pada sektor angkutan dan komunikasi, di mana subsektor angkutan udara memberikan kontribusi terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya.
Walaupun wisman secara tidak langsung mengkonsumsi hasil pertanian tetapi subsektor pertanian ini juga mengalami peningkatan outputnya, kecuali
subsektor kehutanan. Sektor peternakan meningkat 0.48 persen merupakan peningkatan yang terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya dalam
sektor pertanian. Sementara subsektor tanaman pangan hanya meningkat 0.31 persen.
Tabel 45. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan
Mancanegara Sebesar 2 Persen Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
0.31 0.30
0.32 0.31
0.09 b. Perkebunan
0.23 0.24
0.26 0.19
0.30 c. Peternakan
0.48 0.47
0.49 0.47
0.48 d. Kehutanan
-0.28 -0.28
-0.28 -0.27
-0.27 e. Perikanan
0.34 0.34
0.34 0.34
0.34 2. Pertambangan dan
penggalian 0.38
0.39 0.34
0.39 0.31
3. Industri pengolahan 0.09
0.11 0.09
0.02 -0.19
4. Listrik, gas dan air bersih 0.70
0.70 0.70
0.70 0.70
5. Bangunan 1.42
1.42 1.42
1.42 1.42
6. a. Perdagangan 0.46
0.46 0.46
0.46 0.46
b. Restoran 0.13
0.13 0.13
0.13 0.13
c. Perhotelan 0.89
0.89 0.89
0.89 0.89
7. Angkutan dan komunikasi 1.79
1.62 1.92
1.90 2.27
8. Lembaga keuangan jasa perush
0.44 0.44
0.42 0.48
0.45 9. Jasa lainnya
0.30 0.30
0.32 0.29
0.30 TOTAL
0.55 0.56
0.63 0.47
0.37 Ketika jumlah wisman meningkat 0.63 persen karena membaiknya
perekonomian dari enam negara utama asal wisman memberikan dampak pada nilai tambah bruto sebesar 0.56 persen, sedikit di atas dampak terhadap outputnya.
Jika dilihat menurut sektornya maka dampak nilai tambahnya yang lebih kecil dari pada dampak terhadap ouput adalah subsektor tanaman pangan dan
peternakan serta sektor angkutan dan komunikasi. Ini menunjukkan bahwa sektorsubsektor ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan lebih rendah
dibanding sektorsubsektor lainnya. Upah gaji yang juga bisa mencerminkan kesejahteraan masyarakat
memberikan dampak terbesar dibanding komponen perekonomian lainnya ketika konsumsi wisman meningkat 0.57 persen saat perekonomian enam negara asal
wisman mengalami peningkatan 2 persen. Besarnya dampak tersebut sebesar 0.63 persen, hampir dua kali lipat dari dampak tenaga kerjanya yang hanya mencapai
0.37 persen. Secara keseluruhan ini mengindikasikan bahwa ada perbaikan tingkat upah gaji tenaga kerjanya. Namun ketika dilihat dampak sektoralnya ternyata
tenaga kerja pada sektor industri pengolahan justri mengalami penurunan tenaga kerjanya sebesar 0.19 persen sementara upah dan gajinya mengalami peningkatan
sebesar 0.09 persen. Hal ini bisa terjadi ketika peningkatan wisman lebih banyak mengkonsumsi produk industri pengolahan yang bersifat padat modal capital
intensive yang lebih membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian
skilled labor sementara tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian dengan sendirinya tidak akan terpakai ketika tenaga mereka digantikan oleh mesin. Selain
itu upah gaji bagi tenaga kerja yang masih terpakai akan mengalami peningkatan. Di sisi lain, tenaga kerja dalam sektor pertanian mengalami peningkatan
yang hampir sama dengan peningkatan upah gajinya, kecuali subsektor tanaman pangan. Ini menunjukkan bahwa dampak peningkatan wisman tidak terlalu
mempengaruhi kesejahteraan tenaga kerja di sektor pertanian. Sementara pekerja
pada subsektor tanaman pangan mengalami peningkatan kesejahteraan di mana pertumbuhan upah gajinya jauh lebih besar jika dibanding dengan pertumbuhan
tenaga kerjanya, yaitu 0.32 persen pertumbuhan upah gaji di subsektor ini sementara tenaga kerjanya hanya meningkat 0.09 persen.
7.2.3.2. Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen
Salah saatu indikator makroekonomi yang menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu negara adalah pertumbuhan GDP. Ketika GDP meningkat
berdasarkan persamaan simultan yang ada akan menguatkan nilai mata uang rupiah. Penguatan nilai mata uang ini akan menjadikan barang dan jasa di
Indonesia menjadi lebih mahal di mata wisman sehingga kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun.
Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, dampak wisman terhadap output nasional turun 0.10 persen. Penurunan terjadi hampir di seluruh
sektor kecuali sektor listrik, gas, dan air; sektor bangunan; subsektor perhotelan; dan sektor angkutan dan komunikasi. Pada sektor listrik, gas, dan air dan sektor
bangunan masing-masing naik 0.05 persen dan 0.77 persen. Sementara subsektor perhotelan dan sektor angkutan dan komunikasi masing-masing meningkat 0.24
persen dan 1.14 persen. Sebagian besar wisman yang berkunjung ke Indonesia menggunakan
transportasi angkutan udara sehingga penurunan jumlah kunjungan wisman akan terasa dampaknya pada subsektor angkutan udara. Namun demikian sektor
angkutan dan komunikasi secara keseluruhan masih tetap mengalami peningkatan. Sedangkan penurunan terendah pada subsektor peternakan yang menurun sebesar
0.17 persen.
Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, pariwisata internasional melalui kunjungan wismannya ke Indonesia tidak memberikan
kontribusi positif dalam pertumbuhan tersebut. Ini terlihat dari dampak penurunan jumlah kunjungan wisman terhadap nilai tambah bruto yang menurun sebesar
0.09 persen. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor kehutanan yang turun 0.92 persen. Sementara subsektor pertanian lainnya juga mengalami penurunan yang
berkisar antara 0.17 persen sampai dengan 0.40 persen. Tabel 46. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia
Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
-0.34 -0.34
-0.33 -0.34
-0.55 b. Perkebunan
-0.41 -0.40
-0.38 -0.45
-0.34 c. Peternakan
-0.17 -0.17
-0.16 -0.17
-0.17 d. Kehutanan
-0.92 -0.92
-0.92 -0.91
-0.91 e. Perikanan
-0.30 -0.30
-0.30 -0.30
-0.30 2. Pertambangan dan
penggalian -0.26
-0.25 -0.31
-0.25 -0.33
3. Industri pengolahan -0.55
-0.53 -0.55
-0.62 -0.83
4. Listrik, gas dan air bersih 0.05
0.05 0.05
0.05 0.05
5. Bangunan 0.77
0.77 0.77
0.77 0.77
6. a. Perdagangan -0.18
-0.18 -0.18
-0.18 -0.18
b. Restoran -0.51
-0.51 -0.51
-0.51 -0.51
c. Perhotelan 0.24
0.24 0.24
0.24 0.24
7. Angkutan dan komunikasi 1.14
0.97 1.27
1.24 1.61
8. Lembaga keuangan jasa perush
-0.21 -0.20
-0.22 -0.17
-0.20 9. Jasa lainnya
-0.34 -0.34
-0.33 -0.35
-0.34 TOTAL
-0.10 -0.09
-0.02 -0.17
-0.27 Pajak tak langsung yang merupakan salah satu sumber penerimaan
pemerintah mengalami penurunan terbesar kedua setelah tenaga kerja jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya ketika terjadi penurunan jumlah
kunjungan wisman sebagai akibat dari peningkatan GDP Indonesia. Besarnya
penurunan tersebut adalah 0.17 persen sedangkan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 0.27 persen.
7.2.3.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin
Output sektor pertanian selain dipengaruhi oleh faktor cuaca juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah baik yang langsung menyangkut
sektor pertanian maupun tidak ada kaitannya langsung terhadap sektor pertanian. Kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis
poin merupakan kebijakan yang tidak secara langsung berkaitan dengan sektor pertanian, namun secara tidak langsung akan mempengaruhi sektor pertanian.
Secara umum kebijakan ini akan meningkatkan output sebesar 0.02 persen melalui permintaan wisatawan mancanegara. Proses perubahan output ini terjadi ketika
suku bunga naik maka indeks harga konsumen turun dan harga pariwisata Indonesia di mata wisman akan menjadi lebih murah sehingga jumlah kunjungan
wisman meningkat yang mengakibatkan permintaan barang dan jasa pariwisata juga meningkat. Peningkatan permintaan ini akan meningkatkan output di
subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan, masing-masing sebesar 0.04persen dan 0.05 persen. Namun subsektor restoran mengalami penurunan 0.23
persen sehingga bahan baku subsektor ini yang berasal dari subsektor tanaman pangan dan subsektor perternakan maupun subsektor perikanan juga mengalami
penurunan, masing-masing 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Penurunan yang terjadi di subsektor restoran ketika jumlah wisman meningkat
mengindikasikan bahwa konsumsi wisman terhadap makanan di restoran beralih ke konsumsi makanan jadi yang merupakan produk dari sektor industri sehingga
sektor industri mengalami peningkatan sebesar 0.04 persen.
Dampak permintaan wisatawan mancanegara akibat kebijakan kontraksi moneter pada penambahan nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penambahan outputnya, yaitu 0.05 persen pada nilai tambah dan 0.02 persen pada output. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pariwisata internasional, khususnya
wisatawan mancanegara memberikan kontribusi nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontribusi aktifitas non pariwisata. Secara total
walaupun nilai tambahnya meningkat saat permintaan barang dan jasa oleh wisman meningkat, namun secara sektoral ada yang mengalami penurunan.
Tabel 47. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin
Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
-0.08 -0.08
-0.08 -0.08
-0.04 b. Perkebunan
0.04 0.04
0.10 0.01
-0.03 c. Peternakan
-0.15 -0.15
-0.15 -0.15
-0.15 d. Kehutanan
0.05 0.05
0.05 0.05
0.04 e. Perikanan
-0.12 -0.12
-0.12 -0.12
-0.12 2. Pertambangan dan
penggalian -0.05
-0.06 -0.04
-0.06 -0.04
3. Industri pengolahan 0.04
0.02 0.04
0.02 0.04
4. Listrik, gas dan air bersih -0.02
-0.02 -0.02
-0.02 -0.02
5. Bangunan -0.29
-0.29 -0.29
-0.29 -0.29
6. a. Perdagangan -0.03
-0.03 -0.03
-0.03 -0.03
b. Restoran -0.23
-0.23 -0.23
-0.23 -0.23
c. Perhotelan -0.11
-0.11 -0.11
-0.11 -0.11
7. Angkutan dan komunikasi -0.46
-0.23 -0.54
-0.58 -0.79
8. Lembaga keuangan jasa perush
0.67 0.67
0.68 0.65
0.67 9. Jasa lainnya
1.24 1.23
1.20 1.27
1.24 TOTAL
0.02 0.05
0.03 0.01
0.04 Kenaikan devisa pariwisata akibat dari kebijakan kontraksi moneter
dengan menaikkan tingkat suku bunga 25 basis poin berdampak pada upah gaji yang meningkat sebesar 0.03 persen. Secara sektoral peningkatan terbesar terjadi
pada sektor jasa lainnya dan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan yang meningkat masing-masing sebesar 1.20 persen, dan 0.68 persen. Namun pada
subsektor kehutanan yang tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan makanan untuk restoran juga mengalami peningkatan sebesar 0.05 persen. Sementara
subsektor pertanian yang berkaitan dengan bahan pokok yang diperlukan oleh restoran yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor peternakan, dan subsektor
perikanan masing-masing mengalami penurunan 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Upah gaji pada salah satu subsektor yang melayani langsung kepada
wisatawan yaitu subsektor perhotelan mengalami pennurunan sebesar 0.11 persen ketika jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat akibat kebijakan
kontraksi moneter ini. Hal ini bisa terjadi bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisman tidak diikuti dengan lama tinggal mereka selama berada di Indonesia
sehingga terjadi penurunan output di subsektor perhotelan yang diikuti dengan penurunan upah dan gaji di subsektor ini. Sementara peningkatan pengeluaran
mereka dibelanjakan untuk barang produk dari sektor industri pengolahan yang menunjukkan adanya peningkatan.
Penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung mengalami peningkatan 0.01 persen ketika jumlah wisman maupun pengeluarannya
meningkat akibat kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun apabila dilihat per sektorsubsektor ada yang
meningkat maupun menurun. Secara proporsi sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan sektorsubsektor lainnya.
Pertmbuhan positif sektor industri terhadap penerimaan pajak tak langsung sebagai akibat dari kebijakan kontraksi moneter ini menjadikan penerimaan pajak
tak langsung secara keseluruhan masih menunjukkan adanya peningkatan walaupun banyak sektorsubsektor yang mengalami penurunan. Selain sektor
industri yang memberikan kontribusi positif dalam penerimaan pajak tak langsung, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, sektor lembaga keuangan dan jasa
perusahaan, dan sektor jasa lainnya juga menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor jasa lainnya diikuti dengan sektor
lembaga keuangan dan jasa perusahaan yang masing-masing meningkat sebesar 1.27 persen dan 0.65 persen.
Peningkatan pengeluaran wisman selain digunakan untuk mengkonsumsi barang industri tetapi juga digunakan untuk kebutuhan jasa hiburan dan rekreasi di
mana output dari sektor ini meningkat dan membutuhkan tambahan tenaga kerja sebesar 1.24 persen. Secara keseluruhan dampak kebijakan kontraksi moneter ini
akan meningkatkan tenaga kerja sebanyak 0.04 persen di mana peningkatannya lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan upah gajinya. Ini menunjukkan
bbahwa dengan penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan akan menerima upah gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada
sebelumnya.
7.2.3.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik
2 Persen dan
Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di enam negara utama asal wisatawan maupun Indonesia masih memberikan dampak yang positif terhadap jumlah
kenjungan wisman ke Indonesia di mana pertumbuhan ekonomi dari negara asal dan tujuan wisman masing-masing memberikan dampak yang berbeda. Di satu
sisi pertumbuhan ekonomi di negara asal wisman sebesar 2 persen memberikan dampak positif terhadap jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 6.5 persen memberikan dampak terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman. Dari uraian ini menunjukkan
bahwa dampak pertumbuhan ekonomi negara asal wisatawan lebih dominan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tabel 48. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan
Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
0.36 0.35
0.37 0.35
-0.03 b. Perkebunan
0.11 0.13
0.12 0.08
0.29 c. Peternakan
0.69 0.68
0.70 0.67
0.69 d. Kehutanan
-0.75 -0.75
-0.75 -0.75
-0.74 e. Perikanan
0.43 0.43
0.43 0.43
0.43 2. Pertambangan dan
penggalian 0.12
0.13 0.08
0.13 0.07
3. Industri pengolahan -0.21
-0.20 -0.24
-0.26 -0.60
4. Listrik, gas dan air bersih 0.64
0.64 0.64
0.64 0.64
5. Bangunan 1.63
1.63 1.63
1.63 1.63
6. a. Perdagangan 0.46
0.46 0.46
0.46 0.46
b. Restoran 0.04
0.04 0.04
0.04 0.04
c. Perhotelan 1.46
1.46 1.46
1.46 1.46
7. Angkutan dan komunikasi 1.61
1.50 1.87
1.68 2.82
8. Lembaga keuangan jasa perush
0.05 0.06
0.03 0.12
0.06 9. Jasa lainnya
-0.24 -0.24
-0.21 -0.27
-0.24 TOTAL
0.48 0.53
0.62 0.45
0.30 Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi negara asal sebesar 2 persen dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat 0.58 persen dengan jumlah devisa yang
masuk ke Indonesia meningkat 0.50 persen. Peningkatan penerimaan devisa ini akan berdampak pada output yang meningkat 0.48 persen di mana peningkatan
tertinggi terjadi pada sektor bangunan diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi yang meningkat masing-masing sebsar 1.63 persen dan 1.61 persen.
Namun sektor industri pengolahan dan jasa lainnya justru mengalami penurunan ketika konsumsi wisman di Indonesia mengalami kenaikan. Ini bisa terjadi karena
pola konsumsi wisman berubah ketika pendapatan negara asal wisman meningkat dan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal karena indeks harga
konsumen Indonesia naik saat terjadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dampak konsumsi wisman terhadap nilai tambah lebih tinggi jika
dibandingkan dengan outputnya, yaitu 0.53 persen. Peningkatan nilai tambah bruto yang ada di subsektor pertanian lebih kecil dibandingkan dengan total nilai
tambah seluruh sektor, kecuali subsektor peternakan yang meningkat 0.68 persen, bahkan subsektor kehutanan mengalami penurunan sebesar 0.75 persen. Ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi yang lebih kecil ketika wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat saat terjadi pertumbuhan
ekonomi di enam negara asal wisman dan Indonesia. Peningkatan upah gaji sebagai dampak meningkatnya konsumsi wisman di
Indonesia adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Ketika enam negara utama asal wisman mengalami pertumbuhan
ekonomi sebesar 2 persen dan Indonesia tumbuh 6.5 persen konsumsi wisman meningkat 0.50 persen yang berdampak pada komponen upah gaji sebesar 0.62
persen yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja yang mencapai 0.30 persen. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan di sisi
tenaga kerja, semakin cepat peningkatan upah gaji dibanding peningkatan tenaga kerja, akan semakin sejahtera tenaga kerja tersebut. Secara sektoral yang
mengalami tingkat kesejahteraan tertinggi dibanding sektorsubsektor lainnya adalah subsektor tanaman pangan. Namun subsektor ini mengalami penurunan
tenaga kerja sebesar 0.03 persen sementara upah gajinya meningkat 0.37 persen ketika wisman meningkat 0.58 persen.
Hampir semua sektorsubsektor mengalami peningkatan pajak tak langsung ketika konsumsi wisman meningkat 0.50 persen, kecuali subsektor
kehutanan, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa lainnya yang menurun masing-masing 0.75 persen, 0.26 persen, dan 0.27 persen. Sementara sektor
angkutan dan kumunikasi mengalami pertumbuhan pajak tak langsung yang paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu 1.68 persen. Hal ini
sejalan dengan peningkatan output maupun nilai tambahnya karena kedatangan wisman ke Indonesia pasti menggunakan sarana angkutan yang ada di Indonesia,
khususnya angkutan udara. Demikian juga dengan tenaga kerjanya, sektor angkutan ini mengalami peningkatan terbesar jika dibanding dengan sektor
lainnya, yaitu 2.82 persen. Namun dari sisi kesejahteraan sektor ini akan menerima upah gaji yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya karena
pertumbuhan upah gajinya lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
7.2.3.5. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik
2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin
Salah satu instrumen untuk mengendalikan laju inflasi adalah tingkat suku bunga yang merupakan otoritas bank sentral untuk melakukannya. Ketika uang
yang beredar meningkat dan ketersediaan barang dan jasa tidak bisa mengimbangi peningkatan uang yang beredar maka yang terjadi adalah kenaikan harga umum
barang dan jasa yang dikenal dengan inflasi. Untuk menekan laju inflasi maka bank sentral bisa mengendalikan uang yang beredar melalui peningkatan suku
bunga yang akan berdampak pada penurunan harga pariwisata Indonesia di mata wisman yang pada giliran berikutnya akan meningkatkan jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara asal wisatawan juga akan meningkatkan jumlah penduduknya untuk melakukan
perjalanan ke luar negeri termasuk ke Indonesia. Tabel 49. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia
Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik Sebesar
25 Basis Poin Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
0.48 0.47
0.50 0.48
0.09 b. Perkebunan
0.24 0.25
0.24 0.21
0.42 c. Peternakan
0.81 0.81
0.83 0.80
0.81 d. Kehutanan
-0.63 -0.63
-0.63 -0.62
-0.61 e. Perikanan
0.56 0.56
0.56 0.56
0.56 2. Pertambangan dan
penggalian 0.24
0.26 0.20
0.26 0.20
3. Industri pengolahan -0.09
-0.07 -0.11
-0.14 -0.47
4. Listrik, gas dan air bersih 0.77
0.77 0.77
0.77 0.77
5. Bangunan 1.76
1.76 1.76
1.76 1.76
6. a. Perdagangan 0.58
0.58 0.58
0.58 0.58
b. Restoran 0.17
0.17 0.17
0.17 0.17
c. Perhotelan 1.59
1.59 1.59
1.59 1.59
7. Angkutan dan komunikasi 1.74
1.62 2.00
1.81 2.95
8. Lembaga keuangan jasa perush
0.18 0.18
0.15 0.24
0.19 9. Jasa lainnya
-0.12 -0.11
-0.08 -0.14
-0.12 TOTAL
0.61 0.65
0.74 0.57
0.43 Dari simulasi kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku
bunga sebesar 25 basis poin bersamaan dengan membaiknya perekonomian enam negara utama asal wisman sebesar 2 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia sebesar 0.66 persen serta devisa yang masuk ke Indonesia sebesar 0.62 persen. Peningkatan penerimaan devisa ini akan berdampak pada
peningkatan output maupun nilai tambahnya masing-masing sebesar 0.61 persen
dan 0.65 persen. Ini menunjukkan bahwa kombinasi simulasi ini akan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonominya melalui nilai tambah yang
diciptakan lebih besar jika dibandingkan dengan output nasional sebagai dampak dari pariwisata internasional di Indonesia. Artinya konsumsi wisman terhadap
barang dan jasa di Indonesia lebih kepada produk-produk yang menciptakan nilai tambah lebih tinggi. Secara sektoral masih ada beberapa sektorsubsektor yang
nilai tambahnya lebih kecil dibandingkan dengan outputnya, seperti subsektor tanaman pangan dan sektor angkutan dan komunikasi.
Upah dan gaji pada sektor angkutan dan komunikasi mengalami peningkatan yang terbesar jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu 2.00
persen ketika perumbuhan ekonomi enam negara utama asal wisman meningkat 2 persen bersamaan dengan peningkatan suku bunga di Indonesia sebesar 25 basis
poin. Namun peningkatan upah dan gaji pada sektor ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja pada sektor yang sama yang
meningkat sebesar 2.95 persen. Ini menunjukkan bahwa tambahan tenaga kerja akan menerima upah dan gaji lebih rendah dari pada tenaga kerja yang telah ada
sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor angkutan dan komunikasi lebih banyak menyerap tenaga kerja yang tidak terlatih unskilled labor.
Sebagai salah satu komponen nilai tambah, pajak tak langsung meningkat lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai tambahnya. Namun secara sektoral
ada beberapa sektorsubsektor yang pajak tak langsungnya meningkat lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tambahnya, seperti subsektor tanaman pangan, dan
sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan.
7.2.3.6. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku
Bunga Naik 25 Basis Poin
Ketika perekonomian Indonesia membaik maka jumlah devisa pariwisata yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan. Di sisi lain ketika kebijakan
kontraksi moneter dilakukan jumlah devisa pariwisata yang masuk ke Indonesia mengalami peningkatan.
Jika dua skenario dilakukan sekaligus terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi lebih dominan jika dibandingkan dengan kebijakan kontraksi moneter.
Ini terlihat dari dampak kunjungan wisman ke Indonesia terhadap output yang tetap mengalami penurunan sebesar 0.08 persen. Penurunan ini terjadi pada semua
sektorsubsektor dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan dan sektor angkutan dan komunikasi yang masing-masing mengalami penurunan
sebesar 0.30 persen dan 0.28 persen. Semua subsektor dalam sektor pertanian mengalami penurunan antara 0.03 persen dan 0.04 persen yang merupakan
dampak terkecil dalam outputnya. Kontribusi dampak wisman terhadap output terbesar dalam perekonomian adalah sektor industri pengolahan yang mengalami
penurunan sebesar 0.06 persen, dan ini mempengaruhi dampak output secara keseluruhan.
Dari sisi nilai tambah bruto, dampak wisman terhadap nilai tambah yang terbesar terjadi pada bangunan yang mengalami penurunan sebesar 0.30 persen
sementara sektor angkutan dan komunikasi menduduki posisi terbesar kedua juga mengalami penurunan sebesar 0.28 persen. Secara keseluruhan dampak
penurunan devisa pariwisata akibat kombinasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia
dan kebijakan kontraksi moneter terhadap penurunan nilai tambah adalah 0.08 persen yang sama besarnya dengan penurunan outputnya.
Berbeda dengan dampak wisman terhadap nilai tambah, dampak wisman terbesar terhadap upah dan gaji terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi.
Sektor ini mengalami penurunan 0.32 persen ketika jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar
6.5 persen dan peningkatan suku bunga sebesar 25 persen. Sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar dalam menyumbang nilai
tambah mengalami penurunan upah gaji sebesar 0.06 persen sehingga secara keseluruhan penurunan upah gaji sebesar 0.09 persen tidak jauh dengan
penurunan yang terjadi pada sektor industri pengolahan. Tabel 50. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia
Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut
SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
-0.03 -0.03
-0.03 -0.03
-0.03 b. Perkebunan
-0.04 -0.04
-0.04 -0.04
-0.04 c. Peternakan
-0.03 -0.03
-0.03 -0.03
-0.03 d. Kehutanan
-0.04 -0.04
-0.04 -0.04
-0.04 e. Perikanan
-0.03 -0.03
-0.03 -0.03
-0.03 2. Pertambangan dan
penggalian -0.11
-0.11 -0.11
-0.11 -0.12
3. Industri pengolahan -0.06
-0.06 -0.06
-0.04 -0.04
4. Listrik, gas dan air bersih -0.16
-0.16 -0.16
-0.16 -0.16
5. Bangunan -0.30
-0.30 -0.30
-0.30 -0.30
6. a. Perdagangan -0.06
-0.06 -0.06
-0.06 -0.06
b. Restoran -0.03
-0.03 -0.03
-0.03 -0.03
c. Perhotelan -0.03
-0.03 -0.03
-0.03 -0.03
7. Angkutan dan komunikasi -0.28
-0.28 -0.32
-0.28 -0.49
8. Lembaga keuangan jasa perush
-0.07 -0.07
-0.07 -0.08
-0.07 9. Jasa lainnya
-0.06 -0.06
-0.06 -0.06
-0.06 TOTAL
-0.08 -0.08
-0.09 -0.06
-0.07
Penurunan terkecil akibat kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kontraksi moneter ini adalah penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung
yang menurun sebesar 0.06 persen. Secara sektoral penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan yang menurun sebesar 0.30 persen. Sektor ini selalu
memberikan perubahan, baik peningkatan maupun penurunan yang relatif cukup besar karena kontribusinya secara keseluruhan adalah yang paling kecil sehingga
dengan sedikit perubahan saja akan memberikan nilai perubahan dalam persen yang lebih besar. Sementara sektor industri pengolahan memberikan kontribusi
yang paling besar dibanding dengan kontribusi sektor lainnya. Oleh karena itu besarnya perubahan sektor ini sebagai akibat simulai kebijakan akan dominan
mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Sektorsubsektor pertanian di Indonesia saat ini masih bersifat padat
karya. Hal ini terlihat dari dampak penurunan jumlah kunjungan wisman di Indonesia akibat dari kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan
moneter. Kontribusi tenaga kerja terbesar adalah subsektor tanaman pangan yang diikuti oleh sektor industri pengolahan. Kedua sektor ini mengalami penurunan
tenaga kerjanya masing-masing 0.03 persen dan 0.04 persen. Subsektor hotel dan subsektor restoran yang merupakan bagian dari sektor pariwisata mengalami
dampak yang sama akibat turunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Tenaga kerja pada subsektor restoran dan hotelakomodasi lainnya mengalami
penurunan sebesar 0.03 persen. Hal ini bisa terjadi ketika jumlah kunjungan wisman menurun maka malam kamar hotel yang digunakan oleh wisman juga
menurun sehingga output hotel menurun yang pada giliran berikutnya jumlah tenaga kerja yang digunakan di subsektor ini juga akan menurun. Demikian juga
halnya dengan subsektor restoran menunjukkan adanya penurunan konsumsi makanan oleh wisman ketika kunjungan wisman ke Indonesia mengalami
penurunan. Besar kecilnya dampak ini tergantung dari besaran angka pengganda yang ada dalam alat analisis uang digunakan, yaitu Tabel Input-Output.
7.2.3.7. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku
Bunga Turun 25 Basis Poin
Simulasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter yang dilakukan secara terpisah masing-masing memiliki dampak
terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya sehingga devisa yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan. Ketika kombinasi
simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan ekspansi moneter dilakukan sekaligus mengakibatkan jumlah devisa yang masuk ke Indonesia semakin
menurun. Secara keseluruhan output akan menurun 0.17 persen saat jumlah devisa
yang dibawa wisman ke Indonesia menurun akibat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen dan penurunan suku bungan sebesar 25 basis poin.
Penurunan ini terjadi pada sebagian besar sektorsubsektor dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang mengalami penurunan
sebesar 0.65 persen. Subsektor pertanian semuanya juga mengalami penurunan dengan penurunan terkecil terjadi pada subsektor kehutanan yang menurun 0.13
persen. Di sisi lain peningkatan output terjadi pada sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya yang masing-masing mengalami
peningkatan 0.48 persen dan 1.05 persen.
Turunnya nilai tambah terbesar yang merupakan dampak turunnya kunjungan wisman terjadi pada sektor bangunan yang mengalami penurunan
sebesar 0.47 persen. Demikian juga halnya pada sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar kedua mengalami penurunan 0.16 persen. Namun
peningkatan nilai tambah juga terjadi pada sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya yang masing-masing mengalami peningkatan
0.48 persen dan 1.05 persen. Tabel 51. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia
Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin
Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
-0.27 -0.27
-0.27 -0.27
-0.23 b. Perkebunan
-0.14 -0.14
-0.09 -0.18
-0.21 c. Peternakan
-0.33 -0.33
-0.33 -0.33
-0.33 d. Kehutanan
-0.13 -0.13
-0.13 -0.14
-0.14 e. Perikanan
-0.31 -0.31
-0.31 -0.31
-0.31 2. Pertambangan dan
penggalian -0.24
-0.24 -0.23
-0.24 -0.23
3. Industri pengolahan -0.15
-0.16 -0.15
-0.17 -0.14
4. Listrik, gas dan air bersih -0.21
-0.21 -0.21
-0.21 -0.21
5. Bangunan -0.47
-0.47 -0.47
-0.47 -0.47
6. a. Perdagangan -0.21
-0.21 -0.21
-0.21 -0.21
b. Restoran -0.41
-0.41 -0.41
-0.41 -0.41
c. Perhotelan -0.29
-0.29 -0.29
-0.29 -0.29
7. Angkutan dan komunikasi -0.65
-0.42 -0.73
-0.76 -0.98
8. Lembaga keuangan jasa perush
0.48 0.48
0.49 0.46
0.48 9. Jasa lainnya
1.05 1.05
1.01 1.08
1.05 TOTAL
-0.17 -0.13
-0.16 -0.18
-0.15 Salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kesejahteraan rumahtangga
adalah dengan melihat upah gajinya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar upah gaji yang diterima semakin sejahtera rumahtangga
penerimanya. Dengan adanya penurunan penerimaan devisa pariwisata akibat
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter berakibat terhadap menurunnya kesejahteraan rumahtangga di mana upah gaji sebagai salah
satu komponen dalam nilai tambah ini menurun 0.18 persen. Secara sektoral penurunan ini terjadi pada sebagian besar sektorsubsektor sementara sektor
lembaga keuangan dan jasa perusahaan serta sektor jasa lainnya tetap mengalami peningkatan. Upah gaji yang ada di semua subsektor pertanian mengalami
penurunan antara 0.09 persen sampai dengan 0.33 persen. Salah satu sumber dana untuk membiayai pembangunan oleh pemerintah
adalah melalui peningkatan penerimaan pajak tak langsung yang juga merupakan salah satu komponen nilai tambah. Kebijakan ekspansi fiskal pemerintah bisa
dilakukan dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah dan atau dengan menurunkan tarif pajak. Sementara pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan
kebijakan ekspansi berakibat pada menurunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang selanjutnya berdampak pada penurunan penerimaan pajak tak
langsung sebesar 0.18 persen. Penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang diikuti oleh sektor bangunan, masing-masing sebesar 0.76
persen dan 0.47 persen. Secara sektoral kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang
paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Sebagai sektor yang padat karya sektor ini mengalami penurunan di semua subsektornya karena penurunan
jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun akibat kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Subsektor peternakan mengalami penurunan
yang terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Namun kontribusi subsektor ini dalam sektor pertanian adalah terbesar kedua setelah subsektor
tanaman pangan. Kontribusi terbesar dampak terhadap tenaga kerja terjadi pada subsektor tanaman pangan yang menurun 0.23 persen. Sektor industri pengolahan
yang merupakan kontributor terbesar kedua setelah sektor pertanian juga mengalami penurunan tenaga kerjanya sebesar 0.14 persen. Sedangkan
kontributor tenaga kerja terbesar ketiga adalah sektor jasa lainnya yang meningkat 1.05 persen saat wisman yang berkunjung ke Indonesia menurun. Secara
keseluruhan tenaga kerja menurun 0.15 persen karena turunnya permintaan barang dan jasa oleh wisman akibat kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan
kebijakan ekspansi moneter.
7.2.3.8. Travel Warning
Kegiatan pariwisata selama ini masih mengandalkan keindahan alam yang memang sangat beragam antar daerah. Selain itu unsur budaya yang sangat
heterogen di Indonesia juga menjadi daya tarik tersendiri. Keinginan wisman untuk mengunjungi Indonesia antara lain adalah untuk menikmati keindahan alam
yang ada. Namun demikian niat untuk berkunjung ke Indonesia bisa batal ketika rasa aman dan nyaman sudah tidak bisa diperoleh lagi. Pemberitaan melalui
berbagai media elektronik yang terus bertubi-tubi terkait dengan rasa ketidakamanan di Indonesia membuat negara asal wisman memberikan peringatan
kepada warganya agar berhati-hati kalau mau berkunjung ke Indonesia. Hal ini terjadi setelah adanya bom Bali yang menewaskan cukup banyak wisman yang
sedang berlibur ke pulau Dewata tersebut. Negara-negara tersebut akhirnya memberikan travel warning terhadap Indonesia dan meminta warganya untuk
tidak mengunjungi Indonesia terlebih dahulu.
Travel warning ini diterapkan oleh negara asal wisatawan tidak hanya
disebabkan oleh adanya ancaman keamanan tetapi juga bisa diterapkan ketika muncul wabah penyakit di suatu negara. Dampak dari pada travel warning ini
adalah menurunnya jumlah kunjungan wisman. Setelah bom Bali 1 dan 2 terjadi, jumlah kunjungan wisman mengalami
penurunan yang sangat drastis. Untuk memulihkan citra aman kepada wisman memerlukan upaya yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tetapi juga
oleh para pengusaha pariwisata dan kalangan masyarakat pada umumnya. Akhirnya orang juga menyadari bahwa peristiwa bom bunuh diri bisa terjadi di
mana saja. Dengan tertangkapnya gembong teroris di Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia sangat serius untuk menangani terorisme ini.
Namun demikian situasi ke depan tidak bisa diprediksi bahwa tidak akan terjadi lagi aksi terorisme yang sangat tidak dikehendaki oleh semua orang di dunia ini
kecuali para pelaku itu sendiri yang hanya mengutamakan kepentingan sesaat untuk kelompoknya sendiri. Oleh karena itu dalam simulasi ini menggunakan
skenario seandainya travel warning diterapkan lagi pada tahun 2012. Jumlah wisman akan mengalami penurunan yang cukup signifikan,
yaitu 10.66 persen, ketika travel warning diterapkan kepada Indonesia oleh negara asal wisatawan. Demikian juga halnya dengan devisa yang masuk ke Indonesia
akan menurun lebih besar lagi yaitu 11.33 persen. Penurunan konsumsi wisman di Indonesia ini akan menurunkan output karena permintaan pariwasata internasional
turun 11.16 persen. Penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang mencapai 20.93 persen, sementara penurunan output terkecil
adalah subsektor kehutanan yang hanya turun sebesar 4.29 persen. Secara sektoral
yang memberikan kontribusi terbesar dalam output ini adalah sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan output sebesar 7.47 persen.
Dari sisi nilai tambah bruto, kontribusi terbesar permintaan wisman adalah sektor perhotelan yang merupakan fasilitas akomodasi yang selalu
digunakan oleh wisman. Ini menunjukkan bahwa subsektor perhotelan ini menciptakan nilai tambah yang lebih besar jika dibandingkan dengan sektor
industri yang memerlukan bahan baku cukup banyak sebagai input antara dalam proses industrinya, sementara subsektor perhotelan tidak terlalu banyak
menggunakan input antara dalam melayani wisman. Ketika travel warning diterapkan, nilai tambah subsektor perhotelan ini mengalami penurunan sebesar
8.76 persen, sedangkan sektor industri pengolahan mengalami penurunan sebesar 7.65 persen.
Tabel 52. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Diterapkannya Travel Warning Menurut SektorSubsektor
Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
-8.74 -8.70
-8.81 -8.72
-7.12 b. Perkebunan
-8.72 -8.75
-9.21 -8.09
-8.46 c. Peternakan
-9.80 -9.78
-9.83 -9.78
-9.79 d. Kehutanan
-4.29 -4.29
-4.29 -4.29
-4.29 e. Perikanan
-9.01 -9.01
-9.01 -9.01
-9.01 2. Pertambangan dan
penggalian -9.52
-9.60 -9.11
-9.61 -8.77
3. Industri pengolahan -7.47
-7.65 -7.48
-6.87 -4.96
4. Listrik, gas dan air bersih -11.89
-11.89 -11.89
-11.89 -11.89
5. Bangunan -16.49
-16.49 -16.49
-16.49 -16.49
6. a. Perdagangan -10.32
-10.32 -10.32
-10.32 -10.32
b. Restoran -11.48
-11.48 -11.48
-11.48 -11.48
c. Perhotelan -8.76
-8.76 -8.76
-8.76 -8.76
7. Angkutan dan komunikasi -20.93
-19.96 -21.23
-21.60 -20.72
8. Lembaga keuangan jasa perush
-13.80 -13.81
-13.75 -13.94
-13.83 9. Jasa lainnya
-15.28 -15.27
-15.21 -15.34
-15.27 TOTAL
-11.16 -11.09
-11.54 -10.06
-9.60
Sejalan dengan kontribusi nilai tambah bruto, upah dan gaji di subsektor perhotelan memberikan kontribusi yang terbesar jika dibandingkan
dengan sektorsubsektor lainnya ketika travel warning diterapkan untuk Indonesia. Subsektor ini mengalami penurunan upah gaji sebesar 8.76 persen. Sedangkan
penurunan upah gaji terkecil terjadi pada subsektor kehutanan, yaitu 4.29 persen dan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang menurun sebesar
21.23 persen.
7.2.3.9. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara
Naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain akan mempengaruhi daya saing produk Indonesia. Ketika rupiah mengalami dipresiasi
terhadap mata uang negara asal wisman maka harga barang dan jasa pariwisata di mata wisman menjadi lebih murah. Hal yang sebaliknya juga terjadi, ketika rupiah
mengalami apresiasi terhadap mata uang negara asal wisman maka jumlah kunjungan wisman akan menurun karena harga pariwisata Indonesia menjadi
lebih mahal di mata mereka. Penguatan nilai rupiah sebesar 10 persen terhadap mata uang negara
asal wisman akan menurunkan permintaan barang dan jasa pariwisata sebesar 2.76 persen dan berdampak pada penurunan output sebesar 2.78 persen. Secara sektoral
penurunan output tertinggi terjadi pada subsektor kehutanan dan penurunan terkecil terjadi pada sektor bangunan. Porsi pengeluaran wisman untuk keperluan
akomodasi cukup besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Namun penurunan pengeluaran wisman untuk akomodasi hanya berdampak pada
penurunan output perhotelan sebesar 1.83 persen. Hal ini bisa terjadi karena daya
beli wisatawan nusantara menjadi meningkat dengan menguatnya nilai mata uang rupiah. Sehingga penurunan output hotel lebih kecil jika dibandingkan dengan
penurunan permintaan wisman untuk akomodasi karena adanya peningkatan wisatawan nusantara.
Tabel 53. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal
Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
-2.90 -2.91
-2.88 -2.90
-3.28 b. Perkebunan
-3.14 -3.12
-3.13 -3.16
-2.96 c. Peternakan
-2.58 -2.59
-2.56 -2.59
-2.58 d. Kehutanan
-3.97 -3.97
-3.97 -3.97
-3.96 e. Perikanan
-2.82 -2.82
-2.82 -2.82
-2.82 2. Pertambangan dan
penggalian -3.13
-3.12 -3.17
-3.12 -3.18
3. Industri pengolahan -3.45
-3.44 -3.48
-3.50 -3.82
4. Listrik, gas dan air bersih -2.62
-2.62 -2.62
-2.62 -2.62
5. Bangunan -1.67
-1.67 -1.67
-1.67 -1.67
6. a. Perdagangan -2.80
-2.80 -2.80
-2.80 -2.80
b. Restoran -3.20
-3.20 -3.20
-3.20 -3.20
c. Perhotelan -1.83
-1.83 -1.83
-1.83 -1.83
7. Angkutan dan komunikasi -1.69
-1.80 -1.44
-1.62 -0.52
8. Lembaga keuangan jasa perush
-3.19 -3.19
-3.22 -3.13
-3.18 9. Jasa lainnya
-3.48 -3.47
-3.45 -3.50
-3.48 TOTAL
-2.78 -2.73
-2.65 -2.81
-2.95 Penurunan penerimaan devisa pariwisata sebesar 2.76 persen sebagai
akibat penguatan rupiah terhadap mata uang negara asal wisman berdampak pada penurunan nilai tambah sebesar 2.73 persen. Sektor industri yang memberikan
kontribusi terbesar kedua setelah subsektor perhotelan mengalamai penurunan nilai tambah sebesar 3.44 persen. Penurunan yang cukup besar ini disebabkan oleh
penurunan permintaan barang oleh wisman dari sektor industri ini karena daya beli wisman menurun sebagai akibat dari menguatnya nilai mata uang rupiah.
Tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa kebutuhan wisman selama mereka berada di Indonesia mengalami penurunan
sebesar 2.95 persen yang merupakan penurunan tertinggi jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Ini menunjukkan bahwa ketika terjadi
apresiasi nilai uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman dampak yang terjadi tidak mendukung upaya pemerintah dalam rangka mengurangi
pengangguran pro job. Penurunan tenaga kerja juga diikuti oleh penurunan upah dan gaji yang
merupakan bagian dari nilai tambah. Namun dampak penurunan upah dan gaji ini lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak penurunan terhadap tenaga kerja. Ini
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan tenaga kerja mengalami peningkatan kesejahteraan karena rata-rata upah gajinya menjadi meningkat jika dibadingkan
dengan rata-rata upah gaji sebelum adanya pengurangan tenaga kerja. Dalam hal ini dampak apresiasi nilai rupiah mendukung salah satu komponen tripple track
strategy pemerintah, yaitu pro poor.
7.2.3.10. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi Indonesia
Sebesar 5 Persen.
Ketika terjadi apresiasi nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal yang
berdanmpak terhadap kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain ketika terjadi kenaikan harga umum barang dan jasa di Indonesia juga akan menurunkan jumlah
kunjungan wisman ke Indonesia sehingga dengan kombinasi simulasi ini jumlah kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun semakin tajam. Kedua komponen
tersebut, nilai tukar mata uang dan inflasi, merupakan komponen dari proxy harga
pariwisata Indonesia. Semakin menguat nilai mata uang rupiah akan semakin mahal harga pariwisata Indonesia. Demikian juga inflasi di Indonesia, semakin
besar inflasi yang terjadi di Indonesia akan semakin mahal harga barang dan jasa pariwisata Indonesia di mata wisman.
Tabel 54. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal
Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen Menurut SektorSubsektor Persen
SEKTOR Output
NTB Upah
Gaji PTL
TK 1. a. Tanaman pangan
-3.93 -3.94
-3.91 -3.93
-4.30 b. Perkebunan
-4.17 -4.15
-4.16 -4.19
-4.00 c. Peternakan
-3.61 -3.62
-3.60 -3.63
-3.62 d. Kehutanan
-4.99 -4.99
-4.99 -4.99
-4.98 e. Perikanan
-3.86 -3.86
-3.86 -3.86
-3.86 2. Pertambangan dan
penggalian -4.16
-4.15 -4.20
-4.15 -4.21
3. Industri pengolahan -4.48
-4.46 -4.50
-4.53 -4.85
4. Listrik, gas dan air bersih -3.66
-3.66 -3.66
-3.66 -3.66
5. Bangunan -2.71
-2.71 -2.71
-2.71 -2.71
6. a. Perdagangan -3.84
-3.84 -3.84
-3.84 -3.84
b. Restoran -4.23
-4.23 -4.23
-4.23 -4.23
c. Perhotelan -2.88
-2.88 -2.88
-2.88 -2.88
7. Angkutan dan komunikasi -2.73
-2.84 -2.48
-2.66 -1.57
8. Lembaga keuangan jasa perush
-4.22 -4.22
-4.25 -4.16
-4.21 9. Jasa lainnya
-4.50 -4.50
-4.47 -4.53
-4.50 TOTAL
-3.81 -3.77
-3.68 -3.84
-3.98 Penguatan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal
wisman sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 peresen akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia maupun penerimaan
devisanya yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 2.49 persen dan 3.80 persen. Penurunan ini akan berdampak terhadap penurunan output sebesar
3.81 persen dan nilai tambah sebesar 3.77 persen. Penurunan output yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan nilai tambahnya ini menunjukkan
bahwa dampak penurunan wisman akibat dari inflasi dan apresiasi nilai rupiah terjadi pada sektor yang menghasilkan nilai tambah di bawah rata-rata sektor
secara keseluruhan. Sektor industri pengolahan mengalami penurunan output sebesar 4.48 persen sementara nilai tambahnya turun sebesar 4.46 persen. Namun
jika dilihat lebih rinci juga terdapat beberapa sektor atau subsektor yang outputnya turun lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai tambahnya, yaitu subsektor
tanaman pangan, subsektor peternakan, dan sektor angkutan dan komunikasi. Dampak penurunan wisman akibat apresiasi rupiah sebesar 10 persen
dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen terhadap tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa pariwisata mengalami penurunan 3.98 persen.
Penurunan ini adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen perekonomian lainnya. Sektor angkutan dan komunikasi mengalami penurunan
yang terkecil jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu sebesar 1.57 persen. Sementara subsektor perhotelan yang menyediakan fasilitas akomodasi bagi
wisman mengalami penurunan sebesar 2.88 persen. Besarnya penurunan tenaga kerja di bawah rata-rata keseluruhan penurunan ini menunjukkan bahwa sektor
angkutan dan subsektor perhotelan yang mengurangi tenaga kerjanya adalah perusahaanusaha yang lebih bersifat padat modal. Sedangkan sektor industri
pengolahan mengalami penurunan tenaga kerja yang cukup besar, yaitu 4.85 persen. Ini mengindikasikan bahwa sektor industri yang mengalami penurunan
adalah perusahaan atau usaha yang lebih bersifat padat karya. Penurunan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia juga
berdampak pada penerimaan pemerintah melalui pajak tang langsung yang merupakan salah satu komponen nilai tambah. Penerimaan pemerintah ini
mengalami penurunan sebesar 3.84 persen karena permintaan barang dan jasa pariwisata mengalami penurunan sebesar 3.80 persen sebagai akibat apresiasi nilai
rupiah sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen.
7.2.4. Dampak Ekonomi Pengeluaran Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri dan Jemaah Haji
Uang yang dibelanjakan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri merupakan pengeluaran devisa. Namun jika pemerintah mampu mengalihkan
perjalanan mereka menjadi wisatawan nusantara maka pengeluaran tersebut akan berdampak pada permintaan barang dan jasa di dalam negeri. Selanjutnya dalam
simulasi dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter terhadap penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri akan dilihat jika seandainya mereka
menjadi wisatawan nusantara. Ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat 6.5 persen maka
jumlah penduduk Indonesia yang pergi keluar negeri meningkat 1.05 persen sehingga devisa yang mengalir ke luar negeri meningkat 8.21 persen, yaitu dari
US7.72 miliar menjadi US8.35 miliar. Peningkatan devisa ini didominasi oleh penduduk yang melakukan perjalanan ke luar negeri bukan untuk keperluan haji
yang meningkat 9.03 persen. Sementara devisa haji hanya meningkat 1.17 persen. Tabel 55. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan
Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen Jika Dibelanjakan di
Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi
Simulasi dasar miliar rupiah
YINA naik 6.5 Perubahan
Output miliar Rp 132 592.40
142 954.20 7.81
Nilai tambah bruto miliar Rp 66 251.51
71 598.86 8.07
Upah dan gaji miliar Rp 21 131.75
22 867.54 8.21
Pajak tak langsung miliar Rp 2 516.25
2 669.40 6.09
Tenaga kerja ribu orang 3 313.53
3 535.39 6.70
Devisa Keluar miliar Rp 75 562.64
81 764.29 8.21
Seandainya devisa tersebut dibelanjakan di Indonesia maka dampaknya terhadap output meningkat 7.81 persen. Peningkatan output ini diikuti dengan
peningkatan nilai tambahnya sebesar 8.07 persen. Ini mengindikasikan banhwa konsumsi outbound terhadap barang dan jasa di Indonesia pada produk yang
menciptakan nilai tambah di atas rata-rata. Di sisi lain menunjukkan bahwa dampak konsumsi outbound akan lebih
meningkatkan kesejahteraan rumahtangga. Ini terlihat dari upah gaji yang diciptakannya meningkat 8.21 persen yang lebih besar jika dibandingkan dengan
peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, yaitu 6.70 persen. Namun peningkatan pajak tak langsung hanya mencapai 6.07 persen merupakan
peningkatan yang terkecil. Tabel 56. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan
Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi
Komponen ekonomi Simulasi dasar
miliar rupiah RINA naik
25bp Perubahan
Output miliar Rp 132 592.40
132 037.80 -0.42
Nilai tambah bruto miliar Rp 66 251.51
66 131.36 -0.18
Upah dan gaji miliar Rp 21 131.75
21 121.31 -0.05
Pajak tak langsung miliar Rp 2 516.25
2 465.56 -2.01
Tenaga kerja ribu orang 3 313.53
3 265.42 -1.45
Devisa Keluar miliar Rp 75 562.64
75 520.53 -0.06
Kebijakan kontraksi moneter dengan meningkatkan suku bunga sebesar 25 basis poin akan berdampak pada penurunan indeks harga konsumen. Penurunan
harga dalam negeri ini akan mengurangi minat penduduk Indonesia pergi ke luar negeri sehingga devisa yang dibawa keluar menjadi turun 0.06 persen. Seandainya
devisa tersebut dibelanjakan di dalam negeri akan tercipta output yang menurun 0.42 persen. Penurunan ini juga diikuti oleh penurunan nilai tambah sebesar 0.18.
Turunnya output juga berdampak pada penurunan tenaga kerja sebesar 1.45 diikuti dengan penurunan upah gaji sebesar 0.05 persen .
Pada Tabel 57 terlihat bahwa ketika mata uang rupiah menguat 10 persen terhadap mata uang asal negara wisatawan, konsumsi outbound meningkat 20.29
persen. Peningkatan ini seandainya dibelanjakan di Indonesia akan berdampak pada kenaikan output sebesar 19.85 persen. Permintaan barang dan jasa dari
outbound ini juga terjadi pada produk yang padat modal. Ini terlihat dari tenaga
kerja yang meningkat hanya sebesar 18.61 persen untuk memenuhi permintaan outbound
yang meningkat lebih kecil jika dibandingkan dengan outputnya. Tabel 57. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan
Mata Uang Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap US Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi
Komponen ekonomi Simulasi dasar
miliar rupiah ERINA
menguat 10 Perubahan
Output miliar Rp 132 592.40
158 916.19 19.85
Nilai tambah bruto miliar Rp 66 251.51
79 593.45 20.14
Upah dan gaji miliar Rp 21 131.75
25 420.89 20.30
Pajak tak langsung miliar Rp 2 516.25
2 967.46 17.93
Tenaga kerja ribu orang 3 313.53
3 930.14 18.61
Devisa Keluar miliar Rp 75 562.64
90 893.93 20.29
Upah gaji merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan rumah tangga. Terjadi hubungan positif antara komponen upah gaji dengan kesejahteraan
rumahtangga. Apabila terjadi penurunan upah dan gaji maka kesejahteraan rumahtangga tersebut semakin menurun. Demikian pula sebaliknya, peningkatan
upah gaji mencerminkan kesejahteraan yang semakin meningkat. Dampak permintaan outbound dalam perekonomian menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan rumahtangga semakin meningkat di mana jumlah upah gaji meningkat 20.30 persen dan jumlah tenaga kerjanya meningkat lebih lambat, yaitu
18.61 persen. Penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung akibat dari penguatan mata uang rupiah ini akan meningkat 17.93 persen. Secara tidak
langsung dampak terhadap peningkatan penerimaan pemerintah sama dengan kebijakan kontraksi fiskal.
Dari hasil simulasi kombinasi pertumbuhan GDP dan kebijakan kontraksi moneter masih menunjukkan adanya peningkatan devisa yang keluar Indonesia
walaupun jika kebijakan tersebut dilakukan secara terpisah, di satu sisi pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan devisa, di sisi lain kebijakan kontraksi
moneter akan menurunkan devisa. Hal ini menunjukkan bahwa skenario pertumbuhan GDP sebesar 6.5 persen lebih dominan jika dibandingkan dengan
kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin. Tabel 58. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan
Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku
Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi
Komponen ekonomi Simulasi dasar
miliar rupiah YINA naik 6.5
dan RINA naik 25bp
Perubahan Output miliar Rp
132 592.40 143 388.30
8.14 Nilai tambah bruto miliar Rp
66 251.51 71 822.64
8.41 Upah dan gaji miliar Rp
21 131.75 22 930.74
8.51 Pajak tak langsung miliar Rp
2 516.25 2 712.55
7.80 Tenaga kerja ribu orang
3 313.53 3 587.57
8.27 Devisa Keluar miliar Rp
75 562.64 81 723.16
8.15 Jika kenaikan devisa yang keluar ini dibelanjakan di Indonesia akan terjadi
peningkatan output sebesar 8.14 persen. Demikian juga dengan nilai tambah dan pajak tak langsung yang meningkat masing-masing 8.41 persen dan 7.80 persen.
Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada komponen upah gaji yang meningkat 8.51 persen. Ini menunjukkan bahwa simulasi ini selain bisa mengurangi
pengangguran tetapi juga bisa menyejahterakan rumahtangga yang ditunjukkan dengan peningkatan upah gaji yang lebih besar jika dibandingkan dengan
peningkatan tenaga kerjanya yang hanya meningkat 8.15 persen. Tabel 59. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan
Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Suku
Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi
Komponen ekonomi Simulasi dasar
miliar rupiah YINA naik 6.5
dan RINA turun 25bp
Perubahan Output miliar Rp
132 592.40 143 541.21
8.26 Nilai tambah bruto miliar Rp
66 251.51 71 899.24
8.52 Upah dan gaji miliar Rp
21 131.75 22 955.19
8.63 Pajak tak langsung miliar Rp
2 516.25 2 715.45
7.92 Tenaga kerja ribu orang
3 313.53 3 591.40
8.39 Devisa Keluar miliar Rp
75 562.64 81 810.32
8.27 Jumlah devisa yang mengalir ke luar negeri melalui outbound akan
meningkat 8.27 persen ketika GDP meningkat 6.5 persen dan kebijakan moneter dilakukan secara bersamaan melalui penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Dampak terhadap output seandainya devisa ini dibelanjakan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan output sebesar 8.26 persen yang masih sedikit
di bawah peningkatan permintaan barang dan jasa oleh penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Namun demikian dampaknya peningkatan terhadap nilai
tambah, upah gaji, dan tenaga kerja masih di atas peningkatan devisanya. Dari kombinasi kedua kebijakan ini juga menunjukkan dukungan terhadap
program pemerintah dalam tripple track strategy yaitu pro job, pro poor dan pro growth
. Jumlah tenaga kerja yang diserap tumbuh 8.39 persen dan upah gajinya meningkat 8.63 persen yang mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan
rumahtangga melalui penyerapan tenaga kerja pro job dan peningkatan upah gaji pro poor yang pada giliran berikutnya akan meningkatkan nilai tambah pro
growth . Pariwisata internasional membawa devisa yang bisa digunakan untuk
membeli barang antara maupun barang modal yang akan menghasilkan barang dan jasa yang selanjutkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Katircioglu,
2009. Menurut Stabler et al. 2010, ada beberapa pandangan tentang hubungan
antara pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori pertumbuhan dari Keynes menyatakan bahwa peningkataan permintaan pariwisata akan
meningkatkan investasi dan pendapatan. Sementara menurut teori pertumbuhan neoklasikal menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan tidak dipengaruhi secara
langsung oleh peningkatan permintaan pariwisata yang akan meningkatkan tenaga kerja, kapital, atau kemajuan teknologi walaupun peningkatan permintaan
pariwisata ini akan meningkatkan penerimaan devisa yang selanjutnya bisa digunakan untuk meningkatkan stok kapital. Menurut teori pertumbuhan endogen
menyatakan bahwa peningkatan tingkat pendidikan, pelatihan, dan infrastruktur untuk pariwisata akan melindungi dari penurunan marginal product of capital
yang selanjutnya akan memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Tingginya permintaan tenaga kerja di sektor pariwisata akan mengakibatkan
peningkatan tingkat upah yang berdampak pada peningkatan industri jasa pariwisata padat modal.
Daya beli penduduk Indonesia terhadap produk impor sangat tergantung dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara penghasil barang impor.
Demikian juga halnya dengan barang dan jasa pariwisata. Ketika nilai rupuah menguat 10 persen terhadap US dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, jumlah
penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri mengalami peningkatan sebesar
0.53 persen dan devisa yang dibawa ke luar negeri meningkat cukup besar, yaitu 16.41 persen.
Tabel 60. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan Nilai Rupiah terhadap US Sebesar 10 Persen Jika Dibelanjakan di
Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi
Komponen ekonomi Simulasi dasar
miliar rupiah
CPIINA naik 5 dan ERINA
menguat 10
Perubahan Output miliar Rp
132 592.40
153,796.98
15.99 Nilai tambah bruto miliar Rp
66 251.51
77,029.49
16.27 Upah dan gaji miliar Rp
21 131.75
24,602.00
16.42 Pajak tak langsung miliar Rp
2 516.25
2,871.87
14.13 Tenaga kerja ribu orang
3 313.53
3,803.54
14.79 Devisa Keluar miliar Rp
75 562.64
87,965.95
16.41 Seandainya devisa tersebut dibelanjakan terhadap barang dan jasa
produksi dalam negeri maka output barang dan jasa akibat permintaan oleh wisatawan tersebut akan mengalami peningkatan sebesar 15.99 persen. Nilai
tambah bruto yang bisa diciptakan oleh peningkatan permintaan ini akan mengalami peningkatan sebesar 16.27 persen. Upah gaji dan pajak tak langsung
yang merupakan komponen nilai tambah juga mengalami peningkatan masing- masing sebesar 16.42 persen dan 14.13 persen. Sementara tenaga kerja yang
diperlukan untuk memenuhi permintaan wisatawan meningkat 14.79 persen.
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan
1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari berbagai faktor. Demikian juga halnya dengan kinerja pariwisata Indonesia
yang tergantung dari permintaan barang dan jasa oleh wisatawan, baik sebagai wisatawan nusantara wisnus maupun wisatawan mancanegara wisman.
Selain akan meningkatkan output nasional, kegiatan wisman di Indonesia juga akan membawa devisa yang selama ini selalu memberikan kontribusi positif di
sektor jasa-jasa dalam neraca pembayaran Indonesia. Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri beserta pengeluarannya
cenderung pengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sehingga surplus neraca pariwisata yang terjadi selama ini semakin mengecil.
2. Jumlah penerimaan devisa pariwisata tergantung dari jumlah kedatangan wisman beserta rata-rata pengeluarannya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang berbeda antarnegara asal wisatawan.Gross Domestic Product GDP merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi jumlah kedatangan
wisman maupun pengeluaran mereka selama berada di Indonesia. Semakin sejahtera suatu negara yang diindikasikan oleh pertumbuhan ekonominya,
semakin meningkat jumlah penduduk negara tersebut yang melakukan perjalanan ke Indonesia. Selain itu juga harga pariwisata negara tetangga, yaitu
Singapura, Malaysia, dan Thailand, masing-masing menunjukkan magnitude yang berbeda-beda terhadap wisman yang berkunjung ke Indonesia. Pariwisata
di ketiga negara tersebut bisa sebagai substitusi bagi pariwisata Indonesia atau sebagai komplemen pariwisata Indonesia.
3. Ketika pertumbuhan ekonomi terjadi di enam negara utama asal wisatawan, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat, sementara ketika
pertumbuhan ekonomi terjadi di Indonesia jumlah kunjungan wisman mengalami penurunan. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia
mendorong penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Jika pertumbuhan ekonomi negara asal wisman dan Indonesia terjadi secara bersamaan maka
jumlah inbound maupun outbound-nya menunjukkan adanya peningkatan. Namun peningkatan ini inbound-nya masih lebih kecil juka dibandingkan
dengan peningkatan outbound-nya sehingga surplus neraca pariwisata cenderung mengalami penurunan.
4. Naik-turunnya harga pariwisata Indonesia dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman, indeks harga konsumen
Indonesia maupun indeks harga konsumen negara asal wisman. Penguatan nilai rupiah terhadap mata uang negara asal wisatawan akan mengurangi minat
wisatawan untuk mengunjungi Indonesia dan menurunkan pengeluaran mereka selama berada di Indonesia.
5. Faktor kualitatif seperti terjadinya krisis ekonomi dan travel warning untuk berkunjung ke Indonesia, tidak selalu mempengaruhi niat wisatawan untuk
berkunjung ke Indonesia. Hanya beberapa negara saja yang terpengaruh oleh kebijakan negara asal wisman dalam menerapkan travel warning terhadap
Indonesia setelah kejadian Bom Bali pada tahun 2002 dan 2006. 6. Ketika kebijakan ekspansi moneter diterapkan terjadi penurunan nilai rupiah
terhadap mata uang US dan mengakibatkan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih kompetitif, sementara harga pariwisata di luar negeri menjadi