Variabel suku bunga dan jumlah populasi tidak berpengaruh terhadap laba perusahaan daerah. Hal ini diduga terjadi peningkatan jumlah populasi dan
menurunnya suku bunga tidak mampu meningkatkan laba perusahaan daerah, sehingga skala usaha perusahaan daerah menjadi kurang efektif dan efisien
karena biaya pengelolaan perusahaan daerah yang relatif lebih besar. Sedangkan variabel dummy desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan nyata pada taraf 10
persen. Artinya, penerapan desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan laba perusahaan daerah. Hal ini berarti pelaksanaan desentralisasi
fiskal bisa memperbaiki dan pengelolaan perusahaan daerah untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan berkontribusi besar pada pendapatan
asli daerah.
5.2.3.4. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dana bagi hasil pajak dan bukan pajak. Dana bagi hasil yang diperoleh Kota Magelang
sepanjang tahun 1995 hingga 2011 berfluktuasi. Pada masa sebelum desentralisasi fiskal mengalami penurunan, yaitu berkisar antara 15.371.624 juta rupiah pada
tahun 1995 hingga 9.363.254 juta rupiah pada tahun 2000. Pada masa desentralisasi fiskal penerimaan dana bagi hasil mengalami peningkatan. Sejak
tahun 2001 dana bagi hasil terlihat langsung peningkatan dan bahkan sampai dua kali lipat yaitu sebesar 6.170.030 juta rupiah dan meningkat menjadi 13.657.889
juta rupiah pada tahun 2002 dengan pertumbuhan 121,35 persen. Pada tahun berikutnya hingga tahun 2011 dana bagi hasil meningkat terus setiap tahunnya.
Gambar 5.30 menyajikan perkembangan dana bagi hasil Kota Magelang sebagai berikut :
Sumber : Dispenda Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.30. Perkembangan Dana Bagi Hasil Kota Magelang Tahun 1995-2011 Sumber bagi hasil pajak daerah kabupaten dan kota adalah PBB dan pajak
kendaran bermotor atau bea balik nama kendaraan bermotor,bea perolehan hak atas tanah dan bangunan serta pajak bahan bakar. Berikut ini adalah komposisi
penerimaan dana bagi hasil pada tahun anggaran 2011. Tabel 5.8. Komposisi Dana Bagi Hasil Anggaran Tahun 2011 Juta Rupiah
Bagi Hasil Pajak 22.607.066,64
PBB 10.343.133,30
Pajak Penghasilan OPDN dan PPH Pasal 21 6.990.429,17
Penerimaan Insentif PBB 218.774,27
DAK dari Cukai Hasil Tembakau 3.085.761,48
Bagi Hasil Bukan Pajak SDA 726.547,72
Iuran Tetap 369.447,53
Pertambangan Umum 18.552,08
Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan 261.048,24
Pertambangan Gas Bumi 5.890,54
Pertambangan Minyak Bumi 71.609,33
Sumber : Dispenda Kota Magelang diolah.
5000000 10000000
15000000 20000000
25000000 30000000
Ju ta
R u
p ia
h
Berdasarkan Tabel 5.8, penerimaan bagi hasil pajak lebih besar daripada penerimaan bagi hasil non pajak yaitu bagai hasil sumber daya alam. Komposisi
bagi hasil pajak yang berkontribusi besar pada tahun 2011 adalah komponen pajak bumi dan bangunan PBB. Variabel yang dapat menjadi proxy dari PBB sulit
didapatkan. Dalam penelitian ini digunakan pendapatan perkapita sebagai ukuran kemampuan membayar pajak. Inflasi dan pertumbuhan populasi digunakan
sebagai proxy faktor eksternal, serta peubah dummy digunakan untuk membedakan kondisi sejauh mana kebijakan desnetralisasi fiskal mempengaruhi
penerimaan bagi hasil pajak bukan pajak. Tabel 5.9. Persamaan Dugaan Dana Bagi Hasil
Variable Parameter
Estimate Standard
Error t Value
Pr t
Intercept 12,62611
0,880815 14,33
,0001 LN PDRBC
1,53207 0,345451
4,43 0,0008
LN Jumlah Kendaraan Bermotor
-0,03659 0,074877
-0,49 0,6339
Inflasi -0,01482
0,008506 -1,74
0,1071 Dummy desentralisasi
Fiskal -0,10575
0,268369 -0,39
0,7005 R-Square = 0,68608
Adj R-Sq = 0,58143 Durbin-Watson =2,493727
Keterangan : nyata pada taraf 5 persen Pendapatan perkapita memberikan pengaruh yang positif dan nyata pada
taraf 5 persen kepada pendapatan bagi hasi Kota Magelang. Nilai elastisitasnya sebesar 1,53 yang berarti apabila terjadi peningkatan pendapatan perkapita
masyarakat sebesar satu persen maka penerimaan bagi hasil akan meningkat sebesar 1,53 persen ceteris paribus. Pernyataan ini didukung oleh pola
hubungan antara dana bagi hasil dan pendapatan perkapita cenderung positif seperti terlihat pada scatter plot pada Gambar 5.31.
Sumber : Dispenda dan BPS Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.31. Pola Hubungan Dan Bagi Hasil SHRT dengan Pendapatan Perkapita PDBRCT
Jumlah kendaraan bermotor diduga berpengaruh positif terhadap dana bagi hasil namun tidak nyata pada taraf 5 persen. Hal tersebut bisa disebabkan karena
kontribusi dari jumlah kendaraan bermotor yang merupakan pajak kendaraan bermotor kecil. Selain itu juga menurut Irdhania 2009, potensi bagi hasil yang
besar bersumber dari PBB dan bea perolehan hak atas tanah bangunan BPHTB dimana persentase bagi hasilnya 90 persen, sehingga jumlah kendaraan bermotor
tampaknya tidak terlalu mempengaruhi penerimaan bagi hasil. Pola hubungan antara kedua variabel tersebut tergambarkan pada scatter plot berikut ini :
Sumber : Dispenda dan Kantor Samsat Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.32. Pola Hubungan Dan Bagi Hasil SHRT dengan Jumlah Kendaraan Bermotor VEHT
SHRT
PD R
B C
T
25000000 20000000
15000000 10000000
5000000 28
26 24
22 20
18 16
14 12
10
Scatte rplot of PDRB CT vs SHRT
SHRT
V EH
T
25000000 20000000
15000000 10000000
5000000 100000
80000 60000
40000 20000
Scatte rplot of VEHT vs SHRT
Tidak hanya variabel jumlah kendaraan bermotor, variabel inflasi dan dummy desentralisasi fiskal juga tidak berpengaruh nyata terhadap dana bagi
hasil. Variabel inflasi diduga berpengaruh positif namun tidak berpengaruh terhadap dana bagi hasil. Hal ini berarti bahwa inflasi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap dana bagi hasil. Selain itu, dummy desentralisasi fiskal diduga berpengaruh positif dan nyata terhadap dana bagi hasil. Berdasarkan hasil
pengolahan bahwa penerapan desentralisasi fiskal tidak memberikan pengaruh terhadap penerimaan dana bagi hasil. Hal itu disebabkan karena pendapatan
perkapita yang lebih berpengaruh terhadap penerimaan dana bagi hasil.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan