Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga
Tabel 29. Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis
Poin
Variabel Endogen Simulasi Dasar
YINA Naik 6.5 dan RINA Naik
25bp Perubahan
1. Singapura a. Jumlah Wisman orang
1 851 558 1 852 416
0.05
b. Rata-rata Pengeluaran US
544.7 544.7
c. Devisa Wisman juta US
1 008.5 1 009.0
0.05
d Harga Pariwisata
80.288 80.079
-0.26
2. Malaysia a. Jumlah Wisman orang
1 478 638 1 478 638
b. Rata-rata Pengeluaran US
789.7 790.1
0.05
c. Devisa Wisman juta US
1 167.6 1 168.3
0.06
d Harga Pariwisata
124.80 124.50
-0.24
3. Jepang a. Jumlah Wisman orang
761 475 762 457
0.13
b. Rata-rata Pengeluaran US
1 112.5 1 112.7
0.02
c. Devisa Wisman juta US
847.1 848.4
0.15
d. Harga Pariwisata
139.30 138.90
-0.29
4. Australia a. Jumlah Wisman orang
925 143 925 929
0.08
b. Rata-rata Pengeluaran US
1 098.9 1 100.3
0.13
c. Devisa Wisman juta US
1 016.6 1 018.8
0.22
d. Harga Pariwisata
137.00 136.70
-0.22
5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman orang
173 549 173 703
0.09
b. Rata-rata Pengeluaran US
1 750.5 1 750.7
0.01
c. Devisa Wisman juta US
303.8 304.1
0.10
d. Harga Pariwisata
185.20 184.70
-0.27
6. Inggris a. Jumlah Wisman orang
157 066 157 095
0.02
b. Rata-rata Pengeluaran US
1 592.1 1 592.2
0.01
c. Devisa Wisman juta US
250.1 250.1
0.04
d. Harga Pariwisata
78.22 78.01
-0.26
7. Lainnya a. Jumlah Wisman orang
2 739 646 2 735 012
-0.17
b. Rata-rata Pengeluaran US
1 646.1 1 646.1
c. Devisa Wisman juta US
4 509.7 4 502.0
-0.17
8. Total a. Jumlah Wisman orang
8 087 075 8 085 250
-0.02
b. Devisa Wisman juta US
9 103.4 9 100.7
-0.03
Berbeda dengan Singapura dan Malaysia, jumlah wisman Jepang dan pengeluarannya terpengaruh oleh kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi
Indonesia dan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Indonesia. Saat
perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen dan tingkat suku bunga juga dinaikkan 25 basis poin maka jumlah wisman asal Jepang dan pengeluarannya
selama di Indonesia akan meningkat masing-masing 0.13 persen dan 0.02 persen karena harga pariwisata Indonesia di mata wisman Jepang menurun 0.26 persen.
Hal yang sama juga terjadi pada wisman asal Australia. Saat kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter diterapkan, harga pariwisata
Indonesia di mata wisman Australia turun 0.22 persen. Penurunan harga ini akan memicu peningkatan kunjungan wismannya maupun pengeluarannya selama
mereka berada di Indonesia masing-masing sebesar 0.08 persen dan 0.13 persen sehingga jumlah devisa pariwisata yang berasal dari Australia meningkat 0.22
persen. Amerika Serikat yang merupakan salah satu sumber wisatawan jarak jauh
bagi Indonesia juga akan meningkat saat perekonomian Indonesia membaik dan kebijakan kontraksi moneter dilakukan di Indonesia. Pertumbuhan GDP Indonesia
sebesar 6.5 persen yang dibarengi dengan peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan harga pariwisata Indonesia di mata wisman Amerika
Serikat sebesar 0.27 persen. Penurunan harga ini akan meningkatkan daya beli penduduk Amerika Serikat terhadap barang dan jasa pariwisata sehingga jumlah
wisman yang berkunjung ke Indonesia menjadi meningkat 0.09 persen yang diikuti dengan pengeluaran mereka sebesar 0.01 persen. Peningkatan dua
komponen ini akan meningkatkan penerimaan devisa pariwisata Indonesia yang berasal dari Amerika Serikat sebesar 0.10 persen.
Wisman asal Inggris yang juga merupakan sumber wisatawan jarak jauh bagi Indonesia juga terpengaruh oleh kombinasi pertumbuhan ekonomi dan
kebijakan moneter di Indonesia. Wisman Inggris yang berkunjungan ke Indonesia meningkat 0.02 persen sementara pengeluarannya meningkat 0.01 persen saat
GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan suku bunga juga dinaikkan sebesar 25 basis poin. Dampak simulasi ini akan mempengaruhi harga pariwisata Indonesia
di mata wisman Inggris yang menurun 0.26 persen. Selanjutnya jumlah devisa pariwisata yang mengalir dari Inggris ke Indonesia akan meningkat 0.04 persen.
Seperti halnya dengan Singapura, dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan kontraksi moneter di Indonesia tidak mempengaruhi pengeluaran
wisman di luar enam negara utama. Tetapi justru dampak dari kombinasi simulasi ini malah menurunkan minat wisman tersebut untuk berkunjung ke Indonesia.
Saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan tingkat suku bunga naik 25 basis poin, jumlah kunjungan wisman di luar enam negara utama akan menurun 0.17
persen. Hal ini terjadi karena dampak kedua kombinasi simulasi ini terhadap nilai tukar rupiah terhadap US saling berlawanan. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi
Indonesia akan melemahkan nilai tukar rupiah terhadap US, di sisi lain kontraksi moneter akan menguatkan nilai rupiah terhadap mata uang US. Tarik-menarik
kedua simulasi ini ternyata masih menguatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap US sehingga jumlah kunjungan wisman di luar enam negara utama
menunjukkan adanya penurunan. Salah satu tujuan dari kebijakan moneter sebenarnya adalah untuk
meningkatkan perekonomian suatu negara. Demikian juga halnya di Indonesia, ketika terjadi pertumbuhan ekonomi dan diikuti dengan kebijakan moneter
diharapkan bisa lebih memacu pertumbuhan perekonomiannya di berbagai sektor. Ekspor dan impor baik barang dan jasa merupakan salah satu komponen yang
mempengaruhi terhadap naik-turunnya perekonomian negara. Jika ekspor lebih besar dari pada impor akan memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan
ekonomi negara khususnya dalam neraca perdagangan. Sebaliknya jika ekspor lebih kecil dari pada impor akan memberikan kontribusi negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Tabel 30. Hasil Simulasi Outbound Ketika Gross Domestic Product Indonesia
Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Variabel Endogen
Simulasi dasar
YINA naik 6.5 dan RINA naik
25bp Perubahan
a. Jumlah outbound non haji
orang 5 840 512 5 902 992
1.07 b.
Jumlah jemaah haji orang 254 206 254 206
0.00 Jumlah outbound orang
6 094 718 6 157 198 1.03
a. Devisa outbound non haji
juta US 6 912.1 7 531.6
8.96 b.
Devisa haji juta US 804.2 813.8
1.19 Jumlah devisa keluar juta US
7 716.3 8 345.4 8.15
Besar kecilnya jumlah penduduk Indonesia sudah tentu juga akan mempengaruhi neraca pariwisata. Semakin banyak penduduk Indonesia yang
pergi ke luar negeri akan semakin banyak devisa Indonesia yang akan mengalir ke luar negeri. Kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan
peningkatan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan indeks harga konsumen sekaligus menguatkan nilai rupiah terhadap US. Akibat dari
penguatan nilai rupiah terhadap US akan memicu jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Namun dengan terjadinya deflasi di Indonesia sebagai
akibat dari kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter seharusnya akan mengurangi minat penduduk Indonesia pergi ke luar negeri. Kenyataannya
penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri bukan untuk keperluan ibadah haji tetap meningkat 1.07 persen. Ini menunjukkan bahwa pengaruh nilai tukar mata
uang rupiah terhadap US lebih kuat jika dibandingkan dengan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia. Sementara rata-rata pengeluaran mereka selama di luar
negeri meningkat 7.81persen sehingga devisa yang mengalir ke luar negeri mengalami peningkatan sebesar 8.96 persen.
Jumlah jemaah haji Indonesia yang pergi ke tanah suci dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
juga terus meningkat berakibat pada peningkatan permintaan penduduk Indonesia untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ternyata peningkatan perminataan
ini lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu pemerintah Arab Saudi menerapkan quota haji terhadap penduduk Indonesia
agar haji dari negara selain Indonesia juga bisa memperoleh porsi penduduknya untuk menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu jumlah haji Indonesia tidak
dipengaruhi oleh kabijakan dalam negeri, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Namun biaya pelaksanaan ibadah haji tergatung dari nilai tukar mata
uang rupiah terhadap US yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter. Penguatan nilai rupiah sebesar 1.78 persen sebagai dampak
peningkatan pertumbuhan GDP sebesar 6.5 persen dan peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan ongkos naik haji sebesar 0.60 persen
dalam mata uang rupiah. Apabila jumlah haji Indonesia tidak diberikan quota berdasarkan jumlah penduduknya maka penurunan ongkos naik haji ini bisa
meningkatkan permintaan penduduk Indonesia untuk menunaikan ibadah haji lebih cepat dibanding dengan peningkatan jumlah penduduknya. Oleh karena itu
pemerintah Indonesia selalu berupaya meminta pemerintah Arab Saudi untuk meningkat jumlah quota haji Indonesia.