yang  diberikan guided  imagery tingkat  nyerinya  60    lebih  rendah  dibanding dengan anak yang tidak diberikan guided imagery.
Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan merupakan salah satu rumah sakit rujukan di kota Medan yang memberikan pelayanan keperawatan anak, dari hasil
wawancara  pada  salah  satu  perawat  yang  sedang  bertugas  di  ruang  rawat  III diperoleh bahwa belum ada diterapkan guided imagery pada pemasangan infus.
Berdasarkan  latar  belakang  diatas,  peneliti  merasa  tertarik  untuk  meneliti bagaimana  pengaruh  teknik guided  imagery pada  pemasangan  infus  terhadap
kecemasan anak usia sekolah di RSUD dr.Pirngadi Medan.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan  latar  belakang  di  atas, dapat  disimpulkan  rumusan  masalah pada  penelitian  ini  adalah  bagaimana  pengaruh  teknik guided  imagery pada
pemasangan  infus  terhadap  kecemasan  anak  usia  sekolah  di  RSUD  Dr.Pirngadi Medan.
1.3 Pertanyaan penelitian
Bagaimana  pengaruh  teknik guided  imagery pada pemasangan  infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan?
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengidentifikasi  pengaruh  teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD
Dr.Pirngadi Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik responden anak usia sekolah
2. Mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah  yang diberikan teknik
guided imagery pada pemasangan infus RSUD Dr.Pirngadi Medan 3.
Mengidentifikasi  kecemasan  anak  usia  sekolah  yang  tidak  diberikan teknik guided  imagery pada  pemasangan  infus  di  RSUD  Dr.Pirngadi
Medan 4.
Untuk  membandingkan  kecemasan  anak  usia  sekolah  yang  diberikan teknik guided  imagery dengan  yang  tidak  diberikan  teknik guided
imagery di RSUD Dr.Pirngadi Medan.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Pendidikan Keperawatan
Memberikan  informasi  atau  mensosialisasikan  kepada  peserta  didik  di institusi  pendidikan  keperawatan  tentang  pengaruh  teknik guided  imagery pada
pemasangan  infus  terhadap  kecemasan  anak  usia  sekolah  di  RSUD  Dr.Pirngadi Medan.
1.5.2 Pelayanan Keperawatan
Hasil  penelitian  ini  dapat  dijadikan  sebagai  bukti  nyata  akan  efek  teknik guided  imagery pada  pemasangan  infus terhadap  kecemasan  sehingga  dapat
dijadikan  sebagai  suatu  intervensi  keperawatan  untuk  menurunkan  kecemasan anak usia sekolah pada  pemasangan infus.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3 Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk peneliti selanjutnya dan untuk menambah literatur tentang teknik guided imagery pada pemasangan infus
terhadap kecemasan anak usia sekolah.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
guided imagery 2.1.1
Definisi guided imagery
Imagery merupakan  pembentukan  representasi  mental  dari  suatu  objek, tempat,  peristiwa,  atau  situasi  yang  dirasakan  melalui  indra.  Saat  berimajinasi
individu dapat membayangkan melihat sesuatu, mendengar, merasakan, mencium, dan atau menyentuh sesuatu Snyder, 2006.
Istilah guide  imagery merujuk  pada  berbagai  teknik  termasuk  visualisasi sederhana, saran  yang menggunakan imaginasi langsung, metafora dan bercerita,
eksplorasi fantasi dan bermain “game”, penafsiran mimpi, gambar, dan imajinasi yang  aktif  dimana  unsur-unsur  ketidaksadaran  dihadirkan  untuk  ditampilkan
sebagai gambaran yang dapat berkomunikasi dengan pikiran sadar Academic for Guide Imagery, 2010.
Dari  pengertian  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa guided  imagery merupakan  teknik  untuk  menuntun  individu  dalam  membayangkan  sensasi  apa
yang  dilihat,  dirasakan,  didengar,  dicium,  dan  disentuh  tentang  kondisi  yang santai  atau  pengalaman  yang menyenangkan  untuk  membawa  respon  fisik  yang
diinginkan sebagai pengurang stres, kecemasan, dan nyeri.
