Setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, restoran yang tumbuh 6,95 dan sektor jasa yang tumbuh 6,68 .
Struktur ekonomi lapangan usaha; Pada tahun 2008 PDRB atas dasar
harga berlaku mencapai Rp.677,41 triliun dan pada tahun 2009 nilainya mencapai Rp.757,02 triliun. Sektor-sektor dengan kontribusi terbesar dalam pembentukan
PDRB tahun 2009 adalah sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan 28,18, sektor perdagangan, hotel dan restoran 20,62, serta sektor industry
pengolahan 15,65. Dominasi ketiga sektor tersebut masih berlanjut hingga semester awal tahun 2010 dengan kontribusi 27,72 dari sector keuangan, real
estate, dan jasa perusahaan, kemudian 20,72 dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta 15,76 dari sektor industri pengolahan BPS 2010.
Perkembangan PDRB menurut komponen penggunaan ; Berdasarkan
data BPS 2010, ditinjau dari sisi penggunaan pada tahun 2009, sebanyak 55,37 PDRB DKI Jakarta digunakan untuk konsumsi rumah tangga, kemudian yang
digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebanyak 34,80 , dan untuk konsumsi pemerintah sebanyak 8,19. Pada awal semester pertama 2010, kontribusi
konsumsi rumah tangga meningkat menjadi 56,85, sedangkan komponen PMTB sedikit menurun menjadi 34,40, dan konsumsi pemerintah sedikit bertambah
menjadi 8,27 .
Perkembangan PDRB dan pendapatan regional per kapita ; Berdasarkan
BPS 2010, bahwa PDRB per kapita secara tidak langsung bisa dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. Angka yang dihasilkan disini
sifatnya makro karena hanya tergantung dari nilai PDRB dan penduduk pertengahan tahun tanpa memperhitungkan kepemilikan dari nilai tambah setiap sektor ekonomi
yang tercipta. Data pada tahun 2009 PDRB per kapita penduduk DKI Jakarta atas dasar harga berlaku naik sebesar 10,62 dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
yakni dari sebesar Rp.74,20 juta menjadi Rp 82,08 juta. Namun demikian nilai PDRB per kapita riil DKI Jakarta adalah dengan melihat nilai PDRB per kapita
berdasarkan harga konstan 2000, dimana nilainya meningkat dari Rp 38,74 juta pada tahun 2008 menjadi Rp 40,27 juta pada tahun 2009.
4.4. Tanah, Iklim dan Air
Kondisi tanah yang terletak di bagian Barat-Utara pulau Jawa yang terliput peta geologi skala 1:100.000 lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Puslitbang
Geologi 1992. Berdasarkan hasil interpretasi tersebut, daerah kajian dikelompokkan kedalam 3 Grup landform, yaitu: aluvial, marin, dan fluvio marin. Tanah tersebut
berasal dari bahan tufa andesit dan diklasifikasikan kedalam Typic Udorthents BBSDL 2006.
Berdasarkan data BPS 2010 kota Jakarta dan pada umumnya wilayah di seluruh daerah di Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim kemarau dan
penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim
kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi
musim penghujan. Data pada tahun 2009 suhu udara yang diamati di empat stasiun pengamat
tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata walaupun suhu udara sangat tergantung pada tinggi rendahnya stasiun pengamat terhadap permukaan air laut. Suhu rata-rata
tahunan mencapai 27
O
C dan iklim dipengaruhi oleh angin Muson. Tinggi curah hujan setiap tahun rata-rata 2.000 mm dengan maksimum curah hujan tertinggi pada
bulan Januari, sedang temperatur bervariasi antara 23,42
O
C minimum sampai 34,2
O
C maksimum terlihat pada Gambar 12. Secara umum kota Jakarta beriklim panas pada siang hari pada bulan September dan suhu minimum pada malam hari
terjadi pada bulan Januari, Suhu maksimum tercatat di stasiun pengamat Pondok Betung, sedangkan kelembaban udara maksimum rata-rata di kota Jakarta sebesar
85,17 dan rata-rata minimum sebesar 64,58.
Gambar 12. Suhu udara
O
C maksimumminimum dan rata-rata menurut stasiun
pengamatan 2009.
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 547,9 mm, demikian juga hari hujan tertinggi yaitu selama 23 hari terjadi pada bulan Januari. Kota ini
mengalir sekitar 13 tiga belas sungai baik alami maupun buatan. Sungai-sungai besar yang ada di kota Jakarta adalah sungai Ciliwung, sungai Moorkervart dan
sungai Cipinang. Kondisi ini, pada bulan Januari-Februari, dimana sebagian wilayah di DKI Jakarta dilanda banjir. Peluang terjadinya banjir Jakarta secara periodik,
dimana terjadi curah hujan tahunan terlampaui terlihat pada Gambar 13.
PELUANG CURAH HUJAN TAHUNAN TERLAMPAUI
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
1000 1200
1400 1600
1800 2000
2200 2400
2600
Curah Hujan Tahunan mm
P e
lua ng
Te rl
a m
pa ui
Data Pengamatan Data Simulasi
Gambar 13. Peluang curah hujan terlampaui setiap tahunnya. Neraca sumberdaya air di wilayah DKI Jakarta air permukaan dan air tanah
yang merupakan sumber atau cadangan air serta eksploitasi atau pemanfaatan terlihat pada Tabel
12 dan 13. Tabel 12. Neraca sumberdaya air permukaan provinsi DKI Jakarta.
A k t i v a P a s i v a
Cadangan Satuan
Eksploitasi Satuan
m
3
Rp m
3
Rp Sumber :
Pemanfaatan : 1. Mata air
- 1. Domestik
304.083.108 2. Air sungai
132.105.240 2. Industri
12.370.570 3. Bendungan
irigasiwadukdam 230.339.789
3. Pertanian 16.400.000
4. Lain-lain 29.591.351
Degradasi sumberdaya air :
Jumlah 362.445.029
Jumlah 362.445.029
Sumber: BPLHD 2010
Tabel 13. Neraca sumberdaya air tanah provinsi DKI Jakarta.
A k t i v a P a s i v a
Cadangan Satuan
Eksploitasi Satuan
m
3
Rp m
3
Rp Sumber:
Pemanfaatan: 1. Air tanah dangkalair
330.802.484 1. Domestik
329.191.478 tanah bebas
2. Industri 4.542.804
2. Air tanah dalamsemi -
3. Pertanian -
tertekansemi artesis 4. Lain-lain
7.732.855 3. Air tanah sangat dlmair
10.664.653 tanah tertekan air
tanah artesis Degradasi
sumberdaya air : Saldo akhir :
Jumlah 341.467.137
Jumlah 341.467.137
Sumber : BPLHD 2010
Sebagian besar penduduk provinsi DKI Jakarta sampai saat ini masih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih maupun air minum, hal ini
disebabkan masih terbatasnya penyediaan air bersih disediakan oleh PD. PAM Jaya, sehingga air tanah merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan manusia
disamping air sungai dan situ. Kualitas air tanah di Provinsi DKI Jakarta umumnya tergantung pada kedalaman
”aquifer”-nya, kedalaman 40 meter, umumnya masih baikmemenuhi persyaratan air bersih yang ditetapkan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Jumlah konsumsi air berdasarkan kebutuhan tertera pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah konsumsi air berdasarkan kebutuhan per wilayah kota DKI
Jakarta
No Wilayah
Pertanian Industri
Rumah tangga industri
Konsumen lain
Jumlah Juta m
3
Juta m
3
Juta m
3
Juta m
3
Juta m
3
1 Jakarta Selatan
- 1.01
155.56 9.95
166.52 2
Jakarta Timur 8.03
4.86 203.33 12.31
228.53 3
Jakarta Pusat - 0.61 67.92
4.63 73.16
4 Jakarta Barat
3.89 5.43
172.40 10.56
192.28 5
Jakarta Utara 8.36
8.28 124.56
7.84 149.04
6 Kep. Seribu
- -
1.59 0.09
1.68 Jumlah
20.28 20.19 725.36
45.38 811.21
Sumber : BPS 2010