45 Umumnya petani yang berada di daerah dataran rendah seperti sepanjang
utara Jawa, masih menanam cabai secara tradisional secara tumpang sari dengan bawang merah. Petani daerah ini masih menggunakan bibit cabai OP open
polineted produksi sendiri yang digunakan secara terus menerus. Teknik budidaya cabai dilakukan berdasarkan ilmu yang dipelajari secara turun temurun.
Pemupukan yang dilakukanpun tidak terarah dan kontinu. Pemupukan dilakukan ketika tanaman menghasilkan produksi yang tinggi sedangkan ketika hasil panen
rendah maka petani hanya memberikan sedikit pupuk Hal ini berbeda dengan petani pada daerah dataran tinggi. Umumnya
petani cabai dataran tinggi telah menggunakan bibit hibrida dan melakukan budidaya yang intensif. Perawatan yang intensif tersebut telihat dari penggunaan
mulsa dan pemakaian pupuk yang berimbang Perbedaan penggunaan bibit dan teknik budidaya inilah yang
menyebabkan perbedaan kualitas dan kuantitas produksi cabai antara daerah dataran rendah dengan daerah dataran tinggi. Hal ini mengakibatkan harga cabai
dataran tinggi cenderung lebih mahal dibandingkan harga cabai dataran rendah.
5.3 Pemasaran Cabai Besar di Indonesia
DKI Jakarta, melalui pasar Induk Kramat Jati merupakan daerah tujuan pasar cabai tertinggi dibandingkan propinsi lainnya di Pulau Jawa. Selain
ditujukan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, cabai besar juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri sedang dan besar. Industri yang
menggunakan cabai besar yaitu industri pengawetan daging, pelumatan buah dan sayuran, industri tepung dari padi-padian dan kacang-kacangan, mie, rotikue,
kecap, kerupuk dan sejenisnya, bumbu masak dan makanan lainnya. Terdapat empat pengendali harga price leader yang berperan dalam
kegiatan pemasaran cabai besar di Pulau Jawa : 1. Pasar Induk Kramat jati sebagai pasokan pasar cabai untuk wilayah jabotabek
dan sekitarnya. Harga cabai di Pasar Induk Kramat Jati dapat digunakan sebagai patokan harga cabai dari titik produksi yang memasarkan cabainya ke
46 Pasar Induk Kramat Jati. Demikian pula pasar induk di kota besar seperti
Bandung, Semarang, Yogyakarta dan kota besar lainnya. 2. Pedagang pengumpul yang terdekat dengan produsen
3. Pedagang pengumpul yang mampu memasarkan lebih lanjut ke pasar yang terdekat dengan konsumen
4. Industri pengolah yang mendasarkan harga beli bahan baku pada komponen harga pokok penjualan produk olahannya
5.4 Pasar Induk Kramat jati
Pasar Induk Kramat Jati PIKJ didirikan berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. D- V a 181171973 tanggal 28 Desember 1973 tentang Pendirian
Pasar Induk food station sayur mayur dan buah – buahan Kramat Jati Jakarta Timur. Pasar yang memiliki luas 14,7 hektar ini beralamat di jalan raya Bogor
KM 17 Jakarta Timur. Pendirian PIKJ sendiri dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menjamin
kelancaran distribusi dan juga sebagai bahan terminal pengadaan dan penyaluran bahan makanan sayur-mayur dan buah-buahan yang berpengaruh pada kegiatan
perekonomian baik lokal maupun regional. PIKJ merupakan fasilitas pusat perdagangan besar sayur-mayur dan buah-buahan di DKI Jakarta yang bersifat
menyeluruh dengan fasilitas pelengkap yang diperlukan. Secara organisasi dan administrasi PIKJ merupakan salah satu pasar dari 151 pasar yang dikelola oleh
PD Pasar Jaya. Secara umum tugas pokok PIKJ diantaranya adalah mengatur dan menyelenggarakan pengurusan fasilitas untuk kelancaran arus bahan makanan
sayur mayur dan buah-buahan, Menyediakan fasilitas perdagangan dan pemasaran yang diperlukan bagi penyelenggaraan perdagangan besar sayur mayur dan buah-
buahan. Melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyeluruh dari pada fungsi Pasar Induk. Berikut adalah deskripsi fungsi PIKJ :
1. Menyediakan dan mengatur fasilitas-fasilitas perdagangan pemasaran. 2. Menyediakan fasilitas umum.
3. Mengatur kegiatan angkutan dan bongkar muat. 4. Pencatatan harga dan tonase
47 5. Memperluas lahan parkir yang memadai.
6. Pedagang memperoleh Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha SHPTU dalam Jangka 20 tahun agar pedagang lebih mendapatkan kepastian hukum.
7. Menyediakan sarana ibadah Masjid yang lebih baik. 8. Tersedianya Agro Outlet untuk 29 propinsi dengan tujuan mempermudah
tukar menukar informasi terhadap komoditi yang akan dijual ke Pasar Induk.
9. Meremajakan Armada sebanyak 1.200 unit swasta yang akan dikelola oleh Unit Usaha PD Pasar Jaya.
10. Memperbaiki pelayanan dan pembinaan pedagang Pasar Induk termasuk
cara mendapatkan tempat usaha bagi pedagang baru.
Pasar Induk Kramat Jati memiliki 4.648 tempat usaha dan 1.865 pedagang dengan sifat layanan grosir dan eceran.. Tempat usaha tersebut terdiri dari tempat
usaha eksisting sebanyak 3.653 kios, tempat usaha bebas terdiri dari 890 kios, UNIKO dengan jumlah 76 tempat dan juga terdapat Agro Outlet sebanyak 29
kios. Ukuran kios – kios tersebut bervariasi dengan luasan 8,4 m
2
dan 12,6 m
2
untuk grosir sedangkan subgrosir dengan luasan sampai dengan 4 m
2
. Pasar ini terbagi dalam beberapa los atau blok-blok perdagangan. Ada delapan los di PIKJ
yang menjual berbagai komoditi berbeda. PIKJ memiliki berbagai macam fasilitas layanan umum lengkap. Terdapat
sebuah masjid dan tiga mushola yang menjamin kelancaran para pengguna pasar dalam beribadah. Fasilitas umum lainnya berupa toilet di 14 lokasi, Bank umum
yang terdiri dari Bank Mandiri dan Mayapada, serta lahan parkir seluas 14.737 m
2
. Layanan keamanan dan kebersihan pasar ini masing-masing dikelola oleh PT. Kelola Jasa Amanusa dan PT. Garda Transmoes Mandiri. Sedangkan untuk
layanan angkutan dikelola oleh KABAPIN dengan jumlah angkutan sebanyak 700 unit. PIKJ. PIKJ juga menyediakan jasa bongkar muat yang dikelola oleh suatu
badan yang disebut BAPENGKAR. Selain itu BAPENGKAR juga menyediakan jasa penimbangan komoditi yang kemudian akan dilaporkan ke kantor PIKJ.
Terdapat berbagai macam komoditi yang diperdagangkan di Pasar Induk Kramat jati. Tidak hanya komoditi hortikultura saja namun juga berbagai barang
48 lainnya seperti makanan olahan, barang pecah belah dan alat rumah tangga.
Berbagai komoditi sayuran yang diperdagangkan di pasar Induk Kramat Jati beserta daerah asal komoditi tersebut ditunjukkan oleh Tabel 9.
Tabel 9 . Komoditi Sayuran yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat
Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008
Jenis Komoditi Sayuran
Daerah Asal Kol
Dieng, Pengalengan, Garut, Cipanas, Medan Kembang Kol
Pengalengan, Cipanas, Garut Sawi
Cipanas, Sukabumi, Kuningan, Bogor Buncis
Sukabumi, Cipanas. Lembang Wortel
Pengalengan, Cipanas Garut Sukabumi Tomat
Garut Pengalengan Cipanas Dieng Labu Siem
Cipanas, Sukabumi, Bogor, Garut Terong
Purwakarta, Bogor, Subang. Cirebon Timun
Cikarang. Cipanas, Purwakarta, Subang Cabe
Magelang, Rembang, Wates, Garut, Ampenan. Banyuwangi Bawang Merah Brebes, Tegal, Patrol Import
Bawang Putih Wonosobo, Import
Daung Bawang Sukabumi, Cipanas, Pengalengan, Garut Daun Sledri
Sukabumi, Bogor, Cipanas Nangka Muda
Padang, Lampung, Bogor, Serang Ceisim
Cipanas, Bogor, Sukabumi Jagung
Garut, Cirebon, Tegal, Brebes Jengkol
Lampung, Tegal, Banyuwangi Kentang
Garut, Medan, Dieng, Pengalengan Kelapa
Lampung, Tasik, Serang, Padang
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2008
Pasar Induk Kramat Jati tidak hanya menjual sayur-sayuran, namun juga buah-buahan yang dipasok dari berbagai daerah di Indonesia. Jenis buah-buahan
beserta daerah asalnya ditunjukkan oleh Tabel 10.
49
Tabel 10 . Komoditi Buah-buahan yang Diperdagangkan Di Pasar Induk Kramat
Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008
Jenis Komoditi Buah-buahan
Daerah Asal Apel
Malang, Import Alpukat
Garut, Malang, Kediri, Sumatera Barat Pepaya
Sukabumi, Bogor, Probolinggo, Lampung, Malang Nanas
Palembang, Subang Pisang
Sukabumi, Lampung, Bogor, Serang Jeruk
Medan, Padang, Pontianak, Jember, Import Semangka
Banyuwangi, Lampung, Cirebon, Kediri Anggur
Bali, Malang, Import Markisah
Medan, Padang Melon
Malang, Banyuwangi. Kediri, Ngawi, Kulon Progo Salak
Bali, Yogyakarta, Tasikmalaya, Wonosobo Manggis
Sumatera Barat, Purwakarta Mangga
Indramayu, Madura Probolinggo, Tuban, Sumbawa Dukuh
Palembang, Jambi, Lampung Durian
Lampung, Palembang, Jepara Kedondong
Padang, Madura, Lampung
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2008
Setiap harinya Pasar Induk Kramat Jati menerima pasokan sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian dan bumbu dapur dari berbagai daerah di Indonesia.
Sebanyak 99,05 persen pasokan diperoleh dari luar daerah. Tonase dari masing- masing komoditi yang diperjualbelikan tersebut yaitu sayuran dengan jumlah
1100-1400 ton, buah-buahan sebanyak 1200-1500 ton, umbi-umbian dengan jumlah 90-120 ton dan bumbu dapur dengan jumlah 10-30 ton. Komoditi –
komoditi ini kemudian kembali didistribusikan ke daerah-daerah seperti DKI Jakarta 70 persen, Bogor, Tangerang dan Bekasi 25 persen. Selain wilayah di
Jabotabek, komoditi yang diperdagangkan di PIKJ kadang-kadang juga disalurkan
50 ke daerah-daerah seperti Medan, Batam, Bangka Belitung, Padang, Lampung dan
Banten 3 persen. Transaksi perdagangan yang dilakukan melalui pedagang perantara atau
langsung pada petani. Harga dan jumlah barang yang sudah disepakati kemudian dibawa dengan menggunakan armada pengangkut. Setelah sampai di PIKJ maka
dilakukan bongkar muat dan penimbangan yang dilakukan oleh BAPENGKAR. Kegiatan seleksi dan sortasi dilakukan hanya untuk buah-buahan saja, sedangkan
untuk jenis sayuran termasuk cabai merah tidak dilakukan tahap ini. Pembeli yang datang ke Pasar Induk Kramat Jati umumnya adalah pedagang eceran yang akan
menjual kembali barang tersebut di pasar-pasar lain. Cabai merah merupakan salah satu komoditi yang paling banyak
diperdagangkan di PIKJ. Khusus untuk cabai merah dijual pada los H yang menampung lebih dari 240 pedagang grosir. Tingkat harga cabai merah yang
diperdagangkan sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi permintaan dan penawaran yang tidak seimbang, daya beli masyarakat yang menurun, permintaan
luar daerah yang tidak menentu dan adanya kasus dimana petani langsung menjual cabai merah tersebut ke pedagang pengecer. Gambar 7 menjelaskan
mengenai alur keluar masuk cabai merah di PIKJ yang melalui beberapa pihak
51
Gambar 7. Alur Keluar Masuk Cabai Besar di Pasar Induk Kramat Jati
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar Daerah
Pedagang Grosir PIKJ
Pedagang Pengecer Petani Produsen
52
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Risiko Harga Cabai Besar
Cabai merah keriting dan cabai merah besar tergolong dalam kelompok cabai besar yang merupakan salah satu jenis sayuran unggulan di Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat dari Cabai besar merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan volume cabai paling besar yang
dipasarkan di Pasar Induk Kramat Jati. Cabai merah keriting adalah cabai yang paling banyak diperjualbelikan di
Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata 70 persen dari pasokan cabai yang masuk ke pasar Induk Kramat Jati adalah jenis cabai merah keriting. Sedangkan sisanya
adalah cabai merah besar, cabai rawit merah, cabai rawit hijau dan lain-lain. Harga cabai merah keriting sangat berfluktuasi. Sepanjang bulan Januari
2006 sampai bulan Februari 2009 diperoleh harga terendah adalah Rp 2.800 sedangkan harga tertinggi mencapai Rp 26.000. Harga terendah tersebut dicabai
pada hari ke 210. Hari ke 210 tersebut jatuh pada tanggal 29 Juli 2006. Harga cabai merah keriting pada periode Mei hingga Juli memang selalu tergolong
rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hal ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut produksi dan pasokan sangat melimpah sehingga harga menjadi jatuh.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani dapat diketahui bahwa pengurangan konsumsi cabai juga terjadi di bulan puasa. Harga tertinggi cabai
merah yaitu sebesar Rp 26.000 dicapai pada periode 359 yaitu pada bulan Desember 2006, dimana periode tersebut berada pada akhir tahun dimana banyak
hari-hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan analisis ARCH-GARCH dengan menggunakan diperoleh plot data
Fluktuasi harga cabai merah keriting di Pasar Induk Kramat Jati yang dapat dilihat pada Gambar 8.
53
Hari H
a rg
a k
g
1035 920
805 690
575 460
345 230
115 1
25000 20000
15000 10000
5000
Gambar 8. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Januari
2006-Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah
Pasokan rata-rata cabai merah besar di Pasar Induk Kramat Jati adalah sekitar 5.75 persen dari seluruh jenis cabai yang ada. Harga cabai merah besar
terendah dicapai pada harga Rp 3.000 sedangkan harga tertinggi berada pada harga Rp 25.000. Harga terendah terjadi pada titik 247 dan 248 yang berada pada
bulan September 2006. Sedangkan harga tertinggi dicapai pada periode 359 yaitu bulan Desember 2006 atau akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar
keagamaan. Pola data harga cabai merah besar dengan periode januari 2006 sampai Februari 2009 dapat dilihat pada Gambar 9.
54
Hari H
a rg
a k
g
1035 920
805 690
575 460
345 230
115 1
25000 20000
15000 10000
5000
Gambar 9 . Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari
2006-Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah
Analisis ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan tiga variabel yaitu harga sebagai variabel dependen variabel terikat dan harga sebelumnya
serta pasokan sebagai variabel independen variabel bebas. Sebelum menganalisis dengan metode ARCH-GARCH, terlebih dahulu dilakukan analisis
regresi. Hasil output model regresi cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 5 dan 21. Tabel 11 menunjukkan hubungan regresi
antara harga cabai besar dengan pasokan cabai besar.
Tabel 11.
Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar Jenis Cabai
Model Regresi Cabai Merah Keriting
lnPt = 0.291972 +0.976838 lnPt-1 – 0.006853lnS + et Cabai Merah Besar
lnPt = 0.339740 +0.964644 lnPt-1 – 0.001893lnS + et
55 Dimana :
Pt = Harga cabai besar pada periode ke t
Pt-1 = Harga cabai besar pada periode sebelumnya S
= Pasokan cabai besar Pada taraf nyata lima persen untuk kedua model regresi di atas dapat
disimpulkan bahwa pasokan berpengaruh negatif terhadap harga cabai besar. Hal ini berarti ketika pasokan berkurang maka harga akan naik. Melalui persamaan
regresi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien pasokan cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa harga cabai
merah keriting lebih tergantung pada jumlah pasokan dibandingkan cabai merah besar.
Berdasarkan uji signifikansi dengan taraf nyata lima persen maka dapat diketahui bahwa harga sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga pada waktu
tertentu. Sebaliknya, uji signifikansi model menunjukkan bahwa jumlah pasokan tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pada waktu tertentu. Kondisi ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya jumlah pasokan cabai merah keriting dan cabai merah besar yang relatif stabil di Pasar Induk Kramat Jati.
Pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada residual dalam model persamaan harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan dengan
menggunakan uji ARCH LM. Uji ARCH LM didasarkan pada hipotesis nol yaitu tidak terdapatnya ARCH error. Hasil uji ARCH LM untuk model persamaan
cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 6 dan 22. Tabel 12 menunjukkan ringkasan hasil uji ARCH LM untuk model persamaan
cabai merah keriting dan cabai merah besar.
Tabel 12 . Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar
Komoditas ObsR-
Squared Probability F-Statistic
Probability Cabai Merah Keriting
63.51498 0.000000
67.12439 0.000000
Cabai Merah Besar 16.37071
0.000052 16.57897
0.000050
56 Berdasarkan uji ARCH LM pada kedua model tersebut maka dapat
diketahui bahwa ObsR-Squared memiliki probability yang kecil dibandingkan α yang biasanya dipakai, yaitu lima persen. Dengan demikian, dapat diambil
kesimpulan bahwa residual diatas mengandung heteroskedastisitas. Selain itu keberadaan efek ARCH sebagai bukti bahwa data mengandung
heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan mengamati beberapa ringkasan data yaitu dengan melihat data apakah data tersebut memiliki nilai yang lebih dari
tiga. Gambar 10 merupakan output yang menunjukkan kurtosis data cabai merah keriting dan cabai merah besar
50 100
150 200
250 300
-0.50 -0.25
-0.00 0.25
0.50 Series: Residuals
Sample 1 1147 Observations 1147
Mean -3.30e-16
Median -0.001643
Maximum 0.606102
Minimum -0.671945
Std. Dev. 0.092751
Skewness -0.189120
Kurtosis 10.32479
Jarque-Bera 2570.985
Probability 0.000000
Gambar 10. Kurtosis Model Cabai Merah Keriting
Gambar 10 memperlihatkan bahwa cabai merah keriting memiliki kurtosis 10.32479. Nilai kurtosis yang lebih dari tiga tersebut menunjukkan data
mengandung heteroskedastisitas. Hasil uji kurtosis menunjukkan bahwa nilai koefisien kemenjuluran skewness adalah sebesar -0,189120 atau kurang dari nol.
Nilai skewness model cabai merah keriting yang kurang dari nol tersebut mengindikasikan bahwa harga komoditas cabai merah keriting menumpuk pada
tingkat fluktuasi yang tinggi.
57
50 100
150 200
250 300
-0.4 -0.2
-0.0 0.2
0.4 0.6
Series: Residuals Sample 1 1147
Observations 1147 Mean
-3.43e-15 Median
0.000389 Maximum
0.592160 Minimum
-0.482655 Std. Dev.
0.095256 Skewness
-0.060403 Kurtosis
7.588916 Jarque-Bera
1007.102 Probability
0.000000
Gambar 11 . Kurtosis Model Cabai Merah Besar
Sebagaimana halnya cabai merah keriting, uji kurtosis juga menunjukkan bahwa cabai merah besar memiliki heteroskedastisitas dengan nilai kurtosis
sebesar 7.588916. Berdasarkan nilai skewness yang ditunjukkan oleh Gambar 11 dapat diketahui bahwa model persamaan harga cabai merah besar memiliki
distribusi yang miring ke kiri. Hal ini berarti data cenderung menumpuk pada tingkat fluktusi tinggi seperti halnya cabai merah keriting. Kendati memiliki nilai
skewness yang sama-sama negatif namun terdapat perbedaan besaran nilai antara cabai merah keriting dan cabai merah besar. cabai merah keriting memiliki nilai
skewness negatif yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa kecenderungan model persamaan harga cabai merah keriting untuk
menumpuk pada tingkat fluktuasi tinggi lebih besar dibandingkan cabai merah besar.
Untuk mengatasi adanya heteroskedastisitas tersebut maka data harga dan pasokan dapat dimodelkan dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penentuan
model ARCH-GARCH yang tepat dilakukan dengan simulasi beberapa model ragam. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan
maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model mengkombinasikan nilai r = 0,1,2,3 dengan nilai m = 1,2,3 . Pemilihan model ragam terbaik dilakukan
dengan melihat salah satu dari alternatif model yang mempunyai nilai AIC dan SC terendah dan sudah tidak adanya efek ARCH. Hasil uji coba untuk mendapatkan
58 model ARCH GARCH terbaik pada cabai merah keriting dapat dilihat pada
lampiran 7 sampai lampiran 20 sedangkan uji coba model ARCH GARCH cabai merah besar ditunjukkan oleh lampiran 23 sampai lampiran 36. Tabel 13
menunjukkan ringkasan hasil uji coba model ARCH GARCH cabai merah keriting dan cabai merah besar.
Tabel 13 . Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar
Model Nilai Error
Tidak Ada Efek ARCH
Keriting Besar
Keriting Besar
AIC SC
AIC SC
ARCH 1 GARCH 0 -1.960378
-1.938387 -1.162954
-1.140962 ARCH 1 GARCH 1
-1.985917 -1.959527
-1.136162 -1.109772
- ARCH 1 GARCH 2
-1.986370 -1.955581
-1.280340 -1.249552
ARCH 1 GARCH 3 -1.993711
-1.958525 -1.070276
-1.035090 ARCH 2 GARCH 0
-1.970268 -1.943877
-1.147375 -1.120985
ARCH 2 GARCH 1 -1.989689
-1.958900 -0.938884
-0.908096 -
ARCH 2 GARCH 2 -1.989729
-1.954542 -0.957312
-0.922125 -
ARCH 2 GARCH 3 -1.999800
-1.960215 -0.993906
-0.954321 -
ARCH 3 GARCH 0 -1.971090
-1.940302 -1.127877
-1.097089 ARCH 3 GARCH 1
-1.990521 -1.955334
-0.954897 -0.919711
ARCH 3 GARCH 2 -1.988802
-1.949217 -0.993596
-0.954011 ARCH 3 GARCH 3
-1.999216 -1.955233
-0.975383 -0.931400
-
Model ARCH GARCH terbaik dipilih melalui kriteria error AIC dan SC terkecil serta sudah tidak adanya efek ARCH pada model yang menandakan
bahwa model tidak lagi mengandung heteroskedastisitas. Selain itu model juga dipilih berdasarkan tidak adanya variabel yang bernilai negatif pada varian dan
volatilitas. Berdasarkan kriteria tersebut model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting dan cabai merah besar adalah seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 14.
59
Tabel 14. Model ARCH-GARCH Terbaik Cabai Besar
Jenis Cabai Model ARCH-GARCH Terbaik
Cabai Merah Keriting ARCH 1 GARCH 2
Cabai Merah Besar ARCH 1 GARCH 1
Tabel 14 menunjukkan bahwa model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting adalah ARCH 1 GARCH 2. Hal ini berarti pola pergerakan
harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan model ARCH-GARCH yang terbaik
pada cabai merah besar adalah ARCH 1 GARCH 1. Hal ini berarti pola pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan
varian pada satu hari sebelumnya. Persamaan ARCH-GARCH berdasarkan model
ARCH-GARCH terbaik ditunjukkan oleh Tabel 15. Tabel 15.
Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar
Jenis Cabai Persamaan Model ARCH-GARCH Terbaik
Cabai Merah Keriting ht = 0.000788 + 0.413433h
t-1 +
0.420100h
t-2 +
0.069386 ε
2 t-1
Cabai Merah Besar ht = 0.000448 + 0.886204 ht-
1
+ 0.065325 ε
2 t-1
Berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh petani dengan adanya
fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui perhitungan VAR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk penghitungan VAR berasal dari
total penerimaan yang diterima oleh petani dalam satu kali masa produksi. Berdasarkan perhitungan VAR dengan selang kepercayaan 95 persen dengan
besar rata-rata penerimaan satu kali masa produksi dengan luas lahan sebesar satu hektar adalah Rp 91.800.000,00 maka risiko yang ditanggung dalam periode
penjualan satu hari,tujuh hari dan tiga puluh hari dapat dilihat pada Tabel 16.
60
Tabel 16. Besar Risiko Cabai Besar Berdasarkan Total Penerimaan Petani
Jenis Cabai Besar Risiko
1 Hari 7 Hari
30 hari Cabai Merah Keriting
1,35 14,68
3,56 38,83
7,38 80.38
Cabai Merah Besar 0,45
4,85 1,17
12,82 2,44
26,54
Keterangan : dalam puluhan jutaan rupiah
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini menunjukkan untuk
setiap rupiah penerimaan yang diperoleh oleh petani maka risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan risiko harga cabai merah besar. Tingkat
risiko yang dimiliki oleh cabai merah keriting adalah Rp 13.476.240 dari total penerimaan yang diterima sebesar Rp 91.800.000. Sehingga jika terjadi
peningkatan penerimaan pada cabai merah keriting maka risiko harga cabai merah keriting juga mengalami peningkatan. Begitu pula dengan risiko harga cabai
merah besar, tingkat risiko yang diterima adalah sebesar Rp 4.452.300 dari total penerimaan Rp 91.800.000. Apabila terjadi peningkatan penerimaan maka risiko
yang ditanggung oleh petani juga akan mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah
keriting adalah 14,68 persen dari total penerimaan yang diterima oleh petani dengan jangka waktu penjualan satu hari. Hal ini berarti kenaikan penerimaan
sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko cabai merah keriting sebesar 14,68 persen. Begitu pula dengan cabai merah besar yang memiliki tingkat risiko
sebesar 4.85 persen. Kenaikan penerimaan cabai merah besar sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko sebesar 4.85 persen.
Semakin lama periode penjualan setelah panen maka semakin besar risiko yang ditanggung oleh petani. Hal tersebut dapat dilihat dari risiko harga yang
semakin meningkat pada periode penjualan 7 dan 30 hari. Periode penjualan yang semakin lama akan menyebabkan cabai membusuk sehingga harga jual cabai
menjadi jatuh.
61 Berdasarkan hasil perhitungan risiko dengan metode ARCH GARCH
maka nilai risiko cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Lebih tingginya risiko harga cabai merah keriting dibanding cabai merah
besar disebabkan oleh faktor tingginya volume permintaan cabai merah keriting, sementara pasokan lebih berfluktuasi akibat risiko di tingkat produksi yang lebih
besar. Penggunaan cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah
besar. Hal ini dikarenakan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar. Pembuatan sambal atau makanan dengan cita
rasa pedas, biasanya menggunakan cabai merah keriting. Cabai merah besar biasanya hanya digunakan untuk hiasan atau pewarna makanan. Cabai ini dipakai
di restaurant sebagai bahan untuk mempercantik makanan. Jika ditinjau dari daya tahan maka cabai merah keriting memiliki daya tahan yang lebih besar
dibandingkan cabai merah besar. Hal ini disebabkan oleh faktor kadar air dimana kadar air cabai merah keriting lebih sedikit dibandingkan cabai merah besar.
Fluktuasi pasokan tidak terlepas dari adanya pengaruh risiko di tingkat produksi. Risiko di tingkat produksi untuk komoditi cabai merah keriting lebih
besar dibandingkan cabai merah besar karena perawatan yang lebih rumit serta masa tanam yang lebih lama. Cabai merah keriting memerlukan perawatan yang
lebih intensif dengan tingkat risiko terkena serangan hama yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar akibat masa tanam yang relatif lebih lama.
Masa tanam cabai merah keriting yang lebih lama dibandingkan cabai merah besar membuat petani harus menunggu hingga mencapai masa panen. Hal
ini menyebabkan beberapa petani lebih memilih untuk membudidayakan cabai merah besar. Selain itu cabai merah besar dapat dipetik dalam kondisi yang masih
hijau. Cabai merah besar yang masih dalam kondisi hijau memiliki permintaan yang cukup besar sehingga petani dapat melakukan pemetikan jika dalam kondisi
terdesak secara finansial. Selain itu, sebagian petani memilih untuk memetik cabai merah besar dalam kondisi hijau karena semakin lama waktu penungguan masa
panen maka akan semakin besar peluang risiko produksi yang akan ditanggung. Hal ini dikarenakan ketika cabai semakin mendekati masa panen maka akan
62 semakin rentan terhadap hama dan penyakit yang berisiko pada kegagalan panen
akibat hama penyakit. Serangan penyakit pada cabai terjadi pada saat musim hujan yang dapat
terjadi dari fase perkecambahan hingga buah terbentuk. Penyakit cabai dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga seratus persen. Beberapa penyakit
penting yang umumnya menyerang tanaman cabai yaitu penyakit antraknosa, bercak daun, busuk fitopthora, layu fusarium, bercak bakteri, layu bakteri,
penyakit mosaik penyakit mosaik dan penyakit krupuk. Penanggulangan jenis penyakit sangat tergantung pada jenisnya. Secara umum penanggulangan penyakit
dapat dilakukan melalui pemilihan lahan yang bebas patogen, pemilihan varietas yang toleran, santasi lahan dan penggunaan bahan kimia.
Selain hama
dan penyakit, gulma juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman melalui perebutan
unsur hara dari dalam tanah dan inang serangga vektor, termasuk patogen penyakit. Menurut Topan 2008 gulma yang menyerang tanaman cabai umumnya
adalah pisang Musa parasdisiaca, teki Cyperus rotundus, C. compressus dan C. distans, rumput belulang Eleusine indica, tuton Echinochloa coona, rumput
grintingan Cynodon dactilon, rumput pahit Paspalum distichum, rumput sendok gangsir Digitaria ciliaris, gendong anak Euphorbia hirta, krokot
Portulaca oleracea, bayam duri Amaranthus lividus, tolod Alternanthera philoxeriodes, babadaton Ageratum conyzoides dan sawi liar Capsella
bursapastoris. Pengendalian gulma dapat dilakukan melalui pengolahan tanah. Hama menyerang tanaman cabai pada saat musim kemarau. Serangan
hama ini mengakibatkan buah dan daun cabai menjadi rusak. Sebenarnya efek serangan hama yang paling merusak disebabkan oleh bakteri atau virus yang
disebarkan oleh hama tersebut vektor. Beberapa serangan hama yang sering mengganggu tanaman cabai menurut Topan 2008 adalah kutu daun persik
Myzus persicae Suiz, thrip Thrips parvipinus karny, ulat buah Helicoverpa armigera hubner, Lalat buah Bactrocera dorsalis Hendel, ulat grayak
spodoptera litura Fabricius dan Nematoda Bintil Akar Meloidogyne sp. Beberapa serangan hama dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga 100
persen. Oleh karena itu diperlukan pengendalian yang efektif untuk
63 menanggulangi serangan hama. Pengendalian hama dapat dilakukan melalui
kultur teknik, penggunaan varietas toleran, pengendalian secara manual, mekanik dan fisik, pengendalian secara hayati dan penggunaan bahan kimia.
Selain karena faktor hama dan penyakit, risiko produksi juga tidak terlepas dari adanya faktor cuaca yang mempengaruhi hasil produksi. Cuaca sangat
mempengaruhi kualitas dan daya tahan cabai. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan kadar air dalam cabai juga tinggi. Hal ini mengakibatkan cabai
mudah busuk. Karakter mudah busuk memiliki sifat menular. Ketika satu buah cabai busuk, maka hal ini akan dengan cepat menyebar pada cabai lainnya. Selain
dari sisi risiko produksi, fluktuasi pasokan juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti pencurian dan penjarahan, transportasi dan pensortiran.
1. Pencurian dan Penjarahan Harga jual cabai yang terkadang sangat tinggi membuat sebagian orang
berpikiran jahat untuk melakukan pencurian dan penjarahan. Pencurian dan penjarahan ini sering terjadi terutama saat harga cabai sangat tinggi pada tahun
1997-1998. Penjarahan yang dilakukan juga sering diikuti dengan perusakan. Hal ini tentu saja akan merugikan petani dan mengakibatkan berkurangnya pasokan.
Pencurian dan penjarahan biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar yang diikuti dengan perusakan tanaman, sehingga menyebabkan kerugian dapat
mencapai seratus persen. Pencurian dan penjarahan dapat diatasi dengan mempekerjakan masyarakat lokal pada lahan perkebunan dan membagikan hasil
panen pada masyarakat sekitar jika memungkinkan. 2. Transportasi
Selain akibat kondisi alam dan lahan pertanian, fluktuasi pasokan ternyata juga disebabkan oleh kondisi transportasi yang mengangkut cabai yang akan
dipasarkan. Transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengangkut hasil pertanian dari petani ke pedagang. Kendaraan yang biasa dipakai dalam
lingkup pulau Jawa adalah truk atau mobil. Sedangkan untuk lingkup daerah di luar Pulau Jawa dan jauh dari daerah pusat pemasaran, alat transportasi yang
digunakan adalah pesawat terbang. Pengaturan dan penyusunan cabai di didalam
64 alat transportasi sangat mempengaruhi kondisi komoditi tersebut ketika sampai di
pasar. Cabai yang diletakkan secara sembarangan akan mengakibatkan turunnya kualitas. Hal ini tentunya berhubungan positif dengan harga cabai. Ketika
kualitas cabai menurun maka harga cabai juga akan turun. 3. Pensortiran
Pensortiran adalah kegiatan mengelompokkan komoditas cabai besar berdasarkan kualitas yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko
harga. Selain itu kegiatan pensortiran juga dilakukan pada saat penyusunan barang sebelum dibawa ke daerah lain. Pensortiran dilakukan dengan sederhana yaitu
memisahkan antara cabai yang terindikasi membusuk dengan cabai yang masih berkualitas bagus. Pensortiran harus benar-benar dilakukan dengan hati-hati.
Walaupun hanya ada satu cabai busuk yang tertinggal dalam pengemasan menjelang transportasi maka hal itu akan berpengaruh pada cabai-cabai lainnya.
Satu cabai yang membusuk akan dengan cepat menyebar pada cabai-cabai lain. 6.2 Alternatif Strategi dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Merah Keriting
dan Cabai Merah Besar
6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani Petani cabai besar umumnya tidak langsung menjual hasil panen kepada
konsumen ataupun pedagang besar. Cabai besar hasil panen terlebih dahulu dijual pada pengepul yang mengumpulkan hasil panen dari banyak petani. Pengepul
biasanya juga merupakan orang yang satu desa dengan petani. Kerja sama antara petani dan pengepul biasanya sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Seorang
petani akan selalu mengumpulkan hasil panennya pada pengepul yang sama. Hasil panen yang sudah terkumpul pada pengepul dibawa pada pedagang besar yang
kemudian mendistribusikannya pada industri makanan dan pasar induk di berbagai daerah.
Awal mula penentuan harga ditingkat petani dilakukan oleh pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang pasar induk akan mematok harga tertentu pada
pedagang besar di daerah. Demikian seterusnya, pedagang besar akan memberikan harga tertentu pada pengepul dan pengepul juga menentukan harga
65 pada petani. Margin harga yang diambil antara elemen tataniaga biasanya tidak
terlalu besar. Masing-masing komponen biasanya berusaha bersikap seadil mungkin. Kerjasama yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun serta adanya
pemikiran jangka panjang terhadap usaha yang dilakukan menyebabkan semua pihak bersikap sebaik mungkin dalam menjalin kerja sama.
Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pengepul dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada besarnya hasil panen. Sistem pembayaran
yang dilakukan pada petani besar tidak dilakukan secara langsung ketika barang diterima. Namun terdapat selang waktu antara diterimanya barang dengan
pembayaran. Hal ini berbeda pada petani dengan skala kecil. Petani skala kecil biasanya langsung menerima pembayaran pada saat penerimaan barang secara
tunai. Petani merupakan pihak yang paling merasakan dampak adanya fluktuasi
harga dalam sistem tataniaga suatu produk pertanian. Seringkali petani sebagai produsen tidak dapat berbuat apa-apa ketika harga di pasaran jatuh. Namun
demikian terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh petani terkait dengan adanya risiko harga ini.
1. Perhitungan yang Cermat dalam Penentuan Masa Tanam Cabai Umur panen cabai sangat bervariasi tergantung pada jenis dan varietas.
Namun secara umum, umur panen cabai adalah tiga bulan atau 90 hari. Dalam satu kali penanaman cabai dapat dipanen hingga sembilan kali dengan interval
lima hari. Jumlah cabai yang dapat dipanen pada masing-masing periode sangat bervariasi. Riwayat panen cabai besar menyerupai kurva sebaran normal dimana
hasil panen sangat sedikit di awal dan kemudian mencapai puncaknya pada periode panen ke lima dan ke enam. Hasil ini kemudian sedikit demi sedikit
menurun pada periode selanjutnya. Petani berupaya mencegah jatuhnya harga melalui perhitungan cermat
dalam penentuan masa tanam cabai untuk mencegah kerugian dan memperoleh keuntungan maksimal. Petani memanfaatkan waktu tertentu seperti hari raya
keagamaan, tahun baru, dan hari besar lainnya untuk menghitung waktu panen.
66 Sebagian petani mampu menyelaraskan antara waktu puncak panen dengan waktu
puncak harga cabai besar. 2. Melakukan Diversifikasi Tanaman
Diversifikasi merupakan upaya yang dilakukan oleh petani dalam menanggulangi risiko dengan cara menamam berbagai jenis tanaman dalam satu
hamparan. Misalnya ketika petani akan menanam cabai seluas satu hektar, maka sebaiknya dilakukan secara bertahap. Hal ini bertujuan agar rentang waktu panen
panjang hingga kemungkinan memperoleh harga rendah dapat dihindari. 3. Rotasi Tanaman
Penanaman tanaman tertentu secara terus menerus dalam satu hamparan akan mengakibatkan berkurangnya zat-zat hara tertentu di dalam tanah. Hal ini
akan menyebabkan berkurangnya hasil panen dalam jangka panjang. Oleh karena penggantian tanaman perlu dilakukan untuk menjaga kualitas tanah. Tanaman
selingan dapat berasal dari kacang-kacangan yang terbukti mampu menyuburkan tanah dengan mengikat nitrogen dari udara. Strategi rotasi tanaman ini akan
semakin efektif jika dilakukan beriringan dengan kebijakan pengaturan pola produksi cabai merah.
4. Pembuatan Produk Olahan Cabai Terdapat beberapa produk olahan cabai yang dapat dijadikan alternatif
solusi ketika harga cabai sangat rendah. Berbagai macam produk olahan cabai seperti saossambal cabai, cabai kering, oleoresin cabai, manisan cabai dan cabai
kalengan. Saos cabai merupakan produk olahan yang sangat memasyarakat. Bahan
utama saos cabai adalah cabai segar, tomat, bawang putih, gula pasir, garam, cuka dan natrium benzoat. Pembuatan saos diawali dengan membersihkan cabai dan
tomat dari bijinya dan direndam dengan air panas selama enam menit. Selanjutnya dicampur dengan bawang putih dan diblender. Hasil blender ditambahkan garam
dapur dan natrium benzoat 0.05-0.1 persen. Campuran dipanaskan sampai kental seraya ditambahkan asam cuka dan diaduk merata. Campuran kemudian
dimasukkan ke dalam botol dan dikukus selama 15 menit pada suhu 100 C.
67 Cabai kering dapat diperoleh melalui pengeringan alami penjemuran atau
dengan menggunakan pengeringan mekanis. Sebelum dikeringkan cabai terlebih dahulu harus mengalami proses pembersihan, pembelahan, dan perendaman
dalam air panas blancing. Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada cabai di saat proses pemanenan. Sedangkan
pembelahan dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan cabai dapat dilanjutkan dengan pengolahan menjadi oleoresin atau cabai serbuk.
Oleoresin dari cabai banyak dibutuhkan dalam industri farmasi dan makanan. Oleoresin digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan koyo cabai, krim obat
gosok anti rematik, dan pegal-pegal sedangkan pada industri makanan oleoresin diperlukan untuk pembutan minuman.
Sebagaimana halnya buah-buahan, cabai khususnya cabai merah besar juga dapat dijadikan manisan. Cabai yang dapat dijadikan manisan adalah cabai
yang memiliki daging tebal serta tidak pedas. Pembuatan manisan cabai diawali dengan pembelahan dan perendaman di dalam air mendidih yang telah dicampur
natrium metabisulfit 0.2 persen selama 5-10 menit. Tahapan selanjutnya adalah perendaman dengan larutan gula secara bertahap selama tiga malam. Malam
pertama dilakukan perendaman dengan kadar gula 30-40 persen sedangkan malam berikutnya kadar gula dinaikkan hingga 40-50 persen. Malam ketiga, kadar gula
larutan kembali dinaikkan menjadi 50-60 persen. Selanjutnya cabai yang telah direndam tersebut ditiriskan dan dioven selama 14 jam. Agar penampilan lebih
menarik maka buah cabai dapat dilapisi dengan madu atau larutan gula. Produk olahan cabai lainnya adalah cabai kalengan yang dapat dibuat
dengan sederhana. Cabai yang sudah dibersihkan dari tangkainya dicuci dan direndam selama 2-3 menit dalam air panas dan dilanjutkan dengan pencucian
dengan air dingin. Selanjutnya cabai dimasukkan ke dalam kaleng dan ditambahkan 50 mg asam sitrat100 g dan larutan garam dapur 2 persen. Cabai
dikukus selama 6-7 menit dan kemudian ditutup rapat serta direbus dalam air mendidih selama tiga puluh menit. Tahap selanjutnya kaleng yang berisi cabai
dimasukkan kedalam air agar dingin. Tahap akhir yang bisa dilakukan adalah
68 proses pelabelan berupa nama produk, tanggal kadaluarsa, nama produsen, dan
sebagainya. 5. Sistem Kontrak
Sistem kontrak merupakan mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar
setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Kontrak sebaiknya dilakukan antara petani yang tergabung dalam kelembagaan baik berupa
kelompok tani atau koperasi dengan pihak lain berupa industri makanan seperti mi instan, saos dan jenis produk lainnya yang menggunakan cabai sebagai salah satu
komposisinya. Sistem kontrak ini menjamin terserapnya hasil panen dengan harga yang sesuai dengan kesepakatan.
6.2.2 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pedagang Pedagang merupakan elemen penting dalam menjamin sampainya cabai
dari produsen petani ke konsumen. Pedagang cabai Pasar Induk Kramat jati umumnya sudah memiliki petani pemasok cabai yang sudah menjadi langganan
selama bertahun-tahun. Kegiatan berlangganan ini bahkan terjadi dari generasi ke generasi. Hal ini menyebabkan sistem perdagangan yang dilakukan tidak hanya
memperhitungkan untung rugi atau murni bisnis namun juga terdapat unsur kekerabatan di dalamnya. Kegiatan bisnis umumnya dilakukan dengan sistem
kepercayaan antara petani dan pedagang. Beberapa pedagang selalu menampung seluruh hasil panen dari petani
yang menjadi mitranya. Berapapun hasil panen pasti akan diterima oleh pedagang namun dengan risiko harga yang belum pasti. Biasanya pedagang dengan sistem
ini akan melakukan pembayaran kepada petani dalam dua hari setelah barang dikirimkan. Pembayaran dapat dilakukan dengan tunai atau melalui rekening.
Sistem ini biasanya dilakukan atas dasar saling kepercayaan dan keterbukaan. Baik petani maupun pedagang tidak akan menghianati kerja sama yang sudah
berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang bahkan dari zaman dua generasi sebelumnya. Berikut merupakan strategi yang dapat dilakukan pedagang dalam
upaya mengurangi risiko harga cabai merah.
69 1. Menjual Cabai pada Industri Makanan
Selain menjual cabai langsung pada pedagang pengecer atau konsumen akhir, pedagang juga menjual cabai pada pabrik pengolahan saos atau mie instan
melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan terkait. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko banyaknya cabai yang membusuk karena tidak terjual. Selain
itu cara ini dapat dilakukan untuk mencegah jatuhnya harga secara ekstrim. 2. Pengeringan Cabai
Kegiatan pengeringan dapat dijadikan salah satu kegiatan alternatif yang dapat diterapkan untuk mencegah jatuhnya harga cabai akibat jumlah cabai di
pasaran melebihi permintaan. Cabai kering dapat diolah lebih lanjut menjadi cabai serbuk dan oleoresin cabai. Cabai serbuk ditemukan pada produk makanan awetan
seperti mie instant. Sedangkan oleorosin cabai dibutuhkan sebagai bahan baku dalam industri makanan dan farmasi. Industri makanan yang menggunakan
oleorosin seperti minuman ginger beer sedangkan industri farmasi seperti koyo cabai, krim obat gosok anti rematik dan pegal-pegal. Cabai kering umumnya
dibutuhkan di daerah Kalimantan. Selain itu cabai kering merupakan komoditi ekspor ke berbagai negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Thailand dan
Belanda. Pengeringan cabai dapat dilakukan secara alami dan mekanis. Pengeringan
secara alami dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dalam waktu 8-10 hari. Pengeringan cabai secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat
tertentu seperti tray dryer. Pengeringan cabai dengan menggunakan alat ini hanya memerlukan waktu 14-20 jam.
6.2.3 Strategi Pengurangan Risiko oleh Pemerintah Pemerintah dapat memiliki peranan penting dalam mengurangi risiko
harga komoditi pertanian sehubungan dengan peran pemerintah sebagai fasilitator dan regulator. Berikut merupakan strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengurangi risiko harga cabai merah
70 1. Pembentukan atau Pengaktifan Koperasi dan Kelompok Tani
Petani cabai merah tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Harga pada umumnya sudah ditentukan oleh pedagang besar yang ada di pasar-
pasar induk seperti Jakarta, Cibitung, Bogor dan sebagainya berdasarkan kondisi pasar. Petani yang di beberapa daerah seringkali merasa tidak puas terhadap harga
yang ditawarkan oleh pengepul. Hal ini dikarenakan harga yang ditawarkan oleh pengepul jauh lebih rendah dari harga pasar yang sesungguhnya.
Pembentukan koperasi dan kelembagaan lainnya dijadikan sebagai salah satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Koperasi ini berperan
dalam mengumpulkan hasil panen cabai petani sebelum dikirim ke pasar-pasar di daerah yang membutuhkan. Melalui koperasi, harga yang diterima oleh petani
akan lebih adil dan wajar. Selain itu kelembagaan tani juga dijadikan sebagai sarana bagi petani
dalam menjalankan sistem kontrak dengan mitra, wadah dalam pengembangan produk olahan cabai serta penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh
pemerintah terkait dengan upaya mengurangi risiko harga cabai besar. 2. Pengaturan Pola Produksi
Adanya risiko harga tidak terlepas dari pengaruh fluktuasi produksi di tingkat petani. Saat tertentu produksi melimpah yang menyebabkan harga turun,
namun pada saat lainnya produksi sangat sedikit yang menyebabkan naiknya harga. Pengaturan pola produksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengaturan pola produksi dapat dijalankan secara efektif dengan adanya koordinasi yang jelas antara Departemen
Pertanian dan dinas-dinas pertanian di daerah. Pengaturan pola produksi ini diawali dengan kajian yang mendalam
mengenai karakteristik tanaman cabai. Sehingga pengaturan pola produksi tidak merugikan petani. Pengaturan pola produksi disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap cabai di setiap waktunya sehingga implikasinya akan terdapat perbedaan luas tanam dalam periode-periode waktu tertentu. Hal
tersebut tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat namun juga aspek
71 musim dimana kemungkinan tingkat kegagalan panen tinggi pada musim
tertentu. 3. Penyuluhan dan Pembinaan yang Intensif
Penyuluhan dan pembinaan yang intensif tidak hanya terkait dengan teknik budidaya yang baik namun juga berkenaan dengan pengolahan pasca
panen. Pengolahan pasca panen merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan oleh petani ketika harga cabai di pasaran sangat rendah. Pemerintah
melalui Departemen Pertanian dan kelembagaan terkait dapat melakukan pelatihan-pelatihan terkait dengan pembuatan produk-produk olahan dari cabai.
Sosialisasi mengenai pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi juga dilakukan melalui penyuluhan. Hal ini dikarenakan petani akan sulit menerima
kebijakan pengaturan pola produksi ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya penyadaran yang terus menerus terkait dengan hal tersebut. Upaya untuk
meyakinkan petani dapat diiringi dengan penyuluhan teknik budidaya yang tepat pada musim dimana tingkat kegagalan produksi sangat tinggi seperti musim
hujan. Umumnya petani enggan untuk menanam cabai besar di musim hujan. Tingkat kelembapan udara yang sangat tinggi mendorong munculnya berbagai
jenis cendawan yang mengakibatkan tingginya risiko produksi. Daerah-daerah dimana petani mendapat giliran untuk berproduksi di musim hujan tentunya akan
mengalami ketakutan terhadap gagalnya produksi yang berakibat pada kerugian.
72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan