Kerusakan Pascapanen TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Salak

berbau busuk, buah menjadi lunak dan berair serta tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Kerusakan pada buah salak dapat terjadi mulai pada saat pemanenan, setelah pemanenan dan pada saat penyimpanannya. 1 Kerusakan Saat Pemanenan Pemanenan salak dilakukan dengan cara memotong tangkai tandan dengan menggunakan sabit. Pada saat pemanenan ini dapat terjadi kerusakan luka pada buah salak. Jenis kerusakan yang terjadi berupa kerusakan mekanis seperti luka terpotong, kerusakan fisiologis berupa pecah kulit dan kerusakan mikrobiologis berupa busuk. Kerusakan mekanis yang terjadi pada saat pemanenan adalah terjadinya luka terpotong pada kulit buah salak. Akibat luka ini sebagian kulit buah akan terkelupas dan daging buahnya akan tampak atau dapat pula sebagian daging buah terpotong oleh sabit. Kerusakan pada saat pemanenan ini sangat jarang terjadi karena petani melakukan pemanenan secara hati-hati dan petani sudah terbiasa melakukan pemanenan. Kerusakan pada buah salak dapat pula terjadi sebelum salak-salak tersebut dipanen, seperti kerusakan fisiologis berupa pecah kulit pada buah salak. Buah salak yang mengalami pecah kulit juga mengakibatkan daging buah tampak dari luar. Bagian daging buah yang tampak memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan warna daging buah yang masih tertutup oleh kulit Suter 1988. Kerusakan buah pecah kulit menurut Suter 1988 kemungkinan disebabkan karena tidak seimbangnya perkembangan daging buah dengan kulit buahnya. Keadaan ini dapat terjadi akibat penundaan saat pemanenan pada buah salak sehingga buah salak sudah terlalu tua. Sebelum buah dipanen juga dapat terjadi kerusakan mikrobiologis akibat serangan jamur. Kerusakan ini dapat terjadi bila buah salak di pohon menempel pada permukaan tanah atau buah salak tertutup oleh tanah. Kerusakan ini mengakibatkan buah busuk ketika masih berada dí pohon karena serangan jamur yang berasal dari tanah. Untuk mencegah kerusakan mikrobiologis ini petani umumnya selalu mernbersihkan dan menjaga buah salak di pohon agar tidak tertutup oleh tanah Soesanto 2006. 2 Kerusakan Setelah Pemanenan Jenis kerusakan yang dapat terjadi setelah pemanenan adalah kerusakan mekanis berupa luka pada kulit buah dan memar pada daging buah. Kerusakan mekanis pada buah salak setelah pemanenan dapat terjadi pada saat penanganannya, yaitu ketika dilakukan pembersihan kotoran pada permukaan kulit buah salak dan ketika meletakkan salak ke dalam wadah penyimpanan berupa keranjang dan peti kayu Wiyana 2006. Pada kulit buah salak sering terdapat kotoran berupa tanah atau pun dedaunan yang menempel. Keadaan ini disebabkan karena buah salak tumbuh didekat permukaan tanah, yaitu sekitar 5 cm bahkan ada pula buah salak yang letaknya menempel pada permukaan tanah. Ketika dilakukan pembersihan pada permukaan kulit buah salak dan ketika salak dimasukkan dalam kemasannya dapat terjadi pelepasan buah dari tandannya secara tidak disengaja. Pelepasan buah dari tandan ini dapat mengakibatkan terjadinya luka pada bagian pangkal buah berupa terkelupasnya kulit buah salak, sehingga sebagian daging buah salak akan tampak Wiyana 2006. Selain terjadinya luka pada bagian pangkal buah, juga dapat terjadi kerusakan berupa memar pada buah salak akibat terjatuhnva buah, benturan antara buah salak dengan buah salak dan benturan antara buah salak dengan kemasannya. Kerusakan memar pada buah salak ditandai dengan terbentuknya bagian yang lunak pada daging buah salak. Apabila kulit buah salak yang memar dikupas, maka akan tampak daging buah yang berwarna lebih gelap dibandingkan dengan warna daging buah sekitarnya Wiyana 2006. 3 Kerusakan Penyimpanan Jenis kerusakan yang terjadi pada saat penyimpanan berupa kerusakan fisiologis seperti pencoklatan serta kerusakan mikrobiologis berupa busuk dan pertumbuhan jamur. Kerusakan penyimpanan salak pondoh tidak terjadi di kalangan petani, tetapi umumnya terjadi di kalangan pedagang Winarno Wiranatakusumah 1981. Pelunakan pada daging buah menurut Winarno dan Wiranatakusumah 1981 dan Wills et al. 1981 disebabkan karena protopektin, yaitu pektin yang tidak dapat larut dalam air jumlahnya menurun karena diubah menjadi pektin yang dapat larut dalam air, sehingga ketegaran sel berkurang. Protopektin pada buah- buahan dan sayuran terdapat di dalam lapisan antar sel dan dinding sel pertama dari buah Winarno Wiranatakusumah 1981. Pada buah yang sudah lunak ada yang terbentuk warna coklat pada daging buahnya. Pembentukan warna coklat pada daging buah ini dimulai pada bagian pangkal buah. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya reaksi browning enzimatis pada bagian pangkal buah tersebut. Karena adanya rongga udara yang lebih besar pada bagian pangkal buah dibandingkan dengan bagian buah lainnya, rongga udara ini dapat mengoksidasi senyawa fenolik pada buah secara enzimatis membentuk senyawa ortoquinon, yang selanjutnya akan berpolimerisasi membentuk pigmen coklat atau melanin. Enzim yang mengkatalisa oksidasi ini umumnya dikenal sebagai fenolase, polifenol oksidase. tirosinase atau catecholase. Adanya senyawa fenolik, enzim dan oksigen mutlak diperlukan untuk terjadinya reaksi pencoklatan tersebut dinamakan reaksi browning enzimatis Muchtadi 1978. 4 Tanda-Tanda Kerusakan Kerusakan yang terjadi pada buah salak saat pemanenan. setelah pemanenan dan selama penyimpanan dapat digunakan sebagai acuan dasar pada penentuan kerusakan salak selama penyimpanan pada penelitian tahap II. Kerusakan yang terjadi pada salak saaat pemanenan dan setelah pemanenan dijadikan dasar untuk memilih salak yang akan disimpan pada penelitian tahap II. Sehingga salak yang digunakan hanyalah salak yang baik, yaitu bentuk buah masih utuh. tidak ada cacat pada kulit buah, daging buah masih keras. beraroma salak dan tidak ditumbuhi jamur. Sedangkan kerusakan penyimpnanan digunakan sebagai dasar penentuan umur simpan salak pondoh. Salak dikatakan rusak selama penyimpanan bila telah terdapat sátu atau lebih dari tanda-tanda salak yang rusak berikut ini, yaitu 1 terbentuknya warna coklat pada daging buah salak. 2 terbentuknya aroma salak yang menyimpang atau berbau alkohol, 3 terdapat pertumbuhan jamur pada kulit buah serta 4 daging buah menjadi lunak dan 5 busuk. 5 Mekanisme Terjadinya Busuk Buah Salak Pondoh Kerusakan buah salak pondoh ternyata disebabkan pertama oleh faktor mekanis seperti benturan diantara buah salak itu sendiri, buah dengan wadah, gesekan, tekanan dan buah terjatuh dari tandannya. Bahkan Suter 1988 menyatakan bahwa kerusakan mekanis buah salak terjadi karena kurang hati-hati pada saat pemanenan, pengumpulan buah, pengemasan dan pengangkutan. Kedua, faktor fisiologis seperti respirasi yang secara alami senantiasa berlangsung sejak tandan buah tersebut dipangkas dari pohonnya sampai saat penyimpanan buah salak dilakukan. Ketiga, faktor mikrobiologis seperti lingkungan kebun yang tidak bersih menyebabkan banyak mikrobia khususnya jamur berpeluang untuk mengkontaminasi buah salak terutama dari bagian pangkal buah setelah buah salak tersebut terlepas dari bagian tandannya. Selain ketiga faktor diatas, penyebab kerusakan buah salak adalah faktor biologis seperti serangan serangga atau hama tikus yang menyukai buah salak masak. Penundaan pemanenan dalam upaya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi justru menyebabkan buah salak kelewat masak dan sebagian kulitnya pecah baik secara melintang atau membujur, dengan demikian kualitas buah salak menjadi turun. Berbagai faktor tersebut diatas terbukti sebagai pemicu timbulnya luka, memar, pecah kulit, berjamur, busuk dengan bau menyengat, terjadi perubahan warna, buah menjadi layu dan kering seperti yang diungkapkan oleh Ryall dan Lipton 1983. Luka dan memar dapat memacu timbulnya kerusakan lain seperti kerusakan fisiologis dan mikrobiologis karena pada bagian yang luka atau memar akan terjadi perubahan warna daging buah menjadi coklat dan invasi mikrobia sehingga setelah pencoklatan daging buah berlangsung segera diikuti pembusukan. Berbagai jenis kerusakan buah salak tersebut ternyata berlangsung sejak di kebun atau saat panen, di tingkat pedagang pengepul dan selama penyimpanan 7 hari dalam besek bambu pada suhu 22°C – 26°C. 6 Perubahan Warna Coklat pada Daging Buah Apabila buah salak yang memar atau luka tersebut lolos dari tahapan sortasi dan masuk pada tahap penyimpanan, maka daging buah salak akan berubah warnanya secara cepat dari krem atau kuning susu menjadi coklat. Perubahan warna pada buah salak yang luka terjadi setelah luka berlangsung 1 jam, dan untuk buah salak memar maka pencoklatan daging buah baru berlangsung secara nyata 1 hari setelah peristiwa memar berlangsung. Perubahan warna tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh aktivitas enzim polifenol oksidase yang mengubah senyawa polifenol menjadi melanin yang berwarna coklat Eskin et al. 1971. Perubahan warna daging buah salak tersebut diperkuat oleh Haard 1985 yang menyatakan bahwa jalur asam suksinat dimulai dari reaksi erithrosa-4-fosfat dengan fosfoenol piruvat melalui beberapa senyawa antara menjadi asam shikinat, quinat, klorogenat, asam amino aromatik, lignin, pigmen flavonoid dan substrat fenolase. Enzim fenolase polifenoloksidase dapat mengkatalisis oksidasi senyawa polifenol menjadi quinon dan selanjutnya mengalami polimerisasi menjadi melanoidin berwarna coklat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata penundaan pemanenan terlalu lama dapat pula menyebabkan warna coklat pada bagian punggung daging buah salak pondoh. 7 Kisut dan Kering Proses respirasi dan transpirasi yang berlangsung secara alamiah di dalam buah setelah panen dapat menyebabkan perubahan sifat fisiko-kimia selama penyimpanan yang meliputi kenampakan, kadar air, pH, asam organik, vitamin C, gula reduksi, tannin dan tekstur buah. Perubahan tersebut dapat menurunkan kualitas buah salak segar dan secara visual salak tampak layu, keriput dan kering. Hal demikian juga dijumpai pada penelitian yang ditakukan oleh Mahendra et al. 1993 yang menyatakan bahwa makin cepat aliran udara dan makin rendah kelembaban maka proses respirasi dan transpirasi berlangsung lebih cepat sehingga buah cepat menjadi lunak, layu, mengkerut dan pada akhirnya menyebabkan susut berat. 8 Berjamur dan Busuk Kerusakan oleh mikrobia menyebabkan buah salak berjamur, busuk, lunak dan berair disertai bau menyengat, Kontaminasi mikrobia pada buah salak terutama disebabkan oleh jamur yang menyerang kulit buah, pangkal buah atau bagian buah yang luka dan memar. Menurut Kusumo et al. 1995 buah salak dapat diserang jamur Ceratocystis paradosa yang berwarna hitam atau Fusarium sp. yang berwarna putih. Disamping jamur, daging buah salak dapat pula diserang oleh khamir, dan menurut Pitt dan Hocking 1985, khamir yang biasanya merusak buah-buahan segar adalah jenis Klockera apiculata atau jenis Rhodotorula sp, Sementara itu Suter 1988 menduga bahwa khamir yang menyerang buah salak adalah jenis Candida sp. dan Saccharomyces sp, Murtiningsih et al. 1996 mengemukakan bahwa buah salak khususnya jenis Condet, Pondoh dan Suwaru banyak terinfeksi oleh mikrobia patogen Thielaviopsis sp.

E. Pelapisan Coating

Teknik pengawetan buah dan sayuran dengan penggunaan coating sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke-13 di China dimana buah-buahan pada zaman itu dicelupkan kedalam cairan lilin panas dengan tujuan fermentasi. Kini, aplikasi coating digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi terjadinya kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, berperan sebagai barrier yang baik bersifat selective permeable untuk pertukaran gas dari produk ke lingkungan atau sebaliknya, serta memiliki fungsi sebagai antifungal dan antimikroba Krochta et al. 1994. Selain untuk memperpanjang umur simpan, film atau selaput banyak digunakan karena tidak membahayakan kesehatan manusia, dapat dimakan serta mudah diuraikan alam biodegradable. Beberapa coating komersial yang tersedia umum berbagai warna dan juga diperkaya dengan vitamin serta zat-zat gizi lainnya untuk melakukan perbaikan gizi tanpa merusak keutuhan produk pangan Rimadianti 2007 Menurut Donhowe dan Fennema 1994, metode untuk aplikasi coating pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yakni metode pencelupan dipping, pembusaan, penyemprotan spraying, penuangan casting, dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode dipping merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana melalui metode ini produk akan dicelupkan kedalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating. Menurut Krochta et al. 1994, secara umum ada tiga kelompok materi yang biasa digunakan untuk pembuatan film atau coating, yakni protein, polisakarida, dan lipid termasuk lilin, emulsifier, serta turunannya. Menurut Andriana 2000 pelapisan menggunakan isolat protein 0.5 dan asam lemak stearat palmitat 0.5 pada buah salak pondoh terolah minimal cenderung memperlambat penurunan kadar air sebesar 0.64 pada suhu 5°C, memperlambat penyusutan bobot sebesar 0.08 pada suhu 5°C, memperlambat penurunan total gula sebesar 0.35 pada suhu 5 o C, dan memperlambat pelunakan sebesar 4.01 pada suhu 5°C. Suhu penyimpanan yang terbaik untuk salak pondoh terolah minimal dengan coating adalah pada suhu penyimpanan 5°C dengan kelembaban 65-70. Pada kondisi ini umur simpan buah salak dapat diperpanjang sampai dengan 10 hari penyimpanan dibandingkan dengan suhu kamar yang tahán hingga 2 hari penyimpanan. Menurut Wrasiati et al. 2001 Pelapisan lilin pada perrnukaan kulit buah salak Bali dapat memperpanjang umur simpan buah salak yang semula 7 hari menjadi 12 hari dan dapat mempertahankan kualitas salak Bali segar karena dapat menghambat susut bobot, kehilangan air dan pembentukan gula reduksi serta mempertahankan pH, total asam organik, vitamin C, dan tanin selama penyimpanan. Pelapisan lilin dengan konsentrasi 10 memberikan hasil terbaik terhadap kualitas salak Bali dengan tingkat kerusakan kurang dari 20, dan waktu penyimpanan paling lama yaitu 12 hari. Produksi senyawa fenol sangat berkaitan erat dengan perkembangan pembusukan dan juga bertalian dengan perkembangan ketahanan buah. Senyawa fenol di dalam buah akan menurun dengan meningkatnya pemasakan buah dan meningkatnya kerentanan buah. Selain itu, senyawa fenol juga berperan dalam kenampakan dan tekstur buah busuk. Seperti halnya busuk buah pada salak pondoh Menurut Krochta et al. 1994, secara umum ada tiga kelompok materi yang biasa digunakan untuk pembuatan pelapisan atau coating, yakni protein, polisakarida, dan lipid termasuk lilin, ernulsifier, serta turunannya. Gel Aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi pelapisan coating, karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pasca panen produk pangan segar, seperti acemannan yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan antimikroba, serta meningkatkan proliferasi sel-sel yang terluka.