PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, BOARD INDEPENDENCE DAN AUDIT COMMITTEE MEETING FREQUENCY TERHADAP FINANCIAL PERFORMANCE PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

(1)

commit to user

i

PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, BOARD INDEPENDENCE DAN AUDIT COMMITTEE MEETING FREQUENCY TERHADAP

FINANCIAL PERFORMANCE PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret

Oleh:

DENNY ANDIKA RAHMAN NIM. F0306089

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii


(3)

commit to user


(4)

commit to user

iv

HALAMAN MOTTO

“Hai sekalian orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan

(kepada Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah

bersama orang-orang yang sabar.”

(QS. Al. Baqarah : 153)

"Allah Tidak Melihat Bentuk, Rupa, Dan Harta Kalian, Tapi

Dia Melihat Hati Dan Amal Kalian"

(Nabi Muhammad SAW)

"Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang kita miliki,

tetapi selalu menyesali apa yang belum kita capai"

(schopenhauer)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini, dikarenakan orang-orang

tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan

keberhasilan saat mereka menyerah”

(Thomas Alva Edison)


(5)

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karya kecilku ini untuk:

Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan

ilmu pengetahuan yang sangat berharga

Papa almarhum & Mama yang paling aku cintai di dunia ini

terima kasih doa, bimbingan, dan kasih sayangnya kepada saya

karena telah memberi semangat di saat sedang terpuruk dan

memberi dukungan untuk kembali bangkit

Almamaterku yang selalu membuatku tersenyum dalam keadaan

apa pun dan di mana pun

Terima kasih semuanya


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi dengan judul PENGARUH INSTITUTIONAL

OWNERSHIP, BOARD INDEPENDENCE DAN AUDIT COMMITTEE MEETING FREQUENCY TERHADAP FINANCIAL PERFORMANCE PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai Gelar Sarjana Ekonomi pada Program S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

2. Bapak Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Agus Budiatmanto, M.Si, Ak. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.


(7)

commit to user

vii

4. Bapak Drs. Wartono, M.Si, Ak dan Ibu Christyaningsih Budiwati, SE, M.Si, Ak selaku tim penguji skripsi.

5. Papa alm. dan Mama tercinta, terima kasih buat doa dan kepercayaan yang

telah diberikan, Denny akan berusaha melakukan yang terbaik untuk

membahagiakan kalian..

6. Eyang kakung dan Eyang putri tercinta terima kasih karena selalu

mendoakan Denny dan mengingatkan sholat sehingga bisa jadi manusia yang

soleh dan bertakwa kepada Allah SWT..

7. Kakakku tercinta, mbak Dhina dan Mas Imam terima kasih karena selalu

mengajak jalan-jalan, nonton bioskop, karaokean buat refreshing biar ga

jenuh..

8. Mas Iyok yang selama ini telah membantu menjalani kuliah hingga akhirnya

bisa selesai sampai akhir..

9. Kokok dan Adhi sahabatku sejak kecil, yang telah membantu segalanya

sehingga aku bisa selesai kuliah sampai saat ini..

10.Rofi Farih sahabatku yang sudah sukses di ibukota, terima kasih buat

bantuannya selama ini, tanpa ada kamu, mungkin aku ga akan bisa seperti

ini..

11.Mbak Nieldya kakakku yang tersayang yang lagi merantau di negeri orang,

makasih banget buat segala sesuatu yang mbak berikan ke adekmu ini,

semoga sukses selalu..

12.Temen-temen kontrakan Hanung, Kris, Tony, Budi, Eko, Darwin yang selama


(8)

commit to user

viii

13.Teman-teman kelompok aneh Agung, Tita, Famera, Wida, Adit, Danik, Ian

terima kasih buat kebersamaan kita terutama belajar kelompok selama ini..

14.Teman-teman dekatku lainnya, Supri, Mora, Barjos ,Satria, Loggar dan masih

banyak lagi terima kasih karena kalian sudah membantuku selama ini..

15.Pak Timin yang selama ini telah membantu begitu banyak dalam mengatasi

urusan kampus yang begitu ribetnya...

16.Pak Man dan Pak Pur yang selama kurang lebih 4 tahun ini telah menjaga keamanan motor saya dan selalu mendoakan yang terbaik buat saya..

17.Teman-teman Accounting Society ’06 yang tak pernah bisa kulupakan, tetap

semangat dan jangan lupakan slogan kita semua “Who is the Best?”

18.Sobat-sobat ku yang selalu bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.

19.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, 16 September 2010


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9


(10)

commit to user

x

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori ... 11

1. Agency Theory ... 11

2. Good Corporate Governance ... 13

3. Kinerja Keuangan... 22

B. Review Penelitian dan Pengembangan Hipotesis ... 25

1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan.. 25

2. Pengaruh Board Independence (Dewan Komisaris Independen) terhadap Kinerja Keuangan ... 27

3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan ... 30

4. Kerangka Pikir Penelitian ... 33

III.METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

C. Data dan Metode Pengumpulan Data ... 37

D. Definisi dan Pengukuran Variabel ... 38

E. Metode Analisis Data ... 39

1. Pengujian Asumsi Klasik ... 39

a) Pengujian Normalitas ... 39

b) Pengujian Multikolinearitas ... 40

c) Pengujian Autokorelasi ... 41


(11)

commit to user

xi

2. Pengujian Hipotesis ... 42

a) Pengujian signifikansi-F... 43

b) Pengujian Signifikansi Parameter Individual (Uji signifikansi-t) ... 44

c) Pengujian Ketepatan Perkiraan (Uji R2) ... 44

IV.ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data ... 46

B. Statistik Deskriptif ... 47

C. Pengujian Asusmsi Klasik ... 48

1) Uji Normalitas ... 49

2) Uji Multikolinearitas ………... 49

3) Uji Autokorelasi ………. 50

4) Uji Heteroskedastisitas ……… 51

D. Pengujian Hipotesis ... 52

1) Analisis Regresi Ganda ... 52

2) Pengujian Koefisien Regresi Simultan (Signifikansi F) ... 54

3) Pengujian Signifikansi Parameter Individual (Signifikansi-t ) ... 54

4) Pengujian Ketepatan Perkiraan (R2) ... 55

E. Pembahasan ... 56

V. PENUTUP A. Simpulan ... 60

B. Keterbatasan Penelitian ... 61


(12)

commit to user

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN ... 68


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Pengambilan Sampel ... 46

Tabel IV.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 47

Tabel IV.3 Hasil Uji Normalitas Data ... 49

Tabel IV.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 50

Tabel IV.5 Hasil Uji Run Test ... 51

Tabel IV.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 52

Tabel IV.7 Hasil Analisis Regresi Ganda ... 52

Tabel IV.8 Hasil Uji Signifikansi-F ... 54


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR


(15)

commit to user

xv

Lampiran I Daftar Nama Sampel Perusahaan ... 69 Lampiran II Data Penelitian ... 71 Lampiran III Hasil Uji Analisis ... 73


(16)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Struktur kepemilikan pada suatu perusahaan mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Pada umunya karakteristik struktur kepemilikan dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: kepemilikan terkonsentrasi, dan kepemilikan menyebar. Karakteristik kepemilikan menyebar banyak ditemukan pada perusahaan-perusahaan di negara Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang. Pada tipe kepemilikan menyebar masalah yang timbul adalah perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Tipe kepemilikan terkonsentrasi banyak ditemukan di sebagian besar negara di Asia, khususnya negara berkembang termasuk Indonesia. Pada tipe ini masalah yang sering timbul adalah konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas (Fan dan Wong, 2002).

Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Namun pihak manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama tersebut sehingga timbul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Konflik tersebut dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut, namun dengan


(17)

commit to user

munculnya mekanisme pengawasan akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost.

Teori keagenan menyebabkan bahwa agency cost yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan struktural, akademisi dan pelaksanan kontrak (baik formal maupun non formal), ditambah residual loss (Jensen dan Meckling, 1976). Teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham mungkin bertentangan, hal tersebut disebabkan manajer mengutamakan kepentingan pribadi manajer tersebut, karena pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh manajemen akan menambah biaya perusahaan yang menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen yang akan diterima.

Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa agency problems

disebabkan oleh adanya sistem pengambilan keputusan yang terpisah antara manajemen dan pihak pengawas. Fuerst dan Sok-Hyon (2000) menyatakan bahwa berbagai penelitian, diantaranya penelitian Jensen dan Meckling (1976) serta Shleifer dan Vishny (1997), menunjukkan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan membawa kepada kondisi dimana manajer akan menghambur-hamburkan kekayaan pemilik perusahaan. Pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen ini memiliki dampak negatif yang lain yaitu keleluasaan manajemen perusahaan untuk mengoptimalkan laba, hal ini akan mengarah pada proses mengutamakan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik


(18)

commit to user

perusahaan. Adanya konflik keagenan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran (IAI, 1999).

Laporan keuangan merupakan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Laporan keuangan adalah sebuah produk informasi yang dihasilkan yang sangat penting yang berkaitan dengan kondisi perusahaan

sehingga dalam penyusunannya tidak bisa terlepas dari proses

penyusunannya. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan keputusan yang diambil dalam proses penyusunan laporan keuangan akan sangat mempengaruhi dalam penilaian kinerja perusahaan.

Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai

kepentingan tersebut. Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling,


(19)

commit to user

1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer.

Kedua adalah dengan kepemilikan saham oleh investor institusional. Moh’d et al. (1998) dalam Pratana dan Mas’ud (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang. Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors) serta memaksimalkan fungsi komite audit yang ada dalam perusahaan. Dechow et al. (1996) dan Beasly (1996) menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Selain itu juga ditemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan.

Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan. Pozen (1994) mengungkapkan beberapa metode yang digunakan oleh pemilik institusional dapat mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen perusahaan, sehingga kinerja perusahaan akan meningkat.

Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang


(20)

commit to user

lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Selain itu, struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu mengoptimalkan kinerja perusahaan.

Bhattacharya dan Graham (2007) menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan melalui mekanisme pengawasan atas operasional perusahaan. Ming et al. (2008) menyimpulkan bahwa kepemilikan insider dan institusional pada perusahaan Malaysia tidak mempengaruhi pendapatan saham dan pembagian dividen. Bukti ini bertentangan dengan seluruh temuan empiris sebelumnya pada perusahaan-perusahaan AS. Maka dapat disimpulkan bahwa struktur kepemilikan tidak mempengaruhi kinerja perusahaan di Malaysia dan bahwa masalah pokok agen tidak dapat dipecahkan melalui peningkatan kepemilikan saham insider sebagaimana yang diusulkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Sementara itu, Filatotchev et al. (2005) memperoleh bukti penelitian bahwa anggota dewan komisaris independen berpengaruh pada kinerja perusahaan di Taiwan. Anggota dewan komisaris independen sebagai pihak yang netral dalam kepentingan kepemilikan perusahaan dapat melakukan pengawasan atas operasional perusahaan dengan baik hingga berpengaruh pada kinerja perusahaan. Sharma et al. (2009) melakukan penelitian terkait


(21)

commit to user

keberadaan komite audit dalam mekanisme good corporate governance dengan hasil bahwa frekuensi rapat yang dilakukan oleh komite audit berhubungan dengan besarnya ukuran atau jumlah anggota komite audit dan kinerja perusahaan. Adanya frekuensi rapat komite audit lebih banyak mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh komite audit berjalan dengan efektif dalam arti bahwa tiap terjadi permasalahan dalam perusahaan dapat langsung dibahas dalam rapat komite audit sehingga dapat lebih cepat ditemukan penyelesaian sehingga tidak menurunkan kinerja perusahaan. Raghunandan dan Rama (2007) menguji ukuran komite audit dan frekuensi rapat komite audit terkait proses monitoring dan kinerja perusahaan dengan hasil bahwa ukuran dan frekuensi rapat komite audit mempunyai pengaruh terhadap tingkat kinerja perusahaan. Hasil yang sama diperoleh Carcello dan Neal (2003) bahwa frekuensi rapat komite audit menghasilkan satu proses monitoring yang efektif terhadap kegiatan operasional perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik.

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Bhattacharya dan Graham (2007) dengan perbedaan pada variabel independen yang digunakan. Bhattacharya dan Graham (2007) menggunakan variabel institutional

ownership. Sementara itu penelitian ini menambahkan variabel independen

berupa dewan komisaris independen dan frekuensi rapat komite audit sebagaimana digunakan dalam penelitian Filatotchev et al. (2005) dan Sharma (2009). Selain variabel penelitian, perbedaan dalam penelitian ini


(22)

commit to user

adalah sampel penelitian yang mana Bhattacharya dan Graham (2007) menggunakan sampel perusahaan di Finlandia, sementara itu penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bhattacharya dan Graham (2007) menggunakan sampel berbagai sektor industri perusahaan di Finlandia, sementara itu penelitian ini menggunakan satu industri yaitu manufaktur dengan alasan untuk menghindari pengaruh perbedaan karakteristik industri pada hasil penelitian. Industri manufaktur dipilih karena industri manufaktur merupakan industri terbesar di Bursa Efek Indonesia sehingga memungkinkan untuk dapat diperoleh jumlah sampel yang representatif dan hasil penelitian yang baik dalam aspek statistiknya.

Atas dasar paparan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian terkait pengaruh struktur kepemilikan institusional, anggota dewan komisaris independen dan frekuensi rapat komite audit terhadap kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam sebuah penelitian

dengan judul “PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, BOARD

INDEPENDENCE DAN AUDIT COMMITTEE MEETING FREQUENCY TERHADAP FINANCIAL PERFORMANCE PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.


(23)

commit to user

1. Apakah struktur kepemilikan institusional (institutional ownership) berpengaruh terhadap financial performance perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah anggota dewan komisaris independen (board independence) berpengaruh terhadap financial performance perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

3. Apakah frekuensi rapat komite audit (audit committee meeting frequency) berpengaruh terhadap financial performance perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan seperti berikut ini.

1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur kepemilikan institusional (institutional ownership) terhadap financial performance perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh anggota dewan

komisaris independen (board independence) terhadap financial

performance perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh frekuensi rapat komite audit (audit committee meeting frequency) terhadap financial performance perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(24)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak seperti berikut:

1. Bagi investor

Hasil penelitian dapat digunakan oleh investor dalam pengambilan keputusan investasinya terutama terkait dengan informasi pengaruh institutional ownership, board independence dan audit committee meeting

frequency terhadap financial performance perusahaan, dengan demikian

keputusan investasi yang diambil dapat lebih akurat dan memungkinkan investor untuk mengoptimalkan keuntungannya.

2. Bagi manajemen

Hasil penelitian dapat digunakan oleh manajemen perusahaan dalam

mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi financial

performance perusahaan khususnya institutional ownership, board

independence dan audit committee meeting frequency agar keputusan yang

diambil oleh manajemen perusahaan dapat meningkatkan nilai bagi perusahaan.

3. Bagi penelitian berikutnya

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan penelitian-penelitian berikutnya terutama penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi financial performance perusahaan.


(25)

commit to user

E. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam bab-bab berikutnya dipaparkan dengan sistematika sebagai berikut ini.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan pustaka yang memberi penjelasan mengenai laporan keuangan, analisis laporan keuangan, analisis rasio keuangan, serta review penelitian terdahulu yang mendukung penelitian, dilanjutkan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

BAB III: METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan ruang lingkup penelitian, populasi dan pemilihan sampel, pengumpulan data dan pengukuran variabel, dan prosedur analisis yang terdiri atas analisis regresi berganda.

BAB IV:

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai analisis data penelitian, pengujian hipotesis, dan interpretasi data.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran bagi penelitian selanjutnya.


(26)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 1. Agency Theory

Untuk memahami masalah kepemilikan perusahaan (ownership) maka harus didasari oleh teori keagenan (agency theory). Teori ini membahas tentang adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Selain itu manajemen memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemilik tentang keadaan perusahaan. Situasi ini menimbulkan peluang bagi manajemen untuk berbuat curang.

Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Irfan, 2002).

Agency problem secara garis besar dapat terjadi ketika manajer


(27)

commit to user

sebuah perusahaan yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini dikarenakan manajer ingin mementingkan dirinya sendiri. Eisenhardt (1989) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Wibisono, 2004).

Agency cost merupakan pengeluaran waktu dan uang yang dilakukan

oleh perusahaan untuk mengurangi agency problem (Gallagher, 2000). Menurut Jensen dan Meckling (1967), agency cost merupakan penjumlahan: (1) pengeluaran monitoring oleh principal, (2) pengeluaran “bonding” oleh agen, dan (3) kerugian residual. Semakin besar perusahaan, semakin besar pula agency cost-nya karena meningkatnya kebutuhan monitoring dalam perusahaan besar. Namun, agency cost dapat dikurangi dengan meningkatkan level kepemilikan manajemen supaya mengurangi biaya monitoring. Agency cost yang lebih rendah diasosiasikan dengan nilai perusahaan yang semakin

tinggi.

Alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu melalui mekanisme pengendalian internal dan mekanisme pengendalian eksternal atau pengendalian pasar. Mekanisme pengendalian internal didesain untuk


(28)

commit to user

menyamakan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976) ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengurangi agency cost yaitu pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen karena dengan hal itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Kedua dengan meningkatkan

divident pay-out ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free

cash flow. Ketiga dengan meningkatkan pendanaan dengan hutang, keempat

melalui institusional investor sebagai monitoring agents.

2. Good Corporate Governance (GCG)

Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara

kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.

Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional

Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat


(29)

commit to user

dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam

peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate

Governance, menggunakan pengertian dari Cadbury Committee dalam

mendefinisikan Corporate Governance, yaitu:

“seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”

Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat

memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001):

a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga

dapat lebih meningkatkan corporate value.

c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.

Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh FCGI adalah sebagai berikut:


(30)

commit to user

1) Fairness (Keadilan)

Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2) Disclosure/Transparency (Keterbukaan/Transparansi)

Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

3) Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi,


(31)

commit to user

pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak

berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

4) Responsibility (Responsibilitas)

Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus

dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.

Mekanisme di dalam good corporate governance diantaranya yaitu struktur kepemilikan, komite audit dan juga dewan komisaris (Bernhart dan Rosenstein, 1998).

a. Struktur kepemilikan

Adanya agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan


(32)

commit to user

yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh adanya kontrol yang mereka miliki. Istilah stuktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting di dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh prosentase kepemilikan oleh manager dan institutional (Jensen dan Meckling, 1976).

Struktur kepemilikan merupakan komposisi modal antara utang dan ekuitas termasuk juga proporsi antara kepemilikan saham inside shareholders

dan outside shareholders. Semakin terkonsentrasinya kepemilikan, principal

mempunyai insentif untuk memonitor agar agen mereka bertindak selaras dengan kepentingan pemilik. (Bathala et al. 1994). Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak berdasar maksimalisasi nilai dari pengambilan keputusan pendanaan dan menyatakan bahwa kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahan kepemilikan.

Menurut Kiryanto dan Suprianto (2006), adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan ini akan menyebabkan timbulnya

asymmetric information. Ada dua jenis asymmetric information, yaitu:

adverse selection dan moral hazard. Adverse selection adalah suatu tipe

informasi asimetri (asymmetric information), satu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai


(33)

commit to user

informasi lebih atas yang lain. Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya. Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information), satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer, tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut.

Struktur kepemilikan yang ada di perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan karena menunjukkan sebuah komposisi yang berisi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan. Kesimpulannya adalah bahwa perusahaan yang melakukan pemisahan antara pemilik dan manajer lalu melakukan kontrol yang kuat cenderung memiliki performansi perusahaan yang lebih jelek.

b. Komite audit

Definisi Komite Audit berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-339/BEI/07-2001 yang dikeluarkan pada 20 Juli 2001, tentang Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat yang anggotanya diangkat dan


(34)

commit to user

diberhentikan oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan Perusahaan Tercatat. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen di mana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan atau keuangan.

Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain seperti berikut ini.

1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya.

2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal. 4. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan

dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.

5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten.


(35)

commit to user

Menurut FCGI dalam Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance, disebutkan bahwa secara umum tanggung jawab komite audit meliputi 3 (tiga) bidang berikut ini.

1. Laporan Keuangan

Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, dan rencana jangka panjang.

2. Corporate Governance

Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan sudah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, dan melaksanakan pengawasan terhadap benturan kepentingan yang ada di dalam perusahaan.

3. Pengawasan Perusahaan

Komite audit bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilaksanakan oleh auditor intern.

c. Dewan komisaris

Menurut FCGI (2003), terdapat dua sistem yang berkaitan dengan bentuk dewan dalam perusahaan, yaitu one tier system (sistem satu tingkat) dan


(36)

commit to user

two tiers system (sistem dua tingkat). Sistem satu tingkat hanya

mempunyai satu dewan direksi dalam perusahaan, biasanya kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu, dan diangkat karena kebijakan, pengalaman dan relasinya. Ini dapat ditemukan di Negara Amerika Serikat dan Inggris.

Sistem dua tingkat mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Tugas dewan direksi yaitu mengelola dan mewakili perusahaan dan juga memberikan informasi di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Anggota dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh anggota dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris yaitu bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen, tetapi tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaki-transaki dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ini dapat ditemukan di negara-negara seperti Indonesia, Belanda, Denmark, Jerman dan Jepang.

Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun kekeluargaan. Di sini yang dimaksud afiliasi yaitu seperti berikut ini.


(37)

commit to user

1. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat

kedua, baik secara horisontal maupun vertikal.

2. Hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari pihak tersebut.

3. Hubungan antara 2 (dua) perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama.

4. Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut. 5. Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik

langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama.

6. Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

Independensi Dewan Komisaris diwakili dengan adanya Komisaris Independen dalam dewan komisaris perusahaan. Bursa Efek Jakarta mengeluarkan SE-005/BEJ/09-2001 yang mensyaratkan bagi perusahaan yang tercatat di BEJ menunjuk komisaris independen minimal 30% dari seluruh dewan komisaris.

3. Kinerja Keuangan (Financial Performance)

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan. Informasi seperti itu diberikan melalui pihak manajemen perusahaan untuk memberikan suatu gambaran kinerja perusahaan kepada stakeholder. Putro (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi pengaharapan investor adalah kinerja


(38)

commit to user

keuangan. Pada dasarnya pengukuran kinerja merupakan perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang telah diberikan kepadanya untuk mencapai suatu goal congruence. Pengukuran kinerja dalam suatu perusahaan pada akhirnya tidak terlepas dari keterkaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan.

Menurut Dewi (2004) untuk melakukan penilaian kinerja keuangan dalam suatu perusahaan dapat dilihat melalui 2 (dua) sudut pandang yang berbeda, yaitu:

a. Sudut pandang financial

Menurut sudut pandang ini, pengukuran kinerja meliputi aspek-aspek financial perusahaan seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. b. Sudut pandang non financial

Menurut sudut pandang ini, pengukuran kinerja dari aspek-aspek non financial perusahaan seperti kepuasan pelanggan, inovasi produk, dan

pengembangan peusahaan.

Menurut Pradhono et al. (2004), pengukuran kinerja perusahaan dapat terbagi menjadi tiga pokok utama, yaitu:

a. Pengukuran laba: Earning Per Share (EPS), Return on Asset (ROA),

Return on Net Asset (RONA), Return on Capital Employment (ROCE),

Return on Equity (ROE).

b. Pengkuran Cash Flow: free cash flow, Cash Flow Return on Gross Investment (CFROI), Total Shareholder Return (TSR) dan Total Business


(39)

commit to user

c. Pengukuran Nilai: Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Cash Value Added (CVA) dan Shareholder Value (SHV).

Pengukuran kinerja keuangan ini penting karena dengan kinerja ini para manajer mendapatkan informasi yang akan digunakan dalam menentukan ukuran keuangan perusahaan untuk pengambilan keputusan. Ngui et. al (2007) menyatakan kinerja perusahaan merupakan faktor yang penting dalam dunia pasar modal. Apabila kinerja perusahaan meningkat, pasar akan merespon dengan meningkatnya nilai perusahaan yaitu meningkatnya harga saham perusahaan. Harga saham yang meningkat memunculkan potensi meningkatnya capital gain yang diperoleh pemegang saham. Dengan kinerja yang meningkat, diharapkan harga saham perusahaan meningkat, sehingga pemegang saham dapat memperoleh keuntungan melalui

capital gain. Mekanisme corporate governance yang baik diharapkan

menjadikan aktivitas perusahaan berjalan lebih baik, sehingga kinerja perusahaan menjadi meningkat.

Penelitian ini menggunakan ukuran kinerja keuangan berupa return on equity dengan alasan bahwa rasio ini menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam menyediakan pengembalian keuangan pada penyedia dana internal yang dalam hal ini adalah investor saham. Oleh karena itu, ROE mampu menggambarkan tingkat pengembalian secara keuangan bagi pemegang saham (investor) yang selaras dengan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu institutional ownership.


(40)

commit to user

B. Review Penelitian dan Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan

Kepemilikan institusional dapat diartikan sebagai proporsi saham yang beredar yang dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun dan lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Wahidawati, 2001). Siregar dan Utama (2005) dalam penelitiannya mendefinisikan kepemilikan institusional sebagai kepemilikan saham oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking. Berbeda dengan blockholder yang dalam kepemilikan hanya pada seorang ataupun sebuah

keluarga, kepemilikan institusional lebih mengacu pada institusi yang dapat berupa asuransi, bank ataupun institusi lainnya.

Peningkatan kepemilikan institusional dapat menyebabkan kinerja manajer diawasi secara optimal dan terhindar dari perilaku opportunistic. Kepemilikan institusional juga dianggap lebih dapat dengan tepat memperkirakan keuntungan di masa mendatang daripada kepemilikan non institusional (Jiambalvo, Rajgopal, dan Venkatachalam, 2002). Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Jika investor institusional tidak puas dengan kinerja manajemen, maka mereka dapat menjual sahamnya (Murni dan Andriana, 2007).

Kouki dan Guizani (2009) menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang besar merupakan cara untuk monitoring agent. Peningkatan


(41)

commit to user

kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost atas debt dan insider ownership karena semakin besar kepemilikan institusional maka akan dapat

mengurangi terjadinya konflik antara kreditur dan manajer, dan akhirnya dapat menekan biaya keagenan. Waddock dan Graves (1994) menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara jumlah institusi yang memiliki saham dan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan. Hal tersebut dikuatkan oleh penelitian Mahoney dan Robert (2003) yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara kinerja sosial perusahaan dan jumlah kepemilikan institusional.

Kircmaier dan Grant (2006) melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan blockholder akan

berpengaruh terhadap tata kelola perusahaan yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Para pelaku pasar akan merespon peningkatan kinerja tersebut melalui harga saham yang meningkat. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja dan nilai perusahaan.

Ujiyantho dan Pramuka (2007) melakukan penelitian tentang mekanisme corporte governance, manajemen keuangan dan nilai perusahaan. Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta 2002-2004. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa


(42)

commit to user

kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Manajemen laba (discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan (cash flow return on assets).

Uraian di atas mendasari perumusan hipotesis pertama dalam penelitian ini, seperti berikut:

H1: Terdapat pengaruh struktur kepemilikan institusional (institutional ownership) terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia.

2. Pengaruh Board Independence (Dewan Komisaris Independen) terhadap Kinerja Keuangan

Menurut FCGI (2003), dewan komisaris merupakan inti dari

corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi

perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Aktifnya peranan dewan komisaris dalam praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Di Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris tidak menjalankan peran pengawasannya terhadap dewan direksi. Dewan komisaris dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam


(43)

commit to user

fakta bahwa banyak anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya sehingga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholder lainnya.

Komisaris independen merupakan salah satu bagian inti dari perusahaan dalam mengawasi pengurusan perseroan yang dilakukan oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan operasional perusahaan (Kusuma dan Susanto, 2004). Penelitian oleh Ngui, et al. (2007) menyatakan bahwa komisaris independen menjembatani kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham. Komisaris independen menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap kinerja manajemen perusahaan dan akan berusaha untuk memastikan bahwa manajemen akan melakukan pengelolaan perusahaan yang bertujuan memaksimalkan return bagi pemegang saham.

Dewan komisaris independen merupakan alat pemonitoran yang efektif. Bukti empiris mengenai jumlah komisaris independen yang efektif masih belum konsisten. Song dan Windram (2000) memberikan bukti empiris bahwa jumlah komisaris independen yang lebih kecil meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan menurunkan probabilitas kesalahan dalam pelaporan keuangan. Yermack (1996) mendukung jumlah komisaris yang lebih sedikit, karena penilaian perusahaan yang lebih baik terkait dengan jumlah komisaris yang lebih sedikit. Shivdasani (1993) beragumen bahwa semakin besar jumlah dewan komisaris independen merefleksikan reputasi yang semakin baik sebagai pemonitor. Dengan proporsi anggota independen yang besar dalam


(44)

commit to user

struktur dewan komisaris, akan memberikan efek pengawasan yang lebih baik dan dapat membatasi peluang-peluang kecurangan pihak manajerial (Fama dan Jensen, 1983). Hal ini berarti dewan komisaris independen mendapat respon positif dari para investor, namun jumlah komisaris yang efektif masih menjadi perdebatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Susanto (2004) tentang efektivitas mekanisme bonding yang merupakan kasus pada perusahaan-perusahaan yang dikontrol komisaris independen mendapatkan hasil bahwa peran komisaris independen tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap mekanisme bonding dividen dan utang dalam mengurangi masalah agensi. Penelitian yang dilakukan oleh Harford et. al (2008) menemukan bahwa peran komisaris independen secara positif berpengaruh terhadap tingkat leverage (utang) perusahaan. Di mana dewan yang lebih kuat dan independen akan mendesak perusahaan untuk mempunyai atau melakukan pendanaan melalui utang yang lebih besar dan dalam bentuk utang jangka pendek yang besar pula.

Paparan di atas menjadi dasar pengembangan hipotesis kedua dalam penelitian, yaitu seperti berikut ini:

H2: Terdapat pengaruh anggota dewan komisaris independen (board

independence) terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di


(45)

commit to user

3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menguji pengaruh komite audit terhadap kinerja keuangan. Klein (2002) menyatakan bahwa komite audit secara internal diharapkan akan mampu meningkatkan efektivitas operasional perusahaan. Komite audit diharapkan mampu mengurangi praktik manipulasi laba dalam perusahaan yang dapat merugikan pemegang saham. Komite audit bertugas mengamati seluruh proses keuangan dalam perusahaan, hal tersebut dapat dilihat pada pertemuan rutin komite audit dengan auditor independen dan manajer keuangan perusahaan, proses audit dan pengendalian akuntansi secara internal.

Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Penelitian DeFond dan Jiambalvo (1991); McMulen (1996); Beasly dan Salterio (2001); Mc Mullen dan Raghunandan (1996) mendukung keberadaan komite audit yang dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Hal ini menandakan bahwa investor telah melihat nilai lebih pada perusahaan yang memiliki komite audit independen. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Beasley (1996); Kalbers (1992) dan juga Menon dan


(46)

commit to user

William (1994), menunjukkan tidak adanya perbedaan antara perusahaan yang memiliki komite audit independen dengan yang tidak. Hasil penelitian ini menandakan ketidakpercayaan investor terhadap kemampuan komite audit dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan.

Komite audit yang aktif akan meningkatkan peran mereka untuk mengejar tujuan dari perusahaan. Maka komite audit akan melakukan pertemuan tiap tahunnya. Frekuensi rapat komite audit akan menunjukkan apakah komite itu aktif atau tidak. Meskipun kehadiran direktur non eksekutif dihubungkan dengan efektivitas komite audit, itu tidak menjamin. Menon dan Williams (1994) menunjukkan bahwa komite audit independen tidak menjamin efektivitas kecuali komite ini aktif. Selain itu, Kalbers dan Forgarty (1993) mendukung argumen ini dan menunjukkan efektivitas komite audit itu hanya akan terwujud jika anggota berkomitmen untuk mengejar peran dan tugas mereka. Persyaratan pencatatan di BMB (2001), BRC (1999) dan Treadway Commission (1987) mengusulkan bahwa komite audit harus bertemu setidaknya empat kali setahun.

Jumlah pertemuan merupakan upaya yang dilakukan oleh komite audit untuk memastikan kinerja perusahaan dan pelaporan keuangan yang baik. Komite audit yang aktif adalah komite yang melakukan review laporan keuangan dan transaksi untuk memastikan bahwa kontrol internal di dalam perusahaan telah dilakukan dengan tepat dan sesuai.

Sharma et al. (2009) melakukan penelitian terkait keberadaan komite audit dalam mekanisme good corporate governance dengan hasil bahwa


(47)

commit to user

frekuensi rapat yang dilakukan oleh komite audit berhubungan dengan besarnya ukuran atau jumlah anggota komite audit dan kinerja perusahaan. Adanya frekuensi rapat komite audit lebih banyak mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh komite audit berjalan dengan efektif dalam arti bahwa tiap terjadi permasalahan dalam perusahaan dapat langsung dibahas dalam rapat komite audit sehingga dapat lebih cepat ditemukan penyelesaian sehingga tidak menurunkan kinerja perusahaan. Raghunandan dan Rama (2007) menguji ukuran komite audit dan frekuensi rapat komite audit terkait proses monitoring dan kinerja perusahaan dengan hasil bahwa ukuran dan frekuensi komite audit mempunyai pengaruh terhadap tingkat kinerja perusahaan. Hasil yang sama diperoleh Carcello dan Neal (2003) bahwa frekuensi rapat komite audit menghasilkan satu proses monitoring yang efektif terhadap kegiatan operasional perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik.

Ngui et al. (2007) menyatakan bahwa keberadaan komite audit dapat berfungsi mengurangi potensi kecurangan yang ada dalam perusahaan. Proses audit akan membuat manajemen lebih berhati-hati dalam membuat laporannya. Peran monitoring secara keseluruhan dari komite audit akan membuat manajemen bekerja lebih baik lagi. Dengan pengelolaan perusahaan yang baik, diharapkan kinerja perusahaan juga dapat meningkat.

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini didasarkan pada paparan di atas, adapun hipotesis yang dimaksud seperti berikut ini:


(48)

commit to user

H3: Terdapat pengaruh frekuensi rapat komite audit (audit committee meeting frequency) terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia.

4. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan dengan gambar II.1 seperti berikut ini.

Variabel independen variabel dependen

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh institutional ownership, board independence, dan audit committee meeting frequency sebagai terhadap

financial performance perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek

indonesia. Institutional ownership, board independence, dan audit committee merupakan mekanisme dalam tata kelola perusahaan yang baik (good

H3

Institutional Ownership

Board independence

Audit Committee Meeting Frequency

Financial Performance

H1

H2

Firm size


(49)

commit to user

corporate governance) yang menitik beratkan pada proses pengawasan

operasional perusahaan dan meminimalisasi konflik keagenan (agency

conflict) di antara manajemen dan prinsipal perusahaan. Dengan problem

agensi yang dapat diminimalisasi tersebut diharapkan kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan lancar dan meningkatkan kinerja perusahaan.

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan perusahaan oleh institusi atau lembaga tertentu. Kepemilikan ini mempunyai karakteristik yang kuat untuk melakukan pengawasan pada perusahaan mengingat institusi mempunyai sumberdaya dan sumberdana yang lebih kuat dibanding kepemilikan perorangan sehingga dengan pengawasan yang lebih kuat tersebut dapat berpengaruh pada peningkatan kinerja perusahaan. Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang berasal dari baik pihak eksternal perusahaan yang lebih dapat bersifat netral tidak memihak manajemen maupun prinsipal sehingga pengawasan yang dilakukan dapat lebih baik dan mempengaruhi pencapaian kinerja perusahaan yang lebih baik. Komite audit merupakan lembaga yang dibentuk untuk melakukan pengawasan dan memastikan kegiatan yang dilakukan perusahaan dapat mencapai kinerjanya. Dalam melakukan pengawasan kegiatan operasional ditandai dengan adanya rapat anggota komite audit. Rapat komite audit dilakukan guna merespon permasalahan yang terjadi dan frekeuensi rapat komite audit mengindikasikan aktivitas yang dilakukan oleh komite audit dalam melakukan pengawasan perusahaan sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.


(50)

commit to user

Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Ukuran perusahaan biasanya dinyatakan dengan jumlah aset, pendapatan atau kewajiban perusahaan. Perusahaan yang mempunyai ukuran besar diindikasikan mempunyai sumberdaya yang besar dan akses untuk memperoleh sumberdaya yang luas sehingga mempunyai keleluasaan yang cukup untuk melakukan proses operasional dan pada akhirnya mampu menghasilkan kinerja perusahaan yang baik atau tinggi. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan dinyatakan dengan logaritma natural dari total aset perusahaan. Alasan penggunaan logaritma natural untuk total aset adalah bahwa untuk menghindari jumlah angka variabel yang berbeda secara ekstrem karena untuk ukuran menggunakan jumlah absolut rupiah sementara variabel lain menggunakan rasio.


(51)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang tujuan untuk mengetahui institutional ownership, board independence dan

audit committee meeting frequency terhadap financial performance pada

perusahaan manufaktur yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut sekaran (2000), pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antar kelompok atau interdependenesi dua variabel atau lebih.

2. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Populasi merupakan kelompok orang, kejadian atau peristiwa yang menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2003). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) per tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2008.

b. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian atau anggota dari populasi (Sekaran, 2003). Sampel merupakan beberapa anggota yang diambil dari populasi. Sampel yang diteliti pada tahun 2007-2008 harus menyediakan data yang


(52)

commit to user

dibutuhkan dalam penghitungan, pengukuran dan penilaian variabel. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode pengambilan anggota sampel ini menggunakan dasar beberapa kriteria sebagai berikut ini.

1) Perusahaan manufaktur yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia per 1 Januari 2007 sampai dengan per 31 Desember 2008. 2) Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan tahunan untuk periode tahun 2007 dan 2008 yang tersedia pada www.idx.co.id ataupun website perusahaan.

3) Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan tahunan yang mencantumkan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

3. Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2003). Alasan menggunakan data sekunder dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki waktu yang lebih luas. Data dalam penelitian ini diperoleh dari data publikasi laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel yaitu seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Adapun data berikut terdiri dari data berikut ini.

a. Data perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007 dan 2008.


(53)

commit to user

4. Definisi dan Pengukuran Variabel

a. Variabel dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan (financial performance) yang diproksikan dengan return on equity (ROE). ROE merupakan kemampuan perusahaan dengan dalam

memperoleh laba atas jumlah ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. ROE dalam penelitian ini diformulakan dengan rumus seperti berikut ini.

ROE =

b. Variabel independen

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari:

1) Institutional Ownership

Institutional ownership merupakan jumlah kepentingan atas saham

perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham institusi. Variabel ini diukur dengan persentase kepemilikan saham institusi. Variabel ini diukur dengan formula seperti berikut ini.

2) Board independence

Board independence merupakan anggota dewan komisaris yang

berasal dari pihak luar atau independen. Variabel ini diukur dengan formula seperti berikut ini.


(54)

commit to user 3) Audit Committee Meeting Frequency

Audit Committee Meeting Frequency merupakan jumlah rapat komite

audit dalam satu periode. Variabel ini diukur dengan jumlah frekuensi rapat komite audit dalam satu periode akuntansi.

c. Variabel kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang ditentukan dengan nilai logaritma natural atas total aset perusahaan. Ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol didasarkan pada alasan bahwa perusahaan yang besar mempunyai sumber daya dan sumber dana yang lebih besar serta akses yang lebih leluasa di dalam perolehan dana. Dengan hal tersebut memungkinkan perusahaan besar untuk menciptakan operasional yang dan mecapai kinerja keuangan yang lebih baik dibanding dengan perusahaan kecil yang relatif terbatas baik dari segi sumber daya, sumber dana maupun akses perolehan dana.

5. Metode Analisis Data

1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut ini.

a. Pengujian Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi dengan membagi model regresi, variabel pengganggu atau


(55)

commit to user

residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005). Untuk menguji normalitas, peneliti akan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Jika nilai ρ value > 0.05 maka data tersebut berdistribusi normal, jika ρ value < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan asumsi central limit theorem yang menyatakan bahwa untuk sampel besar (n > 30) akan mendekati suatu distribusi normal (Gujarati, 2003).

b. Pengujian Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara independen. Jika variabel independen saling korelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel

sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolinieritas di dalam model, peneliti akan melihat Tolerence dan Variance Infaltion Factors (VIF) dengan alat bantu program Statistical

Product and Service Solution (SPSS).

Tolerence mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerence yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerence). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerence < 0.10 atau sama


(56)

commit to user

dengan nilai VIF > 10. Bila ternyata dalam model terdapat multikolinieritas, peneliti akan mengatasi hal tersebut dengan transformasi variabel. Transformasi variabel merupakan salah satu cara mengurangi hubungan linier di antara variabel independen. Transformasi dapat dilakukan dalam bentuk logaritma natural dan bentuk first difference atau delta (Ghozali, 2005).

c. Pengujian Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sam lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena “gangguan” pada individu atau kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data cross section (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena gangguan pada observasi yang berbeda berasal dari individu atau kelompok yang berbeda. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2005). Untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi, penelitian ini menggunakan alat statistik berupa run test dengan kriteria pengujian didasarkan pada nilai asymp sig. Apabila nilai asymp sig > 5% maka dapat dinyatakan tidak terdapat


(57)

commit to user

autokorelasi dan sebaliknya jika lebih kecil 5%, maka terdapat autokorelasi dalam model regresi yang digunakan.

d. Pengujian Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross section mengandung siatuasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang, atau besar) (Ghozali, 2005). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model, peneliti akan menggunakan uji Glejser dengan bantuan program SPSS. Apabila koefisien parameter beta > 0.05 maka tidak ada masalah heteroskedastisitas (Ghozali, 2005). Jika ternyata dalam model terdapat heteroskedastisitas, maka cara memperbaiki dapat dilakukan dengan:

a) Melakukan transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi model regresi dengan salah satu variabel independen yang digunakan dalam model tersebut.

b) Melakukan transformasi logaritma.


(58)

commit to user

Sesuai dengan kerangka pemikiran dan pengajuan hipotesis di atas maka hipotesis akan diuji dengan persamaan regresi seperti berikut ini.

Keterangan:

FP = Financial performance β0, = Konstanta

β1...β4 = Koefisien regresi

INSTT = Institutional ownership BOARD = Dewan komisaris independen FREQ = Frekuensi rapat komite audit LN_SIZE = Ukuran perusahaan

εi = Error term

a) Pengujian signifikansi-F

Untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen, maka peneliti menggunakan uji pengaruh simultan dengan alat bantu program SPSS versi 16.0. Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini.

(1) H0 diterima dan Ha ditolak, apabila nilai signifikansi lebih

dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen secara


(59)

commit to user

bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi tidak signifikan. (2) H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu apabila bila nilai

signifikansi kurang dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi signifikan.

b) Pengujian Parameter Individual (Uji signifikansi-t)

Uji signifikansi-t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini.

a) H0 diterima dan Ha ditolak yaitu apabila bila nilai

signifikansi lebih dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) H0 ditolak dan Ha diterima yaitu apabila nilai signifikansi

kurang dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen.


(60)

commit to user

Pengujian ini untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Tingkat ketepatan regresi dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk (R2) yang nilainya antara 0 sampai dengan 1. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen. Jika dalam suatu model terdapat lebih dari dua variabel independen, maka lebih baik menggunakan nilai adjusted R2.


(61)

commit to user

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengumpulan Data

Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris pengaruh

institutional ownership (INSTT), board independence (BOARD), audit

committee meeting frequency (FREQ) terhadap financial performance (FP).

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) dan laporan keuangan perusahaan yang

diakses melalui www.idx.co.id. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, diperoleh sampel penelitian dengan rincian.

Tabel IV.1

Hasil Pengambilan Sampel

Kriteria Sampel Jumlah

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI per 1 Januari

2007 sampai dengan 31 Desember 2008. 298

2. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan

menerbitkan laporan tahunan tetapi laporan tahunan tidak tersedia baik pada www.idx.co.id maupun website

perusahaan. 127

3. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan tahunan dengan informasi dan data

tidak lengkap, seperti frekwensi rapat komite audit 103

jumlah sampel penelitian. 68


(62)

commit to user

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 68 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI per 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2008. Atas jumlah tersebut, tidak ada perusahaan yang tidak menerbitkan laporan tahunan dan juga tidak terdaftar laporan perusahaan manufaktur yang tidak secara lengkap mencantumkan informasi dan data yang diperlukan dalam penelitian. Perusahaan yang dijadikan sampel sebanyak 68, adapun daftar perusahaan yang dijadikan sampel dapat dilihat pada lampiran. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan data dari perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Data digunakan untuk menganalisis pengaruh institutional

ownership (INSTT), board independence (BOARD), audit committee

meeting frequency (FREQ) terhadap financial performance (FP). Analisis

dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0.

B. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk melihat distribusi data yang digunakan sebagai sampel. Statitistik deskriptif menggambarkan distribusi data yang terdiri dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata dan nilai standar deviasi atas data variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut merupakan statistik deskriptif untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini.

Tabel IV.2

Hasil Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

INSTT 68 0,13 0,98 0,7077 0,18896


(63)

commit to user

FP 68 -0,87 0,78 0,1734 0,20832

FREQ 68 2,00 36,00 8,1618 5,14741

LN_SIZE 68 8,93 18,21 14,6306 1,50672

Valid N (listwise) 68

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel di atas menunjukkan untuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI memiliki rata-rata nilai INSTT sebesar 0,7077, nilai minimum sebesar 0,13 (13%) oleh PT. Metrodata Electronics Tbk. dan nilai maksimum sebesar 0,98 atau sebesar 98% yang dimiliki oleh PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Rata-rata nilai BOARD sebesar 0,3850, nilai minimum sebesar 0,25 (25%) oleh PT. Lautan Luas Surabaya Tbk. dan nilai maksimum sebesar 0,50 atau sebesar 50% yang dimiliki oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. Ratarata nilai FP sebesar 0,1734, nilai minimum sebesar -0,87 (-87%) oleh PT. Myoh Technology Tbk. dan nilai maksimum sebesar 0,78 yang dimiliki oleh PT.Unilever Indonesia Tbk. Rata-rata nilai FREQ sebesar 8,1618, nilai minimum sebesar 2,00 oleh PT. Myoh Technology Tbk., PT. Kalbe Farma Tbk. dan PT. Merck Tbk. dan nilai maksimum sebesar 36,00 yang dimiliki PT. Semen Gresik Tbk. Rata-rata nilai LN_SIZE sebesar 14,6306, nilai minimum sebesar 8,93 oleh PT. Myoh Technology Tbk. dan nilai maksimum sebesar 18,21 yang dimiliki oleh PT. Astra Graphia Tbk.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear

untuk menguji pengaruh institusional ownership (INSTT), board

independence (BOARD), audit committee meeting frequency (FREQ)

terhadap financial performance (FP). Namun sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik.


(64)

commit to user

C. Pengujian Asumsi Klasik

Model regresi dalam penelitian dapat digunakan untuk estimasi dengan signifikan dan representatif jika model regresi tersebut tidak menyimpang dari asumsi dasar klasik regresi berupa: normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov terhadap residual regresi yang dilakukan dengan

program SPSS 16.0. hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran. Secara ringkas hasil ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel IV.3

Hasil Uji Normalitas Data

Unstandardized Residual

N 68

Normal Parametersa Mean 0,0000000

Std. Deviation 15,12257335

Most Extreme Differences Absolute 0,110

Positive 0,110

Negative -0,082

Kolmogorov-Smirnov Z 0,910

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,379

a. Test distribution is Normal.

Sumber: hasil pengolahan data

Hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov dengan residual dapat diketahui p-value lebih besar dari 5% (p > α), maka dapat dinyatakan bahwa seluruh data memiliki sebaran data normal.


(65)

commit to user

Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terdapat korelasi antara variabel independen atau korelasinya rendah. Keberadaan multikolinearitas diketahui dengan Varians Inflating Factor (VIF) dan Tolerance. Berikut disajikan hasil uji multikolinearitas.

Tabel IV.4

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Keterangan

INSTT 0,848 1,179 Tidak terdapat multikolinearitas

BOARD 0,953 1,049 Tidak terdapat multikolinearitas

FREQ 0,809 1,235 Tidak terdapat multikolinearitas

LN_SIZE 0,967 1,034 Tidak terdapat multikolinearitas

Sumber: hasil pengolahan data

Hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan bahwa semua variabel independen memiliki nilai tolerance lebih dari 0,1 (10%), tidak ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 90%. Hasil penghitungan juga menunjukkan bahwa semua variabel bebas memiliki VIF kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model regresi yang digunakan.

3. Uji Autokorelasi

Pada penelitian ini menggunakan alat uji runs test. Dari pengujiaan ini dapat dilihat apakah terjadi autokorelasi atau tidak didasarkan pada nilai asymp. sig dalam uji run test. Apabila asymp. Sig. Lebih besar dari 5%, maka tidak terjadi gejala autokorelasi dan sebaliknya jika asymp. Sig. Lebih kecil 5% maka terjadi gejala aoutokorelasi dalam


(1)

commit to user

peluang-peluang kecurangan pihak manajerial sehingga meningkatkan kinerja keuangan perusahaan seperti profitabilitas (Fama dan Jensen, 1983). Hasil penelitian ini konsisten dengan bukti empiris yang diperoleh Filatotchev et al.

(2005) yang menyatakan bahwa keberadaan anggota komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima.

Tanda koefisien regresi untuk variabel audit committee meeting frequency adalah positif yaitu sebesar 0,12 yang mengindikasikan bahwa frekuensi rapat yang dilakukan oleh komite audit berhubungan dengan besarnya ukuran atau jumlah anggota komite audit dan kinerja perusahaan. Adanya frekuensi rapat komite audit lebih banyak mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh komite audit berjalan dengan efektif dalam arti bahwa tiap terjadi permasalahan dalam perusahaan dapat langsung dibahas dalam rapat komite audit sehingga dapat lebih cepat ditemukan penyelesaian sehingga tidak menurunkan kinerja perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Raghunandan dan Rama (2007) bahwa ukuran dan frekuensi komite audit mempunyai pengaruh terhadap tingkat kinerja perusahaan. Hasil yang sama diperoleh Carcello dan Neal (2003) bahwa frekuensi rapat komite audit menghasilkan satu proses

monitoring yang efektif terhadap kegiatan operasional perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima.


(2)

commit to user

adalah positif sebesar 0,56 yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi atau besar ukuran perusahaan semakin besar kemungkinan untuk mempunyai kinerja keuangan yang tinggi. Perusahaan besar mempunyai sumberdaya yang besar, akses bisnis yang luas sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan proses bisnis lebih lancar dan mencapai kinerja keuangan yang tinggi (Ahmad et al., 2009).


(3)

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Hasil analisis data yang telah dilakukan mendasari pengambilan kesimpulan yang dapat dinyatakan seperti berikut ini.

1. Variabel institutional ownership berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, hasil ini mengindikasikan bahwa semakin besar presentase kepemilikan saham institusi semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk mencapai kinerja keuangannya. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima atau didukung.

2. Variabel board independence berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, hasil ini mengindikasikan bahwa dewan komisaris independen merupakan alat pemonitoran yang efektif sehingga dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima atau didukung.


(4)

commit to user

terhadap kinerja keuangan perusahaan, hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi frekwensi rapat semakin besar kemungkinan untuk mencapai kinerja keuangan yang baik. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima atau didukung. 4. Variabel kontrol firm size berpengaruh positif terhadap kinerja

keuangan perusahaan, hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan dengan ukuran besar mempunyai kemungkinan untuk mencapai kinerja keuangan yang baik oleh karena perusahaan besar lebih mempunyai sumber daya dan akses perolehan sumber daya sehingga dapat menjamin kelancaran proses operasional perusahaan.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan beberapa keterbatasan yang dapat dinyatakan seperti berikut ini.

1. Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yang terdiri dari

institutional ownership, board independence, audit committee meeting frequency dan satu variabel kontrol berupa firm size.

2. Penelitian ini menggunakan periode penelitian dua tahun sehingga data dan observasi yang digunakan dalam penelitian ini terbatas sejumlah 68 observasi.


(5)

commit to user

3. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang membatasi hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi pada sektor industri lain.

4. Nilai adjusted R2 dalam penelitian ini sebesar 43,6% sehingga mengindikasikan adanya kemungkinan untuk penambahan variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

C. Saran

Atas dasar keterbatasan dalam penelitian ini, maka penulis dapat mengajukan rekomendasi yang dapat dinyatkan seperti berikut ini.

1. Penelitian berikutnya dapat menambah jumlah variabel independen dalam penelitan seperti kepemilikan manajerial dan kepemilikan keluarga untuk proksi sturktur kepemilikan, latar belakang pendidikan komite audit (expert), sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih mendalam.

2. Penelitian berikutnya dapat memperpanjang periode penelitian

sehingga dapat diperoleh jumlah sampel yang lebih banyak dan hasil penelitian yang lebih baik secara statistik.

3. Penelitian berikutnya dapat menambahkan sektor industri lain dalam penelitian sehingga hasil penelitian dapat diperbandingkan antar sektor industri dan dapat lebih bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan perusahaan.


(6)

commit to user


Dokumen yang terkait

PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 2 26

PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, BOARD INDEPENDENCE DAN AUDIT COMMITTEE MEETING FREQUENCY TERHADAP Pengaruh Institutional Ownership, Board Independence Dan Audit Committee Meeting Frequency Terhadap Financial Performance Perusahaan Farmasi Yang Terdafta

0 3 14

PENDAHULUAN Pengaruh Institutional Ownership, Board Independence Dan Audit Committee Meeting Frequency Terhadap Financial Performance Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 2 7

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Institutional Ownership, Board Independence Dan Audit Committee Meeting Frequency Terhadap Financial Performance Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 4 4

PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, BOARD INDEPENDENCE DAN AUDIT COMMITTEE MEETING FREQUENCY TERHADAP Pengaruh Institutional Ownership, Board Independence Dan Audit Committee Meeting Frequency Terhadap Financial Performance Perusahaan Farmasi Yang Terdafta

0 4 20

ANALISIS PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, INSIDER OWNERSHIP DAN OUTSIDER OWNERSHIP TERHADAP AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 2 101

ANALISIS PENGARUH BOARD SIZE, BOARD INDEPENDENCE, MANAGERIAL OWNERSHIP DAN INSTITUTIONAL OWNERSHIP TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005 – 2011).

0 0 15

Independence of the Central Bank (1)

0 0 30

The aims of central bank independence

0 0 15

ANALISIS PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, INSIDER OWNERSHIP DAN OUTSIDER OWNERSHIP TERHADAP AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 2 22