commit to user
10
E. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam bab-bab berikutnya dipaparkan dengan sistematika sebagai berikut ini.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan pustaka yang memberi penjelasan mengenai laporan keuangan, analisis laporan
keuangan, analisis rasio keuangan, serta review penelitian terdahulu yang mendukung penelitian, dilanjutkan kerangka
pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III: METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan ruang lingkup penelitian, populasi dan pemilihan sampel, pengumpulan data dan
pengukuran variabel, dan prosedur analisis yang terdiri atas analisis regresi berganda.
BAB IV:
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai analisis data penelitian, pengujian hipotesis, dan interpretasi data.
BAB V: PENUTUP
Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran bagi penelitian selanjutnya.
commit to user
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Agency Theory
Untuk memahami masalah kepemilikan perusahaan ownership maka harus didasari oleh teori keagenan agency theory. Teori ini membahas
tentang adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antara manajer agent dengan investor principal. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan
agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan agency cost. Selain itu manajemen memiliki informasi yang
lebih banyak daripada pemilik tentang keadaan perusahaan. Situasi ini menimbulkan peluang bagi manajemen untuk berbuat curang.
Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik principal dengan memperoleh
kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki Irfan, 2002.
Agency problem secara garis besar dapat terjadi ketika manajer membuat sebuah keputusan yang tidak konsisten dengan tujuan umum dari
commit to user
12
sebuah perusahaan yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini dikarenakan manajer ingin mementingkan dirinya sendiri. Eisenhardt
1989 menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: 1 manusia pada umumnya mementingkan diri
sendiri self interest, 2 manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang bounded rationality, dan 3 manusia selalu
menghindari risiko risk adverse. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak
berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya Wibisono, 2004.
Agency cost merupakan pengeluaran waktu dan uang yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi agency problem Gallagher, 2000.
Menurut Jensen dan Meckling 1967, agency cost merupakan penjumlahan: 1 pengeluaran monitoring oleh principal, 2 pengeluaran “bonding” oleh
agen, dan 3 kerugian residual. Semakin besar perusahaan, semakin besar pula agency cost-nya karena meningkatnya kebutuhan monitoring dalam
perusahaan besar. Namun, agency cost dapat dikurangi dengan meningkatkan level kepemilikan manajemen supaya mengurangi biaya monitoring. Agency
cost yang lebih rendah diasosiasikan dengan nilai perusahaan yang semakin tinggi.
Alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu melalui mekanisme pengendalian internal dan mekanisme pengendalian eksternal atau
pengendalian pasar. Mekanisme pengendalian internal didesain untuk
commit to user
13
menyamakan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling 1976 ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengurangi agency cost yaitu pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen karena dengan hal itu manajer merasakan
langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Kedua dengan meningkatkan divident pay-out ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free
cash flow. Ketiga dengan meningkatkan pendanaan dengan hutang, keempat melalui institusional investor sebagai monitoring agents.
2. Good Corporate Governance GCG
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan
istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam
memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak
mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Good corporate governance GCG menurut Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi
pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di
suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat
commit to user
14
dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI dalam
peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance, menggunakan pengertian dari Cadbury Committee dalam
mendefinisikan Corporate Governance, yaitu: “seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang
saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
Pelaksanaan good
corporate governance
diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat berikut ini FCGI, 2001: a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh FCGI adalah sebagai berikut:
commit to user
15
1 Fairness Keadilan
Prinsip keadilan fairness merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang
sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2 DisclosureTransparency KeterbukaanTransparansi
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
3 Accountability Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi,
dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan
commit to user
16
pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya.
Perusahaan harus
dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk
itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
4 Responsibility Responsibilitas
Responsibility responsibilitas adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban
kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis
dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional
dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat. Mekanisme di dalam good corporate governance diantaranya yaitu
struktur kepemilikan, komite audit dan juga dewan komisaris Bernhart dan Rosenstein, 1998.
a. Struktur kepemilikan Adanya agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan.
