bagi hasil. Potensi keuangan daerah merupakan ukuran seberapa besar penerimaan keuangan yang didapatkan oleh pemerintah daerah baik itu berupa pendapatan
dari daerah sendiri ataupun dana sumbangan dari pemerintah pusat. Potensi keuangan yang dianalisis dalam model dugaan terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, laba usaha daerah dan dana bagi hasil.
5.2.3.1. Pajak Daerah
Pajak merupakan salah satu komponen PAD Kota Magelang. Pendugaan persamaan pajak daerah didasarkan pada hipotesis bahwa pajak daerah
dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, jumlah populasi, basis pajak daerah, inflasi dan dummy desentralisasi fiskal. Variabel pendapatan perkapita, jumlah
populasi, basis pajak daerah, inflasi dan dummy desentralisasi fiskal diduga berpengaruh positif terhadap pajak daerah Kota Magelang. Tabel 5.4 menyajikan
hasil dugaan persamaan pajak daerah Kota Magelang. Tabel 5.4. Persamaan Dugaan Pajak Daerah Kota Magelang
Variable Parameter
Estimate Standard
Error t
Value Pr t
Intercept 154,5946
133,199 1,16
0,2728 LN PDRBC
1,365891 1,564486
0,87 0,4031
LN Jumlah Kamar Hotel -6,58324
4,346185 -1,51
0,1608 Inflasi
-0,00607 0,043995
-0,14 0,8929
LN Jumlah Perusahaan 1,3747
0,738798 1,86
0,0924 LN Jumlah Populasi
-9,29835 10,71488
-0,87 0,4058
Dummy desentralisasi Fiskal -0,54791
0,880011 -0,62
0,5475 R-Square
= 0.82310 Adj R-Sq
=0.71696 Durbin-Watson
=2,083157
Keterangan : nyata pada taraf 5 persen
nyata pada taraf 10 persen
Variabel jumlah perusahaan merupakan proxy dari pajak reklame. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka jumlah perusahaan mempengaruhi
pendapatan pajak secara positif dan nyata pada taraf 10 persen. Elastisitasnya sebesar 1,37 yang berarti apabila terjadi kenaikan jumlah perusahaan sebesar satu
persen maka akan meningkatkan penerimaan pajak daerah sebesar 1,37 persen ceteris paribus. Pernyataan ini didukung oleh pola hubungan antara kedua
variabel tersebut yang cenderung positif, seperti digambarkan dalam scatter plot berikut:
Sumber : Dispenda dan Dinas Perindustrian Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.17. Pola Hubungan Pajak Daerah TAXT dengan Jumlah Perusahaan PRST
Variabel pendapatan perkapita tidak berpengaruh nyata terhadap pajak daerah pada taraf 5 persen. Hal ini diduga terjadi karena peningkatan pendapatan
perkapita tidak serta-merta mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya atas jasa publik, namun cenderung berperilaku hemat dengan
membuat prioritas alokasi pendapatannya untuk kebutuhan pokok. Peningkatan pendapatan perkapita tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan
pajak seperti juga didalam penelitian Yuliyati 2002. Pernyataan ini didukung dengan pola hubungan antara pajak daerah dengan pendapatan perkapita yang
cenderung positif seperti digambarkan dalam scatter plot berikut:
TAXT
PR ST
7000000 6000000
5000000 4000000
3000000 2000000
1000000 600
500 400
300 200
100
Scatte rplot of PRST vs TAXT
Sumber : BPS Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.18. Pola Hubungan Pajak Daerah TAXT dengan Pendapatan perkapita PDRBCT
Jumlah kamar hotel diduga berpengaruh positif dan nyata pada taraf 5 persen. Akan tetapi berdasarkan hasil pengolahan diatas tidak sesuai dengan
hipotesis, yaitu bahwa jumlah kamar hotel tidak berpengaruh nyata dan cenderung berhubungan negatif terhadap pajak daerah. Hal ini menandakan bahwa tingkah
laku dari pajak yang dihasilkan dari jumlah kamar hotel tidak berpengaruh terhadap pajak hotel dan cenderung berhubungan negatif dikarenakan pelaku
pajak hotel tidak menginap di hotel sehingga cenderung negatif. Selain itu juga jumlah perusahaan yang merupakan proxy dari pajak reklame lebih berpengaruh
terhadap pajak daerah. Pola hubungan kedua variabel tersebut dapa juga digambarkan dalam scatter plot berikut ini :
Sumber : Dispenda dan Dinas Pariwisata Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.19. Pola Hubungan Pajak Daerah TAXT dengan Jumlah Kamar HotelHTLT
TAXT
PD RB
CT
7000000 6000000
5000000 4000000
3000000 2000000
1000000 28
26 24
22 20
18 16
14 12
10
Scatte rplot of PDRB CT vs TAXT
TAXT
HTLT
7000000 6000000
5000000 4000000
3000000 2000000
1000000 850
800 750
700 650
600 550
500
Scatte rplot of HTLT vs TAXT
Variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah. Inflasi daerah tidak berpengaruh nyata dan cenderung negatif terhadap pajak daerah. Hal
ini diduga terjadi karena pajak merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh badan atau pribadi kepada daerah. Oleh karena itu walaupun tingkat inflasi daerah
mengalami peningkatan atau penurunan, para wajib pajak tetap harus membayar pajak daerah kepada pemerintah daerah. Selain itu juga dikarenakan harga sudah
diriilkan sehingga inflasi tidak berpengaruh. Pernyataan ini didukung dengan pola hubungan antara pajak daerah dengan inflasi yang cenderung positif seperti
digambarkan dalam scatter plot berikut ini :
Sumber : Dispenda dan BPS Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.20. Pola Hubungan Pajak Daerah TAXT dengan Inflasi INFT Jumlah populasi tidak berpengaruh nyata dan cenderung negatif terhadap
pajak daerah. Hal ini diduga terjadi karena semakin bertambahnya jumlah populasi tidak terjadi peningkatan pajak daerah. Banyaknya populasi yang tidak
membayar iuran wajib pajak pajak penghasilan sehingga semakin bertambahnya populasi tidak sebanding dengan peningkatan penerimaan pajak serta banyak
penduduk yang sudah tidak produktif. Pola hubungan antara variabel pajak daerah dengan jumlah populasi yang digambarkan dalam scatter plot berikut ini :
TAXT
IN FT
7000000 6000000
5000000 4000000
3000000 2000000
1000000 20
10 - 10
- 20 - 30
- 40
Scatte rplot of INFT vs TAXT
Sumber : Dispenda dan BPS Kota Magelang, 1995-2011 diolah
Gambar 5.21. Pola Hubungan Pajak Daerah TAXT dengan Populasi POPT Pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal yang diwakili oleh variabel
dummy desentralisasi fiskal dihipotesiskan memberikan pengaruh yang positif terhadap penerimaan pajak daerah. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan
bahwa kebijakan desentralisasi fiskal memberikan pengaruh yang negatif namun tidak nyata pada taraf 5 persen. Ketidaknyataan itu bisa mengartikan bahwa
penerapan desentralisasi fiskal tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Gambar 5.22 menyajikan perubahan penerimaan pajak
daerah sebelum maupun selama desentralisasi fiskal.
Sumber : Dispenda Kota Magelang, 1995-2011 diolah Gambar 5.22. Perkembangan Pajak Daerah Kota Magelang Tahun 1995-2011
Berdasarkan Gambar 5.22, menunjukkan bahwa pajak daerah mengalami fluktuasi yang bervariasi selama periode tersebut. Sejak tahun 2001 yaitu awal
pelaksanaan desentralisasi fiskal, pajak daerah mengalami peningkatan hingga
TAXT
PO PT
7000000 6000000
5000000 4000000
3000000 2000000
1000000 127500
125000 122500
120000 117500
115000
Scatte rplot of POPT vs TAXT
2000000 4000000
6000000 8000000
10000000
Ju ta
R u
p ia
h
Pajak Daerah Juta Rupiah
tahun 2011 meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2006 dan 2008 tetapi rata-rata cenderung meningkat. Pada tahun 2001 pajak daerah sebesar
1.798.813 juta rupiah dan terus meningkat hingga sebesar 9.463.834 juta rupiah. Tabel 5.5. Komposisi Penerimaan Pajak Daerah 2007-2011 jutaan rupiah
No Jenis Pajak
2007 2008
2009 2010
2011
1 Pajak Hotel
307.301,85 329.450,15
366.760,58 418.191,94
535.125,33 2
Pajak Restoran 654.843,49
795.188,56 968.251,14
1.007.378,91 926.838,57
3 Pajak Hiburan
534.770,65 459.866,40
718.635,99 734.886,92
697.799,90 4
Pajak Reklame 327.491,30
349.436,48 370.920,34
387.675,40 440.183,29
5 Pajak
Penerangan Jalan 3.180.613,04
3.442.373,23 3.508.802,75
4.139.054,93 4.720.227,03
6 Pajak Bahan
Galian GOL C 7
Pajak Parkir 15.312,75
18.100 1.760,00
18.355,00 21.615,00
8 Pajak Sarang
Burung 11.900
12.350 12.350,00
12.350,00 12.500,00
Sumber : Dispenda Kota Magelang, 2007-2011 diolah
Peningkatan yang terjadi setelah penerapan desentralisasi fiskal tampaknya bukan disebabkan oleh kebijakan tersebut namun oleh peningkatan komponen-
komponen pajak daerah. Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa komposisi penerimaan pajak daerah selama periode 2007 hingga 2011 mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Menurut Realisasi APBD Tahun Anggaran 2007 hingga 2011, pajak yang memberikan kontribusi terbesar adalah pajak penerangan
jalan dan pajak restoran. Pada tahun 2007, pajak penerangan jalan berkontribusi sebesar 3.180.613,04 juta rupiah sedangkan pajak restoran berkontribusi sebesar
654.843,49 juta rupiah. Kedua komponen utama tersebut setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan hingga tahun 2011. Selain itu, komponen
pajak lainnya seperti pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, pajak bahan galian golongan C dan pajak sarang burung juga mengalami peningkatan
setiap tahunnya.
5.2.3.2. Retribusi Daerah