2.1.2 Manfaat
guided imagery
Guided  imagery merupakan  salah  satu  jenis  teknik  relaksasi  sehingga manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik relaksasi
Universitas Sumatera Utara
yang  lain.  Para  ahli  dalam  bidang  teknik guided  imagery berpendapat  bahwa imajinasi  merupakan  penyembuh  yang  efektif  yang  dapat  mengurangi  nyeri,
kecemasan,  mempercepat  penyembuhan  dan  membantu  tubuh  mengurangi berbagai  macam  penyakit. Guided  imagery telah  menjadi  terapi  standar  untuk
mengurangi kecemasan dan memberikan relaksasi pada orang dewasa atau anak- anak,  dapat  juga  untuk  mengurangi  nyeri  kronis,  tindakan  prosedural  yang
menimbulkan nyeri, susah tidur, mencegah reaksi alergi, dan menurunkan tekanan darah Snyder, 2006.
2.1.3 Pelaksanaan
guided imagery pada pemasangan infus
Pemasangan infus pada anak merupakan tantangan yang unik bagi perawat yang  bertanggung  jawab  memberikan  asuhan  keperawatan  di  ruang  anak.
Tindakan  yang  diberikan  yaitu  dengan  memperhatikan  aspek  lain  yang  mungkin berdampak adanya trauma  Frey, 2001. Terapi intravena merupakan terapi medis
yang  dilakukan  secara  invasif  dengan  menggunakan  metode  yang  efektif  untuk mensuplai  cairan,  elektrolit,  nutrisi  dan  obat  melalui  pembuluh  darah
intravascular  Perry    potter,  2005.  Setiawati  dan  Dermawan  2009 mengatakan  bahwa  alasan  umum  pasien  mendapatkan  terapi  infus  adalah  untuk
menstabilkan aliran vena dan mencegah terjadinya injuri. Prinsip  utama  pemasangan  infus  pada  anak  yaitu  efektif,  efisien,  aman,
dengan mempertimbangkan emosi anak sesuai tahap perkembangannya. Tindakan pemasangan  infus  dilakukan  pada  anak  merupakan  prosedur  emergensi,  karena
dapat  menimbulkan  kecemasan  dan  ketakukan  pada  anak  Whaley    Wong’s, 1999.
Universitas Sumatera Utara
Guided  imagery adalah  metode  relaksasi  untuk  mengkhayal  tempat  dan kejadian  berhubungan  dengan  rasa  relaksasi  yang  menyenangkan.  Khayalan
tersebut  memungkinkan  klien  memasuki  keadaan  atau  pengalaman  relaksasi Kaplan    Sadock,  2010  dalam  Novarenta,  2013. Guided  imagery mempunyai
elemen  yang  secara  umum  sama  dengan  relaksasi,  yaitu  sama-sama  membawa klien  ke  arah  relaksasi  namun guided  imagery menekankan  bahwa  klien
membayangkan  hal-hal  nyaman  dan  menenangkan  dan  tidak  dapat  memusatkan perhatian  pada  banyak  hal  dalam  satu  waktu  oleh  karena  itu  klien  harus
membayangkan  satu  imajinasi  yang  sangat  kuat  dan  menyenangkan  Brannon Feist, 2000 dalam Novarenta 2013.
Menurut Snyder 2006 teknik guided imagery secara umum antara lain: 1.
Membuat individu dalam keadaan santai yaitu dengan cara: 1 Mengatur posisi yang nyaman duduk atau berbaring
2 Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu benda di dalam ruangan
3 Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan, napas berikutnya  biarkan  sedikit  lebih  dalam  dan  lama  dan  tetap  fokus  pada
pernapasan  dan  tetapkan  pikiran  bahwa  tubuh  semakin  santai  dan  lebih santai
4 Rasakan  tubuh  menjadi  lebih  berat  dan  hangat  dari  ujung  kepala  sampai ujung kaki.
5 Jika pikiran tidak fokus, ulangi kembali pernapasan dalam dan pelan 2.
Sugesti khusus untuk imajinasi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1 Pikirkan  bahwa  seolah-olah  pergi  ke  suatu  tempat  yang  menyenangkan dan merasa senang ditempat tersebut
2 Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium, dan apa yang dirasakan 3 Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat tersebut
4 Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan uraikan sesuai tujuan yang akan dicapai diinginkan
3 Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu:
1 Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan ini, cara ini
kapan saja anda menginginkan 2 Anda  bisa  seperti  ini  lagi  dengan  berfokus  pada  pernapasan  anda,  santai,
dan membayangkan diri anda berada pada tempat yang anda senangi 4
Kembali ke keadaan semula yaitu: 1 Ketika anda telah siap kembali ke ruang dimana anda berada
2 Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda
3 Sebelumnya anda dapat menceritakan pengalaman anda ketika anda telah siap
Teknik  pelaksanaan guided  imagery pada  anak  perlu  dimodifikasi  sesuai dengan  tahap  perkembangan  anak,  kognitif,  dan  pilihan  anak.  Waktu  yang
digunakan untuk pelaksanaan guided imagery pada anak-anak hanya boleh 10-15 menit  dan  anak  biasanya  tidak  suka  menutup  mata  mereka  saat  berimajinasi
Snyder, 2008 dalam Dewanti, 2013.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Konsep Kecemasan
2.2.1 Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan  dan  dialami  semua  makhluk  hidup  dalam  kehidupan  sehari-hari.
Kecemasan  merupakan  pengalaman  subjektif  dari  individu  dan  tidak  dapat diobservasi  secara  langsung  serta  merupakan  suatu  keadaan  emosi  tanpa  objek
yang spesifik Suliswati, 2005. Kecemasan  merupakan  suatu  keadaan  yang  menggoncangkan  karena
adanya ancaman terhadap kesehatan Sundari, 2005.
2.2.2 Tanda-tanda Kecemasan
Suliswati 2005 menyebutkan, setiap individu berbeda dalam menghadapi suatu  stimulus.  Kecemasan  memiliki  satu  gejala  utama,  yaitu  takut  atau  timbul
perasaan khawatir dalam situasi dimana kebanyakan orang tidak merasa terancam. Selain gejala yang utama, tanda umum lainnya dari gejala perasaan gelisah adalah
perasaan takut, terganggu berkontraksi, merasa tegang dan gelisah, antisipasi yang terburuk,  cepat marah, resah, merasakan  adanya  tanda-tanda bahaya. Kecemasan
tidak  hanya  menyerang  perasaan,  namun  juga  berdampak  terhadap  kondisi  fisik. Gejala  fisik  secara  umum  dari  kecemasan  adalah  jantung  berdebar,  berkeringat,
mual  dan  pusing,  muntah,  sakit  perut,  peningkatan  frekuensi  BAB  atau  diare, sesak nafas, tremor, ketegangan otot, sakit kepala, kelelahan.
2.2.3 Reaksi Kecemasan
Stuart  2006,  kecemasan  dapat  diekspresikan  secara  langsung  melalui perubahan  fisiologis  dan  perilaku  dan  secara  tidak  langsung  melalui  timbulnya
Universitas Sumatera Utara
gejala  atau  mekanisme  koping  sebagai  upaya  untuk  melawan  kecemasan. Intensitas  perilaku  akan  meningkat  sejalan  dengan  peningkatan  tingkat
kecemasan.  Respon  kecemasan  dapat  dibagi  4  yaitu  respon  fisiologis,  perilaku, kognitif, dan afektif.
1. Respon fisiologis Sistem  kardiovaskuler  akan  memunculkan  tanda  palpitasi,  jantung
berdebar,  tekanan  darah  meningkat.  Respon  parasimpatis  juga  dapat  muncul seperti  rasa  ingin  pingsan,  tekanan  darah  menurun  dan  denyut  nadi  menurun.
Respon  tubuh  pada  juga  akan  menunjukan  tarikan  nafas  yang  pendek  dan  cepat, hiperventilasi,  berkeringat  dingin  termasuk  telapak  tangan,  kehilangan  nafsu
makan, mual atau muntah, nyeri perut, sering buang air kecil, nyeri kepala, tidak bisa tidur, kelemahan umum, pucat dan gangguan pencernaan.
2. Respon perilaku Respon  perilaku  sering  ditunjukan  seperti  gelisah,  ketegangan  fisik,
tremor,  gugup,  bicara  cepat,  kurang  koordinasi,  menarik  diri  dari  hubungan interpersonal, dan menghindar.
3. Respon kognitif Respon  kognitif  ditunjukan  seperti  perhatian  terganggu,  konsentrasi
memburuk,  pelupa,  salah  dalam  memberikan  penilaian,  kreatifitas  menurun, bingung, sangat waspada, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut
pada gambaran visual, takut cedera atau kematian.
Universitas Sumatera Utara
4. Respon afektif Respon  afektif  ditunjukan  seperti  mudah  terganggu,  tidak  sabar,  gelisah,
tegang, gugup, waspada, gelisah, kecemasan, dan ketakutan.
2.3 Anak Usia Sekolah
2.3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah
Anak  usia  sekolah  adalah  anak  yang  berumur  6  sampai  12  tahun  yang masih  duduk  di  sekolah  dasar  dari  kelas  1  sampai  kelas  6  dan  perkembangan
sesuai  usianya.  Anak  mulai  bergabung  dengan  teman  seusianya,  mempelajari budaya  masa  kanak-kanak  dan  menggabungkan  diri  ke  dalam  kelompok  sebaya.
Pada  tahap  ini  terjadi  perkembangan  fisik,  mental,  dan  sosial  yang  kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetensi keterampilan Wong, 2008.
2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah
1. Perkembangan Biologis
Petumbuhan  tinggi  dan  berat  badan  terjadi  lebih  lambat  tetapi  pasti  jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Antara usia 6-12 tahun, anak-anak akan
mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm per tahun untuk mencapai tinggi badan 30- 60 cm dan berat badannya  akan bertambah hampir dua kali lipat, bertambah 2-3
kg per tahun. Tinggi rata-rata anak usia 6 tahun adalah sekitar 116 cm dan berat badannya sekitar 21 kg; tinggi rata-rata anak usia 12 tahun adalah sekitar 150 cm
dan berat badannya mendekati 40 kg. Menjelang akhir usia sekolah, ukuran tubuh anak  perempuan  mulai  melebihi  anak  laki-laki,  menyebabkan  ketidaknyamanan
yang akut bagi anak laki-laki dan perempuan Wong, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2. Perkembangan Psikososial
Masa kanak-kanak
pertengahan adalah
periode perkembangan
psikoseksual  yang  dideskripsikan  oleh  Freud  sebagai  periode  laten,  yaitu  waktu tenang  antara  fase  Oedipus  pada  masa  kanak-kanak  awal  dan  erotisisme  masa
remaja.  Selama  waktu  ini,  anak-anak  membina  hubungan  dengan  teman  sebaya sesama  jenis  setelah  pengabdian  pada  tahun-tahun  sebelumnya  dan  didahului
ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas Wong, 2008.
3. Perkembangan Moral Kohlberg
Pola  pikir  anak  mulai  berubah  dari  egosentrisme  ke  pola  pikir  logis, mereka  juga  bergerak  melalui  tahap  perkembangan  kesadaran  diri  dan  standar
moral.  Anak  usia  sekolah  mampu  menilai  suatu  tindakan  berdasarkan  niat dibandingkan  akibat  yang  dihasilkannya.  Peraturan  dan  penilaian  tidak  lagi
bersifat  mutlak  dan  otoriter  serta  mulai  berisi  lebih  banyak  kebutuhan  dan keinginan orang lain Wong, 2008.
4. Perkembangan Kognitif
Tahap  operasional  konkret  menurut  J.Piaget  adalah  anak  mampu menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Pemikiran
egosentris  yang  kaku  pada  tahun-tahun  prasekolah  digantikan  dengan  proses pikiran yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Selama  tahap  ini  anak  mengembangkan  pemahaman  mengenai  hubungan  antara sesuatu  hal  dan  ide.  Mereka  mulai  memperoleh  kemampuan  untuk
menghubungkan  serangkaian  kejadian  untuk  menggambarkan  mental  anak  yang dapat diungkapkan secara verbal ataupun simbolik Wong, 2008.
Universitas Sumatera Utara
5. Perkembangan Spiritual
Anak usia sekolah mempunyai batasan yang sangat konkret dalam berfikir akan  tetapi  merupakan  pelajar  yang  sangat  baik  dan  memiliki  kemauan  besar
untuk mempelajari Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan sebagai manusia yang menggunakan sifat seperti “sayang” dan “membantu” dan mereka sangat tertarik
dengan adanya surga dan neraka. Anak usia sekolah ingin dan berharap dihukum jika  berperilaku  yang  salah  dan,  jika  diberikan  pilihan,  anak  cenderung  memilih
hukuman yang “sesuai dengan kejahatannya”. Kepercayaan dan harapan keluarga serta  tokoh  agama  lebih  berpengaruh  dalam hal  keyakinan  dibandingkan  dengan
teman sebaya Wong, 2008.
6. Perkembangan Sosial
Anak  memiliki  budaya  mereka  sendiri,  disertai  rahasia,  adat  istiadat  dan kode etik yang meningkatkan rasa solidaritas kelompok dan melepasakan diri dari
orang  dewasa.  Melalui  hubungan  dengan  teman  sebaya,  anak  belajar  bagaimana menghadapi  dominasi  dan  permusuhan,  berhubungan  dengan  pemimpin  dan
pemegang  kekuasaan,  serta  menggali  ide-ide  dan  lingkungan  fisik.  Bantuan  dan dukungan  kelompok  memberi  anak  rasa  aman  yang  cukup  untuk  menghindari
resiko  penolakan  dari  orang  tua  yang  disebabkan  oleh  setiap  kemenangan  kecil dalam perkembangan kemandirian Wong, 2008.
2.4 Konsep Hospitalisasi
2.4.1 Defenisi hospitalisasi
Hospitalisasi  merupakan  proses  karena  alasan  yang  berencana, darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan
Universitas Sumatera Utara
sampai  pemulangan  kembali  ke  rumah.  Berbagai  perasaan  yang  sering  muncul pada anak,  yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah. Anak juga sering
kali  berhadapan dengan  prosedur  yang  menimbulkan  nyeri,  kehilangan
kemandirian, dan berbagai hal yang tidak diketahui Wong, 2008.
2.4.2 Stresor hospitalisasi
Stresor yang dialami anak pada saat mengalami hospitalisasi adalah cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh atau nyeri.
1. Cemas akibat perpisahan Anak  usia  sekolah  memiliki  aktivitas  fisik  dan  mental  yang  tinggi  yang
kerap kali menemukan ketidaksesuaian dalam lingkungan rumah sakit dan bahkan meskipun  ketika  mereka  tidak  menyukai  sekolah,  mereka  mengakui  kehilangan
rutinitasnya dan merasa khawatir mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan teman sekelas mereka pada saat mereka kembali masuk sekolah. Kesepian, bosan,
isolasi,  dan  depresi  umum  terjadi.  Anak  usia  sekolah  membutuhkan  dan menginginkan dukungan orang tua Wong, 2008.
2. Kehilangan kendali Anak  usia  sekolah  yang  dirawat  di  rumah  sakit  menjadi  rentan  terhadap
kejadian-kejadian  yang  dapat  mengurangi  rasa  kendali  dan  kekuatan  mereka. Banyak  rutinitas  rumah  sakit  yang  mengambil  kekuatan  dan  identitas  individu.
Bagi  anak  usia  sekolah,  aktivitas  ketergantungan  seperti  tirah  baring  yang dipaksakan,  penggunaan  pispot,  ketidakmampuan  memilih  menu,  kurangnya
privasi,  bantuan  mandi  di  tempat  tidur,  atau  berpindah  dengan  kursi  roda  atau brankar  dapat  menjadi  ancaman  langsung  bagi  rasa  aman  mereka.  Prosedur
Universitas Sumatera Utara
tersebut  tidak  memungkinkan  kebebasan  memilih  bagi  anak-anak  yang  ingin bertindak  dewasa.  Akan  tetapi,  jika  anak-anak  tersebut  diizinkan  memegang
kendali,  tanpa  memperhatikan  keterbatasannya  maka  biasanya  mereka  akan berespons dengan sangat baik terhadap prosedur apapun. Selain lingkungan rumah
sakit,  penyakit  juga  dapat  menyebabkan  perasaan  kehilangan  kendali.  Salah  satu masalah yang paling signifikan dari anak-anak dalam kelompok usia ini berpusat
pada kebosanan Wong, 2008. 3. Cedera tubuh atau nyeri
Ketakutan mendasar tehadap sifat fisik dari penyakit muncul pada saat ini. Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan
disabilitas,  pemulihan  yang  tidak  pasti,  atau  kemungkinan  kematian.  Anak perempuan  cenderung  mengekspresikan  ketakutan  yang  lebih  banyak  dan  lebih
kuat  dibandingkan  dengan  anak  laki-laki,  dan  hospitalisasi  sebelumya  tidak berdampak pada frekuensi atau intensitas kecemasan karena kemampuan kognitif
mereka  sedang  berkembang,  anak  usia  sekolah  waspada  terhadap  pentingnya berbagai  penyakit  yang  berbeda.  Pentingnya  anggota  tubuh  tertentu,  bahaya
pengobatan, dan makna kematian Wong, 2008.
2.4.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Sakit dan Rawat Inap
Anak  usia  sekolah  membayangkan  rawat  inap  di  rumah  sakit  adalah perpisahan dengan orang tua, merasa tidak nyaman, aktivitas dan kemandiriannya
terbatas  dan  terhenti.  Anak  akan  bertanya  mengapa  berada  di  rumah  sakit, bingung,  dan  bermacam  pertanyaan  yang  akan  ditanya  dikarenakan  anak  tidak
mengetahui  yang sedang terjadi. Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual
Universitas Sumatera Utara
dan  sangat  bergantung  pada  tahapan  usia  perkembangan  anak.  Pengalaman sebelumnya  di  rumah  sakit,  sistem  pendukung  yang  tersedia  dan  kemampuan
koping yang dimiliki anak Wong, 2008. Wong  2008  mengatakan  reaksi  anak  terhadap  sakit  dan  rawat  inap
dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor,  yaitu  :  perkembangan  anak  terhadap  sakit beberapa-beda  sesuai  tingkat  perkembangan  anak.  Berkaitan  dengan  umur  anak,
semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyelesuaikan diri mereka tentang pengalaman di rumah sakit; pengalaman rawat inap di rumah sakit
sebelumnya,  apabila  anak  pernah  mengalami  yang  tidak  menyenangkan  saat  di rawat inap, akan menyebabkan anak takut dan trauma, dan sebaliknya apabila saat
dirawat inap anak mendapat perawatan  yang baik dan menyenangkan maka anak akan  lebih  kooperatif  pada  perawat  dan  dokter,  dukungan  keluarga:  anak  akan
mencari  dukungan  dari  orang  tua,  dan  saudara  kandungan  untuk  melepaskan tekanan  akibat  penyakit  yang  dideritanya;  dan  perkembangan  koping  dalam
menangani  stressor  pada  anak  baik  dalam  menerima  keadaan  bahwa  anak  harus dirawat  inap,  maka  akan  lebih  kooperatif  anak  tersebut  dalam  menjalani
perawatan di rumah sakit.
2.4.4 Dampak hospitalisasi pada anak
Anak  akan  merasa  cemas,  takut,  sedih,  dan  perasaan  tidak  nyaman  saat dirawat  Supartini,  2004.  Anak  yang  cemas  akan  mengalami  kelelahan  karena
menangis,  tidak  mau  berinteraksi  dengan  perawat,  rewel,  menolak  makan sehingga memperlambat  proses  penyembuhan,  menurunnya  semangat  untuk
sembuh dan tidak kooperatif terhadap perawat Sari  Sulisno, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan  anak  di  rumah  sakit  memaksa  anak  untuk  berpisah  dengan lingkungan  yang  dicintainya,  yaitu  keluarga  dan  terutama  kelompok  sosialnya.
Anak  menjadi  jauh  dari  temannya  membuat  anak  merasa  sendiri.  Anak  akan merasakan  kecemasan  akibat  perpisahan  yang  terjadi.  Kehilangan  kontrol
berdampak pada perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, dan takut akan kematian  Wong,  2008.  Anak  merasa  terlantar,  cedera  permanen,  kehilangan
penerimaan  teman,  kurangnya  produktivitas,  dan  ketidakmampuan  menghadapi stres Wong, 2008.
Anak sering menganggap sakit adalah hukuman untuk perilaku buruk, hal ini  terjadi  karena  anak  masih  mempunyai  keterbatasan  koping.  Anak  juga
mempunyai  kesulitan  dalam  pemahaman  mengapa  mereka  sakit,  tidak  bisa bermain  dengan  teman  sebayanya,  mengapa  mereka  terluka  dan  nyeri  sehingga
mereka  harus  ke  rumah  sakit  dan  harus  mengalami  rawat  inap.  Reaksi  anak tentang hukuman  yang diterimanya dapat bersifat kooperatif, menyebabkan anak
menjadi  marah.  Sehingga  anak  kehilangan  kontrol  sehubungan  terganggunya fungsi  motorik  yang  mengakibatkan  berkurangnya  percaya  diri  pada  anak,
sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapasi akan terhambat Wong, 2008.
Universitas Sumatera Utara
21
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka konseptual
Kerangka konseptual adalah hubungan  yang berkaitan antara satu konsep dengan konsep lainnya dengan masalah-masalah yang akan diteliti.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan bahwa variabel dependen  dipengaruhi  oleh  variabel  independen. Guided  imagery variabel
independen  mempengaruhi  kecemasan  variabel  dependen  pada  anak  usia sekolah pada pemasangan infus di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Data uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan: : Diteliti
: Hubungan Skema 3.1
Kerangka  penelitian  pengaruh  teknik guided  imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD
Dr.Pirngadi Medan.
Teknik guided imagery selama
pemasangan infus
 Kecemasan anak pada pemasangan
infus Kecemasan
• Tidak ada
cemas •
Ada cemas
Anak usia sekolah
Universitas Sumatera Utara
3.2 Definisi operasional
Table 3.1 Definisi perasional variabel penelitian
No Variabel
Operasional Definisi Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala Ukur
1. Variabel
Independen : guided
imagery Tindakan memberikan
imajinasi terbimbing pada anak usia sekolah
di ruang Melati yang dilakukan selama
pemasangan infus dengan
menggunakan gambar yang
disesuaikan dengan kesenangan anak
seperti gambar taman bermain dan  tokoh-
tokoh kartun. Intervensi dilakukan
selama 15 menit sebanyak 1 kali.
- -
-
2. Variabel
Dependen : Kecemasan
Kecemasan adalah reaksi anak usia
sekolah di ruang Melati dan Kenanga
RSUD Dr.Pirngadi Medan yang
disebabkan karena pemasangan infus.
Kuesioner 1. Tidak ada
cemas bila skor 0-10
2. Ada cemas bila
skor 11-21 Nominal
3. Umur
Umur adalah dihitung mulai anak berusia 6
tahun sampai umur 12 tahun
- 6 tahun – 12
tahun Nominal
4. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah gambaran diri yang
dimiliki individu secara umum
- 1. Laki-laki
2. Perempuan Nominal
5. Agama
Agama adalah suatu keyakinan yang
dimiliki setiap individu sesuai dengan
kepercayaanya. -
1. Islam 2. Kristen
3. Budha 4. Katolik
5. Hindu Nominal
6. Suku
Suku adalah suatu budaya yang dimiliki
setiap individu. -
1. Batak 2. Jawa
3. Melayu 4. dan lain-lain
Nominal
Universitas Sumatera Utara
3.3 Hipotesa Penelitian