Struktur kepemilikan dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan
commit to user
17
yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan
oleh adanya kontrol yang mereka miliki. Istilah stuktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting di
dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh prosentase kepemilikan oleh manager dan institutional
Jensen dan Meckling, 1976. Struktur kepemilikan merupakan komposisi modal antara utang dan
ekuitas termasuk juga proporsi antara kepemilikan saham inside shareholders dan outside shareholders. Semakin terkonsentrasinya kepemilikan, principal
mempunyai insentif untuk memonitor agar agen mereka bertindak selaras dengan kepentingan pemilik. Bathala et al. 1994. Jensen dan Meckling
1976, menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer kurang dari 100 sehingga manajer cenderung
bertindak berdasar maksimalisasi nilai dari pengambilan keputusan pendanaan dan menyatakan bahwa kondisi tersebut merupakan konsekuensi
dari pemisahan kepemilikan. Menurut Kiryanto dan Suprianto 2006, adanya pemisahan
kepemilikan dan pengendalian perusahaan ini akan menyebabkan timbulnya asymmetric information. Ada dua jenis asymmetric information, yaitu:
adverse selection dan moral hazard. Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri asymmetric information, satu orang atau lebih pelaku-
pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai
commit to user
18
informasi lebih atas yang lain. Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal
karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya. Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi
asimetri asymmetric information, satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka
secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan investor mendelegasikan
tugas dan kewenangannya kepada manajer, tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut.
Struktur kepemilikan yang ada di perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan karena menunjukkan sebuah komposisi
yang berisi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan. Kesimpulannya adalah bahwa perusahaan yang melakukan pemisahan antara
pemilik dan manajer lalu melakukan kontrol yang kuat cenderung memiliki performansi perusahaan yang lebih jelek.
b. Komite audit Definisi Komite Audit berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek
Indonesia Nomor: Kep-339BEI07-2001 yang dikeluarkan pada 20 Juli 2001, tentang Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat yang anggotanya diangkat dan
commit to user
19
diberhentikan oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi
direksi dalam pengelolaan Perusahaan Tercatat. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 tiga orang anggota, seorang diantaranya
merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya
merupakan pihak ekstern yang independen di mana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan atau keuangan.
Seperti diatur dalam Kep-29PM2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit
antara lain seperti berikut ini. 1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. 3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal.
4. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.
5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten.
6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
commit to user
20
Menurut FCGI dalam Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance, disebutkan bahwa secara umum
tanggung jawab komite audit meliputi 3 tiga bidang berikut ini. 1. Laporan Keuangan
Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang
sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, dan rencana jangka panjang.
2. Corporate Governance Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan
sudah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, dan melaksanakan pengawasan
terhadap benturan kepentingan yang ada di dalam perusahaan. 3. Pengawasan Perusahaan
Komite audit bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah
serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilaksanakan oleh auditor
intern.
c. Dewan komisaris Menurut FCGI 2003, terdapat dua sistem yang berkaitan dengan bentuk
dewan dalam perusahaan, yaitu one tier system sistem satu tingkat dan
commit to user
21
two tiers system sistem dua tingkat. Sistem satu tingkat hanya mempunyai satu dewan direksi dalam perusahaan, biasanya kombinasi
antara manajer atau pengurus senior direktur eksekutif dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu, dan diangkat karena
kebijakan, pengalaman dan relasinya. Ini dapat ditemukan di Negara Amerika Serikat dan Inggris.
Sistem dua tingkat mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas dewan komisaris dan dewan manajemen dewan direksi.
Tugas dewan direksi yaitu mengelola dan mewakili perusahaan dan juga memberikan informasi di bawah pengarahan dan pengawasan dewan
komisaris. Anggota dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh anggota dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris yaitu
bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen, tetapi tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh
mewakili perusahaan dalam transaki-transaki dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat melalui Rapat Umum Pemegang
Saham RUPS. Ini dapat ditemukan di negara-negara seperti Indonesia, Belanda, Denmark, Jerman dan Jepang.
Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris
lain, dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun kekeluargaan. Di sini yang dimaksud afiliasi yaitu seperti berikut
ini.
commit to user
22
1. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun vertikal.
2. Hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari pihak tersebut.
3. Hubungan antara 2 dua perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama.
4. Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut.
5. Hubungan antara 2 dua perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama.
6. Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama. Independensi Dewan Komisaris diwakili dengan adanya Komisaris
Independen dalam dewan komisaris perusahaan. Bursa Efek Jakarta mengeluarkan SE-005BEJ09-2001 yang mensyaratkan bagi perusahaan
yang tercatat di BEJ menunjuk komisaris independen minimal 30 dari seluruh dewan komisaris.
3. Kinerja Keuangan Financial Performance
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan. Informasi seperti itu diberikan melalui
pihak manajemen perusahaan untuk memberikan suatu gambaran kinerja perusahaan kepada stakeholder. Putro 2007 menyatakan bahwa salah satu
faktor penting yang mempengaruhi pengaharapan investor adalah kinerja
commit to user
23
keuangan. Pada dasarnya pengukuran kinerja merupakan perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang telah diberikan kepadanya untuk mencapai
suatu goal congruence. Pengukuran kinerja dalam suatu perusahaan pada akhirnya tidak terlepas dari keterkaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan
yaitu meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Dewi 2004 untuk melakukan penilaian kinerja keuangan
dalam suatu perusahaan dapat dilihat melalui 2 dua sudut pandang yang berbeda, yaitu:
a. Sudut pandang financial Menurut sudut pandang ini, pengukuran kinerja meliputi aspek-
aspek financial perusahaan seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. b. Sudut pandang non financial
Menurut sudut pandang ini, pengukuran kinerja dari aspek-aspek non financial perusahaan seperti kepuasan pelanggan, inovasi produk, dan
pengembangan peusahaan. Menurut Pradhono et al. 2004, pengukuran kinerja perusahaan
dapat terbagi menjadi tiga pokok utama, yaitu: a. Pengukuran laba: Earning Per Share EPS, Return on Asset ROA,
Return on Net Asset RONA, Return on Capital Employment ROCE, Return on Equity ROE.
b. Pengkuran Cash Flow: free cash flow, Cash Flow Return on Gross Investment CFROI, Total Shareholder Return TSR dan Total Business
Return TBR.
commit to user
24
c. Pengukuran Nilai: Economic Value Added EVA, Market Value Added MVA, Cash Value Added CVA dan Shareholder Value SHV.
Pengukuran kinerja keuangan ini penting karena dengan kinerja ini para manajer mendapatkan informasi yang akan digunakan dalam
menentukan ukuran keuangan perusahaan untuk pengambilan keputusan. Ngui et. al 2007 menyatakan kinerja perusahaan merupakan faktor yang
penting dalam dunia pasar modal. Apabila kinerja perusahaan meningkat, pasar akan merespon dengan meningkatnya nilai perusahaan yaitu
meningkatnya harga saham perusahaan. Harga saham yang meningkat memunculkan potensi meningkatnya capital gain yang diperoleh pemegang
saham. Dengan kinerja yang meningkat, diharapkan harga saham perusahaan meningkat, sehingga pemegang saham dapat memperoleh keuntungan melalui
capital gain. Mekanisme corporate governance yang baik diharapkan menjadikan aktivitas perusahaan berjalan lebih baik, sehingga kinerja
perusahaan menjadi meningkat. Penelitian ini menggunakan ukuran kinerja keuangan berupa return on
equity dengan alasan bahwa rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan pengembalian keuangan pada penyedia dana
internal yang dalam hal ini adalah investor saham. Oleh karena itu, ROE mampu menggambarkan tingkat pengembalian secara keuangan bagi
pemegang saham investor yang selaras dengan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu institutional ownership.
