14
2.3 Penelitian Terdahulu
2.3.1 Studi Terdahulu Mengenai Risiko
Penelitian mengenai risiko komoditi yang berfokus pada risiko produksi dilakukan oleh Safitri 2009 dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Risiko
Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas ASRI, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya risiko produksi pada
usaha daun potong disebabkan oleh beberapa faktor yaitu iklim atau cuaca, tingkat kesuburan lahan serta serangan hama dan penyakit. Risiko produksi berdasarkan
produktivitas yang paling tinggi terdapat pada daun potong Philodendron marble, sedangkan risiko produksi berdasarkan pendapatan bersih, daun potong Asparagus
bintang mengalami risiko yang paling tinggi. Selain melakukan kegiatan spesialisasi, risiko produksi dapat dikurangi dengan diversifikasi.
Selain analisis terhadap risiko produksi, penelitian mengenai risiko harga juga telah pernah dilakukan. Analisis risiko harga terhadap komoditi agribisnis
dilakukan oleh Siregar 2009 dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Risiko Harga Day Old Chick DOC Broiler dan Layer Pada PT. Sierad Produce Tbk
Parung, Bogor”. Penelitian ini menganalisis risiko harga DOC dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penelitiannya mengambil kesimpulan bahwa
risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC periode sebelumnya. Sedangkan risiko harga DOC Layer hanya dipengaruhi oleh
volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya. Penerapan model ARCH-GARCH terhadap penentuan besar risiko lebih
banyak diaplikasikan terhadap harga saham. Hal ini seperti dilakukan oleh Ramadhona 2004. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model dugaan terbaik
untuk peramalan volatilitas saham AALI adalah GARCH 1,1, saham GGRM adalah ARCH 1, dan saham INDF adalah ARCH 1. Analisis risiko dengan
model VaR menyimpulkan bahwa saham INDF memiliki tingkat risiko yang tertinggi dan terendah adalah saham AALI.
Analisis risiko investasi kembali dilakukan oleh Iskandar 2006. Penelitian yang lebih dikhususkan pada saham agribisnis rokok ini menyimpulkan
bahwa model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham GGRM adalah
15 ARCH 1 dimana tingkat risiko hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan
pengembalian sehari sebelumnya. Sedangkan model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham HMSP dan RMBA adalah GARCH 1,1 dimana tingkat
risiko dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan besarnya simpangan baku pengembalian dari rataannya untuk satu hari
sebelumnya.
2.3.2 Studi Terdahulu Mengenai Cabai Besar
Penelitian mengenai cabai merah dilakukan oleh Muharlis 2007 terkait dengan peramalan dan faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai merah di enam
kota besar di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktusi harga cabai merah besar dan cabai merah keriting cukup besar akibat adanya
ketidakstabilan harga. Fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar Jawa dan Bali di pengaruhi oleh faktor harga jual cabai merah di PIKJ dan harga cabai
merah di tingkat produsen.
Darmawan 2007 menganalisis proses keputusan petani dalam pembelian benih cabai merah keriting varietas TM 999. Proses keputusan pembelian
menunjukkan bahwa motivasi utama petani dalam membeli benih cabai merah keritng varietas TM 999 karena kualitas yang telah terjamin dan keuntungan
usaha yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan harga benih yang yang relatif mahal, tetapi walaupun demikian petani merasa puas dengan hasilnya dan akan
melakukan pembelian ulang selama kenaikan harga benih TM 999 masih berada dalam taraf wajar.
Penelitian efisiensi tataniaga cabai merah dilakukan oleh Rachma 2008. Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri,
Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat ini menghasilkan kesimpulan bahwa pendistribusian cabai merah di Desa Cibeureum melibatkan pedagang pengumpul,
pedagang grosir, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Terdapat lima saluran tataniaga cabai merah dengan daerah tujuan pemasaran Ciamis,
Tasikmalaya dan Bandung.
16 Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian Safitri 2009 dalam hal kajian terhadap risiko namun berbeda dalam hal jenis
risiko dan komoditi yang dikaji. Penelitian ini menggunakan ARCH-GARCH sebagai alat yang digunakan dalam menganalisis risiko harga. Hal ini memiliki
kesamaan dengan penelitian Ramadhona 2004, Iskandar 2006 dan Siregar 2009. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut terletak
pada komoditi yang dikaji. Penelitian ini mengkaji objek yang sama dengan penelitian Muharlis 2007, Darmawan 2007 dan Rachma 2008. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada aspek yang diteliti. Analisis risiko komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting pada
skripsi ini menggunakan metode ARCH-GARCH. Analisis risiko ini diawali dengan pencarian model ARCH-GARCH terbaik pada masing-masing komoditi
cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui nilai AIC dan SC yang terkecil. Volatiliti yang dihasilkan oleh metode ARC-GARCH inilah yang
kemudian akan digunakan untuk menghitung Value at Risk. Secara umum data mengenai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 7 yang meliputi data nama penulis, tahun, judul dan metode analisis.
17
Tabel 7 . Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian
Nama Penulis Tahun
Judul Metode Analisis
Ramadhona 2004
Analisis Investasi dengan Pendekatan Model ARCH-
GARCH dan Pendugaan Harga Saham dengan Pendekatan
Model Time Series pada Perusahaan Agribisnis Terpilih
di PT. Bursa Efek Jakarta.
Model ARCH- GARCH untuk
menghitung Value at Risk VAR
Iskandar 2006
Analisis Risiko Investasi Saham Agribisnis Rokok dengan
Pendekatan ARCH-GARCH Model ARCH-
GARCH untuk menghitung Value
at Risk VAR
Muharlis 2007
Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai
Merah di Enam Kota Besar Di Jawa dan Bali
Metode Peramalan Time Series
Darmawan 2007
Analisis Proses Keputusan Petani dalam Pembelian Benih
Cabai Merah Keriting Varietas TM 999
Analisis Deskriptif dan Model
Multiatribut Fishbein
Rachma 2008
Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Studi Kasus Desa Cibeureum,
Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi
Jawa barat Analisis Saluran
Tataniaga, Lembaga dan Fungsi
Tataniaga, Struktur Pasar, Perilaku
Pasar dan Efisiensi Tataniaga
Safitri 2009
Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas
Asri, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha
Spesialisasi dan Analisis Risiko pada
Kegiatan Usaha Diversifikasi
Siregar 2009
Analisis Risiko Harga Day Old Chick DOC Broiler dan Layer
pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor
Model ARCH- GARCH untuk
menghitung Value at Risk VAR
18
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Risiko
Menurut Harwood 1999 risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Menurut
Kountur 2004, risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa
yang akan terjadi. Menurut Robison dan Barry 1987 risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan
berdasarkan pengalaman. Risiko juga menunjukkan peluang terjadinya peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau dibawah rata-rata dari pendapatan
yang diharapkan. Dari beberapa definisi risiko tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko
banyak dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang buruk atau suatu kerugian yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan dan terjadi secara
tidak terduga. Djohanputro 2004 mengklasifikasikan risiko atas: a. Risiko murni dan spekulatif
Risiko murni adalah risiko yang dapat mengakibatkan suatu kerugian pada perusahaan, tapi tidak ada kemungkinan untuk menguntungkan. Sedangkan risiko
spekulatif adalah risiko yang dapat menguntungkan atau merugikan. b. Risiko sistematik atau spesifik
Risiko sistematik juga disebut sebagai risiko yang tidak dapat didiversifikasi yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan
penggabungan berbagai risiko. Risiko spesifik adalah risiko yang dapat didiversifikasi melalui proses penggabungan pooling
Setiap pelaku bisnis dalam menghadapi risiko mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda. Terdapat tiga karakteristik pelaku bisnis dalam
menanggapi adanya risiko yaitu Risk Taker, Risk Averter dan Risk Neutral yang mana perilakunya dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 2
19 Expected
Return
Variance Return
Gambar 2 . Hubungan Antara Variance dan Expected Return
Sumber: Debertin 1986
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara variance return, yang merupakan ukuran tingkat risiko, dengan return yang diharapkan, yang
merupakan tingkat kepuasan pembuat keputusan. Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko Risk Averter menunjukkan
jika U
1
diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan
diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. 2.
Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko Risk Neutral menunjukkan jika U
2
diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat
risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. U
1
Risk Averter
U
3
Risk TakerLover U
2
Risk Neutral
20
3.
Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko Risk TakerLover menunjukkan jika U
3
diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat
risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaanya
menerima return yang diharapkan lebih rendah.
Bentuk lain yang dapat menggambarkan perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan kepuasan
individu berkaitan dengan kemungkinan pendapatan.
Keterangan U = utilitas tingkat kepuasan
Y = Pendapatan
Gambar 3 . Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan
Tetap
Sumber: Debertin 1986
Berdasarkan Gambar 3 individu yang digambarkan pada kurva Uy
1
termasuk dalam perilaku risk averter. Kurva tersebut menunjukkan kepuasan marginal utility yang semakin menurun diminishing marginal utility dari
pendapatan. Meskipun tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan, namun demikian kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan
Uy
1
Uy
2
Y Uy
3
U
21 yang mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena
kenaikan pendapatan berikutnya. Analog dengan risk averter, pada risk lover, kepuasan marginal utility yang semakin meningkat increasing marginal utility
dari pendapatan. Sedangkan pada risk neutral, kepuasan marginal utility yang tetap constan marginal utility.
3.1.2 Risiko Pertanian
Sektor pertanian tidak terlepas dari kondisi risiko yang disebabkan oleh beberapa faktor atau sumber. Sumber-sumber risiko pertanian menurut Anderson
et al. 1977 dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Ketidakpastian hasil produksi
Ketidakpastian hasil produksi ini disebabkan oleh sektor pertanian yang sangat tergantung kepada alam seperti cuaca dan iklim, hama dan
penyakit, temperatur udara, pergantian musim dan sebagainya. Adanya risiko produksi berpengaruh nyata terhadap aktivitas produksi dan
penerimaan. 2. Ketidakpastian harga
Fluktuasi harga pada produk pertanian disebabkan oleh faktor alam dan permintaan dan penawaran. Semakin tinggi tingkat permintaan, maka
semakin tinggi pula harga produk-produk pertanian, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian semakin berfluktuasi harga maka risiko
harga semakin besar. 3. Ketidakpastian keuntungan
Risiko produksi dan risiko harga dapat menimbulkan adanya risiko keuntungan. Semakin tinggi fluktuasi keuntungan maka risiko yang
dihadapi akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin rendah.
Petani perlu menerapkan strategi-strategi yang dapat memperkecil peluang munculnya risiko yang menimbulkan kerugian. Menurut Debertin 1986 terdapat
22 beberapa strategi yang dapat mengurangi kerugian ketika alam dan pasar dalam
kondisi yang tidak menguntungkan petani. Demikian pula sebaliknya, dengan menerapkan strategi ini maka keuntungan yang akan dimiliki petani akan
berkurang ketika kondisi alam dan pasar sedang menguntungkan. Strategi-strategi tersebut adalah
1. Asuransi Pertanian Asuransi pertanian dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi
yang dapat mengurangi risiko dengan cara pembelian policy asuransi. Jika petani membeli policy asuransi kebakaran bukan berarti petani berharap terjadinya
kebaran. Hal ini dilakukan karena biaya asuransi lebih kecil dibandingkan kemungkinan biaya risiko yang akan ditanggung jika kebakaran benar-benar
terjadi. Asuransi yang baik adalah asuransi yang diberikan pada peristiwa yang memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi. Asuransi digunakan pada peristiwa
yang mengakibat kerugian besar namun memiliki probabilitas yang rendah Asuransi pertanian menyebabkan pendapatan petani berkurang akibat
membayar premium asuransi. Premium asuransi mengurangi keuntungan potensial dalam satu tahun dimana tidak terjadi peristiwa yang merugikan pada
tahun tersebut. 2. Kontrak
Future market merupakan suatu sistem dimana petani melakukan kontrak penjualan pada komoditi dan harga tertentu. Oleh karena itu, sistem kontrak
merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam menghadapi risiko harga. Future market adalah suatu mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan
ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Walaupun harga dan pendapatan
akan dikurangi, petani akan membatasi keuntungan potensial jika harga ditentukan di awal musim produksi.
Future market bukan merupakan satu-satunya jenis kontrak untuk menghilangkan ketidakpastian harga. Beberapa kontrak dengan penentuan harga
di awal musim produksi dan penerimaan di akhir produksi juga akan
23 menghilangkan ketidakpastian harga. Kontrak biasanya digunakan pada komoditi
seperti broiler dan hortikultura. Kontrak harga dapat bekerja dengan baik dalam sebuah model analisis marjinal yang mempresentasikan kepastian harga.
3. Peralatan dan Fasilitas yang Fleksibel Jika petani dapat mengatur perubahan produk dan harga input maka petani
juga dapat menyesuaikan bangunan dan peralatan yang dapat digunakan lebih dari satu kali musim produksi dan lebih dari satu jenis produk pertanian. Fasilitas
khusus akan memungkinkan petani untuk memiliki perencanaan jangka panjang. Petani yang mencoba untuk mengatasi ketidakpastian harga dengan pembelian
bangunan dan mesin yang adaptable dengan berbagai penggunaan tentunya akan lebih memiliki elastisitas yang besar.
4. Diversifikasi Diversifikasi merupakan strategi jangka panjang yang dapat diterapkan
petani untuk mengatasi ketidakpastian harga dan output. Strategi diversifikasi pada intinya menjadikan keuntungan dari suatu tipe usaha peternakan atau
pertanian untuk menutupi kerugian dari jenis usaha lainnya. Diversifikasi juga membuat penggunaan tenaga kerja dan input yang lebih efektif sepanjang tahun.
Dengan demikian, pendapatan tetap baik walaupun berada pada kondisi yang menguntungkan dan merugikan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang lebih
efektif maka diversifikasi hendaknya dilakukan komoditi yang memiliki karakter yang berlawanan.
5. Program Pemerintah Pemerintah juga dapat berperan dalam mengatasi ketidakpastian harga dan
produksi yang dihadapi oleh petani. Peranan pemerintah dapat berupa dukungan dalam bentuk program-program yang dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani yang berpartisipasi. Partisipasi dalam program secara normal akan mengurangi variabilitas pendapatan namun pendapatan jangka panjang akan
jauh lebih besar.
24
3.1.3 Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang 1. Permintaan
Menurut McConnel dan Brue 1990 permintaan didefinisikan sebagai suatu daftar yang menunjukkan jumlah barang yang diinginkan dan dapat dibeli
oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu. Hyman 1996 mendefinisikan permintaan sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang
diminta yang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan konsumen, kesejahteraan konsumen, ekspektasi perubahan harga di masa depan, harga barang
substitusi, selera konsumen dan jumlah penduduk yang dilayani oleh pasar Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara permintaan suatu
barang terhadap harga barang tersebut. Hukum permintaan merupakan suatu hipotesa yang menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka akan
semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka akan semakin sedikit permintaan terhadap barang
tersebut. Hukum permintaan hanya menekankan perhatian pada hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta. Sedangkan pada kenyataannya jumlah
barang yang diminta tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri. Menurut McConnel dan Brue 1990 faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan selain harga yaitu a. Selera dan Preferensi Konsumen
Perubahan selera konsumen dapat disebabkan oleh adanya pengaruh iklan dan perubahan tren atau fashion. Ketika selera masyarakat terhadap suatu barang
meningkat maka permintaan terhadap barang tersebut juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Faktor teknologi juga mempengaruhi perubahan selera
masyarakat terhadap suatu barang. Sebagai contoh permintaan terhadap mesin tik berkurang ketika ditemukan teknologi komputer.
b. Jumlah penduduk Peningkatan jumlah konsumen dalam suatu pasar jelas akan meningkatkan
permintaan terhadap suatu barang pada pasar tersebut. Begitu pula sebaliknya, ketika jumlah konsumen menurun maka permintaan terhadap suatu barang juga
25 akan mengalami penurunan. Umumnya pertambahan jumlah penduduk juga akan
diikuti dengan perkembangan kesempatan kerja yang kemudian diiringi dengan peningkatan pendapatan. Dengan demikian pertambahan penduduk dengan
sendirinya akan menyebabkan pertambahan permintaan Sukirno 1985. c. Pendapatan
Pendapatan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap permintaan suatu barang. Perubahan pendapatan akan selalu
menimbulkan perubahan terhadap permintaan. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat pendapatan masyarakat maka barang ekonomi dibedakan menjadi dua
golongan yaitu barang normal dan barang inferior. Barang normal adalah suatu barang yang mengalami kenaikan permintaan
ketika pendapatan masyarakat meningkat dan sebaliknya. Sedangkan barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan
rendah. Sehingga ketika pendapatan naik maka permintaan terhadap barang ini justru akan menurun.
d. Harga barang-barang lain Permintaan konsumen terhadap suatu barang juga tergantug pada harga
barang lain. Berdasarkan fungsinya terhadap barang lain maka barang ekonomi dapat digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu barang substitusi, komplementer
dan barang lain yang tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan barang tersebut. Barang substitusi adalah barang yang fungsinya dapat saling menggantikan
sedangkan barang komplementer adalah barang yang fungsinya saling melengkapi.
Kenaikan harga barang substitusi akan mengakibatkan kenaikan permintaan terhadap suatu barang. Begitu pula sebaliknya penurunan harga
barang substitusi akan menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang yang digantikan. Contoh barang substitusi adalah margarin dan mentega, minyak tanah
dan gas dan sebagainya. Sementara untuk barang komplementer, peningkatan harga akan menyebabkan penurunan permintaan suatu barang. Begitu pula
sebaliknya ketika harga barang komplementer turun maka akan terjadi kenaikan
26 permintaan. Contoh barang dengan fungsi saling melengkapi ini adalah pulpen
dengan tinta, teh dengan gula dan sebagainya. Banyak jenis barang yang tentu saja tidak memiliki hubungan satu sama lain sehingga kenaikan atau penurunan harga
suatu barang tidak akan mempengaruhi harga barang lain, Misalnya saja hubungan antara komoditi kentang dengan suku cadang mobil.
e. Harapan di masa yang akan datang Ramalan masyarakat terhadap harga suatu barang yang akan bertambah tinggi
di masa depan akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap barang tersebut pada saat ini. Jika masyarakat memperkirakan harga suatu barang akan turun pada
masa yang akan datang maka permintaan barang tersebut pada saat ini akan mengalami penurunan. Begitu pula jika terdapat ramalan bahwa lowongan kerja
akan bertambah sulit pada masa yang akan datang maka masyarakat akan lebih berhemat sehingga permintaan terhadap barang akan menurun.
Lipsey et al. 1995 mengemukakan bahwa untuk memahami pengaruh setiap faktor-faktor tersebut terhadap permintaan secara sekaligus dalam waktu
yang bersamaan merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, semua variabel dipertahankan konstan kecuali satu variabel yang akan dipelajari pengaruhnya.
Dengan cara yang sama pengaruh semua variabel lainnya dapat dianalisis sehingga tingkat kepentingan masing-masing variabel dapat dipahami.
Upaya mempertahankan konstan semua variabel yang ada pengaruhnya dikenal dengan istilah ceteris paribus. Jika dinyatakan bahwa pengaruh harga
cabai merah terhadap jumlah cabai merah yang diminta ceteris paribus maka hal ini berarti perubahan harga cabai merah mempengaruhi jumlah cabai merah yang
diminta jika semua faktor lain yang mempengaruhi permintaan cabai merah tetap.
27
Gambar 4 . Pergeseran Kurva Permintaan
Sumber : McConnel dan Brue 1990
Hipotesis ekonomi dasar menyebutkan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap
sama. Semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah
jumlah yang diminta. 2. Penawaran
Permintaan saja belum merupakan syarat yang cukup untuk menciptakan terjadinya suatu transaksi di dalam pasar. Permintaan masyarakat akan dapat
terpenuhi apabila penjual menyediakan barang-barang yang diminta oleh konsumen tersebut. Menurut McConnel dan Brue 1990 penawaran adalah
sebuah daftar yang menunjukkan jumlah suatu produk yang ingin dan dapat diproduksi oleh produsen dan tersedia di pasar pada harga dan waktu tertentu.
Hyman 1996 mendefinisikan penawaran sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang ditawarkan. Hukum penawaran menjelaskan bahwa
semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit penawaran terhadap barang tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka
semakin tinggi pula penawaran terhadap barang tersebut.
28 Selain akibat perubahan harga barang itu sendiri, penawaran menurut
McConnel dan Brue 1990 juga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Harga sumber daya atau harga input
Biaya produksi dan penawaran memiliki hubungan yang sangat erat. Peningkatan harga input akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi
penawaran. Demikian pula sebaliknya, ketika harga input turun maka suatu perusahaan dapat menekan biaya produksi sehingga penawaran dapat
ditingkatkan. b. Teknologi
Perkembangan teknologi memiliki arti bahwa penemuan teknologi baru tersebut memungkinkan kita untuk memproduksi suatu unit barang secara lebih
efisien dengan jumlah sumber daya yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pembelian sumberdaya atau input
menjadi berkurang sehingga perusahaan dapat meningkatkan penawaran. Biaya yang lebih rendah akan meningkatkan keuntungan potensial sehingga mendorong
produsen untuk meningkatkan penawaran. Sukirno 1985 menyatakan bahwa Tingkat teknologi sangat berperan
dalam menentukan tingkat penawaran. Kemajuan teknologi akan menimbulkan dua akibat yaitu meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memproduksi lebih
banyak barang dan meningkatkan keefisienan produksi. Dengan demikian, kemajuan teknologi cenderung meningkat penawaran yang dilakukan perusahaan.
c. Pajak dan Subsidi Sebuah usaha seringkali terkena pajak sebagai suatu biaya. Oleh karena itu
peningkatan pajak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Sebaliknya subisidi yang merupakan kebalikan dari pajak akan
mengakibatkan berkurangnya biaya dan meningkatkan penawaran
29 d. Harga barang-barang lain
Barang dengan posisi yang saling menggantikan akan mengalami perubahan penawaran jika salah satu barang mengalami perubahan harga. Ketika
harga barang substitusi mengalami kenaikan maka permintaan masyarakat terhadap barang yang digantikan akan meningkat. Kenaikan permintaan ini akan
memberikan dorongan kepada produsen untuk menaikkan produksi. e. Ekspektasi
Perkiraan harga suatu barang di masa depan oleh produsen akan mempengaruhi keinginan produsen untuk memproduksi barang tersebut pada saat
ini. Sebagai contoh petani kemungkinan akan menahan hasil panen jagung untuk mengantisipasi tingginya harga jagung pada masa yang akan datang. Hal ini
tentunya akan menyebabkan penurunan penawaran jagung pada saat ini. f. Jumlah produsen
Peningkatan jumlah produsen akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan. Selama beberapa waktu terakhir peningkatan jumlah produsen
merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan penawaran.
Gambar 5. Pergeseran Kurva Penawaran
Sumber : McConnel dan Brue 1990
30 Hipotesis ekonomi mendasar mengenai penawaran adalah bahwa untuk
kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama.
Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah
komoditi yang akan ditawarkan. 3. Mekanisme Pembentukan Harga Pasar
Harga dan jumlah suatu barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut. Keadaan pasar dikatakan
ekuilibrium atau seimbang apabila jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta pada harga tersebut. Kelebihan penawaran akan menyebabkan
turunnya harga sedangkan kelebihan permintaan akan menyebabkan naiknya harga barang.
Perubahan variabel selain harga akan menyebabkan pergeseran baik kurva permintaan maupun penawaran. Terdapat empat kemungkinan pergeseran yang
terjadi: 1. Permintaan bertambah kurva permintaan bergeser ke kanan
2. Permintaan berkurang kurva permintaan bergeser ke kiri 3. Penawaran bertambah kurva penawaran bergeser ke kanan
4. Penawaran berkurang kurva penawaran bergeser ke kiri
3.1.4 Pemodelan Volatilitas Time Series
Volatilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga berfluktuasi dalam suatu periode waktu. Biasanya volatilitas diestimasi
dengan cara menghitung deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu tertentu yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya.
Volatilitas mengukur rata-rata fluktuasi dari data deret waktu. Namun hal ini dikembangkan lebih jauh dengan menekankan pada nilai variansi variable
statistika yang menggambarkan seberapa jauh perubahan dan persebaran nilai fluktuasi terhadap nilai rata-rata dari data keuangan. Oleh karena itu, dapat
31 dikatakan bahwa nilai volatilitas sebagai nilai variasi dari data fluktuasi data
return. Terdapat dua pendapat besar mengenai variansi yaitu homoskedastisitas
dan heterokedastisitas. Menurut Pindyck dan Rubinfeld 1983 homoskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang konstan
sedangkan heteroskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang selalu berubah berdasarkan waktu.
Pendapat pertama dimodelkan melalui kombinasi antara autoregressive AR dan moving-average MA atau yang dikenal dengan ARMA. Sedangkan
pendapat kedua diwakili oleh metode ARCH autoregressive conditional heterokedastic yang digeneralisasi menjadi GARCH generalized autoregressive
conditional heterokedastic. Untuk data harga komoditi cabai merah dengan tingkat fluktuasi yang tinggi, model otokorelasi dengan variansi berubah adalah
model yang lebih relevan untuk diterapkan dibanding model otokorelasi dengan variansi konstan, sehingga model ARCH merupakan model yang lebih realistis
untuk memodelkan nilai volatilitas data harga dibandingkan model AR, MA, dan
ARMA. 3.1.5 ARCH Error
Pada time series univariate, tidak terdapat faktor heteroskedastisitas sehingga tidak dapat dilakukan uji heteroskedastisitas secara umum, seperti uji
goldfield-quandt, uji White, maupun uji Park. Perhatian persamaan time series univariate lebih ditujukan pada adanya ARCH error, yakni kuadrat residual yang
berperilaku autoregresi. Ada tidaknya fenomena ARCH error ini terlihat fenomena adanya signifikansi autokorelasi dari kuadrat residual Enders, 2004.
Cara yang lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH error ialah dengan menggunakan uji ARCH-LM. Uji ARCH LM didasarkan atas hipotesis
nol tidak terdapatnya ARCH error dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan ARCH.
32
3.1.6 Model ARCH-GARCH
Pemodelan data deret waktu umumnya dilakukan dengan menggunakan asumsi ragam sisaan yang konstan homoskedastisitas. Namun kenyataannya
banyak data deret waktu yang mempunyai ragam sisaan yang tidak konstan heteroskedastisitas, khususnya untuk data deret waktu di bidang ekonomi. Oleh
karena itu pemodelan analisis deret waktu biasa dengan asumsi homoskedastisitas tidak dapat digunakan.
Model ARCH Autoregressive Conditional Heteroscedasticity merupakan model yang memperhitungkan adanya heteroskedastisitas dalam analisis deret
waktu. Model ini pertama kali dipopulerkan oleh Engle pada tahun 1982 yang dipakai untuk memodelkan ragam sisaan yang tergantung pada kuadrat sisaan
pada periode sebelumnya secara autoregresi regresi diri sendiri. Model ARCH ini kemudian disempurnakan oleh mahasiswa bimbingan
Engle, Tim Bollerslev, menjadi GARCH generalized autoregressive conditional heteroschedastic yang lebih baik dibandingkan ARCH. Volatilitas berdasarkan
model GARCH p,q mengasumsikan bahwa variansi data fluktuasi dipengaruhi oleh sejumlah p data fluktuasi sebelumnya dan q data volatilitas sebelumnya.
Secara umum model ini seperti Autoregresi biasa AR dan pergerakan rata-rata MA, yaitu melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya.
Variansi terdiri atas dua komponen yaitu varians yang konstan dan varians yang tergantung dari besarnya volatilitas diperiode sebelumnya. Jika volatilitas
pada periode sebelumnya besar baik positif maupun negatif, maka varians pada saat ini akan besar pula. Sehingga model ARCH dapat dirumuskan.
Bentuk umum model ARCH m : ht = ξ + ε
2 t
+
1
ε
2 t-1
+
2
ε
t-2
+.......+
m
ε
2 t-m
dimana ht
= variabel respon terikat pada waktu t varians pada waktu ke t ξ
= variabel yang konstan ε
2 t-m
= Suku Arch volatilitas pada periode sebelumnya
,
1,...
m
= Koefisien orde m yang diestimasikan
33 Dalam metode OLS, error diasumsikan homoskedastis, yaitu variansi dari
error konstan dan terdistribusi normal dengan rata-rata nol. Varians tergantung dari varians di masa lalu sehingga heteroskedastisitas dapat dimodelkan dan
varians diperbolehkan untuk berubah antar waktu. Dengan demikian volatilitas yang besar di masa lalu dapat ditangkap dalam model ARCH.
Kondisi yang sering terjadi adalah bahwa varians saat ini tergantung dari volatilitas beberapa periode di masa lalu. Hal ini akan menimbulkan banyaknya
parameter dalam conditional variance yang harus diestimasi. Pengestimasian parameter-parameter tersebut sulit dilakukan dengan presisi yang tepat. Oleh
karena itu, Bollersley Surya, 2003 memperkenalkan metode GARCH Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity guna menghasilkan
model parsimony menggunakan parameter yang lebih sedikit. Model GARCH dikembangkan dengan mengintegrasikan autoregresi dari
kuadrat residual lag kedua hingga lag tak hingga ke dalam bentuk varian pada lag pertama. Model ini dikembangkan sebagai generalisasi dari model volatilitas.
Secara sederhana volatilitas berdasarkan model GARCH r,m mengasumsikan bahwa variansi dari data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi
sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Ide dibalik model ini seperti dalam model autoregresi biasa AR dan pergerakan rata-rata MA, yaitu
untuk melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya. Varians terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah varians
yang konstan. Komponen kedua adalah volatilitas pada periode sebelumnya, ε
2 t-m
suku ARCH dan komponen ketiga adalah varians pada pada periode sebelumnya,
h
t-r
. Sehingga model GARCH dapat dirumuskan : Bentuk umum model GARCH r,m :
ht = k +
1
h
t-1
+
2
h
t-2
+ ...+
r
h
t-r
+
1
ε
2 t-1
+
2
ε
2 t-2
+.......+
m
ε
2 t-m
dimana : h
t
= Varaiabel respon terikat pada waktu t varians pada waktu ke t К
= Varians yang konstan ε
2 t-m
= Suku ARCH Volatilitas pada periode sebelumnya
34
1,
2,...
m
= Koefisien orde m yang diestimasikan
1,
2,...
r =
Koefisien order r yang diestimasikan h
t-r
= Suku Garch varians pada periode sebelumnya ARCH dan GARCH memiliki beberapa jenis. Masing- masing jenis
ARCH dan GARCH memiliki karakteristik masing-masing dengan penggunaan yang berbeda-beda. Jenis-jenis ARCH GARCH dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.1.7 Value at Risk VaR
Value at Risk VaR merupakan ringkasan peluang kerugian maksimum selama horizon waktu tertentu dengan selang kepercayaan tertentu Jorion, 2002.
Secara matematis VaR dapat didefinisikan sebagai berikut : VAR = σ
t+1
x √b x Z x W dengan :
VAR = Besarnya risiko b
= Periode investasi Z
= Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5 W
= Besarnya biaya investasi σ
t+1
= Volatility yang akan datang dimana σ
t
= √h
t
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional