Definisi Operasional Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia

41

4.5.2. Perhitungan VaR Value at Risk

Value At Risk merupakan ukuran besaran risiko yang pada saat ini dapat dianggap sebagai metode standar di dalam mengukur risiko pasar market risk. Value At Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktuperiode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan VAR adalah sebagai berikut Jorion 2002 : VAR = σ t+1 x √b x Z x W Keterangan : VAR = Besarnya risiko b = Periode investasi Z = Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5 W = Besarnya biaya investasi σ t+1 = Volatiliti yang akan datang dimana σ t = √h t Penghitungan risiko pada komoditi cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan dengan menggunakan pendekatan penerimaan usahatani yang diperoleh oleh petani dalam satu kali masa produksi serta dihitung berdasarkan periode penjualan komoditi.

4.6 Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam analisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar antara lain : 1. Risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. 2. Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko. 3. Heteroskedastisitas adalah varian dari setiap unsur disturbance yang tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan kevarianan volatilitas yang tidak konstan disetiap titik waktu. 42 4. Homoskedastisitas adalah varian dari tiap unsure disturbance, tergantung conditional pada nilai yang dipilih dari variable yang menjelaskan suatu angka konstan yang sama dengan σ 2 atau dengan kata lain variannya sama. 5. Trend kecenderungan yaitu pola data yang menunjukkan kecenderungan meningkat atau menurun 6. Kurtosis adalah ukuran keruncingan distribusi data, derajat atau ukuran tinggi rendahnya puncak suatu distribusi data terhadap distribusi normal data. 7. Volatilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga berfluktuasi dalam suatu periode waktu. 8. Varian merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individual terhadap rata-rata kelompok. Varian juga merupakan variasi harga yang terjadi pada kurun waktu tertentu. 9. Error adalah perubahan-perubahan pergerakan harga pada kurun waktu tertentu. Error menunjukkan adanya risiko. 10. Value at Risk VAR merupakan ukuran besarnya risiko. 11. ARCH-GARCH : Autoregressive Conditional Heteroscedasticity – General Autoregressive Conditional Heteroscedasticity yaitu untuk menjawab persoalan adanya volatilitas pada data dimana volatilitas tercermin dalam varian residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas. 43 V GAMBARAN UMUM CABAI BESAR DI INDONESIA 5.1 Sejarah Penyebaran Cabai di Indonesia Menurut Topan 2008 cabai merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tepatnya daerah Bolivia. Awalnya cabai merupakan tanaman liar yang penyebaran bijinya dibantu oleh bangsa burung aves. Penyebaran biji cabai oleh burung ini kemudian secara tanpa sengaja mengakibatkan terjadinya persilangan antara beberapa varietas sehingga menjadi kultivar. Suku Inca Amerika Selatan, Suku Maya Amerika Tengah, dan suku Aztek Meksiko merupakan masyarakat yang pertama kali mampu memanfaatkan dan membudidayakan cabai pada tahun 2500 SM. Mereka menggunakan cabai sebagai bumbu penyedap masakan. Sebuah prasasti yang ada di Amerika memperlihatkan bahwa kaisar Aztek terakhir, Montezuma, selalu minum cokelat kekaisaran yang diberi bubuk cabai untuk sarapan. Selain untuk bumbu, cabai juga digunakan sebagai penggugah selera makan. Christophorus Columbus merupakan pelaut italia yang paling berjasa dalam menyebarkan tanaman cabai ke seluruh dunia 1451-1506. Columbus menemukan penduduk asli Kepulauan Karibia mengkonsumsi buah merah menyala yang pedas sebagai bumbu masakan. Selama tiga kali pelayarannya menuju benua Amerika, Columbus melihat tanaman cabai telah dibudidayakan hampir di seluruh tempat yang didaratinya. Columbus membawa biji cabai bersama dengan biji jagung dan tomat untuk dipersembahkan kepada Ratu dan Raja Spanyol. Biji-bijian yang dibawa oleh Columbus tersebut kemudian ditanam oleh petani Spanyol dan menyebar keseluruh Eropa. Menurut perkiraan cabai Indonesia pertama kali dibawa oleh pelaut Portugis yang bernama Ferdinand Magellan 1480-1521. Magellan melakukan pelayaran hingga ke Maluku pada tahun 1519 melalui jalur laut sebelah barat. Selain cabai, Magellan juga membawa tanaman lain seperti jagung Zea Mays. Para pedagang India juga turut andil dalam penyebaran cabai ke tanah air melalui Pulau Sumatera. 44 Cabai yang ditemukan oleh Columbus di Bolivia berbeda dengan cabai yang ada di indonesia saat ini. Kemunculan jenis-jenis cabai baru di daratan Amerika disebabkan oleh penyerbukan silang yang dilakukan tanpa sengaja oleh angin, serangga, atau burung. Kini banyak cabai yang mengalami perubahan baik dari bentuk, rasa, maupun warna seperti cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai paprika, cabai rawit, cabai gondol, cabai dieng dan cabai hias. 5.2 Gambaran Daerah Sentra dan Petani Cabai Besar di Indonesia Daerah sentra penanaman cabai di Indonesia tersebar mulai dari daerah Sumatera hingga Sulawesi. Secara umum sistem budidaya cabai masih dilakukan secara tradisional. Penerapan teknologi yang intensif masih jarang dilakukan sehingga produksi cabai perhektar masih rendah. Daerah-daerah sentra penanaman cabai di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Daerah Sentra Penanaman Cabai Besar di Indonesia Propinsi Sentra Penanaman Sumatera Utara Langkat, Deli Serdang, Tanah Karo, Simalungun, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan Sumatera Barat Pasaman, Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, Solok, Sawahlunto Sijunjung, dan Pesisir Selatan Sumatera Selatan Lahat, Lematang Ilir, Ogan Tengah, Ogan Komering Ilir, dan Bangka Jawa barat Serang, Tangerang, Bogor, Sukabumi, Bekasi, Bandung, garut, Tasikmalaya, Ciamis, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Cirebon Jawa Tengah Brebes, Tegal, Cilacap,Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Purwerojo, Temanggung, Magelang, Demak, Grobogan, Klaten, Sragen, Pati, Rembang, Blora dan Kudus Jawa Timur Lamongan, Ponorogo, Trenggalek, Nganjuk, Malang, Lumajang, Probolinggo, Mojokerto, Jember, Banyuwangi, Bangkalan, dan Pamekasan Bali Jembrana, Tabanan, badung, Gianjar, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Karang Asem Nusa Tenggara Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur, Barat Sumbawa, dan Bima Sulawesi Selatan Gowa, Bulukumba, Sinjai, Maros, Soppeng, Bone, Wajo, Luwu, Tana Toraja, dan Mamuju Sumber : Prajnanta 1999 45 Umumnya petani yang berada di daerah dataran rendah seperti sepanjang utara Jawa, masih menanam cabai secara tradisional secara tumpang sari dengan bawang merah. Petani daerah ini masih menggunakan bibit cabai OP open polineted produksi sendiri yang digunakan secara terus menerus. Teknik budidaya cabai dilakukan berdasarkan ilmu yang dipelajari secara turun temurun. Pemupukan yang dilakukanpun tidak terarah dan kontinu. Pemupukan dilakukan ketika tanaman menghasilkan produksi yang tinggi sedangkan ketika hasil panen rendah maka petani hanya memberikan sedikit pupuk Hal ini berbeda dengan petani pada daerah dataran tinggi. Umumnya petani cabai dataran tinggi telah menggunakan bibit hibrida dan melakukan budidaya yang intensif. Perawatan yang intensif tersebut telihat dari penggunaan mulsa dan pemakaian pupuk yang berimbang Perbedaan penggunaan bibit dan teknik budidaya inilah yang menyebabkan perbedaan kualitas dan kuantitas produksi cabai antara daerah dataran rendah dengan daerah dataran tinggi. Hal ini mengakibatkan harga cabai dataran tinggi cenderung lebih mahal dibandingkan harga cabai dataran rendah.

5.3 Pemasaran Cabai Besar di Indonesia