Peraturan perundangan tentang pertanian perkotaan sangat diperlukan sebagai landasan bagi pemegang kebijakan pemerintah dalam melakukan
penataan ruang dan pengembangan pertanian. Sebagai tindak lanjutnya adalah perda sebagai implementasi di tingkat daerah propinsi dan kabupatenkota.
Pengembangan pertanian perkotaan mempunyai permasalahan kompleks yang semakin rumit di masa yang akan datang. Untuk itu, diperlukan aturan model
pengembangan dan kebijakan khusus pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan di Indonesia pada umumnya dan DKI Jakarta pada khususnya.
Tabel 38. Tata guna lahanruang di wilayah perkotaan.
Komponen Deskripsi
Keterangan Tata Ruang
RTRW a Luas RTH kota 30 dari luas
wilayah kota. b Luas RTH publikkonservasi
diusahakan 20 dari RTH kota. c Luas RTH privat diusahakan 10
dari RTH kota. Berpedoman pada
UU RI. No. 26 tahun 2007 tentang tata
ruang.
RPJM Pengembang
an RTH Produktif
Penetapan program rencana kerja pembangunan pertanian antara lain :
a Pembagian bibit pohon kepada masyarakat yang ada pekarangan.
b Pemberian saprodi ke petani
c
Pembinaanpenyuluhan teknis pertanian
Berpedoman pada Perda DKI Jakarta
No. 1 tahun 2008. tentang rencana
pembangunan jangka menengah daerah
Tata guna atau
pemanfaatan lahanruang
perkotaan Ekologi :
Menjaga kelestarian fungsi ekosistem secara keseluruhan dengan upaya
menjaga produktivitas lahan dengan pengelolaan tata lahan dan air
Berpedoman pada UU RI No.32 tahun
2009 tentang Pengeloaan dan
perlindungan lingkungan hidup
Ekonomi : a Skala swadaya masyarakat di
pekarangan. b Menjalin kemitraan lokal dengan
masyarakat setempat melalui perbankan dan koperasi
c Membangun lembaga keuangan mikro pelaku usaha pertanian
Pengendalian dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Peraturan-peraturan menteri pertanian dan
menteri keuangan.
Sosial : a Penyerapan tenaga kerja dan usaha
lokal sebesar 10 di perkotaan. b Pemberdayaan masyarakat melalui
penyuluhan dan usaha rumah tangga. Berpedoman pada
UU RI No.16 Tahun 2006 tentang sistem
penyuluhan pertanian, perikanan dan
kehutanan
5.3.2. Kondisi Implementasi Kebijakan
Terbitnya Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengisyaratkan ruang terbuka hijau RTH untuk sebuah kota dengan ketentuan
minimal 30 dari luas keseluruhan wilayah kota. Hal tersebut memberi peluang dan tantangan untuk memperluas pengembangan pertanian di perkotaan, sehingga perlu
upaya untuk pencapaian RTH pada wilayah lahan publik dan privat dalam pengembangan pertanian perkotaan khususnya RTH produktif. Adanya undang-
undang ini diharapkan Pemda melakukan revisi
Perda DKI No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah atau RTRW yang baru sebagai tindak lanjut dari aturan yang ada yang diharapkan dapat mengakomodasi tentang keberadaan pertanian
perkotaan.
Kebijakan Pemerintah Daerah Pemda; Keberadaan sumberdaya lahan
dan lingkungan khususnya wilayah DKI Jakarta dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan animo
masyarakat dalam melakukan kegiatan dalam berbagai bidang usaha, sehingga Pemda DKI telah berupaya dengan Perda No. 6 Tahun 1999 tentang rencana tata
ruang wilayah RTRW dengan program Gubernur “hijau royo-royo” dengan
meningkatkan ruang terbuka hijau pada RTH produktif. Program pengembangan tanaman produktif telah mulai digalakkan dengan kegiatan penanaman tanaman
produktif di pekarangan penduduk dengan dasar Perda DKI No.1 tahun 2008 tentang rencana pembangunan jangka menengah daerah tahun 2007
– 2012 yang dijabarkan dalam bentuk program kegiatan. Selain program pengembangan tanaman buah
produktif juga ada program kegiatan pembinaan pengembangan agribisnis tanaman hias dan sayuran, namun belum cukup memadai dalam perkembangannya di wilayah
DKI Jakarta. Program kegiatan melalui Dinas Kelautan dan Pertanian adalah dengan
pemberian bibit tanaman produktif sebanyak 2 pohon per kk untuk dipelihara di lahan pekarangan dengan ukuran bibit 1 m sampai dengan 1,5 m tinggi tanaman dan
2 pohon lebih bagi organisasiinstansi kantor. Pemberian bibit pohon tersebut di dominasi tanaman mangga, rambutan, durian, jambu air dan belimbing. Hasil
evaluasi terhadap program pengembanganpenyebaran jumlah tanaman produktif yang dibudidayakan di pekarangan oleh petani dan di perkantoran mulai tahun 2005
sampai dengan 2009 pada setiap wilayah kota DKI Jakarta tertera pada Tabel 39. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan program kegiatan ini sangat baik,
namun dalam penerapannya oleh petani pelaksana masih jauh dari yang diharapkan, karena keterbatasan anggaran, tenaga dan pembinaan serta pengawasan dalam proses
pemeliharaan. Tabel 39 Jumlah phn dan jenis tanaman produktif yang dibudidayakan
petani di wilayah DKI Jakarta.
No Jenis tanaman
Jakbar Jakpus
Jaksel Jaktim
Jakut Jumlah 1.
Belimbing Averhoa balimbi
480 57
1.592 1.590
133 3.852
2. Durian Durio
zibethinus 150
967 1.193
2.310 3.
Jambu air Eugenis aqua
325 42
673 3.306
355 4.701
4. Jambu biji Psydium
guajava 361
25 276
771 93
1.526 5.
Jambu jamaica Eugenis sp
4 26
275 1.084
1.389 6.
Jambu bol Eugenis sp
316 648
1.317 2.281
7. Mangga Mangifera
spp 1.0482
2.623 9.741
20.661 1.410 44.917
8. Matoa Pometia sp
25 25
9. Melinjo Gnetum
gnemon 100
100 10.
Nangka Arthocarpus sp
214 138
137 489
11. Rambutan Nephelium
sp 613
366 4.626
10.553 22 16.180
12. Sawo duren
Manilkara sp 100
40 160
300 13.
Sawo kecik Manilkara kauki
100 50
100 250
Jumlah 13.145
3.139 19.051
40.972 2.013 28.320
Sumber: DKP Propinsi DKI Jakarta 2010 Tabel 39 menunjukkan terdapat 13 jenis tanaman yang dikembangkan di 5
wilayah kota DKI Jakarta. Tabel 39 di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tanaman yang disalurkan ke masyarakat didominasi tanaman mangga sekitar
57,35, tanaman rambutan sekitar 20,60 dan tanaman belimbing sekitar 15,45. Pengembangan ini perlu mengacu pada kesesuaian pewilayahan komoditas
pertanian. Berdasarkan peta AEZ zona agroecosystem 20072008, pewilayahan komoditas utamadominan inovasi teknologi pertanian dalam pengembangan RTH