tersebut tidak memungkinkan kebebasan memilih bagi anak-anak yang ingin bertindak dewasa. Akan tetapi, jika anak-anak tersebut diizinkan memegang
kendali, tanpa memperhatikan keterbatasannya maka biasanya mereka akan berespons dengan sangat baik terhadap prosedur apapun. Selain lingkungan rumah
sakit, penyakit juga dapat menyebabkan perasaan kehilangan kendali. Salah satu masalah yang paling signifikan dari anak-anak dalam kelompok usia ini berpusat
pada kebosanan Wong, 2008. 3. Cedera tubuh atau nyeri
Ketakutan mendasar tehadap sifat fisik dari penyakit muncul pada saat ini. Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan
disabilitas, pemulihan yang tidak pasti, atau kemungkinan kematian. Anak perempuan cenderung mengekspresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih
kuat dibandingkan dengan anak laki-laki, dan hospitalisasi sebelumya tidak berdampak pada frekuensi atau intensitas kecemasan karena kemampuan kognitif
mereka sedang berkembang, anak usia sekolah waspada terhadap pentingnya berbagai penyakit yang berbeda. Pentingnya anggota tubuh tertentu, bahaya
pengobatan, dan makna kematian Wong, 2008.
2.4.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Sakit dan Rawat Inap
Anak usia sekolah membayangkan rawat inap di rumah sakit adalah perpisahan dengan orang tua, merasa tidak nyaman, aktivitas dan kemandiriannya
terbatas dan terhenti. Anak akan bertanya mengapa berada di rumah sakit, bingung, dan bermacam pertanyaan yang akan ditanya dikarenakan anak tidak
mengetahui yang sedang terjadi. Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual
Universitas Sumatera Utara
dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak. Pengalaman sebelumnya di rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan
koping yang dimiliki anak Wong, 2008. Wong 2008 mengatakan reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : perkembangan anak terhadap sakit beberapa-beda sesuai tingkat perkembangan anak. Berkaitan dengan umur anak,
semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyelesuaikan diri mereka tentang pengalaman di rumah sakit; pengalaman rawat inap di rumah sakit
sebelumnya, apabila anak pernah mengalami yang tidak menyenangkan saat di rawat inap, akan menyebabkan anak takut dan trauma, dan sebaliknya apabila saat
dirawat inap anak mendapat perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter, dukungan keluarga: anak akan
mencari dukungan dari orang tua, dan saudara kandungan untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya; dan perkembangan koping dalam
menangani stressor pada anak baik dalam menerima keadaan bahwa anak harus dirawat inap, maka akan lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani
perawatan di rumah sakit.
2.4.4 Dampak hospitalisasi pada anak
Anak akan merasa cemas, takut, sedih, dan perasaan tidak nyaman saat dirawat Supartini, 2004. Anak yang cemas akan mengalami kelelahan karena
menangis, tidak mau berinteraksi dengan perawat, rewel, menolak makan sehingga memperlambat proses penyembuhan, menurunnya semangat untuk
sembuh dan tidak kooperatif terhadap perawat Sari Sulisno, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya.
Anak menjadi jauh dari temannya membuat anak merasa sendiri. Anak akan merasakan kecemasan akibat perpisahan yang terjadi. Kehilangan kontrol
berdampak pada perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, dan takut akan kematian Wong, 2008. Anak merasa terlantar, cedera permanen, kehilangan
penerimaan teman, kurangnya produktivitas, dan ketidakmampuan menghadapi stres Wong, 2008.
Anak sering menganggap sakit adalah hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan koping. Anak juga
mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan teman sebayanya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga
mereka harus ke rumah sakit dan harus mengalami rawat inap. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat kooperatif, menyebabkan anak
menjadi marah. Sehingga anak kehilangan kontrol sehubungan terganggunya fungsi motorik yang mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak,
sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapasi akan terhambat Wong, 2008.
Universitas Sumatera Utara
21
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka konseptual