4. Respon afektif Respon afektif ditunjukan seperti mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,
tegang, gugup, waspada, gelisah, kecemasan, dan ketakutan.
2.3 Anak Usia Sekolah
2.3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang berumur 6 sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan
sesuai usianya. Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-kanak dan menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya.
Pada tahap ini terjadi perkembangan fisik, mental, dan sosial yang kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetensi keterampilan Wong, 2008.
2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah
1. Perkembangan Biologis
Petumbuhan tinggi dan berat badan terjadi lebih lambat tetapi pasti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Antara usia 6-12 tahun, anak-anak akan
mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm per tahun untuk mencapai tinggi badan 30- 60 cm dan berat badannya akan bertambah hampir dua kali lipat, bertambah 2-3
kg per tahun. Tinggi rata-rata anak usia 6 tahun adalah sekitar 116 cm dan berat badannya sekitar 21 kg; tinggi rata-rata anak usia 12 tahun adalah sekitar 150 cm
dan berat badannya mendekati 40 kg. Menjelang akhir usia sekolah, ukuran tubuh anak perempuan mulai melebihi anak laki-laki, menyebabkan ketidaknyamanan
yang akut bagi anak laki-laki dan perempuan Wong, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2. Perkembangan Psikososial
Masa kanak-kanak
pertengahan adalah
periode perkembangan
psikoseksual yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten, yaitu waktu tenang antara fase Oedipus pada masa kanak-kanak awal dan erotisisme masa
remaja. Selama waktu ini, anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabdian pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului
ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas Wong, 2008.
3. Perkembangan Moral Kohlberg
Pola pikir anak mulai berubah dari egosentrisme ke pola pikir logis, mereka juga bergerak melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan standar
moral. Anak usia sekolah mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian tidak lagi
bersifat mutlak dan otoriter serta mulai berisi lebih banyak kebutuhan dan keinginan orang lain Wong, 2008.
4. Perkembangan Kognitif
Tahap operasional konkret menurut J.Piaget adalah anak mampu menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Pemikiran
egosentris yang kaku pada tahun-tahun prasekolah digantikan dengan proses pikiran yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Selama tahap ini anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal dan ide. Mereka mulai memperoleh kemampuan untuk
menghubungkan serangkaian kejadian untuk menggambarkan mental anak yang dapat diungkapkan secara verbal ataupun simbolik Wong, 2008.
Universitas Sumatera Utara
5. Perkembangan Spiritual
Anak usia sekolah mempunyai batasan yang sangat konkret dalam berfikir akan tetapi merupakan pelajar yang sangat baik dan memiliki kemauan besar
untuk mempelajari Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan sebagai manusia yang menggunakan sifat seperti “sayang” dan “membantu” dan mereka sangat tertarik
dengan adanya surga dan neraka. Anak usia sekolah ingin dan berharap dihukum jika berperilaku yang salah dan, jika diberikan pilihan, anak cenderung memilih
hukuman yang “sesuai dengan kejahatannya”. Kepercayaan dan harapan keluarga serta tokoh agama lebih berpengaruh dalam hal keyakinan dibandingkan dengan
teman sebaya Wong, 2008.
6. Perkembangan Sosial
Anak memiliki budaya mereka sendiri, disertai rahasia, adat istiadat dan kode etik yang meningkatkan rasa solidaritas kelompok dan melepasakan diri dari
orang dewasa. Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar bagaimana menghadapi dominasi dan permusuhan, berhubungan dengan pemimpin dan
pemegang kekuasaan, serta menggali ide-ide dan lingkungan fisik. Bantuan dan dukungan kelompok memberi anak rasa aman yang cukup untuk menghindari
resiko penolakan dari orang tua yang disebabkan oleh setiap kemenangan kecil dalam perkembangan kemandirian Wong, 2008.
2.4 Konsep Hospitalisasi
2.4.1 Defenisi hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan proses karena alasan yang berencana, darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan
Universitas Sumatera Utara
sampai pemulangan kembali ke rumah. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah. Anak juga sering
kali berhadapan dengan prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan
kemandirian, dan berbagai hal yang tidak diketahui Wong, 2008.
2.4.2 Stresor hospitalisasi
Stresor yang dialami anak pada saat mengalami hospitalisasi adalah cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh atau nyeri.
1. Cemas akibat perpisahan Anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik dan mental yang tinggi yang
kerap kali menemukan ketidaksesuaian dalam lingkungan rumah sakit dan bahkan meskipun ketika mereka tidak menyukai sekolah, mereka mengakui kehilangan
rutinitasnya dan merasa khawatir mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan teman sekelas mereka pada saat mereka kembali masuk sekolah. Kesepian, bosan,
isolasi, dan depresi umum terjadi. Anak usia sekolah membutuhkan dan menginginkan dukungan orang tua Wong, 2008.
2. Kehilangan kendali Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit menjadi rentan terhadap
kejadian-kejadian yang dapat mengurangi rasa kendali dan kekuatan mereka. Banyak rutinitas rumah sakit yang mengambil kekuatan dan identitas individu.
Bagi anak usia sekolah, aktivitas ketergantungan seperti tirah baring yang dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya
privasi, bantuan mandi di tempat tidur, atau berpindah dengan kursi roda atau brankar dapat menjadi ancaman langsung bagi rasa aman mereka. Prosedur
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak memungkinkan kebebasan memilih bagi anak-anak yang ingin bertindak dewasa. Akan tetapi, jika anak-anak tersebut diizinkan memegang
kendali, tanpa memperhatikan keterbatasannya maka biasanya mereka akan berespons dengan sangat baik terhadap prosedur apapun. Selain lingkungan rumah
sakit, penyakit juga dapat menyebabkan perasaan kehilangan kendali. Salah satu masalah yang paling signifikan dari anak-anak dalam kelompok usia ini berpusat
pada kebosanan Wong, 2008. 3. Cedera tubuh atau nyeri
Ketakutan mendasar tehadap sifat fisik dari penyakit muncul pada saat ini. Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan
disabilitas, pemulihan yang tidak pasti, atau kemungkinan kematian. Anak perempuan cenderung mengekspresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih
kuat dibandingkan dengan anak laki-laki, dan hospitalisasi sebelumya tidak berdampak pada frekuensi atau intensitas kecemasan karena kemampuan kognitif
mereka sedang berkembang, anak usia sekolah waspada terhadap pentingnya berbagai penyakit yang berbeda. Pentingnya anggota tubuh tertentu, bahaya
pengobatan, dan makna kematian Wong, 2008.
2.4.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Sakit dan Rawat Inap