Penelitian Terdahulu Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia

14

2.3 Penelitian Terdahulu

2.3.1 Studi Terdahulu Mengenai Risiko

Penelitian mengenai risiko komoditi yang berfokus pada risiko produksi dilakukan oleh Safitri 2009 dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas ASRI, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya risiko produksi pada usaha daun potong disebabkan oleh beberapa faktor yaitu iklim atau cuaca, tingkat kesuburan lahan serta serangan hama dan penyakit. Risiko produksi berdasarkan produktivitas yang paling tinggi terdapat pada daun potong Philodendron marble, sedangkan risiko produksi berdasarkan pendapatan bersih, daun potong Asparagus bintang mengalami risiko yang paling tinggi. Selain melakukan kegiatan spesialisasi, risiko produksi dapat dikurangi dengan diversifikasi. Selain analisis terhadap risiko produksi, penelitian mengenai risiko harga juga telah pernah dilakukan. Analisis risiko harga terhadap komoditi agribisnis dilakukan oleh Siregar 2009 dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Risiko Harga Day Old Chick DOC Broiler dan Layer Pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor”. Penelitian ini menganalisis risiko harga DOC dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penelitiannya mengambil kesimpulan bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC periode sebelumnya. Sedangkan risiko harga DOC Layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya. Penerapan model ARCH-GARCH terhadap penentuan besar risiko lebih banyak diaplikasikan terhadap harga saham. Hal ini seperti dilakukan oleh Ramadhona 2004. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model dugaan terbaik untuk peramalan volatilitas saham AALI adalah GARCH 1,1, saham GGRM adalah ARCH 1, dan saham INDF adalah ARCH 1. Analisis risiko dengan model VaR menyimpulkan bahwa saham INDF memiliki tingkat risiko yang tertinggi dan terendah adalah saham AALI. Analisis risiko investasi kembali dilakukan oleh Iskandar 2006. Penelitian yang lebih dikhususkan pada saham agribisnis rokok ini menyimpulkan bahwa model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham GGRM adalah 15 ARCH 1 dimana tingkat risiko hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya. Sedangkan model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham HMSP dan RMBA adalah GARCH 1,1 dimana tingkat risiko dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan besarnya simpangan baku pengembalian dari rataannya untuk satu hari sebelumnya.

2.3.2 Studi Terdahulu Mengenai Cabai Besar

Penelitian mengenai cabai merah dilakukan oleh Muharlis 2007 terkait dengan peramalan dan faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktusi harga cabai merah besar dan cabai merah keriting cukup besar akibat adanya ketidakstabilan harga. Fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar Jawa dan Bali di pengaruhi oleh faktor harga jual cabai merah di PIKJ dan harga cabai merah di tingkat produsen. Darmawan 2007 menganalisis proses keputusan petani dalam pembelian benih cabai merah keriting varietas TM 999. Proses keputusan pembelian menunjukkan bahwa motivasi utama petani dalam membeli benih cabai merah keritng varietas TM 999 karena kualitas yang telah terjamin dan keuntungan usaha yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan harga benih yang yang relatif mahal, tetapi walaupun demikian petani merasa puas dengan hasilnya dan akan melakukan pembelian ulang selama kenaikan harga benih TM 999 masih berada dalam taraf wajar. Penelitian efisiensi tataniaga cabai merah dilakukan oleh Rachma 2008. Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat ini menghasilkan kesimpulan bahwa pendistribusian cabai merah di Desa Cibeureum melibatkan pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Terdapat lima saluran tataniaga cabai merah dengan daerah tujuan pemasaran Ciamis, Tasikmalaya dan Bandung. 16 Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian Safitri 2009 dalam hal kajian terhadap risiko namun berbeda dalam hal jenis risiko dan komoditi yang dikaji. Penelitian ini menggunakan ARCH-GARCH sebagai alat yang digunakan dalam menganalisis risiko harga. Hal ini memiliki kesamaan dengan penelitian Ramadhona 2004, Iskandar 2006 dan Siregar 2009. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut terletak pada komoditi yang dikaji. Penelitian ini mengkaji objek yang sama dengan penelitian Muharlis 2007, Darmawan 2007 dan Rachma 2008. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada aspek yang diteliti. Analisis risiko komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting pada skripsi ini menggunakan metode ARCH-GARCH. Analisis risiko ini diawali dengan pencarian model ARCH-GARCH terbaik pada masing-masing komoditi cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui nilai AIC dan SC yang terkecil. Volatiliti yang dihasilkan oleh metode ARC-GARCH inilah yang kemudian akan digunakan untuk menghitung Value at Risk. Secara umum data mengenai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 yang meliputi data nama penulis, tahun, judul dan metode analisis. 17 Tabel 7 . Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis Ramadhona 2004 Analisis Investasi dengan Pendekatan Model ARCH- GARCH dan Pendugaan Harga Saham dengan Pendekatan Model Time Series pada Perusahaan Agribisnis Terpilih di PT. Bursa Efek Jakarta. Model ARCH- GARCH untuk menghitung Value at Risk VAR Iskandar 2006 Analisis Risiko Investasi Saham Agribisnis Rokok dengan Pendekatan ARCH-GARCH Model ARCH- GARCH untuk menghitung Value at Risk VAR Muharlis 2007 Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah di Enam Kota Besar Di Jawa dan Bali Metode Peramalan Time Series Darmawan 2007 Analisis Proses Keputusan Petani dalam Pembelian Benih Cabai Merah Keriting Varietas TM 999 Analisis Deskriptif dan Model Multiatribut Fishbein Rachma 2008 Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Studi Kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa barat Analisis Saluran Tataniaga, Lembaga dan Fungsi Tataniaga, Struktur Pasar, Perilaku Pasar dan Efisiensi Tataniaga Safitri 2009 Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Spesialisasi dan Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Diversifikasi Siregar 2009 Analisis Risiko Harga Day Old Chick DOC Broiler dan Layer pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor Model ARCH- GARCH untuk menghitung Value at Risk VAR 18 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Risiko

Menurut Harwood 1999 risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Menurut Kountur 2004, risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Menurut Robison dan Barry 1987 risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman. Risiko juga menunjukkan peluang terjadinya peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau dibawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan. Dari beberapa definisi risiko tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko banyak dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang buruk atau suatu kerugian yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan dan terjadi secara tidak terduga. Djohanputro 2004 mengklasifikasikan risiko atas: a. Risiko murni dan spekulatif Risiko murni adalah risiko yang dapat mengakibatkan suatu kerugian pada perusahaan, tapi tidak ada kemungkinan untuk menguntungkan. Sedangkan risiko spekulatif adalah risiko yang dapat menguntungkan atau merugikan. b. Risiko sistematik atau spesifik Risiko sistematik juga disebut sebagai risiko yang tidak dapat didiversifikasi yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan penggabungan berbagai risiko. Risiko spesifik adalah risiko yang dapat didiversifikasi melalui proses penggabungan pooling Setiap pelaku bisnis dalam menghadapi risiko mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda. Terdapat tiga karakteristik pelaku bisnis dalam menanggapi adanya risiko yaitu Risk Taker, Risk Averter dan Risk Neutral yang mana perilakunya dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 2 19 Expected Return Variance Return Gambar 2 . Hubungan Antara Variance dan Expected Return Sumber: Debertin 1986 Gambar 2 menunjukkan hubungan antara variance return, yang merupakan ukuran tingkat risiko, dengan return yang diharapkan, yang merupakan tingkat kepuasan pembuat keputusan. Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut : 1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko Risk Averter menunjukkan jika U 1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. 2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko Risk Neutral menunjukkan jika U 2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. U 1 Risk Averter U 3 Risk TakerLover U 2 Risk Neutral 20 3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko Risk TakerLover menunjukkan jika U 3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaanya menerima return yang diharapkan lebih rendah. Bentuk lain yang dapat menggambarkan perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan kepuasan individu berkaitan dengan kemungkinan pendapatan. Keterangan U = utilitas tingkat kepuasan Y = Pendapatan Gambar 3 . Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap Sumber: Debertin 1986 Berdasarkan Gambar 3 individu yang digambarkan pada kurva Uy 1 termasuk dalam perilaku risk averter. Kurva tersebut menunjukkan kepuasan marginal utility yang semakin menurun diminishing marginal utility dari pendapatan. Meskipun tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan, namun demikian kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan Uy 1 Uy 2 Y Uy 3 U 21 yang mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena kenaikan pendapatan berikutnya. Analog dengan risk averter, pada risk lover, kepuasan marginal utility yang semakin meningkat increasing marginal utility dari pendapatan. Sedangkan pada risk neutral, kepuasan marginal utility yang tetap constan marginal utility.

3.1.2 Risiko Pertanian

Sektor pertanian tidak terlepas dari kondisi risiko yang disebabkan oleh beberapa faktor atau sumber. Sumber-sumber risiko pertanian menurut Anderson et al. 1977 dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Ketidakpastian hasil produksi Ketidakpastian hasil produksi ini disebabkan oleh sektor pertanian yang sangat tergantung kepada alam seperti cuaca dan iklim, hama dan penyakit, temperatur udara, pergantian musim dan sebagainya. Adanya risiko produksi berpengaruh nyata terhadap aktivitas produksi dan penerimaan. 2. Ketidakpastian harga Fluktuasi harga pada produk pertanian disebabkan oleh faktor alam dan permintaan dan penawaran. Semakin tinggi tingkat permintaan, maka semakin tinggi pula harga produk-produk pertanian, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian semakin berfluktuasi harga maka risiko harga semakin besar. 3. Ketidakpastian keuntungan Risiko produksi dan risiko harga dapat menimbulkan adanya risiko keuntungan. Semakin tinggi fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin rendah. Petani perlu menerapkan strategi-strategi yang dapat memperkecil peluang munculnya risiko yang menimbulkan kerugian. Menurut Debertin 1986 terdapat 22 beberapa strategi yang dapat mengurangi kerugian ketika alam dan pasar dalam kondisi yang tidak menguntungkan petani. Demikian pula sebaliknya, dengan menerapkan strategi ini maka keuntungan yang akan dimiliki petani akan berkurang ketika kondisi alam dan pasar sedang menguntungkan. Strategi-strategi tersebut adalah 1. Asuransi Pertanian Asuransi pertanian dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi yang dapat mengurangi risiko dengan cara pembelian policy asuransi. Jika petani membeli policy asuransi kebakaran bukan berarti petani berharap terjadinya kebaran. Hal ini dilakukan karena biaya asuransi lebih kecil dibandingkan kemungkinan biaya risiko yang akan ditanggung jika kebakaran benar-benar terjadi. Asuransi yang baik adalah asuransi yang diberikan pada peristiwa yang memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi. Asuransi digunakan pada peristiwa yang mengakibat kerugian besar namun memiliki probabilitas yang rendah Asuransi pertanian menyebabkan pendapatan petani berkurang akibat membayar premium asuransi. Premium asuransi mengurangi keuntungan potensial dalam satu tahun dimana tidak terjadi peristiwa yang merugikan pada tahun tersebut. 2. Kontrak Future market merupakan suatu sistem dimana petani melakukan kontrak penjualan pada komoditi dan harga tertentu. Oleh karena itu, sistem kontrak merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam menghadapi risiko harga. Future market adalah suatu mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Walaupun harga dan pendapatan akan dikurangi, petani akan membatasi keuntungan potensial jika harga ditentukan di awal musim produksi. Future market bukan merupakan satu-satunya jenis kontrak untuk menghilangkan ketidakpastian harga. Beberapa kontrak dengan penentuan harga di awal musim produksi dan penerimaan di akhir produksi juga akan 23 menghilangkan ketidakpastian harga. Kontrak biasanya digunakan pada komoditi seperti broiler dan hortikultura. Kontrak harga dapat bekerja dengan baik dalam sebuah model analisis marjinal yang mempresentasikan kepastian harga. 3. Peralatan dan Fasilitas yang Fleksibel Jika petani dapat mengatur perubahan produk dan harga input maka petani juga dapat menyesuaikan bangunan dan peralatan yang dapat digunakan lebih dari satu kali musim produksi dan lebih dari satu jenis produk pertanian. Fasilitas khusus akan memungkinkan petani untuk memiliki perencanaan jangka panjang. Petani yang mencoba untuk mengatasi ketidakpastian harga dengan pembelian bangunan dan mesin yang adaptable dengan berbagai penggunaan tentunya akan lebih memiliki elastisitas yang besar. 4. Diversifikasi Diversifikasi merupakan strategi jangka panjang yang dapat diterapkan petani untuk mengatasi ketidakpastian harga dan output. Strategi diversifikasi pada intinya menjadikan keuntungan dari suatu tipe usaha peternakan atau pertanian untuk menutupi kerugian dari jenis usaha lainnya. Diversifikasi juga membuat penggunaan tenaga kerja dan input yang lebih efektif sepanjang tahun. Dengan demikian, pendapatan tetap baik walaupun berada pada kondisi yang menguntungkan dan merugikan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang lebih efektif maka diversifikasi hendaknya dilakukan komoditi yang memiliki karakter yang berlawanan. 5. Program Pemerintah Pemerintah juga dapat berperan dalam mengatasi ketidakpastian harga dan produksi yang dihadapi oleh petani. Peranan pemerintah dapat berupa dukungan dalam bentuk program-program yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang berpartisipasi. Partisipasi dalam program secara normal akan mengurangi variabilitas pendapatan namun pendapatan jangka panjang akan jauh lebih besar. 24

3.1.3 Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang 1. Permintaan

Menurut McConnel dan Brue 1990 permintaan didefinisikan sebagai suatu daftar yang menunjukkan jumlah barang yang diinginkan dan dapat dibeli oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu. Hyman 1996 mendefinisikan permintaan sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang diminta yang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan konsumen, kesejahteraan konsumen, ekspektasi perubahan harga di masa depan, harga barang substitusi, selera konsumen dan jumlah penduduk yang dilayani oleh pasar Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara permintaan suatu barang terhadap harga barang tersebut. Hukum permintaan merupakan suatu hipotesa yang menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka akan semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka akan semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Hukum permintaan hanya menekankan perhatian pada hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta. Sedangkan pada kenyataannya jumlah barang yang diminta tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri. Menurut McConnel dan Brue 1990 faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga yaitu a. Selera dan Preferensi Konsumen Perubahan selera konsumen dapat disebabkan oleh adanya pengaruh iklan dan perubahan tren atau fashion. Ketika selera masyarakat terhadap suatu barang meningkat maka permintaan terhadap barang tersebut juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Faktor teknologi juga mempengaruhi perubahan selera masyarakat terhadap suatu barang. Sebagai contoh permintaan terhadap mesin tik berkurang ketika ditemukan teknologi komputer. b. Jumlah penduduk Peningkatan jumlah konsumen dalam suatu pasar jelas akan meningkatkan permintaan terhadap suatu barang pada pasar tersebut. Begitu pula sebaliknya, ketika jumlah konsumen menurun maka permintaan terhadap suatu barang juga 25 akan mengalami penurunan. Umumnya pertambahan jumlah penduduk juga akan diikuti dengan perkembangan kesempatan kerja yang kemudian diiringi dengan peningkatan pendapatan. Dengan demikian pertambahan penduduk dengan sendirinya akan menyebabkan pertambahan permintaan Sukirno 1985. c. Pendapatan Pendapatan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap permintaan suatu barang. Perubahan pendapatan akan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat pendapatan masyarakat maka barang ekonomi dibedakan menjadi dua golongan yaitu barang normal dan barang inferior. Barang normal adalah suatu barang yang mengalami kenaikan permintaan ketika pendapatan masyarakat meningkat dan sebaliknya. Sedangkan barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan rendah. Sehingga ketika pendapatan naik maka permintaan terhadap barang ini justru akan menurun. d. Harga barang-barang lain Permintaan konsumen terhadap suatu barang juga tergantug pada harga barang lain. Berdasarkan fungsinya terhadap barang lain maka barang ekonomi dapat digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu barang substitusi, komplementer dan barang lain yang tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan barang tersebut. Barang substitusi adalah barang yang fungsinya dapat saling menggantikan sedangkan barang komplementer adalah barang yang fungsinya saling melengkapi. Kenaikan harga barang substitusi akan mengakibatkan kenaikan permintaan terhadap suatu barang. Begitu pula sebaliknya penurunan harga barang substitusi akan menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang yang digantikan. Contoh barang substitusi adalah margarin dan mentega, minyak tanah dan gas dan sebagainya. Sementara untuk barang komplementer, peningkatan harga akan menyebabkan penurunan permintaan suatu barang. Begitu pula sebaliknya ketika harga barang komplementer turun maka akan terjadi kenaikan 26 permintaan. Contoh barang dengan fungsi saling melengkapi ini adalah pulpen dengan tinta, teh dengan gula dan sebagainya. Banyak jenis barang yang tentu saja tidak memiliki hubungan satu sama lain sehingga kenaikan atau penurunan harga suatu barang tidak akan mempengaruhi harga barang lain, Misalnya saja hubungan antara komoditi kentang dengan suku cadang mobil. e. Harapan di masa yang akan datang Ramalan masyarakat terhadap harga suatu barang yang akan bertambah tinggi di masa depan akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap barang tersebut pada saat ini. Jika masyarakat memperkirakan harga suatu barang akan turun pada masa yang akan datang maka permintaan barang tersebut pada saat ini akan mengalami penurunan. Begitu pula jika terdapat ramalan bahwa lowongan kerja akan bertambah sulit pada masa yang akan datang maka masyarakat akan lebih berhemat sehingga permintaan terhadap barang akan menurun. Lipsey et al. 1995 mengemukakan bahwa untuk memahami pengaruh setiap faktor-faktor tersebut terhadap permintaan secara sekaligus dalam waktu yang bersamaan merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, semua variabel dipertahankan konstan kecuali satu variabel yang akan dipelajari pengaruhnya. Dengan cara yang sama pengaruh semua variabel lainnya dapat dianalisis sehingga tingkat kepentingan masing-masing variabel dapat dipahami. Upaya mempertahankan konstan semua variabel yang ada pengaruhnya dikenal dengan istilah ceteris paribus. Jika dinyatakan bahwa pengaruh harga cabai merah terhadap jumlah cabai merah yang diminta ceteris paribus maka hal ini berarti perubahan harga cabai merah mempengaruhi jumlah cabai merah yang diminta jika semua faktor lain yang mempengaruhi permintaan cabai merah tetap. 27 Gambar 4 . Pergeseran Kurva Permintaan Sumber : McConnel dan Brue 1990 Hipotesis ekonomi dasar menyebutkan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta. 2. Penawaran Permintaan saja belum merupakan syarat yang cukup untuk menciptakan terjadinya suatu transaksi di dalam pasar. Permintaan masyarakat akan dapat terpenuhi apabila penjual menyediakan barang-barang yang diminta oleh konsumen tersebut. Menurut McConnel dan Brue 1990 penawaran adalah sebuah daftar yang menunjukkan jumlah suatu produk yang ingin dan dapat diproduksi oleh produsen dan tersedia di pasar pada harga dan waktu tertentu. Hyman 1996 mendefinisikan penawaran sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang ditawarkan. Hukum penawaran menjelaskan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit penawaran terhadap barang tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka semakin tinggi pula penawaran terhadap barang tersebut. 28 Selain akibat perubahan harga barang itu sendiri, penawaran menurut McConnel dan Brue 1990 juga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Harga sumber daya atau harga input Biaya produksi dan penawaran memiliki hubungan yang sangat erat. Peningkatan harga input akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Demikian pula sebaliknya, ketika harga input turun maka suatu perusahaan dapat menekan biaya produksi sehingga penawaran dapat ditingkatkan. b. Teknologi Perkembangan teknologi memiliki arti bahwa penemuan teknologi baru tersebut memungkinkan kita untuk memproduksi suatu unit barang secara lebih efisien dengan jumlah sumber daya yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pembelian sumberdaya atau input menjadi berkurang sehingga perusahaan dapat meningkatkan penawaran. Biaya yang lebih rendah akan meningkatkan keuntungan potensial sehingga mendorong produsen untuk meningkatkan penawaran. Sukirno 1985 menyatakan bahwa Tingkat teknologi sangat berperan dalam menentukan tingkat penawaran. Kemajuan teknologi akan menimbulkan dua akibat yaitu meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memproduksi lebih banyak barang dan meningkatkan keefisienan produksi. Dengan demikian, kemajuan teknologi cenderung meningkat penawaran yang dilakukan perusahaan. c. Pajak dan Subsidi Sebuah usaha seringkali terkena pajak sebagai suatu biaya. Oleh karena itu peningkatan pajak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Sebaliknya subisidi yang merupakan kebalikan dari pajak akan mengakibatkan berkurangnya biaya dan meningkatkan penawaran 29 d. Harga barang-barang lain Barang dengan posisi yang saling menggantikan akan mengalami perubahan penawaran jika salah satu barang mengalami perubahan harga. Ketika harga barang substitusi mengalami kenaikan maka permintaan masyarakat terhadap barang yang digantikan akan meningkat. Kenaikan permintaan ini akan memberikan dorongan kepada produsen untuk menaikkan produksi. e. Ekspektasi Perkiraan harga suatu barang di masa depan oleh produsen akan mempengaruhi keinginan produsen untuk memproduksi barang tersebut pada saat ini. Sebagai contoh petani kemungkinan akan menahan hasil panen jagung untuk mengantisipasi tingginya harga jagung pada masa yang akan datang. Hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan penawaran jagung pada saat ini. f. Jumlah produsen Peningkatan jumlah produsen akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan. Selama beberapa waktu terakhir peningkatan jumlah produsen merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan penawaran. Gambar 5. Pergeseran Kurva Penawaran Sumber : McConnel dan Brue 1990 30 Hipotesis ekonomi mendasar mengenai penawaran adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan. 3. Mekanisme Pembentukan Harga Pasar Harga dan jumlah suatu barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut. Keadaan pasar dikatakan ekuilibrium atau seimbang apabila jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta pada harga tersebut. Kelebihan penawaran akan menyebabkan turunnya harga sedangkan kelebihan permintaan akan menyebabkan naiknya harga barang. Perubahan variabel selain harga akan menyebabkan pergeseran baik kurva permintaan maupun penawaran. Terdapat empat kemungkinan pergeseran yang terjadi: 1. Permintaan bertambah kurva permintaan bergeser ke kanan 2. Permintaan berkurang kurva permintaan bergeser ke kiri 3. Penawaran bertambah kurva penawaran bergeser ke kanan 4. Penawaran berkurang kurva penawaran bergeser ke kiri

3.1.4 Pemodelan Volatilitas Time Series

Volatilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga berfluktuasi dalam suatu periode waktu. Biasanya volatilitas diestimasi dengan cara menghitung deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu tertentu yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya. Volatilitas mengukur rata-rata fluktuasi dari data deret waktu. Namun hal ini dikembangkan lebih jauh dengan menekankan pada nilai variansi variable statistika yang menggambarkan seberapa jauh perubahan dan persebaran nilai fluktuasi terhadap nilai rata-rata dari data keuangan. Oleh karena itu, dapat 31 dikatakan bahwa nilai volatilitas sebagai nilai variasi dari data fluktuasi data return. Terdapat dua pendapat besar mengenai variansi yaitu homoskedastisitas dan heterokedastisitas. Menurut Pindyck dan Rubinfeld 1983 homoskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang konstan sedangkan heteroskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang selalu berubah berdasarkan waktu. Pendapat pertama dimodelkan melalui kombinasi antara autoregressive AR dan moving-average MA atau yang dikenal dengan ARMA. Sedangkan pendapat kedua diwakili oleh metode ARCH autoregressive conditional heterokedastic yang digeneralisasi menjadi GARCH generalized autoregressive conditional heterokedastic. Untuk data harga komoditi cabai merah dengan tingkat fluktuasi yang tinggi, model otokorelasi dengan variansi berubah adalah model yang lebih relevan untuk diterapkan dibanding model otokorelasi dengan variansi konstan, sehingga model ARCH merupakan model yang lebih realistis untuk memodelkan nilai volatilitas data harga dibandingkan model AR, MA, dan ARMA. 3.1.5 ARCH Error Pada time series univariate, tidak terdapat faktor heteroskedastisitas sehingga tidak dapat dilakukan uji heteroskedastisitas secara umum, seperti uji goldfield-quandt, uji White, maupun uji Park. Perhatian persamaan time series univariate lebih ditujukan pada adanya ARCH error, yakni kuadrat residual yang berperilaku autoregresi. Ada tidaknya fenomena ARCH error ini terlihat fenomena adanya signifikansi autokorelasi dari kuadrat residual Enders, 2004. Cara yang lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH error ialah dengan menggunakan uji ARCH-LM. Uji ARCH LM didasarkan atas hipotesis nol tidak terdapatnya ARCH error dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan ARCH. 32

3.1.6 Model ARCH-GARCH

Pemodelan data deret waktu umumnya dilakukan dengan menggunakan asumsi ragam sisaan yang konstan homoskedastisitas. Namun kenyataannya banyak data deret waktu yang mempunyai ragam sisaan yang tidak konstan heteroskedastisitas, khususnya untuk data deret waktu di bidang ekonomi. Oleh karena itu pemodelan analisis deret waktu biasa dengan asumsi homoskedastisitas tidak dapat digunakan. Model ARCH Autoregressive Conditional Heteroscedasticity merupakan model yang memperhitungkan adanya heteroskedastisitas dalam analisis deret waktu. Model ini pertama kali dipopulerkan oleh Engle pada tahun 1982 yang dipakai untuk memodelkan ragam sisaan yang tergantung pada kuadrat sisaan pada periode sebelumnya secara autoregresi regresi diri sendiri. Model ARCH ini kemudian disempurnakan oleh mahasiswa bimbingan Engle, Tim Bollerslev, menjadi GARCH generalized autoregressive conditional heteroschedastic yang lebih baik dibandingkan ARCH. Volatilitas berdasarkan model GARCH p,q mengasumsikan bahwa variansi data fluktuasi dipengaruhi oleh sejumlah p data fluktuasi sebelumnya dan q data volatilitas sebelumnya. Secara umum model ini seperti Autoregresi biasa AR dan pergerakan rata-rata MA, yaitu melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya. Variansi terdiri atas dua komponen yaitu varians yang konstan dan varians yang tergantung dari besarnya volatilitas diperiode sebelumnya. Jika volatilitas pada periode sebelumnya besar baik positif maupun negatif, maka varians pada saat ini akan besar pula. Sehingga model ARCH dapat dirumuskan. Bentuk umum model ARCH m : ht = ξ + ε 2 t +  1 ε 2 t-1 +  2 ε t-2 +.......+  m ε 2 t-m dimana ht = variabel respon terikat pada waktu t varians pada waktu ke t ξ = variabel yang konstan ε 2 t-m = Suku Arch volatilitas pada periode sebelumnya  ,  1,...  m = Koefisien orde m yang diestimasikan 33 Dalam metode OLS, error diasumsikan homoskedastis, yaitu variansi dari error konstan dan terdistribusi normal dengan rata-rata nol. Varians tergantung dari varians di masa lalu sehingga heteroskedastisitas dapat dimodelkan dan varians diperbolehkan untuk berubah antar waktu. Dengan demikian volatilitas yang besar di masa lalu dapat ditangkap dalam model ARCH. Kondisi yang sering terjadi adalah bahwa varians saat ini tergantung dari volatilitas beberapa periode di masa lalu. Hal ini akan menimbulkan banyaknya parameter dalam conditional variance yang harus diestimasi. Pengestimasian parameter-parameter tersebut sulit dilakukan dengan presisi yang tepat. Oleh karena itu, Bollersley Surya, 2003 memperkenalkan metode GARCH Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity guna menghasilkan model parsimony menggunakan parameter yang lebih sedikit. Model GARCH dikembangkan dengan mengintegrasikan autoregresi dari kuadrat residual lag kedua hingga lag tak hingga ke dalam bentuk varian pada lag pertama. Model ini dikembangkan sebagai generalisasi dari model volatilitas. Secara sederhana volatilitas berdasarkan model GARCH r,m mengasumsikan bahwa variansi dari data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Ide dibalik model ini seperti dalam model autoregresi biasa AR dan pergerakan rata-rata MA, yaitu untuk melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya. Varians terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah varians yang konstan. Komponen kedua adalah volatilitas pada periode sebelumnya, ε 2 t-m suku ARCH dan komponen ketiga adalah varians pada pada periode sebelumnya, h t-r . Sehingga model GARCH dapat dirumuskan : Bentuk umum model GARCH r,m : ht = k +  1 h t-1 +  2 h t-2 + ...+  r h t-r +  1 ε 2 t-1 +  2 ε 2 t-2 +.......+  m ε 2 t-m dimana : h t = Varaiabel respon terikat pada waktu t varians pada waktu ke t К = Varians yang konstan ε 2 t-m = Suku ARCH Volatilitas pada periode sebelumnya 34  1,  2,...  m = Koefisien orde m yang diestimasikan  1,  2,...  r = Koefisien order r yang diestimasikan h t-r = Suku Garch varians pada periode sebelumnya ARCH dan GARCH memiliki beberapa jenis. Masing- masing jenis ARCH dan GARCH memiliki karakteristik masing-masing dengan penggunaan yang berbeda-beda. Jenis-jenis ARCH GARCH dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.1.7 Value at Risk VaR

Value at Risk VaR merupakan ringkasan peluang kerugian maksimum selama horizon waktu tertentu dengan selang kepercayaan tertentu Jorion, 2002. Secara matematis VaR dapat didefinisikan sebagai berikut : VAR = σ t+1 x √b x Z x W dengan : VAR = Besarnya risiko b = Periode investasi Z = Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5 W = Besarnya biaya investasi σ t+1 = Volatility yang akan datang dimana σ t = √h t

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional