Pemasaran Cabai Besar di Indonesia Pasar Induk Kramat jati

45 Umumnya petani yang berada di daerah dataran rendah seperti sepanjang utara Jawa, masih menanam cabai secara tradisional secara tumpang sari dengan bawang merah. Petani daerah ini masih menggunakan bibit cabai OP open polineted produksi sendiri yang digunakan secara terus menerus. Teknik budidaya cabai dilakukan berdasarkan ilmu yang dipelajari secara turun temurun. Pemupukan yang dilakukanpun tidak terarah dan kontinu. Pemupukan dilakukan ketika tanaman menghasilkan produksi yang tinggi sedangkan ketika hasil panen rendah maka petani hanya memberikan sedikit pupuk Hal ini berbeda dengan petani pada daerah dataran tinggi. Umumnya petani cabai dataran tinggi telah menggunakan bibit hibrida dan melakukan budidaya yang intensif. Perawatan yang intensif tersebut telihat dari penggunaan mulsa dan pemakaian pupuk yang berimbang Perbedaan penggunaan bibit dan teknik budidaya inilah yang menyebabkan perbedaan kualitas dan kuantitas produksi cabai antara daerah dataran rendah dengan daerah dataran tinggi. Hal ini mengakibatkan harga cabai dataran tinggi cenderung lebih mahal dibandingkan harga cabai dataran rendah.

5.3 Pemasaran Cabai Besar di Indonesia

DKI Jakarta, melalui pasar Induk Kramat Jati merupakan daerah tujuan pasar cabai tertinggi dibandingkan propinsi lainnya di Pulau Jawa. Selain ditujukan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, cabai besar juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri sedang dan besar. Industri yang menggunakan cabai besar yaitu industri pengawetan daging, pelumatan buah dan sayuran, industri tepung dari padi-padian dan kacang-kacangan, mie, rotikue, kecap, kerupuk dan sejenisnya, bumbu masak dan makanan lainnya. Terdapat empat pengendali harga price leader yang berperan dalam kegiatan pemasaran cabai besar di Pulau Jawa : 1. Pasar Induk Kramat jati sebagai pasokan pasar cabai untuk wilayah jabotabek dan sekitarnya. Harga cabai di Pasar Induk Kramat Jati dapat digunakan sebagai patokan harga cabai dari titik produksi yang memasarkan cabainya ke 46 Pasar Induk Kramat Jati. Demikian pula pasar induk di kota besar seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta dan kota besar lainnya. 2. Pedagang pengumpul yang terdekat dengan produsen 3. Pedagang pengumpul yang mampu memasarkan lebih lanjut ke pasar yang terdekat dengan konsumen 4. Industri pengolah yang mendasarkan harga beli bahan baku pada komponen harga pokok penjualan produk olahannya

5.4 Pasar Induk Kramat jati

Pasar Induk Kramat Jati PIKJ didirikan berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. D- V a 181171973 tanggal 28 Desember 1973 tentang Pendirian Pasar Induk food station sayur mayur dan buah – buahan Kramat Jati Jakarta Timur. Pasar yang memiliki luas 14,7 hektar ini beralamat di jalan raya Bogor KM 17 Jakarta Timur. Pendirian PIKJ sendiri dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menjamin kelancaran distribusi dan juga sebagai bahan terminal pengadaan dan penyaluran bahan makanan sayur-mayur dan buah-buahan yang berpengaruh pada kegiatan perekonomian baik lokal maupun regional. PIKJ merupakan fasilitas pusat perdagangan besar sayur-mayur dan buah-buahan di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh dengan fasilitas pelengkap yang diperlukan. Secara organisasi dan administrasi PIKJ merupakan salah satu pasar dari 151 pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya. Secara umum tugas pokok PIKJ diantaranya adalah mengatur dan menyelenggarakan pengurusan fasilitas untuk kelancaran arus bahan makanan sayur mayur dan buah-buahan, Menyediakan fasilitas perdagangan dan pemasaran yang diperlukan bagi penyelenggaraan perdagangan besar sayur mayur dan buah- buahan. Melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyeluruh dari pada fungsi Pasar Induk. Berikut adalah deskripsi fungsi PIKJ : 1. Menyediakan dan mengatur fasilitas-fasilitas perdagangan pemasaran. 2. Menyediakan fasilitas umum. 3. Mengatur kegiatan angkutan dan bongkar muat. 4. Pencatatan harga dan tonase 47 5. Memperluas lahan parkir yang memadai. 6. Pedagang memperoleh Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha SHPTU dalam Jangka 20 tahun agar pedagang lebih mendapatkan kepastian hukum. 7. Menyediakan sarana ibadah Masjid yang lebih baik. 8. Tersedianya Agro Outlet untuk 29 propinsi dengan tujuan mempermudah tukar menukar informasi terhadap komoditi yang akan dijual ke Pasar Induk. 9. Meremajakan Armada sebanyak 1.200 unit swasta yang akan dikelola oleh Unit Usaha PD Pasar Jaya. 10. Memperbaiki pelayanan dan pembinaan pedagang Pasar Induk termasuk cara mendapatkan tempat usaha bagi pedagang baru. Pasar Induk Kramat Jati memiliki 4.648 tempat usaha dan 1.865 pedagang dengan sifat layanan grosir dan eceran.. Tempat usaha tersebut terdiri dari tempat usaha eksisting sebanyak 3.653 kios, tempat usaha bebas terdiri dari 890 kios, UNIKO dengan jumlah 76 tempat dan juga terdapat Agro Outlet sebanyak 29 kios. Ukuran kios – kios tersebut bervariasi dengan luasan 8,4 m 2 dan 12,6 m 2 untuk grosir sedangkan subgrosir dengan luasan sampai dengan 4 m 2 . Pasar ini terbagi dalam beberapa los atau blok-blok perdagangan. Ada delapan los di PIKJ yang menjual berbagai komoditi berbeda. PIKJ memiliki berbagai macam fasilitas layanan umum lengkap. Terdapat sebuah masjid dan tiga mushola yang menjamin kelancaran para pengguna pasar dalam beribadah. Fasilitas umum lainnya berupa toilet di 14 lokasi, Bank umum yang terdiri dari Bank Mandiri dan Mayapada, serta lahan parkir seluas 14.737 m 2 . Layanan keamanan dan kebersihan pasar ini masing-masing dikelola oleh PT. Kelola Jasa Amanusa dan PT. Garda Transmoes Mandiri. Sedangkan untuk layanan angkutan dikelola oleh KABAPIN dengan jumlah angkutan sebanyak 700 unit. PIKJ. PIKJ juga menyediakan jasa bongkar muat yang dikelola oleh suatu badan yang disebut BAPENGKAR. Selain itu BAPENGKAR juga menyediakan jasa penimbangan komoditi yang kemudian akan dilaporkan ke kantor PIKJ. Terdapat berbagai macam komoditi yang diperdagangkan di Pasar Induk Kramat jati. Tidak hanya komoditi hortikultura saja namun juga berbagai barang 48 lainnya seperti makanan olahan, barang pecah belah dan alat rumah tangga. Berbagai komoditi sayuran yang diperdagangkan di pasar Induk Kramat Jati beserta daerah asal komoditi tersebut ditunjukkan oleh Tabel 9. Tabel 9 . Komoditi Sayuran yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 Jenis Komoditi Sayuran Daerah Asal Kol Dieng, Pengalengan, Garut, Cipanas, Medan Kembang Kol Pengalengan, Cipanas, Garut Sawi Cipanas, Sukabumi, Kuningan, Bogor Buncis Sukabumi, Cipanas. Lembang Wortel Pengalengan, Cipanas Garut Sukabumi Tomat Garut Pengalengan Cipanas Dieng Labu Siem Cipanas, Sukabumi, Bogor, Garut Terong Purwakarta, Bogor, Subang. Cirebon Timun Cikarang. Cipanas, Purwakarta, Subang Cabe Magelang, Rembang, Wates, Garut, Ampenan. Banyuwangi Bawang Merah Brebes, Tegal, Patrol Import Bawang Putih Wonosobo, Import Daung Bawang Sukabumi, Cipanas, Pengalengan, Garut Daun Sledri Sukabumi, Bogor, Cipanas Nangka Muda Padang, Lampung, Bogor, Serang Ceisim Cipanas, Bogor, Sukabumi Jagung Garut, Cirebon, Tegal, Brebes Jengkol Lampung, Tegal, Banyuwangi Kentang Garut, Medan, Dieng, Pengalengan Kelapa Lampung, Tasik, Serang, Padang Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2008 Pasar Induk Kramat Jati tidak hanya menjual sayur-sayuran, namun juga buah-buahan yang dipasok dari berbagai daerah di Indonesia. Jenis buah-buahan beserta daerah asalnya ditunjukkan oleh Tabel 10. 49 Tabel 10 . Komoditi Buah-buahan yang Diperdagangkan Di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 Jenis Komoditi Buah-buahan Daerah Asal Apel Malang, Import Alpukat Garut, Malang, Kediri, Sumatera Barat Pepaya Sukabumi, Bogor, Probolinggo, Lampung, Malang Nanas Palembang, Subang Pisang Sukabumi, Lampung, Bogor, Serang Jeruk Medan, Padang, Pontianak, Jember, Import Semangka Banyuwangi, Lampung, Cirebon, Kediri Anggur Bali, Malang, Import Markisah Medan, Padang Melon Malang, Banyuwangi. Kediri, Ngawi, Kulon Progo Salak Bali, Yogyakarta, Tasikmalaya, Wonosobo Manggis Sumatera Barat, Purwakarta Mangga Indramayu, Madura Probolinggo, Tuban, Sumbawa Dukuh Palembang, Jambi, Lampung Durian Lampung, Palembang, Jepara Kedondong Padang, Madura, Lampung Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2008 Setiap harinya Pasar Induk Kramat Jati menerima pasokan sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian dan bumbu dapur dari berbagai daerah di Indonesia. Sebanyak 99,05 persen pasokan diperoleh dari luar daerah. Tonase dari masing- masing komoditi yang diperjualbelikan tersebut yaitu sayuran dengan jumlah 1100-1400 ton, buah-buahan sebanyak 1200-1500 ton, umbi-umbian dengan jumlah 90-120 ton dan bumbu dapur dengan jumlah 10-30 ton. Komoditi – komoditi ini kemudian kembali didistribusikan ke daerah-daerah seperti DKI Jakarta 70 persen, Bogor, Tangerang dan Bekasi 25 persen. Selain wilayah di Jabotabek, komoditi yang diperdagangkan di PIKJ kadang-kadang juga disalurkan 50 ke daerah-daerah seperti Medan, Batam, Bangka Belitung, Padang, Lampung dan Banten 3 persen. Transaksi perdagangan yang dilakukan melalui pedagang perantara atau langsung pada petani. Harga dan jumlah barang yang sudah disepakati kemudian dibawa dengan menggunakan armada pengangkut. Setelah sampai di PIKJ maka dilakukan bongkar muat dan penimbangan yang dilakukan oleh BAPENGKAR. Kegiatan seleksi dan sortasi dilakukan hanya untuk buah-buahan saja, sedangkan untuk jenis sayuran termasuk cabai merah tidak dilakukan tahap ini. Pembeli yang datang ke Pasar Induk Kramat Jati umumnya adalah pedagang eceran yang akan menjual kembali barang tersebut di pasar-pasar lain. Cabai merah merupakan salah satu komoditi yang paling banyak diperdagangkan di PIKJ. Khusus untuk cabai merah dijual pada los H yang menampung lebih dari 240 pedagang grosir. Tingkat harga cabai merah yang diperdagangkan sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi permintaan dan penawaran yang tidak seimbang, daya beli masyarakat yang menurun, permintaan luar daerah yang tidak menentu dan adanya kasus dimana petani langsung menjual cabai merah tersebut ke pedagang pengecer. Gambar 7 menjelaskan mengenai alur keluar masuk cabai merah di PIKJ yang melalui beberapa pihak 51 Gambar 7. Alur Keluar Masuk Cabai Besar di Pasar Induk Kramat Jati Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Daerah Pedagang Grosir PIKJ Pedagang Pengecer Petani Produsen 52 VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Risiko Harga Cabai Besar Cabai merah keriting dan cabai merah besar tergolong dalam kelompok cabai besar yang merupakan salah satu jenis sayuran unggulan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari Cabai besar merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan volume cabai paling besar yang dipasarkan di Pasar Induk Kramat Jati. Cabai merah keriting adalah cabai yang paling banyak diperjualbelikan di Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata 70 persen dari pasokan cabai yang masuk ke pasar Induk Kramat Jati adalah jenis cabai merah keriting. Sedangkan sisanya adalah cabai merah besar, cabai rawit merah, cabai rawit hijau dan lain-lain. Harga cabai merah keriting sangat berfluktuasi. Sepanjang bulan Januari 2006 sampai bulan Februari 2009 diperoleh harga terendah adalah Rp 2.800 sedangkan harga tertinggi mencapai Rp 26.000. Harga terendah tersebut dicabai pada hari ke 210. Hari ke 210 tersebut jatuh pada tanggal 29 Juli 2006. Harga cabai merah keriting pada periode Mei hingga Juli memang selalu tergolong rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hal ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut produksi dan pasokan sangat melimpah sehingga harga menjadi jatuh. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani dapat diketahui bahwa pengurangan konsumsi cabai juga terjadi di bulan puasa. Harga tertinggi cabai merah yaitu sebesar Rp 26.000 dicapai pada periode 359 yaitu pada bulan Desember 2006, dimana periode tersebut berada pada akhir tahun dimana banyak hari-hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan analisis ARCH-GARCH dengan menggunakan diperoleh plot data Fluktuasi harga cabai merah keriting di Pasar Induk Kramat Jati yang dapat dilihat pada Gambar 8. 53 Hari H a rg a k g 1035 920 805 690 575 460 345 230 115 1 25000 20000 15000 10000 5000 Gambar 8. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Januari 2006-Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah Pasokan rata-rata cabai merah besar di Pasar Induk Kramat Jati adalah sekitar 5.75 persen dari seluruh jenis cabai yang ada. Harga cabai merah besar terendah dicapai pada harga Rp 3.000 sedangkan harga tertinggi berada pada harga Rp 25.000. Harga terendah terjadi pada titik 247 dan 248 yang berada pada bulan September 2006. Sedangkan harga tertinggi dicapai pada periode 359 yaitu bulan Desember 2006 atau akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar keagamaan. Pola data harga cabai merah besar dengan periode januari 2006 sampai Februari 2009 dapat dilihat pada Gambar 9. 54 Hari H a rg a k g 1035 920 805 690 575 460 345 230 115 1 25000 20000 15000 10000 5000 Gambar 9 . Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah Analisis ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan tiga variabel yaitu harga sebagai variabel dependen variabel terikat dan harga sebelumnya serta pasokan sebagai variabel independen variabel bebas. Sebelum menganalisis dengan metode ARCH-GARCH, terlebih dahulu dilakukan analisis regresi. Hasil output model regresi cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 5 dan 21. Tabel 11 menunjukkan hubungan regresi antara harga cabai besar dengan pasokan cabai besar. Tabel 11. Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar Jenis Cabai Model Regresi Cabai Merah Keriting lnPt = 0.291972 +0.976838 lnPt-1 – 0.006853lnS + et Cabai Merah Besar lnPt = 0.339740 +0.964644 lnPt-1 – 0.001893lnS + et 55 Dimana : Pt = Harga cabai besar pada periode ke t Pt-1 = Harga cabai besar pada periode sebelumnya S = Pasokan cabai besar Pada taraf nyata lima persen untuk kedua model regresi di atas dapat disimpulkan bahwa pasokan berpengaruh negatif terhadap harga cabai besar. Hal ini berarti ketika pasokan berkurang maka harga akan naik. Melalui persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien pasokan cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa harga cabai merah keriting lebih tergantung pada jumlah pasokan dibandingkan cabai merah besar. Berdasarkan uji signifikansi dengan taraf nyata lima persen maka dapat diketahui bahwa harga sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga pada waktu tertentu. Sebaliknya, uji signifikansi model menunjukkan bahwa jumlah pasokan tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pada waktu tertentu. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh adanya jumlah pasokan cabai merah keriting dan cabai merah besar yang relatif stabil di Pasar Induk Kramat Jati. Pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada residual dalam model persamaan harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan dengan menggunakan uji ARCH LM. Uji ARCH LM didasarkan pada hipotesis nol yaitu tidak terdapatnya ARCH error. Hasil uji ARCH LM untuk model persamaan cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 6 dan 22. Tabel 12 menunjukkan ringkasan hasil uji ARCH LM untuk model persamaan cabai merah keriting dan cabai merah besar. Tabel 12 . Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar Komoditas ObsR- Squared Probability F-Statistic Probability Cabai Merah Keriting 63.51498 0.000000 67.12439 0.000000 Cabai Merah Besar 16.37071 0.000052 16.57897 0.000050 56 Berdasarkan uji ARCH LM pada kedua model tersebut maka dapat diketahui bahwa ObsR-Squared memiliki probability yang kecil dibandingkan α yang biasanya dipakai, yaitu lima persen. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa residual diatas mengandung heteroskedastisitas. Selain itu keberadaan efek ARCH sebagai bukti bahwa data mengandung heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan mengamati beberapa ringkasan data yaitu dengan melihat data apakah data tersebut memiliki nilai yang lebih dari tiga. Gambar 10 merupakan output yang menunjukkan kurtosis data cabai merah keriting dan cabai merah besar 50 100 150 200 250 300 -0.50 -0.25 -0.00 0.25 0.50 Series: Residuals Sample 1 1147 Observations 1147 Mean -3.30e-16 Median -0.001643 Maximum 0.606102 Minimum -0.671945 Std. Dev. 0.092751 Skewness -0.189120 Kurtosis 10.32479 Jarque-Bera 2570.985 Probability 0.000000 Gambar 10. Kurtosis Model Cabai Merah Keriting Gambar 10 memperlihatkan bahwa cabai merah keriting memiliki kurtosis 10.32479. Nilai kurtosis yang lebih dari tiga tersebut menunjukkan data mengandung heteroskedastisitas. Hasil uji kurtosis menunjukkan bahwa nilai koefisien kemenjuluran skewness adalah sebesar -0,189120 atau kurang dari nol. Nilai skewness model cabai merah keriting yang kurang dari nol tersebut mengindikasikan bahwa harga komoditas cabai merah keriting menumpuk pada tingkat fluktuasi yang tinggi. 57 50 100 150 200 250 300 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6 Series: Residuals Sample 1 1147 Observations 1147 Mean -3.43e-15 Median 0.000389 Maximum 0.592160 Minimum -0.482655 Std. Dev. 0.095256 Skewness -0.060403 Kurtosis 7.588916 Jarque-Bera 1007.102 Probability 0.000000 Gambar 11 . Kurtosis Model Cabai Merah Besar Sebagaimana halnya cabai merah keriting, uji kurtosis juga menunjukkan bahwa cabai merah besar memiliki heteroskedastisitas dengan nilai kurtosis sebesar 7.588916. Berdasarkan nilai skewness yang ditunjukkan oleh Gambar 11 dapat diketahui bahwa model persamaan harga cabai merah besar memiliki distribusi yang miring ke kiri. Hal ini berarti data cenderung menumpuk pada tingkat fluktusi tinggi seperti halnya cabai merah keriting. Kendati memiliki nilai skewness yang sama-sama negatif namun terdapat perbedaan besaran nilai antara cabai merah keriting dan cabai merah besar. cabai merah keriting memiliki nilai skewness negatif yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa kecenderungan model persamaan harga cabai merah keriting untuk menumpuk pada tingkat fluktuasi tinggi lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Untuk mengatasi adanya heteroskedastisitas tersebut maka data harga dan pasokan dapat dimodelkan dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penentuan model ARCH-GARCH yang tepat dilakukan dengan simulasi beberapa model ragam. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model mengkombinasikan nilai r = 0,1,2,3 dengan nilai m = 1,2,3 . Pemilihan model ragam terbaik dilakukan dengan melihat salah satu dari alternatif model yang mempunyai nilai AIC dan SC terendah dan sudah tidak adanya efek ARCH. Hasil uji coba untuk mendapatkan 58 model ARCH GARCH terbaik pada cabai merah keriting dapat dilihat pada lampiran 7 sampai lampiran 20 sedangkan uji coba model ARCH GARCH cabai merah besar ditunjukkan oleh lampiran 23 sampai lampiran 36. Tabel 13 menunjukkan ringkasan hasil uji coba model ARCH GARCH cabai merah keriting dan cabai merah besar. Tabel 13 . Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar Model Nilai Error Tidak Ada Efek ARCH Keriting Besar Keriting Besar AIC SC AIC SC ARCH 1 GARCH 0 -1.960378 -1.938387 -1.162954 -1.140962 ARCH 1 GARCH 1 -1.985917 -1.959527 -1.136162 -1.109772 - ARCH 1 GARCH 2 -1.986370 -1.955581 -1.280340 -1.249552 ARCH 1 GARCH 3 -1.993711 -1.958525 -1.070276 -1.035090 ARCH 2 GARCH 0 -1.970268 -1.943877 -1.147375 -1.120985 ARCH 2 GARCH 1 -1.989689 -1.958900 -0.938884 -0.908096 - ARCH 2 GARCH 2 -1.989729 -1.954542 -0.957312 -0.922125 - ARCH 2 GARCH 3 -1.999800 -1.960215 -0.993906 -0.954321 - ARCH 3 GARCH 0 -1.971090 -1.940302 -1.127877 -1.097089 ARCH 3 GARCH 1 -1.990521 -1.955334 -0.954897 -0.919711 ARCH 3 GARCH 2 -1.988802 -1.949217 -0.993596 -0.954011 ARCH 3 GARCH 3 -1.999216 -1.955233 -0.975383 -0.931400 - Model ARCH GARCH terbaik dipilih melalui kriteria error AIC dan SC terkecil serta sudah tidak adanya efek ARCH pada model yang menandakan bahwa model tidak lagi mengandung heteroskedastisitas. Selain itu model juga dipilih berdasarkan tidak adanya variabel yang bernilai negatif pada varian dan volatilitas. Berdasarkan kriteria tersebut model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting dan cabai merah besar adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14. 59 Tabel 14. Model ARCH-GARCH Terbaik Cabai Besar Jenis Cabai Model ARCH-GARCH Terbaik Cabai Merah Keriting ARCH 1 GARCH 2 Cabai Merah Besar ARCH 1 GARCH 1 Tabel 14 menunjukkan bahwa model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting adalah ARCH 1 GARCH 2. Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan model ARCH-GARCH yang terbaik pada cabai merah besar adalah ARCH 1 GARCH 1. Hal ini berarti pola pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada satu hari sebelumnya. Persamaan ARCH-GARCH berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik ditunjukkan oleh Tabel 15. Tabel 15. Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar Jenis Cabai Persamaan Model ARCH-GARCH Terbaik Cabai Merah Keriting ht = 0.000788 + 0.413433h t-1 + 0.420100h t-2 + 0.069386 ε 2 t-1 Cabai Merah Besar ht = 0.000448 + 0.886204 ht- 1 + 0.065325 ε 2 t-1 Berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh petani dengan adanya fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui perhitungan VAR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk penghitungan VAR berasal dari total penerimaan yang diterima oleh petani dalam satu kali masa produksi. Berdasarkan perhitungan VAR dengan selang kepercayaan 95 persen dengan besar rata-rata penerimaan satu kali masa produksi dengan luas lahan sebesar satu hektar adalah Rp 91.800.000,00 maka risiko yang ditanggung dalam periode penjualan satu hari,tujuh hari dan tiga puluh hari dapat dilihat pada Tabel 16. 60 Tabel 16. Besar Risiko Cabai Besar Berdasarkan Total Penerimaan Petani Jenis Cabai Besar Risiko 1 Hari 7 Hari 30 hari Cabai Merah Keriting 1,35 14,68 3,56 38,83 7,38 80.38 Cabai Merah Besar 0,45 4,85 1,17 12,82 2,44 26,54 Keterangan : dalam puluhan jutaan rupiah Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini menunjukkan untuk setiap rupiah penerimaan yang diperoleh oleh petani maka risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan risiko harga cabai merah besar. Tingkat risiko yang dimiliki oleh cabai merah keriting adalah Rp 13.476.240 dari total penerimaan yang diterima sebesar Rp 91.800.000. Sehingga jika terjadi peningkatan penerimaan pada cabai merah keriting maka risiko harga cabai merah keriting juga mengalami peningkatan. Begitu pula dengan risiko harga cabai merah besar, tingkat risiko yang diterima adalah sebesar Rp 4.452.300 dari total penerimaan Rp 91.800.000. Apabila terjadi peningkatan penerimaan maka risiko yang ditanggung oleh petani juga akan mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah keriting adalah 14,68 persen dari total penerimaan yang diterima oleh petani dengan jangka waktu penjualan satu hari. Hal ini berarti kenaikan penerimaan sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko cabai merah keriting sebesar 14,68 persen. Begitu pula dengan cabai merah besar yang memiliki tingkat risiko sebesar 4.85 persen. Kenaikan penerimaan cabai merah besar sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko sebesar 4.85 persen. Semakin lama periode penjualan setelah panen maka semakin besar risiko yang ditanggung oleh petani. Hal tersebut dapat dilihat dari risiko harga yang semakin meningkat pada periode penjualan 7 dan 30 hari. Periode penjualan yang semakin lama akan menyebabkan cabai membusuk sehingga harga jual cabai menjadi jatuh. 61 Berdasarkan hasil perhitungan risiko dengan metode ARCH GARCH maka nilai risiko cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Lebih tingginya risiko harga cabai merah keriting dibanding cabai merah besar disebabkan oleh faktor tingginya volume permintaan cabai merah keriting, sementara pasokan lebih berfluktuasi akibat risiko di tingkat produksi yang lebih besar. Penggunaan cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini dikarenakan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar. Pembuatan sambal atau makanan dengan cita rasa pedas, biasanya menggunakan cabai merah keriting. Cabai merah besar biasanya hanya digunakan untuk hiasan atau pewarna makanan. Cabai ini dipakai di restaurant sebagai bahan untuk mempercantik makanan. Jika ditinjau dari daya tahan maka cabai merah keriting memiliki daya tahan yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini disebabkan oleh faktor kadar air dimana kadar air cabai merah keriting lebih sedikit dibandingkan cabai merah besar. Fluktuasi pasokan tidak terlepas dari adanya pengaruh risiko di tingkat produksi. Risiko di tingkat produksi untuk komoditi cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar karena perawatan yang lebih rumit serta masa tanam yang lebih lama. Cabai merah keriting memerlukan perawatan yang lebih intensif dengan tingkat risiko terkena serangan hama yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar akibat masa tanam yang relatif lebih lama. Masa tanam cabai merah keriting yang lebih lama dibandingkan cabai merah besar membuat petani harus menunggu hingga mencapai masa panen. Hal ini menyebabkan beberapa petani lebih memilih untuk membudidayakan cabai merah besar. Selain itu cabai merah besar dapat dipetik dalam kondisi yang masih hijau. Cabai merah besar yang masih dalam kondisi hijau memiliki permintaan yang cukup besar sehingga petani dapat melakukan pemetikan jika dalam kondisi terdesak secara finansial. Selain itu, sebagian petani memilih untuk memetik cabai merah besar dalam kondisi hijau karena semakin lama waktu penungguan masa panen maka akan semakin besar peluang risiko produksi yang akan ditanggung. Hal ini dikarenakan ketika cabai semakin mendekati masa panen maka akan 62 semakin rentan terhadap hama dan penyakit yang berisiko pada kegagalan panen akibat hama penyakit. Serangan penyakit pada cabai terjadi pada saat musim hujan yang dapat terjadi dari fase perkecambahan hingga buah terbentuk. Penyakit cabai dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga seratus persen. Beberapa penyakit penting yang umumnya menyerang tanaman cabai yaitu penyakit antraknosa, bercak daun, busuk fitopthora, layu fusarium, bercak bakteri, layu bakteri, penyakit mosaik penyakit mosaik dan penyakit krupuk. Penanggulangan jenis penyakit sangat tergantung pada jenisnya. Secara umum penanggulangan penyakit dapat dilakukan melalui pemilihan lahan yang bebas patogen, pemilihan varietas yang toleran, santasi lahan dan penggunaan bahan kimia. Selain hama dan penyakit, gulma juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman melalui perebutan unsur hara dari dalam tanah dan inang serangga vektor, termasuk patogen penyakit. Menurut Topan 2008 gulma yang menyerang tanaman cabai umumnya adalah pisang Musa parasdisiaca, teki Cyperus rotundus, C. compressus dan C. distans, rumput belulang Eleusine indica, tuton Echinochloa coona, rumput grintingan Cynodon dactilon, rumput pahit Paspalum distichum, rumput sendok gangsir Digitaria ciliaris, gendong anak Euphorbia hirta, krokot Portulaca oleracea, bayam duri Amaranthus lividus, tolod Alternanthera philoxeriodes, babadaton Ageratum conyzoides dan sawi liar Capsella bursapastoris. Pengendalian gulma dapat dilakukan melalui pengolahan tanah. Hama menyerang tanaman cabai pada saat musim kemarau. Serangan hama ini mengakibatkan buah dan daun cabai menjadi rusak. Sebenarnya efek serangan hama yang paling merusak disebabkan oleh bakteri atau virus yang disebarkan oleh hama tersebut vektor. Beberapa serangan hama yang sering mengganggu tanaman cabai menurut Topan 2008 adalah kutu daun persik Myzus persicae Suiz, thrip Thrips parvipinus karny, ulat buah Helicoverpa armigera hubner, Lalat buah Bactrocera dorsalis Hendel, ulat grayak spodoptera litura Fabricius dan Nematoda Bintil Akar Meloidogyne sp. Beberapa serangan hama dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga 100 persen. Oleh karena itu diperlukan pengendalian yang efektif untuk 63 menanggulangi serangan hama. Pengendalian hama dapat dilakukan melalui kultur teknik, penggunaan varietas toleran, pengendalian secara manual, mekanik dan fisik, pengendalian secara hayati dan penggunaan bahan kimia. Selain karena faktor hama dan penyakit, risiko produksi juga tidak terlepas dari adanya faktor cuaca yang mempengaruhi hasil produksi. Cuaca sangat mempengaruhi kualitas dan daya tahan cabai. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan kadar air dalam cabai juga tinggi. Hal ini mengakibatkan cabai mudah busuk. Karakter mudah busuk memiliki sifat menular. Ketika satu buah cabai busuk, maka hal ini akan dengan cepat menyebar pada cabai lainnya. Selain dari sisi risiko produksi, fluktuasi pasokan juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti pencurian dan penjarahan, transportasi dan pensortiran. 1. Pencurian dan Penjarahan Harga jual cabai yang terkadang sangat tinggi membuat sebagian orang berpikiran jahat untuk melakukan pencurian dan penjarahan. Pencurian dan penjarahan ini sering terjadi terutama saat harga cabai sangat tinggi pada tahun 1997-1998. Penjarahan yang dilakukan juga sering diikuti dengan perusakan. Hal ini tentu saja akan merugikan petani dan mengakibatkan berkurangnya pasokan. Pencurian dan penjarahan biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar yang diikuti dengan perusakan tanaman, sehingga menyebabkan kerugian dapat mencapai seratus persen. Pencurian dan penjarahan dapat diatasi dengan mempekerjakan masyarakat lokal pada lahan perkebunan dan membagikan hasil panen pada masyarakat sekitar jika memungkinkan. 2. Transportasi Selain akibat kondisi alam dan lahan pertanian, fluktuasi pasokan ternyata juga disebabkan oleh kondisi transportasi yang mengangkut cabai yang akan dipasarkan. Transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengangkut hasil pertanian dari petani ke pedagang. Kendaraan yang biasa dipakai dalam lingkup pulau Jawa adalah truk atau mobil. Sedangkan untuk lingkup daerah di luar Pulau Jawa dan jauh dari daerah pusat pemasaran, alat transportasi yang digunakan adalah pesawat terbang. Pengaturan dan penyusunan cabai di didalam 64 alat transportasi sangat mempengaruhi kondisi komoditi tersebut ketika sampai di pasar. Cabai yang diletakkan secara sembarangan akan mengakibatkan turunnya kualitas. Hal ini tentunya berhubungan positif dengan harga cabai. Ketika kualitas cabai menurun maka harga cabai juga akan turun. 3. Pensortiran Pensortiran adalah kegiatan mengelompokkan komoditas cabai besar berdasarkan kualitas yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko harga. Selain itu kegiatan pensortiran juga dilakukan pada saat penyusunan barang sebelum dibawa ke daerah lain. Pensortiran dilakukan dengan sederhana yaitu memisahkan antara cabai yang terindikasi membusuk dengan cabai yang masih berkualitas bagus. Pensortiran harus benar-benar dilakukan dengan hati-hati. Walaupun hanya ada satu cabai busuk yang tertinggal dalam pengemasan menjelang transportasi maka hal itu akan berpengaruh pada cabai-cabai lainnya. Satu cabai yang membusuk akan dengan cepat menyebar pada cabai-cabai lain. 6.2 Alternatif Strategi dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar 6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani Petani cabai besar umumnya tidak langsung menjual hasil panen kepada konsumen ataupun pedagang besar. Cabai besar hasil panen terlebih dahulu dijual pada pengepul yang mengumpulkan hasil panen dari banyak petani. Pengepul biasanya juga merupakan orang yang satu desa dengan petani. Kerja sama antara petani dan pengepul biasanya sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Seorang petani akan selalu mengumpulkan hasil panennya pada pengepul yang sama. Hasil panen yang sudah terkumpul pada pengepul dibawa pada pedagang besar yang kemudian mendistribusikannya pada industri makanan dan pasar induk di berbagai daerah. Awal mula penentuan harga ditingkat petani dilakukan oleh pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang pasar induk akan mematok harga tertentu pada pedagang besar di daerah. Demikian seterusnya, pedagang besar akan memberikan harga tertentu pada pengepul dan pengepul juga menentukan harga 65 pada petani. Margin harga yang diambil antara elemen tataniaga biasanya tidak terlalu besar. Masing-masing komponen biasanya berusaha bersikap seadil mungkin. Kerjasama yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun serta adanya pemikiran jangka panjang terhadap usaha yang dilakukan menyebabkan semua pihak bersikap sebaik mungkin dalam menjalin kerja sama. Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pengepul dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada besarnya hasil panen. Sistem pembayaran yang dilakukan pada petani besar tidak dilakukan secara langsung ketika barang diterima. Namun terdapat selang waktu antara diterimanya barang dengan pembayaran. Hal ini berbeda pada petani dengan skala kecil. Petani skala kecil biasanya langsung menerima pembayaran pada saat penerimaan barang secara tunai. Petani merupakan pihak yang paling merasakan dampak adanya fluktuasi harga dalam sistem tataniaga suatu produk pertanian. Seringkali petani sebagai produsen tidak dapat berbuat apa-apa ketika harga di pasaran jatuh. Namun demikian terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh petani terkait dengan adanya risiko harga ini. 1. Perhitungan yang Cermat dalam Penentuan Masa Tanam Cabai Umur panen cabai sangat bervariasi tergantung pada jenis dan varietas. Namun secara umum, umur panen cabai adalah tiga bulan atau 90 hari. Dalam satu kali penanaman cabai dapat dipanen hingga sembilan kali dengan interval lima hari. Jumlah cabai yang dapat dipanen pada masing-masing periode sangat bervariasi. Riwayat panen cabai besar menyerupai kurva sebaran normal dimana hasil panen sangat sedikit di awal dan kemudian mencapai puncaknya pada periode panen ke lima dan ke enam. Hasil ini kemudian sedikit demi sedikit menurun pada periode selanjutnya. Petani berupaya mencegah jatuhnya harga melalui perhitungan cermat dalam penentuan masa tanam cabai untuk mencegah kerugian dan memperoleh keuntungan maksimal. Petani memanfaatkan waktu tertentu seperti hari raya keagamaan, tahun baru, dan hari besar lainnya untuk menghitung waktu panen. 66 Sebagian petani mampu menyelaraskan antara waktu puncak panen dengan waktu puncak harga cabai besar. 2. Melakukan Diversifikasi Tanaman Diversifikasi merupakan upaya yang dilakukan oleh petani dalam menanggulangi risiko dengan cara menamam berbagai jenis tanaman dalam satu hamparan. Misalnya ketika petani akan menanam cabai seluas satu hektar, maka sebaiknya dilakukan secara bertahap. Hal ini bertujuan agar rentang waktu panen panjang hingga kemungkinan memperoleh harga rendah dapat dihindari. 3. Rotasi Tanaman Penanaman tanaman tertentu secara terus menerus dalam satu hamparan akan mengakibatkan berkurangnya zat-zat hara tertentu di dalam tanah. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya hasil panen dalam jangka panjang. Oleh karena penggantian tanaman perlu dilakukan untuk menjaga kualitas tanah. Tanaman selingan dapat berasal dari kacang-kacangan yang terbukti mampu menyuburkan tanah dengan mengikat nitrogen dari udara. Strategi rotasi tanaman ini akan semakin efektif jika dilakukan beriringan dengan kebijakan pengaturan pola produksi cabai merah. 4. Pembuatan Produk Olahan Cabai Terdapat beberapa produk olahan cabai yang dapat dijadikan alternatif solusi ketika harga cabai sangat rendah. Berbagai macam produk olahan cabai seperti saossambal cabai, cabai kering, oleoresin cabai, manisan cabai dan cabai kalengan. Saos cabai merupakan produk olahan yang sangat memasyarakat. Bahan utama saos cabai adalah cabai segar, tomat, bawang putih, gula pasir, garam, cuka dan natrium benzoat. Pembuatan saos diawali dengan membersihkan cabai dan tomat dari bijinya dan direndam dengan air panas selama enam menit. Selanjutnya dicampur dengan bawang putih dan diblender. Hasil blender ditambahkan garam dapur dan natrium benzoat 0.05-0.1 persen. Campuran dipanaskan sampai kental seraya ditambahkan asam cuka dan diaduk merata. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dikukus selama 15 menit pada suhu 100 C. 67 Cabai kering dapat diperoleh melalui pengeringan alami penjemuran atau dengan menggunakan pengeringan mekanis. Sebelum dikeringkan cabai terlebih dahulu harus mengalami proses pembersihan, pembelahan, dan perendaman dalam air panas blancing. Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada cabai di saat proses pemanenan. Sedangkan pembelahan dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan cabai dapat dilanjutkan dengan pengolahan menjadi oleoresin atau cabai serbuk. Oleoresin dari cabai banyak dibutuhkan dalam industri farmasi dan makanan. Oleoresin digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan koyo cabai, krim obat gosok anti rematik, dan pegal-pegal sedangkan pada industri makanan oleoresin diperlukan untuk pembutan minuman. Sebagaimana halnya buah-buahan, cabai khususnya cabai merah besar juga dapat dijadikan manisan. Cabai yang dapat dijadikan manisan adalah cabai yang memiliki daging tebal serta tidak pedas. Pembuatan manisan cabai diawali dengan pembelahan dan perendaman di dalam air mendidih yang telah dicampur natrium metabisulfit 0.2 persen selama 5-10 menit. Tahapan selanjutnya adalah perendaman dengan larutan gula secara bertahap selama tiga malam. Malam pertama dilakukan perendaman dengan kadar gula 30-40 persen sedangkan malam berikutnya kadar gula dinaikkan hingga 40-50 persen. Malam ketiga, kadar gula larutan kembali dinaikkan menjadi 50-60 persen. Selanjutnya cabai yang telah direndam tersebut ditiriskan dan dioven selama 14 jam. Agar penampilan lebih menarik maka buah cabai dapat dilapisi dengan madu atau larutan gula. Produk olahan cabai lainnya adalah cabai kalengan yang dapat dibuat dengan sederhana. Cabai yang sudah dibersihkan dari tangkainya dicuci dan direndam selama 2-3 menit dalam air panas dan dilanjutkan dengan pencucian dengan air dingin. Selanjutnya cabai dimasukkan ke dalam kaleng dan ditambahkan 50 mg asam sitrat100 g dan larutan garam dapur 2 persen. Cabai dikukus selama 6-7 menit dan kemudian ditutup rapat serta direbus dalam air mendidih selama tiga puluh menit. Tahap selanjutnya kaleng yang berisi cabai dimasukkan kedalam air agar dingin. Tahap akhir yang bisa dilakukan adalah 68 proses pelabelan berupa nama produk, tanggal kadaluarsa, nama produsen, dan sebagainya. 5. Sistem Kontrak Sistem kontrak merupakan mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Kontrak sebaiknya dilakukan antara petani yang tergabung dalam kelembagaan baik berupa kelompok tani atau koperasi dengan pihak lain berupa industri makanan seperti mi instan, saos dan jenis produk lainnya yang menggunakan cabai sebagai salah satu komposisinya. Sistem kontrak ini menjamin terserapnya hasil panen dengan harga yang sesuai dengan kesepakatan. 6.2.2 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pedagang Pedagang merupakan elemen penting dalam menjamin sampainya cabai dari produsen petani ke konsumen. Pedagang cabai Pasar Induk Kramat jati umumnya sudah memiliki petani pemasok cabai yang sudah menjadi langganan selama bertahun-tahun. Kegiatan berlangganan ini bahkan terjadi dari generasi ke generasi. Hal ini menyebabkan sistem perdagangan yang dilakukan tidak hanya memperhitungkan untung rugi atau murni bisnis namun juga terdapat unsur kekerabatan di dalamnya. Kegiatan bisnis umumnya dilakukan dengan sistem kepercayaan antara petani dan pedagang. Beberapa pedagang selalu menampung seluruh hasil panen dari petani yang menjadi mitranya. Berapapun hasil panen pasti akan diterima oleh pedagang namun dengan risiko harga yang belum pasti. Biasanya pedagang dengan sistem ini akan melakukan pembayaran kepada petani dalam dua hari setelah barang dikirimkan. Pembayaran dapat dilakukan dengan tunai atau melalui rekening. Sistem ini biasanya dilakukan atas dasar saling kepercayaan dan keterbukaan. Baik petani maupun pedagang tidak akan menghianati kerja sama yang sudah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang bahkan dari zaman dua generasi sebelumnya. Berikut merupakan strategi yang dapat dilakukan pedagang dalam upaya mengurangi risiko harga cabai merah. 69 1. Menjual Cabai pada Industri Makanan Selain menjual cabai langsung pada pedagang pengecer atau konsumen akhir, pedagang juga menjual cabai pada pabrik pengolahan saos atau mie instan melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan terkait. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko banyaknya cabai yang membusuk karena tidak terjual. Selain itu cara ini dapat dilakukan untuk mencegah jatuhnya harga secara ekstrim. 2. Pengeringan Cabai Kegiatan pengeringan dapat dijadikan salah satu kegiatan alternatif yang dapat diterapkan untuk mencegah jatuhnya harga cabai akibat jumlah cabai di pasaran melebihi permintaan. Cabai kering dapat diolah lebih lanjut menjadi cabai serbuk dan oleoresin cabai. Cabai serbuk ditemukan pada produk makanan awetan seperti mie instant. Sedangkan oleorosin cabai dibutuhkan sebagai bahan baku dalam industri makanan dan farmasi. Industri makanan yang menggunakan oleorosin seperti minuman ginger beer sedangkan industri farmasi seperti koyo cabai, krim obat gosok anti rematik dan pegal-pegal. Cabai kering umumnya dibutuhkan di daerah Kalimantan. Selain itu cabai kering merupakan komoditi ekspor ke berbagai negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Thailand dan Belanda. Pengeringan cabai dapat dilakukan secara alami dan mekanis. Pengeringan secara alami dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dalam waktu 8-10 hari. Pengeringan cabai secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat tertentu seperti tray dryer. Pengeringan cabai dengan menggunakan alat ini hanya memerlukan waktu 14-20 jam. 6.2.3 Strategi Pengurangan Risiko oleh Pemerintah Pemerintah dapat memiliki peranan penting dalam mengurangi risiko harga komoditi pertanian sehubungan dengan peran pemerintah sebagai fasilitator dan regulator. Berikut merupakan strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi risiko harga cabai merah 70 1. Pembentukan atau Pengaktifan Koperasi dan Kelompok Tani Petani cabai merah tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Harga pada umumnya sudah ditentukan oleh pedagang besar yang ada di pasar- pasar induk seperti Jakarta, Cibitung, Bogor dan sebagainya berdasarkan kondisi pasar. Petani yang di beberapa daerah seringkali merasa tidak puas terhadap harga yang ditawarkan oleh pengepul. Hal ini dikarenakan harga yang ditawarkan oleh pengepul jauh lebih rendah dari harga pasar yang sesungguhnya. Pembentukan koperasi dan kelembagaan lainnya dijadikan sebagai salah satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Koperasi ini berperan dalam mengumpulkan hasil panen cabai petani sebelum dikirim ke pasar-pasar di daerah yang membutuhkan. Melalui koperasi, harga yang diterima oleh petani akan lebih adil dan wajar. Selain itu kelembagaan tani juga dijadikan sebagai sarana bagi petani dalam menjalankan sistem kontrak dengan mitra, wadah dalam pengembangan produk olahan cabai serta penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah terkait dengan upaya mengurangi risiko harga cabai besar. 2. Pengaturan Pola Produksi Adanya risiko harga tidak terlepas dari pengaruh fluktuasi produksi di tingkat petani. Saat tertentu produksi melimpah yang menyebabkan harga turun, namun pada saat lainnya produksi sangat sedikit yang menyebabkan naiknya harga. Pengaturan pola produksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengaturan pola produksi dapat dijalankan secara efektif dengan adanya koordinasi yang jelas antara Departemen Pertanian dan dinas-dinas pertanian di daerah. Pengaturan pola produksi ini diawali dengan kajian yang mendalam mengenai karakteristik tanaman cabai. Sehingga pengaturan pola produksi tidak merugikan petani. Pengaturan pola produksi disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap cabai di setiap waktunya sehingga implikasinya akan terdapat perbedaan luas tanam dalam periode-periode waktu tertentu. Hal tersebut tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat namun juga aspek 71 musim dimana kemungkinan tingkat kegagalan panen tinggi pada musim tertentu. 3. Penyuluhan dan Pembinaan yang Intensif Penyuluhan dan pembinaan yang intensif tidak hanya terkait dengan teknik budidaya yang baik namun juga berkenaan dengan pengolahan pasca panen. Pengolahan pasca panen merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan oleh petani ketika harga cabai di pasaran sangat rendah. Pemerintah melalui Departemen Pertanian dan kelembagaan terkait dapat melakukan pelatihan-pelatihan terkait dengan pembuatan produk-produk olahan dari cabai. Sosialisasi mengenai pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi juga dilakukan melalui penyuluhan. Hal ini dikarenakan petani akan sulit menerima kebijakan pengaturan pola produksi ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya penyadaran yang terus menerus terkait dengan hal tersebut. Upaya untuk meyakinkan petani dapat diiringi dengan penyuluhan teknik budidaya yang tepat pada musim dimana tingkat kegagalan produksi sangat tinggi seperti musim hujan. Umumnya petani enggan untuk menanam cabai besar di musim hujan. Tingkat kelembapan udara yang sangat tinggi mendorong munculnya berbagai jenis cendawan yang mengakibatkan tingginya risiko produksi. Daerah-daerah dimana petani mendapat giliran untuk berproduksi di musim hujan tentunya akan mengalami ketakutan terhadap gagalnya produksi yang berakibat pada kerugian. 72

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan