


(22)

1.5.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk peneliti selanjutnya dan untuk menambah literatur tentang teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah.


(23)

2.1 Konsepguided imagery 2.1.1 Definisiguided imagery

Imagery merupakan pembentukan representasi mental dari suatu objek, tempat, peristiwa, atau situasi yang dirasakan melalui indra. Saat berimajinasi individu dapat membayangkan melihat sesuatu, mendengar, merasakan, mencium, dan atau menyentuh sesuatu (Snyder, 2006).

Istilah guide imagery merujuk pada berbagai teknik termasuk visualisasi sederhana, saran yang menggunakan imaginasi langsung, metafora dan bercerita,

eksplorasi fantasi dan bermain “game”, penafsiran mimpi, gambar, dan imajinasi

yang aktif dimana unsur-unsur ketidaksadaran dihadirkan untuk ditampilkan sebagai gambaran yang dapat berkomunikasi dengan pikiran sadar (Academic for Guide Imagery,2010).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa guided imagery merupakan teknik untuk menuntun individu dalam membayangkan sensasi apa yang dilihat, dirasakan, didengar, dicium, dan disentuh tentang kondisi yang santai atau pengalaman yang menyenangkan untuk membawa respon fisik yang diinginkan (sebagai pengurang stres, kecemasan, dan nyeri).

2.1.2 Manfaatguided imagery

Guided imagery merupakan salah satu jenis teknik relaksasi sehingga manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik relaksasi


(24)

yang lain. Para ahli dalam bidang teknik guided imagery berpendapat bahwa imajinasi merupakan penyembuh yang efektif yang dapat mengurangi nyeri, kecemasan, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit. Guided imagery telah menjadi terapi standar untuk mengurangi kecemasan dan memberikan relaksasi pada orang dewasa atau anak-anak, dapat juga untuk mengurangi nyeri kronis, tindakan prosedural yang menimbulkan nyeri, susah tidur, mencegah reaksi alergi, dan menurunkan tekanan darah (Snyder, 2006).

2.1.3 Pelaksanaanguided imagerypada pemasangan infus

Pemasangan infus pada anak merupakan tantangan yang unik bagi perawat yang bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan di ruang anak. Tindakan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan aspek lain yang mungkin berdampak adanya trauma (Frey, 2001). Terapi intravena merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi dan obat melalui pembuluh darah (intravascular) (Perry & potter, 2005). Setiawati dan Dermawan (2009) mengatakan bahwa alasan umum pasien mendapatkan terapi infus adalah untuk menstabilkan aliran vena dan mencegah terjadinya injuri.

Prinsip utama pemasangan infus pada anak yaitu efektif, efisien, aman, dengan mempertimbangkan emosi anak sesuai tahap perkembangannya. Tindakan pemasangan infus dilakukan pada anak merupakan prosedur emergensi, karena dapat menimbulkan kecemasan dan ketakukan pada anak (Whaley & Wong’s, 1999).


(25)

Guided imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayal tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi (Kaplan & Sadock, 2010 dalam Novarenta, 2013). Guided imagery mempunyai elemen yang secara umum sama dengan relaksasi, yaitu sama-sama membawa klien ke arah relaksasi namun guided imagery menekankan bahwa klien membayangkan hal-hal nyaman dan menenangkan dan tidak dapat memusatkan perhatian pada banyak hal dalam satu waktu oleh karena itu klien harus membayangkan satu imajinasi yang sangat kuat dan menyenangkan (Brannon & Feist, 2000 dalam Novarenta 2013).

Menurut Snyder (2006) teknikguided imagerysecara umum antara lain: 1. Membuat individu dalam keadaan santai yaitu dengan cara:

1) Mengatur posisi yang nyaman (duduk atau berbaring)

2) Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu benda di dalam ruangan

3) Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan, napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap fokus pada pernapasan dan tetapkan pikiran bahwa tubuh semakin santai dan lebih santai

4) Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala sampai ujung kaki.

5) Jika pikiran tidak fokus, ulangi kembali pernapasan dalam dan pelan 2. Sugesti khusus untuk imajinasi yaitu:


(26)

1) Pikirkan bahwa seolah-olah pergi ke suatu tempat yang menyenangkan dan merasa senang ditempat tersebut

2) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium, dan apa yang dirasakan 3) Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat tersebut 4) Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan (uraikan sesuai

tujuan yang akan dicapai/ diinginkan

3 Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu:

1) Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan ini, cara ini kapan saja anda menginginkan

2) Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernapasan anda, santai, dan membayangkan diri anda berada pada tempat yang anda senangi 4 Kembali ke keadaan semula yaitu:

1) Ketika anda telah siap kembali ke ruang dimana anda berada 2) Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda

3) Sebelumnya anda dapat menceritakan pengalaman anda ketika anda telah siap

Teknik pelaksanaan guided imagery pada anak perlu dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak, kognitif, dan pilihan anak. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan guided imagerypada anak-anak hanya boleh 10-15 menit dan anak biasanya tidak suka menutup mata mereka saat berimajinasi (Snyder, 2008 dalam Dewanti, 2013).


(27)

2.2 Konsep Kecemasan 2.2.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik (Suliswati, 2005).

Kecemasan merupakan suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Sundari, 2005).

2.2.2 Tanda-tanda Kecemasan

Suliswati (2005) menyebutkan, setiap individu berbeda dalam menghadapi suatu stimulus. Kecemasan memiliki satu gejala utama, yaitu takut atau timbul perasaan khawatir dalam situasi dimana kebanyakan orang tidak merasa terancam. Selain gejala yang utama, tanda umum lainnya dari gejala perasaan gelisah adalah perasaan takut, terganggu berkontraksi, merasa tegang dan gelisah, antisipasi yang terburuk, cepat marah, resah, merasakan adanya tanda-tanda bahaya. Kecemasan tidak hanya menyerang perasaan, namun juga berdampak terhadap kondisi fisik. Gejala fisik secara umum dari kecemasan adalah jantung berdebar, berkeringat, mual dan pusing, muntah, sakit perut, peningkatan frekuensi BAB atau diare, sesak nafas, tremor, ketegangan otot, sakit kepala, kelelahan.

2.2.3 Reaksi Kecemasan

Stuart (2006), kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya


(28)

gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan. Respon kecemasan dapat dibagi 4 yaitu respon fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif.

1. Respon fisiologis

Sistem kardiovaskuler akan memunculkan tanda palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat. Respon parasimpatis juga dapat muncul seperti rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun dan denyut nadi menurun. Respon tubuh pada juga akan menunjukan tarikan nafas yang pendek dan cepat, hiperventilasi, berkeringat dingin termasuk telapak tangan, kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, nyeri perut, sering buang air kecil, nyeri kepala, tidak bisa tidur, kelemahan umum, pucat dan gangguan pencernaan.

2. Respon perilaku

Respon perilaku sering ditunjukan seperti gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, dan menghindar.

3. Respon kognitif

Respon kognitif ditunjukan seperti perhatian terganggu, konsentrasi memburuk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, kreatifitas menurun, bingung, sangat waspada, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian.


(29)

4. Respon afektif

Respon afektif ditunjukan seperti mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, waspada, gelisah, kecemasan, dan ketakutan.

2.3 Anak Usia Sekolah

2.3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang berumur 6 sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya. Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-kanak dan menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya. Pada tahap ini terjadi perkembangan fisik, mental, dan sosial yang kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetensi keterampilan (Wong, 2008). 2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

1. Perkembangan Biologis

Petumbuhan tinggi dan berat badan terjadi lebih lambat tetapi pasti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Antara usia 6-12 tahun, anak-anak akan mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm per tahun untuk mencapai tinggi badan 30-60 cm dan berat badannya akan bertambah hampir dua kali lipat, bertambah 2-3 kg per tahun. Tinggi rata-rata anak usia 6 tahun adalah sekitar 116 cm dan berat badannya sekitar 21 kg; tinggi rata-rata anak usia 12 tahun adalah sekitar 150 cm dan berat badannya mendekati 40 kg. Menjelang akhir usia sekolah, ukuran tubuh anak perempuan mulai melebihi anak laki-laki, menyebabkan ketidaknyamanan yang akut bagi anak laki-laki dan perempuan (Wong, 2008).


(30)

2. Perkembangan Psikososial

Masa kanak-kanak pertengahan adalah periode perkembangan psikoseksual yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten, yaitu waktu tenang antara fase Oedipus pada masa kanak-kanak awal dan erotisisme masa remaja. Selama waktu ini, anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabdian pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas (Wong, 2008).

3. Perkembangan Moral (Kohlberg)

Pola pikir anak mulai berubah dari egosentrisme ke pola pikir logis, mereka juga bergerak melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan standar moral. Anak usia sekolah mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian tidak lagi bersifat mutlak dan otoriter serta mulai berisi lebih banyak kebutuhan dan keinginan orang lain (Wong, 2008).

4. Perkembangan Kognitif

Tahap operasional konkret menurut J.Piaget adalah anak mampu menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Pemikiran egosentris yang kaku pada tahun-tahun prasekolah digantikan dengan proses pikiran yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Selama tahap ini anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal dan ide. Mereka mulai memperoleh kemampuan untuk menghubungkan serangkaian kejadian untuk menggambarkan mental anak yang dapat diungkapkan secara verbal ataupun simbolik (Wong, 2008).


(31)

5. Perkembangan Spiritual

Anak usia sekolah mempunyai batasan yang sangat konkret dalam berfikir akan tetapi merupakan pelajar yang sangat baik dan memiliki kemauan besar untuk mempelajari Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan sebagai manusia yang

menggunakan sifat seperti “sayang” dan “membantu” dan mereka sangat tertarik

dengan adanya surga dan neraka. Anak usia sekolah ingin dan berharap dihukum jika berperilaku yang salah dan, jika diberikan pilihan, anak cenderung memilih

hukuman yang “sesuai dengan kejahatannya”. Kepercayaan dan harapan keluarga

serta tokoh agama lebih berpengaruh dalam hal keyakinan dibandingkan dengan teman sebaya (Wong, 2008).

6. Perkembangan Sosial

Anak memiliki budaya mereka sendiri, disertai rahasia, adat istiadat dan kode etik yang meningkatkan rasa solidaritas kelompok dan melepasakan diri dari orang dewasa. Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar bagaimana menghadapi dominasi dan permusuhan, berhubungan dengan pemimpin dan pemegang kekuasaan, serta menggali ide-ide dan lingkungan fisik. Bantuan dan dukungan kelompok memberi anak rasa aman yang cukup untuk menghindari resiko penolakan dari orang tua yang disebabkan oleh setiap kemenangan kecil dalam perkembangan kemandirian (Wong, 2008).

2.4 Konsep Hospitalisasi 2.4.1 Defenisi hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan proses karena alasan yang berencana, darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan


(32)

sampai pemulangan kembali ke rumah. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah. Anak juga sering kali berhadapan dengan prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian, dan berbagai hal yang tidak diketahui (Wong, 2008).

2.4.2 Stresor hospitalisasi

Stresor yang dialami anak pada saat mengalami hospitalisasi adalah cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh atau nyeri.

1. Cemas akibat perpisahan

Anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik dan mental yang tinggi yang kerap kali menemukan ketidaksesuaian dalam lingkungan rumah sakit dan bahkan meskipun ketika mereka tidak menyukai sekolah, mereka mengakui kehilangan rutinitasnya dan merasa khawatir mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan teman sekelas mereka pada saat mereka kembali masuk sekolah. Kesepian, bosan, isolasi, dan depresi umum terjadi. Anak usia sekolah membutuhkan dan menginginkan dukungan orang tua (Wong, 2008).

2. Kehilangan kendali

Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit menjadi rentan terhadap kejadian-kejadian yang dapat mengurangi rasa kendali dan kekuatan mereka. Banyak rutinitas rumah sakit yang mengambil kekuatan dan identitas individu. Bagi anak usia sekolah, aktivitas ketergantungan seperti tirah baring yang dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya privasi, bantuan mandi di tempat tidur, atau berpindah dengan kursi roda atau brankar dapat menjadi ancaman langsung bagi rasa aman mereka. Prosedur


(33)

tersebut tidak memungkinkan kebebasan memilih bagi anak-anak yang ingin bertindak dewasa. Akan tetapi, jika anak-anak tersebut diizinkan memegang kendali, tanpa memperhatikan keterbatasannya maka biasanya mereka akan berespons dengan sangat baik terhadap prosedur apapun. Selain lingkungan rumah sakit, penyakit juga dapat menyebabkan perasaan kehilangan kendali. Salah satu masalah yang paling signifikan dari anak-anak dalam kelompok usia ini berpusat pada kebosanan (Wong, 2008).

3. Cedera tubuh atau nyeri

Ketakutan mendasar tehadap sifat fisik dari penyakit muncul pada saat ini. Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti, atau kemungkinan kematian. Anak perempuan cenderung mengekspresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih kuat dibandingkan dengan anak laki-laki, dan hospitalisasi sebelumya tidak berdampak pada frekuensi atau intensitas kecemasan karena kemampuan kognitif mereka sedang berkembang, anak usia sekolah waspada terhadap pentingnya berbagai penyakit yang berbeda. Pentingnya anggota tubuh tertentu, bahaya pengobatan, dan makna kematian (Wong, 2008).

2.4.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Sakit dan Rawat Inap

Anak usia sekolah membayangkan rawat inap di rumah sakit adalah perpisahan dengan orang tua, merasa tidak nyaman, aktivitas dan kemandiriannya terbatas dan terhenti. Anak akan bertanya mengapa berada di rumah sakit, bingung, dan bermacam pertanyaan yang akan ditanya dikarenakan anak tidak mengetahui yang sedang terjadi. Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual


(34)

dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak. Pengalaman sebelumnya di rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki anak (Wong, 2008).

Wong (2008) mengatakan reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : perkembangan anak terhadap sakit beberapa-beda sesuai tingkat perkembangan anak. Berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyelesuaikan diri mereka tentang pengalaman di rumah sakit; pengalaman rawat inap di rumah sakit sebelumnya, apabila anak pernah mengalami yang tidak menyenangkan saat di rawat inap, akan menyebabkan anak takut dan trauma, dan sebaliknya apabila saat dirawat inap anak mendapat perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter, dukungan keluarga: anak akan mencari dukungan dari orang tua, dan saudara kandungan untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya; dan perkembangan koping dalam menangani stressor pada anak baik dalam menerima keadaan bahwa anak harus dirawat inap, maka akan lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

2.4.4 Dampak hospitalisasi pada anak

Anak akan merasa cemas, takut, sedih, dan perasaan tidak nyaman saat dirawat (Supartini, 2004). Anak yang cemas akan mengalami kelelahan karena menangis, tidak mau berinteraksi dengan perawat, rewel, menolak makan sehingga memperlambat proses penyembuhan, menurunnya semangat untuk sembuh dan tidak kooperatif terhadap perawat (Sari & Sulisno, 2012).


(35)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya. Anak menjadi jauh dari temannya membuat anak merasa sendiri. Anak akan merasakan kecemasan akibat perpisahan yang terjadi. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, dan takut akan kematian (Wong, 2008). Anak merasa terlantar, cedera permanen, kehilangan penerimaan teman, kurangnya produktivitas, dan ketidakmampuan menghadapi stres (Wong, 2008).

Anak sering menganggap sakit adalah hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan koping. Anak juga mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan teman sebayanya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga mereka harus ke rumah sakit dan harus mengalami rawat inap. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat kooperatif, menyebabkan anak menjadi marah. Sehingga anak kehilangan kontrol sehubungan terganggunya fungsi motorik yang mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak, sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapasi akan terhambat (Wong, 2008).


(36)

3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konseptual adalah hubungan yang berkaitan antara satu konsep dengan konsep lainnya dengan masalah-masalah yang akan diteliti.

Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan bahwa variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen. Guided imagery (variabel independen) mempengaruhi kecemasan (variabel dependen) pada anak usia sekolah pada pemasangan infus di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Data uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan: : Diteliti : Hubungan

Skema 3.1 Kerangka penelitian pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

Teknikguided imageryselama pemasangan infus

Kecemasan anak pada pemasangan infus

Kecemasan

• Tidak ada cemas

• Ada cemas Anak usia


(37)

3.2 Definisi operasional

Table 3.1 Definisi perasional variabel penelitian No Variabel

Operasional Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Variabel Independen : guided imagery Tindakan memberikan imajinasi terbimbing pada anak usia sekolah di ruang Melati yang dilakukan selama pemasangan infus dengan menggunakan gambar yang disesuaikan dengan kesenangan anak seperti gambar taman bermain dan tokoh-tokoh kartun. Intervensi dilakukan selama 15 menit sebanyak 1 kali.

- -

-2. Variabel Dependen : Kecemasan

Kecemasan adalah reaksi anak usia sekolah di ruang Melati dan Kenanga RSUD Dr.Pirngadi Medan yang disebabkan karena pemasangan infus.

Kuesioner 1. Tidak ada cemas bila skor 0-10

2. Ada cemas bila skor11-21

Nominal

3. Umur Umur adalah dihitung mulai anak berusia 6 tahun sampai umur 12 tahun

- 6 tahun–12 tahun

Nominal

4. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah gambaran diri yang dimiliki individu secara umum

- 1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

5. Agama Agama adalah suatu keyakinan yang dimiliki setiap

individu sesuai dengan kepercayaanya.

- 1. Islam 2. Kristen 3. Budha 4. Katolik 5. Hindu

Nominal

6. Suku Suku adalah suatu budaya yang dimiliki setiap individu.

- 1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. dan lain-lain


(38)

3.3 Hipotesa Penelitian

Hipotesa yang ditegakkan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


(39)

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi eksperimen karena penelitian ini tidak melakukan pengukuran sebelum intervensi, pengukuran hanya dilakukan setelah selesai intervensi. Penelitian ini melibatkan 2 kelompok yaitu kelompok anak yang dilakukan guided imagerysaat dilakukan pemasangan infus sebagai kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah anak yang tidak diberikanguided imagerysaat dilakukan pemasangan infus.

Kelompok Intervensi Post test

I 1 X1

K O X1

Keterangan: I = intervensi K = Kontrol 1 = diberikan O = tidak diberikan X1= post test 4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia sekolah yang berusia 6-12 tahun yang dirawat diruang Melati dan Kenanga RSUD Dr.Pirngadi Medan sebanyak 755 anak (Diperoleh dari buku rawatan ruang rawat inap Melati dan Kenanga Tahun 2014).


(40)

4.2.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodeconsecutive sampling, yaitu suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria sampel, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi.

Kriteria inklusi sampel : 1. Anak usia 6-12 tahun

2. Anak bersedia menjadi responden 3. Anak didampingi oleh keluarga 4. Tingkat kesadarancompos mentis 5. Dapat diajak berkomunikasi

6. Tidak menderita gangguan pendengaran dan pengucapan 7. Anak dipasang infus

8. Orang tua setuju anaknya menjadi responden Kriteria ekslusi penelitian ini adalah :

1. Anak dengan kebutuhan khusus (anak autism, anak penyakit hidrosefalus, anak yang hiperaktif, anak dengan tunagrahita, anak yang berada di ruangan isolasi)

2. Pasien yang mengkonsumsi obat-obat anti stres dan ansietas.

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan uji hipotesis untuk dua rata-rata populasi, dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow, 1997):


(41)

n = 2Ϭ 2(Z1-a/2+Z1-β/2)2 (u1-u2)2

Keterangan:

n : besar sampel minimal

Z 1-α/2 : nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2 atau derajat kemaknaana pada uji 2 sisi. (Derajat kemaknaan 1 % = 2,58)

Z 1-β : nilai Z pada kekuatan uji (power) tertentu (99% = 2,33) U1 : Rata-rata skala nyeri pada kelompok intervensi

U2 : Rata-rata skala nyeri pada kelompok kontrol

Peneliti membuat perhitungan besar sampel minimal berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya. Purwati (2010) yang meneliti pengaruh terapi musik terhadap tingkat nyeri anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus. Pada penelitian tersebut diperoleh rata-rata skala nyeri pada kelompok kontrol 4,31 dengan standar deviasi 0,78. Pada kelompok intervensi rata-rata skala nyeri adalah 2,84 dengan standar deviasi 1,27. Estimasi dilakukan pada derajat kemaknaan 1 % dengan kekuatan uji 99 %.

NilaiϬ 2diperkirakan dari varian gabungan kelompok 1 dan 2, yaitu: SP2 = (n1-1)S12+ (n2-1)S22

(n1-1) + (n2-1) = (32-1)1,272+ (32-1)0,782

(32-1+ 32-1) = 49,9999 + 18,8604

62


(42)

Besar sampel minimal yang diperlukan adalah: n = 2Ϭ 2(Z1-a/2+Z1-β/2)2

(u1-u2)2

= 2 (1,11)(2,58 + 2,33)2 ( 2,84–4,31)2 = 2,22 (24,12)

2,1609

= 53,55

2,1609 = 24,78 = 25

Total sampel 50 orang, yang akan di bagi dua yaitu 25 orang untuk sampel dengan pemberian teknik guided imagery pada pemasangan infus dan 25 orang untuk sampel yang tidak diberikan teknikguided imagerypada pemasangan infus, namun pada penelitian ini peneliti hanya mendapatkan 34 sampel, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penelitian dan sedikitnya dijumpai responden yang memenuhi kriteria penelitian.

4.3 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September sampai dengan Juni 2015 di ruang rawat inap Melati dan Kenanga RSUD dr. Pirngadi Medan. Alasan peneliti memilih RSUD dr. Pirngadi Medan karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan wilayah Sumatera Utara yang merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian, lokasi rumah sakit yang strategis dan pengurusan surat izin penelitian yang mudah sehingga dapat memudahkan peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria sampel yang sudah peneliti tentukan.


(43)

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Fakultas Keperawatan dan selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapat izin penelitian ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan melalui Badan Diklat dan Litbang lalu ke ruangan yang dituju. Setelah mendapat izin dari kepala ruangan baru boleh langsung ke responden.

Setelah mendapat izin persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan mempertimbangan aspek penelitian yaitu : (1) Right to self determination. Responden diberikan hak otonomi untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian. Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti yang berisi prosedur penelitian dan manfaat penelitian, responden diberikan kesempatan untuk menyetujui atau menolak berpartisipasi dalam penelitian. Responden juga dapat mengundurkan diri dari penelitian tanpa ada konsekuensi apapun, (2) Informed Consent. Setelah memperoleh penjelasan dari peneliti tentang tujuan, manfaat dan prosedur, responden diberikan lembar persetujuan menjadi responden yang sudah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Apabila setuju untuk menjadi responden dalam penelitian, maka responden diminta untuk mengisi lembar persetujuan tersebut, (3) Right to privacy and dignity. Peneliti melindungi privasi dan martabat responden. Selama penelitian, kerahasiaan dijaga dengan cara melaksanakan tindakan penjelasan dan persetujuan serta pengambilan data responden dilakukan peneliti hanya dengan keluarga responden tanpa didampingi orang lain, (4) Right to anonymity and confidentiality. Data penelitian yang berasal dari responden tidak disertai dengan identitas responden tetapi hanya


(44)

dengan kode responden. Data yang diperoleh dari responden hanya diketahui oleh peneliti dan responden yang bersangkutan. Pada pengolahan data, analisis dan publikasi dari hasil penelitian tidak dicantumkan identitas responden. (5) Right to fair treatment. Kedua kelompok penelitian mendapatkan intervensi pemasangan infus sesuai dengan standart operasional yang ada di rumah sakit hanya saja kelompok intervensi mendapatkan tambahan intervensi guided imagery selama pemasangan infus. (6) Right to protection from discomfort and harm. Kenyamanan responden dan risiko dari intervensi yang diberikan selama penelitian tetap dipertimbangkan dalam penelitian ini. Kenyamanan responden baik fisik, psikologis, dan sosial dipertahankan dengan memberikan tindakan yang atraumatis,supportdanreinforcementpositif pada responden.

4.5 Instrumen Penelitian

Kuesioner penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner kecemasan anak dalam pemasangan infus dengan memodifikasi Self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang dirancang oleh William W.K.Zung (1971).

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi disusun oleh peneliti untuk melihat karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, suku bangsa, dan agama.

4.5.2 Kuesioner Kecemasan

Memodifikasi Self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang diciptakan oleh William W. K Zung dengan tujuan untuk menilai kecemasan sebagai kekacauan klinikal dan mengukur gejala kecemasan. Jenis pertanyaan dikotomi dengan


(45)

pilihan jawaban ya atau tidak. Skala pengukuran data yang digunakan adalah skala Guttman. Dengan interpretasi penilaian, apabila jawaban ya nilainya 1 dan apabila jawabannya tidak maka nilainya 0. Perhitungan data hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2005).

Panjang kelas = Rentang kelas Banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah ) yaitu 21 dan 2 kategori kelas kecemasan yaitu tidak ada cemas dan ada cemas, maka didapatkan panjang kelas sebesar 10, menggunakan p= 10 dan nilai terendah =0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, data kecemasan dikategorikan yaitu 0-10 adalah tidak ada cemas dan 11-21 adalah ada cemas. 4.6 Uji Validitas dan Reabilitas

4.6.1 Uji Validitas

Peneliti menggunakan teknik content validity yang membuktikan instrumen lebih valid yang dilakukan oleh orang ahli dalam keperawatan anak dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Roxsana Devi Tumanggor S.Kep.,Ns,M.Nurs dengan content validity index (CVI) adalah 0,87 maka dikatakan kuesioner ini valid.

4.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sama. Uji reliabilitas dilakukan


(46)

Sakit Islam Malahayati pada tanggal 18 Maret sampai 8 April 2015. Uji reliabilitas untuk instrumen dianalis menggunakan analisis KR-20 dimana hasil analisisnya 0,88 dan dianggap reliabel maka kuesioner ini layak digunakan.

4.7 Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu mengajukan permohonan izin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan, kepala instalasi rawat inap dan kepala ruangan. Sesudah izin penelitian diberikan, maka peneliti melakukan pendataan responden kelompok intervensi. Peneliti mendata anak yang dirawat inap yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi untuk dijadikan responden. Kemudian menunggu keputusan dokter responden mana yang akan dilakukan pemasangan infus. Selanjutnya peneliti meminta izin kepada keluarga dengan menjelaskan tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah proses pengumpulan data.

Setelah anak bersedia menjadi responden penelitian maka peneliti memberikan lembaran informed consent sebagai bentuk persetujuan dengan keluarga responden. Keluarga responden memberikan tanda tangannya pada lembar persetujuan tersebut. Kemudian peneliti mewawancarai keluarga selama 5 menit untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik responden. Setelah peneliti selesai mengisi lembar kuesioner data demografi maka selanjutnya peneliti mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan guided


(47)

imagery yaitu kertas yang bergambar dan gambar yang diberikan disesuaikan dengan kesenangan anak-anak seperti gambar taman bermain atau kartun. Pada saat itu perawat juga mempersiapkan alat-alat untuk memasang infus. Kemudian peneliti mulai memberikan intervensi guided imagery dengan cara peneliti mengajarkan teknik relaksasi dan setelah itu membimbing anak untuk berimajinasi tentang gambar yang ada di kertas. Ini dilakukan saat perawat mulai memasang infus anak. Setelah dilakukan guided imagery, peneliti meminta responden untuk menyampaikan perasaannya. Intervensi diberikan dengan durasi 15 menit sebanyak 1 kali, dan teknik guided imagery ini dilakukan secara perorangan. Setelah melakukan intervensi kemudian dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner kecemasan dengan teknik wawancara dan observasi responden selama 20 menit.

Pengumpulan data untuk kelompok kontrol sama dengan pengumpulan data kelompok intervensi tetapi pada kelompok kontrol tidak dilakukan teknik guided imagery dan langsung dilakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner kecemasan setelah responden dipasang infus dengan teknik wawancara dan observasi responden selama 20 menit.

4.8 Analisa data

Semua data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan data dengan memeriksa semua kuesioner. Data yang ada dilakukanediting, coding, processing, dan cleaning,saving.

Hasil kuesioner yang telah selesai dikumpulkan, kemudian dilakukan editing terlebih dahulu. Editing dilakukan untuk memeriksa dan memperbaiki


(48)

isian kuesioner. Pada tahap ini, peneliti memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan apakah telah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten. Data yang telah diedit, dilakukan coding dengan mengoreksi ketepatan dan kelengkapan data responden kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan menggunakan komputer. Dalam memasukkan data, ketelitian perlu diperhatikan untuk mencegah kesalahan dalam memasukkan data dan memaknai data (data entry dan processing). Setelah data dimasukkan kedalam komputer dilakukan pemeriksaan terhadap semua data guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data (cleaning data). Tahap terakhir dilakukan penyimpanan data untuk siap dianalisis (saving).

Analisa data dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Analisa univariat

Analisa univariat meliputi data kecemasan anak dan data demografi yang berupa umur, jenis kelamin, suku bangsa dan agama disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat ini menggunakan uji statistik t-Independen yang digunakan untuk mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah yang diberikan guided imagery pada pemasangan infus dengan kecemasan anak usia sekolah yang tidak diberikan guided imagery. Ketetapan taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan dasar pengambilan keputusan jika p < 0,05 maka Ho ditolak dan jika p > 0,05 maka Ha gagal ditolak. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel.


(49)

5.1 Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian tentang pengaruhguided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr Pirngadi Medan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan April 2015 sampai dengan bulan Juni 2014. Penyajian data meliputi deskripsi karakteristik anak usia sekolah, kecemasan responden dengan pemberian intervensi guided imagery saat pemasangan infus dan kecemasan responden yang tidak diberikan intervensi di RSUD Dr Pirngadi Medan dengan jumlah sampel keseluruhan 34 responden. Setiap kelompok terdiri dari 17 responden yang diberikan guided imagery saat pemasangan infus dan 17 responden yang tidak diberikanguided imagery.

5.1.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian diperoleh data bahwa mayoritas responden pada kelompok intervensi berjenis kelamin perempuan 9 responden (52,9%) berusia 11 tahun 5 responden (29,4%) bersuku batak yaitu 8 responden (47,1%) dan beragama Islam 10 responden (58,8%). Sedangkan responden pada kelompok kontrol mayoritas berjenis kelamin laki-laki 11 responden (64,3%), berusia 9 dan 10 tahun 8 responden (47%), bersuku jawa 7 responden (41,2%) dan beragama Islam 13 responden (76,5%).


(50)

Tabel 5.1

Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang rawat inap Melati dan

Kenanga RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2015 (n=34)

Karakteristik responden Kel.Intervensi Kel. Kontrol

F (%) F (%)

1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 2. Umur 6tahun 7tahun 8tahun 9tahun 10tahun 11tahun 12tahun 3. Suku Batak Jawa Melayu Minang Nias 4. Agama Islam Kristen Katolik 8 9 2 1 3 1 3 5 2 8 5 0 3 1 10 4 3 47,1 52,9 11,8 5,9 17,6 5,9 17,6 29,4 11,8 47,1 29,4 0 17,6 5,9 58,8 23,5 17,6 11 6 1 2 3 4 4 2 1 4 7 2 3 1 13 4 0 64,3 35,3 5,9 11,8 17,6 23,5 23,5 11,8 5,9 23,5 41,2 11,8 17,6 5,9 76,5 23,5 0


(51)

Tabel 5.2

Distribusi hasil kuesioner kecemasan anak kelompok intervensi di ruang rawat inap Melati RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2015

(n=17)

No Pernyataan Ya Tidak

f % f %

1. Saya merasa gugup saat dipasang infus 7 41,2 10 58,8

2. Saya merasa takut saat dipasang infus 8 47,1 9 52,9

3. Saya marah saat dipasang infus 4 23,5 13 76,5

4. Saya merasa panik saat dipasang infus 6 35,3 11 64,7 5. Saya merasa kurang konsentrasi saat dipasang infus 8 47,1 9 52,9 6. Saya merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja

walaupun saya dipasang infus

6 35,3 11 64,7

7. Lengan dan kaki saya gemetar saat dipasang infus 10 58,8 7 41,2 8. Saya merasa sakit kepala saat dipasang infus 6 35,3 11 64,7 9. Saya merasa sakit di bagian leher saat dipasang infus 7 41,2 10 58,8 10. Saya merasa nyeri di punggung saat dipasang infus 8 47,1 9 52,9 11. Saya merasa lemah dan lelah saat dipasang infus 11 64,7 6 35,3 12. Saya bisa duduk tenang walaupun dipasang infus 13 76,5 4 23,5 13. Saya merasa jantung saya berdegup kencang saat

dipasang infus

10 58,8 7 41,2

14. Saya tiba-tiba merasa pusing saat dipasang infus 1 5,9 16 94,1 15. Saya memiliki cara untuk mengatasi rasa takut saat

dipasang infus

6 35,3 11 64,7

16. Saya bisa bernapas dengan baik walaupun saya dipasang infus

5 29,4 12 70,6

17. Saya merasa jari kaki dan tangan saya terasa kesemutan saat dipasang infus

9 52,9 8 47,1

18. Saya tiba-tiba merasa sakit perut saat dipasang infus 3 17,6 14 82,4 19. Saya ingin buang air kecil saat dipasang infus 3 17,6 14 82,4 20. Tangan saya kering, hangat dan tidak berkeringat

walaupun saya dipasang infus

7 41,2 10 58,8

21. Wajah saya memerah saat dipasang infus 11 64,7 6 35,3 Hasil penelitian ini diperoleh pada kelompok intervensi paling banyak menjawab ya pada item pernyataan no.12 sebanyak 13 orang (76,5%) dan paling sedikit menjawab ya pada item pernyataan no.14 sebanyak 1 (5,9%). Untuk


(52)

kategori yang menjawab tidak paling banyak pernyataan no.14 sebanyak 16 orang (94,1%) dan paling sedikit menjawab tidak pada item pernyataan no.12 sebanyak 4 orang (23,5%).

Tablel 5.3

Distribusi hasil kuesioner kecemasan anak kelompok kontrol di ruang rawat inap Kenanga RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2015

(n=17)

No Pernyataan Ya Tidak

f % F %

1. Saya merasa gugup saat dipasang infus 14 82,4 3 17,6 2. Saya merasa takut saat dipasang infus 16 94,1 1 5,9

3. Saya marah saat dipasang infus 6 35,3 11 64,7

4. Saya merasa panik saat dipasang infus 16 94,1 1 5,9 5. Saya merasa kurang konsentrasi saat dipasang

infus

9 52,9 8 47,1

6. Saya merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja walaupun saya dipasang infus

11 64,7 6 35,3

7. Lengan dan kaki saya gemetar saat dipasang infus 8 47,1 9 52,9 8. Saya merasa sakit kepala saat dipasang infus 12 70,6 5 29,4 9. Saya merasa sakit di bagian leher saat dipasang

infus

9 52,9 8 47,1

10. Saya merasa nyeri di punggung saat dipasang infus 14 82,4 3 17,6 11. Saya merasa lemah dan lelah saat dipasang infus 11 64,7 6 35,3 12. Saya bisa duduk tenang walaupun dipasang infus 2 11,8 15 88,2 13. Saya merasa jantung saya berdegup kencang saat

dipasang infus

6 35,3 11 64,7

14. Saya tiba-tiba merasa pusing saat dipasang infus 6 35,3 11 64,7 15. Saya memiliki cara untuk mengatasi rasa takut saat

dipasang infus

6 35,3 11 64,7

16. Saya bisa bernapas dengan baik walaupun saya dipasang infus

2 11,8 15 88,2

17. Saya merasa jari kaki dan tangan saya terasa kesemutan saat dipasang infus

15 88,2 2 11,5

18. Saya tiba-tiba merasa sakit perut saat dipasang infus

11 64,7 6 35,3


(53)

20. Tangan saya kering, hangat dan tidak berkeringat walaupun saya dipasang infus

4 23,5 13 76,5

21. Wajah saya memerah saat dipasang infus 7 41,2 10 58,8

Hasil penelitian ini diperoleh pada kelompok kontrol paling banyak menjawab ya pada item pernyataan no.2 dan 4 masing-masing sebanyak 16 orang (94,1%) dan paling sedikit menjawab ya pada item pernyataan no.12 dan 16 masing-masing sebanyak 2 orang (11,8%). Untuk kategori yang menjawab tidak paling banyak pernyataan no.12 dan 16 masing-masing sebanyak 15 orang (88,2%) dan paling sedikit menjawab tidak pada item pernyataan no.2 dan 4 masing-masing sebanyak 1 orang (5,9%).

5.1.2 Distribusi responden berdasarkan kecemasan responden kelompok intervensi dan responden kelompok kontrol

Dari hasil penelitian diperoleh hasil, responden pada kelompok intervensi mengalami kecemasan (17,6%) dan yang tidak mengalami kecemasan (82,4%). Responden pada kelompok kontrol mengalami kecemasan (76,5%) dan yang tidak mengalami kecemasan (23,5%).

Tabel 5.4

Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan kecemasan kelompok intervensi di ruang rawat inap Melati RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2015

Kecemasan Anak Anak yang diberikan

guided imagery

F %

Tidak cemas Cemas

14 3

82,4 17,6


(54)

Tabel 5.5

Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan kecemasan kelompok kontrol di ruang rawat inap Kenanga RSUD Dr.Pirngadi Medan 2015

Kecemasan Anak Anak yang tidak diberikan

guided imagery F % Tidak cemas Cemas 4 13 23,5 76,5

5.1.3 Perbedaan kecemasan responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kecemasan responden kelompok intervensi 8,76 dan kecemasan responden kelompok kontrol 11,41 standar deviasi pada kelompok intervensi 1,954 dan kelompok kontrol 2,063. Hasil uji statistik diperoleh beda mean 2,647 dan nilai p diperoleh 0,001. Maka disimpulkan ada perbedaan kecemasan responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

Tabel 5.6

Perbedaan kecemasan responden pada kelompok intervensi dengan kecemasan responden pada kelompok kontrol di ruang rawat inap Melati dan Kenanga RSUD

Dr.Pirngadi Medan tahun 2015

Variabel Mean SD Mean

Difference

t SE

Difference p value Kecemasan anak yang tidak

diberikan guided imagery

Kecemasan anak yang diberikan guided imagery

11,41

8,76

2,063

1,954


(55)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik demografi responden

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden pada kelompok intervensi berusia 11 tahun 29,4% dan mayoritas responden pada kelompok kontrol berusia 9-10 tahun 47% . Hal ini sesuai dengan pernyataan Wong (2008), yang menyatakan periode usia pertengahan disebut dengan usia sekolah atau masa sekolah dengan rentang usia 6-12 tahun. Periode ini dimulai dengan masuknya anak kelingkungan sekolah, yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Dimana pada anak usia sekolah secara umum aktifitas fisik semakin tinggi, sehingga anak sangat rentan terkena penyakit yang bisa mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit, maka orang tua akan segera membawanya ke pelayanan kesehatan dan seringkali anak harus dirawat inap untuk proses penyembuhannya.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 11 responden (64,3%) dari kelompok kontrol dan 8 responden (47,1%) dari kelompok intervensi. Hal ini disebabkan karena jumlah pasien anak usia sekolah yang menjalani rawat inap dan pemasangan infus di RSUD Dr.Pirngadi lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki. Wong (2008) menyatakan anak perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stresor dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga anak laki-laki lebih banyak yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan anak perempuan. Hurlock (2004) menyatakan jenis kelamin anak akan mempengaruhi aktivitas bermain anak. Anak laki-laki lebih banyak


(56)

melakukan permainan yang menghabiskan energi dibandingkan anak perempuan, sehingga anak laki-laki lebih berisiko terkena penyakit atau cidera.

5.2.2 Kecemasan anak usia sekolah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata responden pada kelompok intervensi tidak mengalami kecemasan. Terdapat 14 responden (82,4%) yang tidak mengalami kecemasan, responden pada kelompok intervensi memiliki skor minimal yaitu 5 dan skor maksimal yaitu 13. Responden pada kelompok kontrol rata-rata mengalami kecemasan. Terdapat 13 responden (76,5) mengalami kecemasan, responden pada kelompok kontrol memiliki skor minimal 8 dan skor maksimal 15. Kecemasan anak terjadi karena adanya situasi yang mengancam yang menyertai perkembangan, perubahan dan pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukannya (Kaplan & Sadock, 2010 dalam Novarenta, 2013).

Responden yang diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus rata-rata tidak mengalami kecemasan. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka guided imagery merupakan salah satu jenis teknik relaksasi yang telah menjadi terapi standar untuk mengurangi kecemasan berikan relaksasi pada orang dewasa atau anak-anak, dapat juga mengurangi nyeri kronis, tindakan prosedural yang menimbulkan nyeri, susah tidur, mencegah reaksi alergi dan menurunkan tekanan darah (Synder, 2006).


(57)

5.2.3 Perbandingan kecemasan responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Dari tabel 5.6 diperoleh data bahwa beda rata-rata kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah 2,647. Rata-rata kelompok intervensi adalah 8,76 dan kelompok kontrol adalah 11,41. Responden pada kelompok intervensi lebih sedikit mengalami kecemasan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa guided imagery merupakan salah satu jenis teknik relaksasi sehingga manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik relaksasi yang lain. Para ahli dalam bidang teknik guided imagery berpendapat bahwa imajinasi merupakan penyembuh yang efektif yang dapat mengurangi nyeri, kecemasan, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit (Snyder, 2006).

Hart, 2008 dalam Widodo, 2012 menyatakan bahwa jika seseorang membayangkan suatu hal negatif atau menakutkan dapat meningkatkan rasa sakit atau kecemasan maka hal tersebut dapat dinetralkan dengan pikiran positif atau menenangkan. Pikiran dapat dilatih untuk berfokus pada imajinasi penyembuhan. Jika imajinasi menakutkan atau negatif memiliki kemampuan untuk meningkatkan rasa sakit dan gejala lain yang tidak diinginkan, maka imajinasi positif atau menenangkan dapat mengurangi gejala sakit.

Guided imagery dapat berfungsi sebagai pengalih perhatian dari stimulus yang menyakitkan dengan demikian dapat mengurangi respon nyeri (Jacobson, 2006 dalam Widodo, 2012). Manfaat penggunaan imagery sebagai pereda nyeri


(58)

adalah mengurangi kecemasan, meningkatkan penguasaan dan harapan, meningkatkan kerjasama serta mengurangi kecemasan keluarga dan petugas kesehatan (Olness & Kohen, 1996 dalam Genders, 2006).

Hal di atas bila dibandingkan dengan kecemasan anak yang diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus dan yang tidak diberikan teknik guided imagerypada pemasangan infus menunjukkan hasil yang berbeda dimana anak yang tidak diberikan teknikguided imagerypada pemasangan infus rata-rata mengalami kecemasan dan anak yang diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus rat-rata tidak mengalami kecemasan. Hasil ini didukung oleh penelitian Tilburg dkk (2009) dalam Widodo, (2012) meneliti tentang pengaruh audio recorded guided imagery terhadap tingkat nyeri anak dengan nyeri abdomen. Penelitian ini meneliti 34 anak yang berusia 6-15 tahun dengan nyeri perut yang diambil secara acak 19 anak menerima terapi medis dengan guided imagery dan 15 anak hanya mendapatkan terapi medis saja. Setelah dievaluasi , anak yang menerima guided imagery menunjukkan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik, penurunan tingkat nyeri, kesakitan, dan menurunkan jumlah periksa ke dokter dibandingkan dengan anak yang hanya mendapatkan perawatan medis saja. Anak yang mendapatkan latihan guided imagery mengalami penurunan nyeri sebesar 63,1% sedangkan anak yang hanya menerima terapi medis saja mengalami penurunan nyeri perut sebesar 26,7 %.


(59)

5.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih memiliki beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah:

1. Jumlah sampel pada penelitian ini kurang dari jumlah yang diharapkan. Hal ini dikarenakan sedikitnya responden yang ditemui di rumah sakit yang memenuhi kriteria dan keterbatasan waktu penelitian

2. Peneliti tidak dapat mengkondisikan ruangan yang nyaman dan tenang untuk melakukan intervensi.


(60)

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang diberikan teknik guided imagerypada pemasangan infus mayoritas berusia 11 tahun (29,4%), jenis kelamin perempuan 9 orang (52,9%), beragama Islam 10 orang (58,8%) dan bersuku batak 8 orang (47,1%). Sedangkan responden yang tidak diberikan teknik guided imagerypada pemasangan infus mayoritas berusia 9 dan 10 tahun (47%), jenis kelamin laki-laki 11 orang (64,3%), beragama Islam 13 orang (76,5%) dan bersuku jawa 7 orang (41,2%). Responden yang diberikan teknikguided imagery pada pemasangan infus mengalami kecemasan 3 orang (17,6%) dan responden yang tidak mengalami kecemasan 14 orang (82,4%). Sedangkan responden yang tidak diberikanguided imagery pada pemasangan infus mengalami kecemasan 13 orang (76,5%) dan responden yang tidak mengalami kecemasan 4 orang (23,5%).

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Independendent t-test didapatkan hasil yang signifikan (2-tailed) sebesar 0,001 (p<0,05) dengan demikian terdapat perbedaan kecemasan anak yang diberikan teknik guided imagery dengan yang tidak diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus, dimana anak yang diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus rata-rata tidak mengalami kecemasan sedangkan anak yang tidak diberikan teknik guided imagerypada pemasangan infus rata-rata mengalami kecemasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah.


(61)

6.2 Saran

6.2.1 Pendidikan Keperawatan

Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan bahwa ada pengaruh guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah dimana ada perbedaan kecemasan anak yangdiberikan teknik guided imagery dengan anak yang tidak diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus dengan hasil, kecemasan anak yang diberikan teknik guided imagery lebih rendah dibandingkan dengan kecemasan anak yang tidak diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus.

6.2.2 Pelayanan Keperawatan

Saat ini teknik guided imagery pada pemasangan infus masih jarang dilakukan di rumah sakit karena itu perawat diharapkan dapat menerapkan terapi guided imagery pada pemasangan infus terhadap anak usia sekolah.

6.2.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data masukan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan manfaat menggunakan teknik guided imageryterhadap kecemasan anak pada pemasangan infus.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Edisi 14. Jakarta: Rineka cipta

Bolin, N. (2011). Hubungan Penerapan Atraumatic Care dalam Pemasangan Infus Terhadap Respon Kecemasan pada Anak yang Mengalami Hospitalisasi di Irna D Anak RS Dr. M Jamil Padang. Diakses pada

tanggal 10 Oktober 2014 dari website:

https://id.scribd.com/doc/197329567/Hubungan-Penerapan-Atraumatik-Care-Dalam-Pemasangan-Infus-Terhadap-Respon-Kecemasan

Dewanti. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan kesehatan masyarakat Perkotaan pada Pasien Spina Bifida di Ruang Bedah Anak Lantai III Utara RSUP Fatmawati. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 dari website: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf Direktorat-Anak. (2013).

www.gizikia.depkes.go.id/archives/category/direktorat-bina-kesehatan-anak dibuka tanggal 30 oktober 2014.

Harlock, E. B. (2004). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, Edisi 5.Yogyakarta: Erlangga.

Hidayat, A.A. A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.Jakarta: Salemba Medika

L. Huff et al. (2009). Atraumatic Care: Emla Cream and Application of Heat to Facilitate Peripheral Venous Cannulation In Children.

http://www.scribd.com/doc/129915463/Atraumatic-Care-EMLA-Cream# download [diakses pada 5 Oktober 2014].

Novarenta, A. (2013). Guided Imagery untuk Mengurangi Rasa Nyeri Saat Menstruasi. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014 dari website: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2 &ved=0CCgQFjAB&url=http%3A%2F%2Fejournal.umm.ac.id%2Findex. php%2Fjipt%2Farticle%2Fview%2F1575%2F1671&ei=b3OTVMelJ5blu QSooCQBw&usg=AFQjCNG94cNf8RIBQKQy1FCi3Pi1erSiA&sig2=w wpQMfiBg5qHAh77LKPgtw


(63)

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P A., Perry, A G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik,(Ed). Jakarta : EGC.

Polit, D F., Cheryl, T B. (2004).Nursing Research Principles and Methods. Philla delphia: Lippincoot William & Wilkins.

Ramdaniati, S. (2011). Analisis Determine Kejadian Takut pada Anak Prasekolah dan Sekolah yang Mengalami Hospitalisasi di Ruang Rawat Inap Anak RSU. Blud dr. Slamet Garut. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan UI. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2014 dari website: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282590-T%20Sri%20Ramdaniati.pdf

Sari, F S., Sulisno, M. (2012). Hubungan kecemasan ibu dengan kecemasan anak saat hospitalisasi anak.Jurnal nursing studies I.

Setiawan, S., Dermawan, A C. (2009). Keterampilan klinis praktik keperawatan anak. Jakarta: Trans info media.

Stuart, G W. (2006). Buku keperawatan jiwa edisi 3.Jakarta: EGC

Suliswati, Payopo., Mahurawa, J., Sianturi, Y., & Sumijatun. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: EGC.

Sundari,S. (2005).Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: EGC.

Supartini,. Y. (2004).Buku ajar konsep dasar keperawatan anak.Jakarta: EGC.

Synder, M., & Lindquist, R. (2006). Complementary/alternaive therapies in nursing (4th ed).New York: Springer publishing company

Videbeck, S I. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Alih bahasa: Renata komalasari. Jakarta: EGC


(64)

Widodo, M S. (2011). Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7-13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus Di RSUD Kota Semarang. Diakses pada tanggal 12 November 2014 dari website: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:pSyVy8JNSMIJ:j urnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/515/564+&cd=3& hl=en&ct=clnk

Wong, D L., Eaton, M.H., Wilson, David., Marilyn,L., Winkelstein., & Schwartz, patricia. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 volume 1. Alih bahasa Andry hartono, Sari kunianingsih & Setiawan. Jakarta: EGC.

. (2008).Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 volume 2.Alih bahasa Andry hartono, Sari kunianingsih & Setiawan. Jakarta: EGC.

Wong, D L., Kasprisin, C.A., Hess, C.S.(2003). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Alih bahasa Andry hartono, Sari kunianingsih & Setiawan. Jakarta: EGC.


(65)

Lampiran 1 Penjelasan Tentang Penelitian

Judul : PengaruhGuided ImageryPada Pemasangan Infus Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

Saya bernama Rahma Mustika Yeli/111101030 adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan dengan tujuan mengidentifikasi pengaruh guided imagerypada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti menjamin bahwa penelitian yang dilakukan tidak akan menimbulkan dampak negatif kepada anak sebagai responden. Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi responden untuk mengurangi kecemasan saat dilakukan pemasangan infus. Untuk keperluan tersebut, saya mengharapkan kesediaan orang tua dan anak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Jika orang tua dan anak bersedia, saya akan melakukan wawancara selama 5 menit yang meliputi pertanyaan data demografi yaitu usia, jenis kelamin, suku bangsa, dan agama kemudian pemberian teknik guided imagery pada anak kelompok intervensi menggunakan kertas yang bergambar, dan gambarnya disesuaikan dengan kesenangan anak-anak seperti gambar taman bermain atau gambar kartun. Intervensi ini dilakukan 1 kali dengan durasi 15 menit. Kemudian dilakukan


(66)

wawancara tentang kecemasan anak menggunakan kuesioner kecemasan dan anak menjawab pertanyaan dengan jujur, apa adanya sesuai dengan situasi yang dialami. Kelompok kontrol hanya dilakukan pengumpulan data tanpa diberikan teknikguided imagery.

Partisipasi anak dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga anak bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang berikan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Terima kasih atas partisipasi orang tua dan anak dalam penelitian ini.

Medan, April 2015


(67)

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul

“Pengaruh Teknik guided imagery Pada Pemasangan Infus Terhadap Kecemasan

Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan”, maka

saya dengan sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian tersebut.

Medan, April 2015 Responden


(68)

Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN

Kode :

Tanggal/waktu : Bagian 1. Kuesioner Data Demografi

Petunjuk : orang tua akan ditanyakan informasi tentang data pribadi anaknya Jawablah pertanyaan berikut ini sesuai dengan keadaan anak yang sebenarnya dan diberi (√ ) dikotak yang disediakan.

1. Usia anak : Tahun

2. Jenis Kelamin : □ Laki-laki □ Perempuan

3. Suku : □ 1. Batak □ 3. Melayu

□ 2. Jawa □ 4. Lain-lain 4. Agama : □ 1. Islam □ 3. Budhha

□ 2. Kristen □ 4. Katolik □ 5. Hindu

Bagian II. Kuesioner kecemasan

Petunjuk : peneliti melakukan wawancara dan kemudian mengisi kuesioner sesuai jawaban responden

No Pernyataan Ya Tidak

1. Saya merasa gugup saat dipasang infus 2. Saya merasa takut saat dipasang infus 3. Saya marah saat dipasang infus 4. Saya merasa panik saat dipasang infus

5. Saya merasa kurang konsentrasi saat dipasang infus

6. Saya merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja walaupun saya dipasang infus

7. Lengan dan kaki saya gemetar saat dipasang infus 8. Saya merasa sakit kepala saat dipasang infus

9. Saya merasa sakit di bagian leher saat dipasang infus 10. Saya merasa nyeri di punggung saat dipasang infus 11. Saya merasa lemah dan lelah saat dipasang infus 12. Saya bisa duduk tenang walaupun dipasang infus

13. Saya merasa jantung saya berdegup kencang saat dipasang infus 14. Saya tiba-tiba merasa pusing saat dipasang infus

15. Saya memiliki cara untuk mengatasi rasa takut saat dipasang infus 16. Saya bisa bernapas dengan baik walaupun saya dipasang infus

17. Saya merasa jari kaki dan tangan saya terasa kesemutan saat dipasang infus 18. Saya tiba-tiba merasa sakit perut saat dipasang infus

19. Saya ingin buang air kecil saat dipasang infus

20. Tangan saya kering, hangat dan tidak berkeringat walaupun dipasang infus 21. Wajah saya memerah saat dipasang infus


(69)

Lampiran 4

Prosedur Pelaksanaan Penelitian Kelompok Intervensi:

I. Persiapan alat dan bahan : kertas yang bergambar, gambar disesuaikan dengan kesenangan anak-anak seperti gambar taman bermain atau gambar kartun

II. Waktu pelaksanaan : 55 menit dan dilakukan selama 1 kali III. Tindakan :

• Memperkenalkan diri kepada keluarga dan anak

• Memperjelaskan tujuan, manfaat dan dampak penelitian

• Melakukan wawancara pada orang tua anak untuk mengidentifikasi karakteristik anak

• Menyediakan kertas yang bergambar

• Melakukan teknik guided imagery saat anak dipasang infus dengan menggunakan gambar (taman bermain, tokoh kartun dan lainnya) yang ada di kertas

• Melakukan wawancara untuk pengisian kuesioner kecemasan anak usia sekolah saat pemasangan infus. Kelompok Kontrol :

• Memperkenalkan diri kepada keluarga dan anak

• Memperjelaskan tujuan, manfaat dan dampak penelitian

• Melakukan wawancara pada orang tua anak untuk mengidentifikasi karakteristik anak

• Melakukan wawancara untuk pengisian kuesioner kecemasan anak usia sekolah saat pemasangan infus.


(1)

86


(2)

(3)

88


(4)

89

JADWAL TENTATIF PENELITIAN Lampiran 18

No

Aktivitas Penelitian September 2014 Oktober 2014 November 2014 Desember 2014 Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015 April 2015 Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul penelitian

2 Menyusun Bab 1 3 Menyusun Bab 2 4 Menyusun Bab 3 5 Menyusun Bab 4 6 Menyerahkan proposal

penelitian

7 Ujian sidang proposal 8 Revisi proposal penelitian 9 Uji Validitas & Reliabilitas 10 Pengumpulan data responden 11 Analisa data

12 Ujian sidang skripsi 13 Revisi skripsi


(5)

90

Lampiran 19 TAKSASI DANA PENELITIAN

1. Proposal

Penelurusan literatur dari internet Rp 100.000,-Pencetakan literatur dari internet Rp

150.000,-Fotokopi literatur dari buku Rp

100.000,-Pencetakan proposal Rp

30.000,-Penggandaan dan penjilidan proposal Rp

50.000,-Konsumsi Rp

150.00,-2. Pengumpulan data

Administrasi surat survei awal Rp

200.000,-Biaya izin penelitian di lokasi Rp

400.000,-Transportasi Rp

300.000,-Penggandaan kuesioner dan lembar persetujuan responden Rp

150.000,-Souvenir Penelitian Rp 100.000

3. Analisa data dan penyusunan laporan

Biaya kertas dan tinta print Rp

200.000,-Pencetakan skripsi Rp

60.000,-Penggandaan dan penjilidian skripsi Rp

100.000,-CD Rp

10.000,-4. Penyusunan Hasil Perbaikan

Pengetikan dan perbaikan laporan Rp. 100.000,-Pengumpulan dan penjilidan laporan penelitian Rp.

200.000,-Jumlah

Rp2.400.000,-Biaya tidak terduga 10% Rp

240.000,-Total Rp


(6)

91

Lampiran 20

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Rahma Mustika Yeli

Tempat, Tanggal Lahir : Tj. Jati, 3 Juni 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

sAlamat : Jl. Setia Budi / Setia Gg. Pribadi No 8B Medan

Riwayat Pendidikan

1. Juli 1999 - Juni 2005 : SD Negeri 02 VII Koto Talago 2. Juli 2005 - Juni 2008 : MTsN Padang Japang

3. Juli 2008 - Juni 2011 : SMAN 1 Kec. Suliki