commit to user
25
B. Review Penelitian dan Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan
Kepemilikan institusional dapat diartikan sebagai proporsi saham yang beredar yang dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti bank,
perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun dan lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase Wahidawati, 2001. Siregar dan
Utama 2005 dalam penelitiannya mendefinisikan kepemilikan institusional
sebagai kepemilikan saham oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking. Berbeda dengan
blockholder yang dalam kepemilikan hanya pada seorang ataupun sebuah keluarga, kepemilikan institusional lebih mengacu pada institusi yang dapat
berupa asuransi, bank ataupun institusi lainnya. Peningkatan kepemilikan institusional dapat menyebabkan kinerja
manajer diawasi secara optimal dan terhindar dari perilaku opportunistic. Kepemilikan institusional juga dianggap lebih dapat dengan tepat
memperkirakan keuntungan di masa mendatang daripada kepemilikan non institusional Jiambalvo, Rajgopal, dan Venkatachalam, 2002. Institusi
biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Jika
investor institusional tidak puas dengan kinerja manajemen, maka mereka dapat menjual sahamnya Murni dan Andriana, 2007.
Kouki dan Guizani 2009 menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang besar merupakan cara untuk monitoring agent. Peningkatan
commit to user
26
kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost atas debt dan insider ownership karena semakin besar kepemilikan institusional maka akan dapat
mengurangi terjadinya konflik antara kreditur dan manajer, dan akhirnya dapat menekan biaya keagenan. Waddock dan Graves 1994 menemukan hubungan
yang positif dan signifikan antara jumlah institusi yang memiliki saham dan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan. Hal tersebut dikuatkan oleh
penelitian Mahoney dan Robert 2003 yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara kinerja sosial perusahaan dan jumlah kepemilikan
institusional. Kircmaier dan Grant 2006 melakukan penelitian tentang struktur
kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan blockholder akan
berpengaruh terhadap tata kelola perusahaan yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Para pelaku pasar akan merespon peningkatan kinerja tersebut
melalui harga saham yang meningkat. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja dan nilai perusahaan.
Ujiyantho dan Pramuka 2007 melakukan penelitian tentang mekanisme corporte governance, manajemen keuangan dan nilai perusahaan.
Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta 2002-2004. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa
commit to user
27
kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba, proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, jumlah dewan komisaris tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Manajemen laba discretionary accruals tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
keuangan cash flow return on assets. Uraian di atas mendasari perumusan hipotesis pertama dalam
penelitian ini, seperti berikut: H1: Terdapat pengaruh struktur kepemilikan institusional institutional
ownership terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Pengaruh Board Independence Dewan Komisaris Independen
terhadap Kinerja Keuangan
Menurut FCGI 2003, dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Aktifnya peranan dewan komisaris
dalam praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Di Indonesia sering terjadi anggota dewan
komisaris tidak menjalankan peran pengawasannya terhadap dewan direksi. Dewan komisaris dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam
commit to user
28
fakta bahwa banyak anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya sehingga gagal untuk mewakili
kepentingan stakeholder lainnya. Komisaris independen merupakan salah satu bagian inti dari
perusahaan dalam mengawasi pengurusan perseroan yang dilakukan oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan operasional
perusahaan Kusuma dan Susanto, 2004. Penelitian oleh Ngui, et al. 2007 menyatakan bahwa komisaris independen menjembatani kepentingan
manajemen dan kepentingan pemegang saham. Komisaris independen menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap kinerja
manajemen perusahaan dan akan berusaha untuk memastikan bahwa manajemen akan melakukan pengelolaan perusahaan yang bertujuan
memaksimalkan return bagi pemegang saham. Dewan komisaris independen merupakan alat pemonitoran yang
efektif. Bukti empiris mengenai jumlah komisaris independen yang efektif masih belum konsisten. Song dan Windram 2000 memberikan bukti empiris
bahwa jumlah komisaris independen yang lebih kecil meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan menurunkan probabilitas kesalahan dalam pelaporan
keuangan. Yermack 1996 mendukung jumlah komisaris yang lebih sedikit, karena penilaian perusahaan yang lebih baik terkait dengan jumlah komisaris
yang lebih sedikit. Shivdasani 1993 beragumen bahwa semakin besar jumlah dewan komisaris independen merefleksikan reputasi yang semakin baik
sebagai pemonitor. Dengan proporsi anggota independen yang besar dalam
commit to user
29
struktur dewan komisaris, akan memberikan efek pengawasan yang lebih baik dan dapat membatasi peluang-peluang kecurangan pihak manajerial Fama dan
Jensen, 1983. Hal ini berarti dewan komisaris independen mendapat respon positif dari para investor, namun jumlah komisaris yang efektif masih menjadi
perdebatan. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Susanto 2004 tentang
efektivitas mekanisme bonding yang merupakan kasus pada perusahaan- perusahaan yang dikontrol komisaris independen mendapatkan hasil bahwa
peran komisaris independen tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap mekanisme bonding dividen dan utang dalam mengurangi masalah agensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Harford et. al 2008 menemukan bahwa peran komisaris independen secara positif berpengaruh terhadap tingkat leverage
utang perusahaan. Di mana dewan yang lebih kuat dan independen akan mendesak perusahaan untuk mempunyai atau melakukan pendanaan melalui
utang yang lebih besar dan dalam bentuk utang jangka pendek yang besar pula. Paparan di atas menjadi dasar pengembangan hipotesis kedua dalam
penelitian, yaitu seperti berikut ini: H2: Terdapat pengaruh anggota dewan komisaris independen board
independence terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
commit to user
30
3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menguji pengaruh komite audit terhadap kinerja keuangan. Klein 2002 menyatakan bahwa
komite audit secara internal diharapkan akan mampu meningkatkan efektivitas operasional perusahaan. Komite audit diharapkan mampu mengurangi praktik
manipulasi laba dalam perusahaan yang dapat merugikan pemegang saham. Komite audit bertugas mengamati seluruh proses keuangan dalam perusahaan,
hal tersebut dapat dilihat pada pertemuan rutin komite audit dengan auditor independen dan manajer keuangan perusahaan, proses audit dan pengendalian
akuntansi secara internal. Nasution dan Setiawan 2007 menyatakan bahwa komite audit adalah
komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting
bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung
antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.
Penelitian DeFond dan Jiambalvo 1991; McMulen 1996; Beasly dan Salterio 2001; Mc Mullen dan Raghunandan 1996 mendukung
keberadaan komite audit yang dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Hal ini menandakan bahwa investor telah melihat nilai lebih pada
perusahaan yang memiliki komite audit independen. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Beasley 1996; Kalbers 1992 dan juga Menon dan
commit to user
31
William 1994, menunjukkan tidak adanya perbedaan antara perusahaan yang memiliki komite audit independen dengan yang tidak. Hasil penelitian ini
menandakan ketidakpercayaan investor terhadap kemampuan komite audit dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Komite audit yang aktif akan meningkatkan peran mereka untuk mengejar tujuan dari perusahaan. Maka komite audit akan melakukan
pertemuan tiap tahunnya. Frekuensi rapat komite audit akan menunjukkan apakah komite itu aktif atau tidak. Meskipun kehadiran direktur non eksekutif
dihubungkan dengan efektivitas komite audit, itu tidak menjamin. Menon dan Williams 1994 menunjukkan bahwa komite audit independen tidak menjamin
efektivitas kecuali komite ini aktif. Selain itu, Kalbers dan Forgarty 1993 mendukung argumen ini dan menunjukkan efektivitas komite audit itu hanya
akan terwujud jika anggota berkomitmen untuk mengejar peran dan tugas mereka. Persyaratan pencatatan di BMB 2001, BRC 1999 dan Treadway
Commission 1987 mengusulkan bahwa komite audit harus bertemu setidaknya empat kali setahun.
Jumlah pertemuan merupakan upaya yang dilakukan oleh komite audit untuk memastikan kinerja perusahaan dan pelaporan keuangan yang baik.
Komite audit yang aktif adalah komite yang melakukan review laporan keuangan dan transaksi untuk memastikan bahwa kontrol internal di dalam
perusahaan telah dilakukan dengan tepat dan sesuai. Sharma et al. 2009 melakukan penelitian terkait keberadaan komite
audit dalam mekanisme good corporate governance dengan hasil bahwa
commit to user
32
frekuensi rapat yang dilakukan oleh komite audit berhubungan dengan besarnya ukuran atau jumlah anggota komite audit dan kinerja perusahaan.
Adanya frekuensi rapat komite audit lebih banyak mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh komite audit berjalan dengan efektif dalam
arti bahwa tiap terjadi permasalahan dalam perusahaan dapat langsung dibahas dalam rapat komite audit sehingga dapat lebih cepat ditemukan penyelesaian
sehingga tidak menurunkan kinerja perusahaan. Raghunandan dan Rama 2007 menguji ukuran komite audit dan frekuensi rapat komite audit terkait
proses monitoring dan kinerja perusahaan dengan hasil bahwa ukuran dan frekuensi komite audit mempunyai pengaruh terhadap tingkat kinerja
perusahaan. Hasil yang sama diperoleh Carcello dan Neal 2003 bahwa frekuensi rapat komite audit menghasilkan satu proses monitoring yang efektif
terhadap kegiatan operasional perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik.
Ngui et al. 2007 menyatakan bahwa keberadaan komite audit dapat berfungsi mengurangi potensi kecurangan yang ada dalam perusahaan. Proses
audit akan membuat manajemen lebih berhati-hati dalam membuat laporannya. Peran monitoring secara keseluruhan dari komite audit akan membuat
manajemen bekerja lebih baik lagi. Dengan pengelolaan perusahaan yang baik, diharapkan kinerja perusahaan juga dapat meningkat.
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini didasarkan pada paparan di atas, adapun hipotesis yang dimaksud seperti berikut ini:
commit to user
33
H3: Terdapat pengaruh frekuensi rapat komite audit audit committee meeting frequency terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
4. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan dengan gambar II.1 seperti berikut ini.
Variabel independen variabel dependen
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh institutional ownership, board independence, dan audit committee meeting frequency sebagai terhadap
financial performance perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia. Institutional ownership, board independence, dan audit committee
merupakan mekanisme dalam tata kelola perusahaan yang baik good
H
3
Institutional Ownership
Board independence
Audit Committee Meeting Frequency
Financial Performance
H
1
H
2
Firm size
Variabel kontrol
commit to user
34
corporate governance yang menitik beratkan pada proses pengawasan operasional perusahaan dan meminimalisasi konflik keagenan agency
conflict di antara manajemen dan prinsipal perusahaan. Dengan problem agensi yang dapat diminimalisasi tersebut diharapkan kegiatan operasional
perusahaan dapat berjalan lancar dan meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan perusahaan oleh
institusi atau lembaga tertentu. Kepemilikan ini mempunyai karakteristik yang kuat untuk melakukan pengawasan pada perusahaan mengingat institusi
mempunyai sumberdaya dan sumberdana yang lebih kuat dibanding kepemilikan perorangan sehingga dengan pengawasan yang lebih kuat
tersebut dapat berpengaruh pada peningkatan kinerja perusahaan. Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang berasal dari
baik pihak eksternal perusahaan yang lebih dapat bersifat netral tidak memihak manajemen maupun prinsipal sehingga pengawasan yang dilakukan
dapat lebih baik dan mempengaruhi pencapaian kinerja perusahaan yang lebih baik. Komite audit merupakan lembaga yang dibentuk untuk melakukan
pengawasan dan memastikan kegiatan yang dilakukan perusahaan dapat mencapai kinerjanya. Dalam melakukan pengawasan kegiatan operasional
ditandai dengan adanya rapat anggota komite audit. Rapat komite audit dilakukan guna merespon permasalahan yang terjadi dan frekeuensi rapat
komite audit mengindikasikan aktivitas yang dilakukan oleh komite audit dalam melakukan pengawasan perusahaan sehingga dapat berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
commit to user
35
Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Ukuran perusahaan biasanya dinyatakan dengan jumlah aset,
pendapatan atau kewajiban perusahaan. Perusahaan yang mempunyai ukuran besar diindikasikan mempunyai sumberdaya yang besar dan akses untuk
memperoleh sumberdaya yang luas sehingga mempunyai keleluasaan yang cukup untuk melakukan proses operasional dan pada akhirnya mampu
menghasilkan kinerja perusahaan yang baik atau tinggi. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan dinyatakan dengan logaritma natural dari total aset
perusahaan. Alasan penggunaan logaritma natural untuk total aset adalah bahwa untuk menghindari jumlah angka variabel yang berbeda secara
ekstrem karena untuk ukuran menggunakan jumlah absolut rupiah sementara variabel lain menggunakan rasio.
commit to user
BAB III METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan pengujian hipotesis hypothesis testing yang tujuan untuk mengetahui institutional ownership, board independence dan
audit committee meeting frequency terhadap financial performance pada
perusahaan manufaktur yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. Menurut sekaran 2000, pengujian hipotesis harus dapat
menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antar kelompok atau interdependenesi dua variabel atau lebih.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi merupakan kelompok orang, kejadian atau peristiwa yang menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti Sekaran, 2003. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia
BEI per tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2008.
b. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian atau anggota dari populasi Sekaran, 2003. Sampel merupakan beberapa anggota yang diambil dari populasi. Sampel
yang diteliti pada tahun 2007-2008 harus menyediakan data yang
commit to user
37
dibutuhkan dalam penghitungan, pengukuran dan penilaian variabel. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling. Metode pengambilan anggota sampel ini menggunakan dasar beberapa kriteria sebagai berikut ini.
1 Perusahaan manufaktur yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia per 1 Januari 2007 sampai dengan per 31 Desember 2008.
2 Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan tahunan untuk periode tahun 2007 dan 2008 yang tersedia pada
www.idx.co.id ataupun website perusahaan.
3 Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan tahunan yang mencantumkan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
3. Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari pihak lain Sekaran, 2003. Alasan menggunakan data
sekunder dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki waktu yang lebih luas. Data dalam penelitian ini diperoleh dari data
publikasi laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel yaitu seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Adapun data berikut
terdiri dari data berikut ini. a. Data perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia
BEI pada tahun 2007 dan 2008. b. Laporan tahunan perusahaan pada tahun 2007 dan 2008.
commit to user
38
4. Definisi dan Pengukuran Variabel
a. Variabel dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan
perusahaan financial performance yang diproksikan dengan return on equity ROE. ROE merupakan kemampuan perusahaan dengan dalam
memperoleh laba atas jumlah ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. ROE dalam penelitian ini diformulakan dengan rumus seperti berikut ini.
ROE =
b. Variabel independen Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari:
1 Institutional Ownership
Institutional ownership merupakan jumlah kepentingan atas saham perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham institusi. Variabel ini
diukur dengan persentase kepemilikan saham institusi. Variabel ini diukur dengan formula seperti berikut ini.
2 Board independence
Board independence merupakan anggota dewan komisaris yang berasal dari pihak luar atau independen. Variabel ini diukur dengan
formula seperti berikut ini. Board independence =
commit to user
39
3 Audit Committee Meeting Frequency
Audit Committee Meeting Frequency merupakan jumlah rapat komite audit dalam satu periode. Variabel ini diukur dengan jumlah frekuensi
rapat komite audit dalam satu periode akuntansi.
c. Variabel kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang
ditentukan dengan nilai logaritma natural atas total aset perusahaan. Ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol didasarkan pada
alasan bahwa perusahaan yang besar mempunyai sumber daya dan sumber dana yang lebih besar serta akses yang lebih leluasa di dalam
perolehan dana. Dengan hal tersebut memungkinkan perusahaan besar untuk menciptakan operasional yang dan mecapai kinerja keuangan yang
lebih baik dibanding dengan perusahaan kecil yang relatif terbatas baik dari segi sumber daya, sumber dana maupun akses perolehan dana.
5. Metode Analisis Data
1. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut ini.
a. Pengujian Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi dengan membagi model regresi, variabel pengganggu atau
commit to user
40
residual memiliki distribusi normal Ghozali, 2005. Untuk menguji normalitas, peneliti akan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Jika
nilai ρ value 0.05 maka data tersebut berdistribusi normal, jika ρ
value 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan asumsi central limit theorem yang
menyatakan bahwa untuk sampel besar n 30 akan mendekati suatu distribusi normal Gujarati, 2003.
b. Pengujian Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen
Ghozali, 2005. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara independen. Jika variabel independen saling korelasi,
maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel
sama dengan
nol. Untuk
mendeteksi ada
atau tidaknya
multikolinieritas di dalam model, peneliti akan melihat Tolerence dan Variance Infaltion Factors VIF dengan alat bantu program Statistical
Product and Service Solution SPSS. Tolerence mengukur variabilitas variabel independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerence yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi karena VIF
= 1Tolerence. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerence 0.10 atau sama
commit to user
41
dengan nilai VIF 10. Bila ternyata dalam model terdapat multikolinieritas, peneliti akan mengatasi hal tersebut dengan
transformasi variabel. Transformasi variabel merupakan salah satu cara mengurangi hubungan linier di antara variabel independen.
Transformasi dapat dilakukan dalam bentuk logaritma natural dan bentuk first difference atau delta Ghozali, 2005.
c. Pengujian Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-
1
sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sam lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut
waktu time series karena “gangguan” pada individu atau kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data cross section silang
waktu, masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena gangguan pada observasi yang berbeda berasal dari individu atau kelompok yang
berbeda. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi Ghozali, 2005. Untuk menguji ada tidaknya masalah
autokorelasi, penelitian ini menggunakan alat statistik berupa run test dengan kriteria pengujian didasarkan pada nilai asymp sig. Apabila
nilai asymp sig 5 maka dapat dinyatakan tidak terdapat
commit to user
42
autokorelasi dan sebaliknya jika lebih kecil 5, maka terdapat autokorelasi dalam model regresi yang digunakan.
d. Pengujian Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross section mengandung siatuasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang
mewakili berbagai ukuran kecil, sedang, atau besar Ghozali, 2005. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model,
peneliti akan menggunakan uji Glejser dengan bantuan program SPSS. Apabila koefisien parameter beta 0.05 maka tidak ada masalah
heteroskedastisitas Ghozali, 2005. Jika ternyata dalam model terdapat heteroskedastisitas, maka cara memperbaiki dapat dilakukan dengan:
a Melakukan transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi model regresi dengan salah satu variabel
independen yang digunakan dalam model tersebut. b Melakukan transformasi logaritma.
2. Pengujian Hipotesis
commit to user
43
Sesuai dengan kerangka pemikiran dan pengajuan hipotesis di atas maka hipotesis akan diuji dengan persamaan regresi seperti berikut ini.
Keterangan: FP = Financial performance
β
0,
= Konstanta β
1...
β
4
= Koefisien regresi INSTT = Institutional ownership
BOARD = Dewan komisaris independen FREQ = Frekuensi rapat komite audit
LN_SIZE = Ukuran perusahaan ε
i
= Error term
a Pengujian signifikansi-F
Untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen,
maka peneliti menggunakan uji pengaruh simultan dengan alat bantu program SPSS versi 16.0. Kriteria pengujiannya adalah
seperti berikut ini. 1 H
diterima dan H
a
ditolak, apabila nilai signifikansi lebih dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen secara
FP = β
+ β
1
INSTT
+ β
2
BOARD
+ β
3
FREQ
+
β
4
LN_ SIZE
+
ε
1
commit to user
44
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi tidak signifikan.
2 H ditolak dan H
a
diterima, yaitu apabila bila nilai signifikansi kurang dari nilai alpha 0,05 berarti variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model
regresi signifikan.
b Pengujian Parameter Individual Uji signifikansi-t
Uji signifikansi-t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial mempengaruhi variabel terikat dengan
asumsi variabel independen lainnya konstan. Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini.
a H
diterima dan H
a
ditolak yaitu apabila bila nilai signifikansi lebih dari nilai alpha 0,05 berarti variabel
independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b H
ditolak dan H
a
diterima yaitu apabila nilai signifikansi kurang dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen
secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen.
c Pengujian Ketepatan Perkiraan Uji R
2
commit to user
45
Pengujian ini untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Tingkat
ketepatan regresi dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk R
2
yang nilainya antara 0 sampai dengan 1. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen. Jika dalam suatu model terdapat lebih dari dua
variabel independen, maka lebih baik menggunakan nilai adjusted R
2
.
commit to user
46
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN