Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

(1)

GAMBARAN PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN

LUKA DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH

PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

MEIDINA SINAGA

081101044

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ” untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp. KMB, CWCC selaku dosen pembimbing

skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ikhsanuddin Harahap, S.Kp, MNS selaku penguji I dan Bapak Asrizal, S.Kep, Ns, WOC(ET)N selaku penguji II yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Asrizal, S.Kep, Ns, WOC(ET)N, Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes, dan Ibu Sukarni, S.Kep, Ns, CWCS yang telah bersedia memvalidasi instrumen penelitian.


(4)

5. Ibu Allen dan Ibu Endang yang telah memberikan izin penelitian dan juga seluruh perawat di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dan RSUD. dr. Pirngadi Medan yang telah bersedia berpartisipasi menjadi responden selama proses penelitian berlangsung.

6. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua tercinta Bapak S. Sinaga dan Ibu R. Pasaribu, Abang Anri Sinaga dan Adikku Riski Sinaga yang telah memberikan dukungan moril, materil, doa, dan segala yang terbaik untuk penulis.

7. Teman-teman stambuk 2008 Fakultas Keperawatan USU yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, khususnya untuk sahabat-sahabat terbaikku Ira, Septa, Juli, dan Gita yang menjadi tempat untuk berbagi keluh kesah, memberikan semangat, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kak Yunita dan Ibu Damaris Gultom yang telah membantu dan memberi masukan selama proses penelitian.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis skripsi bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juli 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan ... ii

Prakata... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... vii

Daftar Tabel ... viii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

Bab 1. Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka 1. Luka ... 7

1.1Pengertian Luka ... 7

1.2Jenis-Jenis Luka ... 7

1.3Proses Fisiologi Penyembuhan Luka ... 8

1.4Faktor-Faktor Penyebab Terambatnya Penyembuhan Luka ... 10

1.5Komplikasi Penyembuhan Luka ... 11

2. Perawatan Luka... 12

2.1Pengertian Perawatan Luka... 12

2.2Bahan-Bahan yang digunakan pada Perawatan Luka ... 12

2.3Pengunaan Bahan pada Berbagai Jenis Luka ... 20

Bab 3. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konsep... 26

2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 27

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 28

1. Desain Penelitian ... 28

2. Populasi dan Sampel... 29

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4. Pertimbangan Etik ... 29

5. Instrumen Penelitian ... 30

6. Validitas dan Realibilitas ... 31

7. Prosedur Pengumpulan Data ... 32


(6)

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... ... 35

1. Hasil Penelitian ... 35

2. Pembahasan………. 37

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 43

1. Kesimpulan ... 43

2. Saran ... 43

Daftar Pustaka ... 46

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian ... 49

2. Jadwal Tentatif Penelitian ... 50

3. Taksasi Dana ... 51

4. Instrumen Penelitian ... 52

5. Surat izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU……….. 54

6. Surat Keterangan Pengambilan data dari RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar... 55

7 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 56

8 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 57

9. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 58

10. Hasil Analisa Data ... 59

11 Hasil Analisa Data Responden ... 63


(7)

DAFTAR SKEMA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian……… 27 Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Penggunaan Bahan-Bahan pada


(9)

Judul : Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Nama Mahasiswa : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademik : 2012

Abstrak

Metode perawatan luka berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditandai dengan munculnya bahan-bahan perawatan luka modern yang telah dirancang sesuai dengan karakteristik luka, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi secara maksimal. Di Indonesia, penerapan metode perawatan luka modern masih minim. Pelayanan kesehatan cenderung menggunakan metode perawatan luka konvensional. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang perawat yang dipilih melalui metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengambilan data dilakukan pada Februari hingga Maret 2012. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan perawatan

luka di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar seluruhnya (100.00%) tidak

sesuai dengan karakteristik luka. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar perawat menggunakan bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka pasien.


(10)

Judul : Description Usage of The Material Wound Care In General Hospital Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Name : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Academic Year : 2012

Abstract

Wound care methods evolve with developments in science and technology. It is characterized by the emergenc of the material of modern wound care has been designed in accordance with the characteristics of the wound, so that the wound healing process can occur to the fullest. In Indonesia, the application of modern methods of wound care is minimal. Health care services tend to use conventional methods of wound care. This descriptive study aimed to identify the use of materials on wound care in RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. The number of samples in this study were 30 nurses selected through purposive sampling method. Data collection techniques using questionnaires. Data is collected in February and March 2012. The results are presented in the form of a frequency distribution table. The results of this study showed that the use of wound care materials in RSUD Dr Djasamen Saragih Pematangsiantar entirely (100.00%) did not match the characteristics of the wound. The results of this study can be used as input to the wound care nurse to use materials that match with characteristics of wound.


(11)

Judul : Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Nama Mahasiswa : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademik : 2012

Abstrak

Metode perawatan luka berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditandai dengan munculnya bahan-bahan perawatan luka modern yang telah dirancang sesuai dengan karakteristik luka, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi secara maksimal. Di Indonesia, penerapan metode perawatan luka modern masih minim. Pelayanan kesehatan cenderung menggunakan metode perawatan luka konvensional. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang perawat yang dipilih melalui metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengambilan data dilakukan pada Februari hingga Maret 2012. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan perawatan

luka di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar seluruhnya (100.00%) tidak

sesuai dengan karakteristik luka. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar perawat menggunakan bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka pasien.


(12)

Judul : Description Usage of The Material Wound Care In General Hospital Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Name : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Academic Year : 2012

Abstract

Wound care methods evolve with developments in science and technology. It is characterized by the emergenc of the material of modern wound care has been designed in accordance with the characteristics of the wound, so that the wound healing process can occur to the fullest. In Indonesia, the application of modern methods of wound care is minimal. Health care services tend to use conventional methods of wound care. This descriptive study aimed to identify the use of materials on wound care in RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. The number of samples in this study were 30 nurses selected through purposive sampling method. Data collection techniques using questionnaires. Data is collected in February and March 2012. The results are presented in the form of a frequency distribution table. The results of this study showed that the use of wound care materials in RSUD Dr Djasamen Saragih Pematangsiantar entirely (100.00%) did not match the characteristics of the wound. The results of this study can be used as input to the wound care nurse to use materials that match with characteristics of wound.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka adalah 3.50 per 1000 populasi penduduk. Mayoritas luka pada penduduk dunia adalah luka karena pembedahan/trauma (48.00%), ulkus kaki (28.00%), luka dekubitus (21.00%). Pada tahun 2009, MedMarket Diligence, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka bedah ada 110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta kasus,luka lecet ada 20.40 juta kasus, luka bakar 10 juta kasus, ulkus dekubitus 8.50 juta kasus, ulkus vena 12.50 juta kasus, ulkus diabetik 13.50 juta kasus, amputasi 0.20 juta pertahun, karsinoma 0.60 juta pertahun, melanoma 0.10 juta, komplikasi kanker kulit ada sebanyak 0.10 juta kasus (Diligence, 2009).

Berdasarkan tingkat keparahan luka, luka di bagi atas luka akut dan luka kronik. Luka akut dan kronik beresiko terkena infeksi. Luka akut memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994). Contoh luka akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka trauma dan luka lecet. Di Indonesia angka infeksi untuk luka bedah mencapai 2.30 sampai dengan 18.30 % (Depkes RI, 2001).


(14)

(15)

Pada luka kronik, waktu penyembuhannya tidak dapat diprediksi dan dikatakan sembuh jika fungsi dan struktural kulit telah utuh. Jenis luka kronik yang paling banyak adalah luka dekubitus, luka diabetikum, luka kanker. Jumlah penderita luka kronik setiap tahun semakin meningkat. Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sekitar 15.00%, angka amputasi 30.00%, angka kematian 32.00% dan ulkus diabetika merupakan sebab perawatan rumah sakit terbanyak sebesar 80.00% untuk diabetes mellitus. Angka kematian dan angka amputasi masih cukup tinggi, masing-masing sebesar 32.50% dan 23.50% (Hastuti, 2008)

Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan tersebut meliputi

pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing)

luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007).

Luka akut dan kronis membutuhkan perawatan. Perawatan luka akut dan kronis sangat berbeda. Pada luka kronik prioritas perawatan luka adalah mengeluarkan benda asing yang dapat bertindak sebagai fokus infeksi; melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal, pus, menyediakan temperatur, meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan


(16)

epitelisasi. Seringkali hal ini memerlukan bahan perawatan luka yang harus disesuaikan dengan karakteristik luka klien.

Pada awalnya para ahli berpendapat bahwa penyembuhan luka akan sangat baik bila luka dibiarkan tetap kering . Mereka berpikir bahwa infeksi bakteri dapat dicegah apabila seluruh cairan yang keluar dari luka terserap oleh pembalutnya. Akibatnya sebagian besar luka dibalut oleh bahan kapas pada kondisi kering. Namun ternyata pada tahun 1962 hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka menjadi dasar diketahuinya konsep “Moist Wound Healing”. ”Moist Wound Healing” adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.

Munculnya konsep “Moist Wound Healing” disertai dengan teknologi yang

mendukung, hal tersebut menjadi dasar munculnya pembalut luka modern. (Mutiara, 2009).

Sebuah penelitian di Departemen Kulit, Rumah Sakit Militer Wroclaw, Polandia tahun 2009 yang dilakukan pada 30 orang klien penderita ulkus vena (16 perempuan, 14 laki-laki, rata-rata umur 68 ± 10 hari). Pada awalnya ketigapuluh klien ini dirawat dengan menggunakan kasa dan salin normal, tetapi selama 4 minggu perawatan tidak ada dampak penyembuhan yang positif, kemudian peneliti mengganti metode perawatan dengan menggunakan bahan balutan oklusif. Hasil penelitian itu menunjukkan prevalensi penyembuhan luka ulkus


(17)

vena mencapai 40.00% dengan pengurangan luas luka mencapai 53.00%, pengurangan cairan eksudat mencapai 66.00% dan pengurangan nyeri mencapai 96.00% dengan lama waktu penyembuhan 12 minggu (Katarzyna, 2009).

Dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan dan pemilihan produk-produk perawatan luka kurang sesuai sangat sering ditemukan. Penggunaan dan pemilihan produk-produk perawatan luka kurang sesuai akan menyebabkan proses inflamasi yang memanjang dan kurangnya suplai oksigen di tempat luka. Hal-hal tersebut akan memperpanjang waktu penyembuhan luka. Luka yang lama sembuh disertai dengan penurunan daya tahan tubuh pasien membuat luka semakin rentan untuk terpajan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi (Morrison, 2004). Munculnya infeksi akan memperpanjang lama hari rawat. Hari rawat yang lebih lama akan meningkatkan risiko pasien terkena komplikasi penyakit lain seperti seperti hiponatremi, hipotensi, pendarahan saluran pencernaan bagian atas, diare dan gagal ginjal kronik. Hari rawat yang lama juga akan menambah biaya perawatan dan perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh luka yang dialami pasien (Allman, 2009).

Berdasarkan data indikator mutu pelayanan, yang diperoleh dari RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2011 (periode April sampai September) terdapat angka kejadian dekubitus 0.00%, infeksi luka infus sebesar 1,11%, infeksi luka operasi sebesar 0.30 %. Dari data yang diperoleh, terdapat sebuah ruangan yaitu ruang C1 yang memiliki tingkat infeksi tertinggi yaitu untuk luka operasi mencapai 8.00% pada bulan Mei dan 6.25% pada bulan Juni. Berdasarkan


(18)

tinggi sebagai indikator kejadian infeksi paska operasi memiliki standar maksimal 1.50% (Kuntjoro, 2007).

Salah satu penyebab tingginya angka infeksi tersebut dapat terjadi akibat penggunaan bahan-bahan perawatan luka yang tidak sesuai dengan karakteristik luka. Berdasarkan alasan diatas peneliti ingin mengidentifikasi penggunaan bahan dalam perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana penggunaan bahan-bahan perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ?

3. Tujuan penelitian

Mengidentifikasi penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Manajemen Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Manajemen RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar untuk menerapkan metode perawatan luka modern pada Standar Operasional Prosedur (SOP) perawatan luka dengan menyediakan bahan balutan oklusif dan membuat suatu pelatihan tentang konsep “moist wound healing” sebagai tren perawatan luka.


(19)

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat memberikan penjelasan mengenai kondisi perawatan luka di sebagian rumah sakit, dan dapat menjadi informasi penggunaan bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka.

4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi informasi tambahan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian di ruang lingkup yang sama.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.Luka

1.1 Pengertian

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh yang lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995).

1.2. Jenis Luka

Berdasarkan lama waktu penyembuhannya, luka dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Luka Akut

Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk.


(21)

(22)

b. Luka Kronik

Luka akut adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus (Briant, 2007).

1.3 Proses Fisiologis Penyembuhan Luka

Proses fisiologis Penyembuhan Luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama, yaitu: a. Hemostasis

Hemostatis : Pada fase ini terjadi peningkatan perlekatan platelet. Platelet akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh darah. Jaringan yang rusak akan merangsang adenosin diphosphat (ADP) membentuk platelet. Platelet yang dibentuk berfungsi untuk merekatkan kolagen dan mensekresi faktor yang merangsang pembekuan darah. Pembekuan darah diawali dengan produksi trombin yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet menjadi hemostatik yang stabil. Platelet juga mensekresi platelet yang terkait dengan faktor pertumbuhan jaringan (platelet-associated growth factor). Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri kecuali ada gangguan faktor pembekuan.


(23)

b. Inflamasi

Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan debris. Respon jaringan yang rusak : jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan plasma dan polimorfonuklear ke sekitar jaringan. Neutropil memfagositosis mikroorganisme dan berperan sebagai pertahanan awal terhadap infeksi. Jaringan yang rusak juga akan menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh serta meningkatkan penyediaan darah ke daerah tersebut, sehingga menjadi merah dan hangat. Permeabilitas kapiler-kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir kedalam spasium intertisial, menyebabkan edema lokal dan mungkin hilangnya fungsi di atas sendi tersebut. Makrofag mengadakan migrasi ke luar dari kapiler dan masuk ke dalam darah yang rusak sebagai reaksi terhadap agens kemotaktik yang dipacu oleh adanya cedera. Makrofag mampu memfagosit bakteri. Makrofag juga mensekresi faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas (FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL-1).

c. Fase Proliferasi

Fibroblas meletakkan subtansi dasar dan serabut-serabut kolagen serta

pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen diletakkan, maka terjadi peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan luka. Kapiler-kapiler dibentuk oleh tunas endothelial, suatu proses yang disebut angiogenesis. Bekuan fibrin yang dihasilkan pada fase I dikeluarkan begitu kapiler baru menyediakan


(24)

enzim yang diperlukan. Tanda-tanda inflamasi mulai berkurang. Jaringan yang dibentuk dari gelung kapiler baru, yang menopang kolagen dan subtansi dasar, disebut jaringan granulasi karena penampakannya yang granuler dan warnanya merah terang. Fase ini berlangsung selama 3-24 hari.

d. Maturasi (Remodelling)

Pada tahap maturasi terjadi proses epitelisasi, kontraksi dan reorganisasi jaringan ikat. Setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan sisa-sisa folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorivera membelah dan mulai bermigrasi diatas jaringan glandula baru. Karena jaringan tersebut hanya dapat bergerak diatas jaringan yang hidup, maka mereka hidup dibawah eskar atau dermis yang mengering. Apabila jaringan tersebut bertemu dengan sel-sel epitel lain, yang juga mengalami migrasi, maka mitosis berhenti, akibat inhibisi kontak. Kontraksi luka disebabkan karena miofibroblas kontraktil membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat suatu penurunan progresif alam vaskularitas jaringan parut, yang berubah dalam penampilannya dari merah kehitaman menjadi putih. Serabut- serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan meningkat (O’Leary, 2007).

1.4 Faktor-Faktor yang dapat Penghambat Penyembuhan Luka

Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, ada banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, yaitu (Morrison, 2004): a. Faktor intrinsik

Faktor intrinstik meliputi faktor- faktor patofisiologi umum (misalnya, gangguan kardiovaskuler, malnutrisi, gangguan metabolik dan endokrin,


(25)

penurunan daya tahan terhadap infeksi) dan faktor fisiologi normal yang berkaitan dengan usia dan kondisi lokal yang merugikan pada tempat luka (misalnya, eksudat yang berlebihan, dehidrasi, infeksi luka, trauma kambuhan, penurunan suhu luka, pasokan darah yang buruk, edema, hipoksia lokal, jaringan nekrotik, pengelupasan jaringan yang luas, produk metabolik yang berlebihan, dan benda asing).

b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik meliputi penatalaksanaan luka yang tidak tepat (misalnya, pengkajian luka yang tidak tepat, penggunaan bahan perawatan luka primer yang tidak sesuai, dan teknik penggantian balutan yang ceroboh).

1.5 Komplikasi Penyembuhan Luka

Menurut Potter & Perry (2006) komplikasi penyembuhan luka meliputi : a. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulen, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan, bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

b. Dehisen

Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Dehisen sering terjadi pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak, misalnya batuk, muntah atau duduk tegak di tempat tidur.


(26)

c. Eviserasi

Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi (keluarnya organ viseral melalui luka yang terbuka). Bila terjadi evisersasi, perawat meletakkan handuk steril yang dibasahi dengan salin normal steril di atas jaringan yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan tersebut.

d. Fistul

Fistul adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ atau

diantara organ dan bagian luar tubuh.

2. Perawatan Luka 2.1 Pengertian

Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan,

mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan

pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Briant, 2007).

2.2 Bahan-bahan pada Perawatan Luka

Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan antara lain balutan, larutan pembersih, larutan antiseptik, balutan sekunder dan semprotan perekat.


(27)

a. Pembalut luka

Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan melindungi luka dari kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan karakteristik luka.

Jenis-jenis balutan antara lain : 1. Balutan kering

Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka pada keadaan seperti ini paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini akan melindungi luka dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan. Dengan demikian uap lembab dari kulit dapat menguap dan balutan tetap kering (Schrock, 1995).

2. Balutan basah kering

Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi dari serat lainnya. Kasa dari kapas digunakan sebagai pembalut pertama dan kedua, kasa tersedia sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus kaki. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung pada benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan basah lembab normal salin. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal salin, digunakan untuk debridemen non selektif (mengangkat debris atau jaringan yang mati).


(28)

3. Balutan modern

Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu tersebut dapat dilihat dari banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk bahan pembalut luka modern. Bahan pembalut luka modern adalah produk pembalut hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol kelembapan disekitar luka. Bahan balutan luka modern ini di disesuaikan dengan jenis luka dan eksudat yang menyertainya.

Jenis-jenis balutan luka yang mampu mempertahankan kelembaban antara lain (Briant, 2007) :

a. Alginat

Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan kualitasnya bervariasi. Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi pembuluh darah, kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Apabila pembalut luka dari alginat kontak dengan luka, maka akan terjadi infeksi dengan eksudat, menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat hidrofilik, dapat ditembus oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan baru. Selain itu bahan yang berasal dari alginat memiliki daya absorpsi tinggi, dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab disekitar luka, mudah digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.

Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan sekunder seperti


(29)

menyerap eksudat, memberi kelembaban, dan melindungi kulit di sekitarnya agar tidak mudah rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal balutan ini harus diganti sekali sehari. Balutan ini dindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak sedangkan kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka pada luka bakar derajat III.

b. Hidrogel

Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang tidak berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang dapat menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak kekompakkan atau struktur bahan. Jel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Jel diletakkan langsung diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan luka. Indikasi balutan ini adalah digunakan pada jenis luka dengan cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah luka yang banyak mengeluarkan cairan

c. Foam Silikon Lunak

Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada

permukaan yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekat pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka.


(30)

Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang untuk luka dengan drainase dan luas.

d. Hidrokoloid

Balutan hidrokoloid bersifat ”water-loving” dirancang elastis dan merekat yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben atau penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel, semipoliuretan padat mengandung partikel hidroaktif yang akan mengembang atau membentuk jel karena menyerap cairan luka. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan untuk membentuk seperti jel yang menciptakan lingkungan yang lembab yang dapat merangsang pertumbuhan jaringan sel untuk penyembuhan luka. Balutan hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan. Balutan hidrokoloid digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka, derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia. Balutan ini diindikasi kan pada luka pada kaki, luka bernanah, sedangkan kontraindikasi balutan ini adalah tidak digunakan pada luka yang terinfeksi.

e. Hidrofiber

Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan berinteraksi dengan drainase dari luka untuk


(31)

membentuk jel yang lunak yang sangat mudah dieliminasi dari permukaan luka. Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka (Briant, 2007).

b. Larutan pembersih

Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka (AHPCR, 1994). Tujuan pembersih luka adalah untuk menegeluarkan debris organik maupun anorganik sebelum menggunakan balutan untuk mempertahankan lingkungan yang optimum pada tempat luka untuk proses penyembuhan. Adanya debris yang terus menerus, termasuk benda asing, jaringan lunak yang mengalami devitalisasi, krusta, dan jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan dan menjadi fokus infeksi. Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuang kontaminan yang mungkin akan menjadi sumber infeksi.

Menurut pedoman AHCPR 1994, cairan pembersih yang dianjurkan adalah Sodium klorida. Normal salin aman digunakan pada kondisi apapun (Lilley&Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida tersusun atas Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah


(32)

(Henderson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,90 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini Sodium Klorida disebut juga salin normal (Lilley& Aucker, 1999). Normal salin merupakan larutan isotonis yang aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan disekitar luka, membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah (Bryant, 2007).

c. Agen topikal

Agen topikal terdiri dari antiseptik dan antibakteri. Antiseptik adalah bahan-kimia yang dioleskan pada kulit atau jaringan yang hidup untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme (baik yang bersifat sementara maupun yang tinggal menetap pada luka) dengan demikian akan mengurangi jumlah total bakteri yang ada pada luka.

Pada perawatan luka modern, pemakaian antiseptik yang diperkenalkan oleh Lister, seperti povidone-iodine, hypoclorite, asam asetat tidak digunakan lagi pada luka-luka terbuka dan luka bersih seperti luka bedah (akut) dan luka-luka kronik. Pemakaian povidone iodine hanya digunakan pada luka-luka akut maupun

kronik yang dapat menunjukkan kesembuhan (healable wound), luka yang

mengalami infeksi. Povidone iodine juga digunakan untuk mensterilkan alat dan permukaan kulit yang utuh yang akan dioperasi. Sehingga, untuk mencegah kerusakan jaringan baru pada luka, WHO menyarankan agar tidak lagi menggunakan antiseptik pada luka bersih, tetapi menggunakan normal salin sebagai agen pembersih (WHO, 2010).


(33)

Agen topikal golongan antibiotik yang sering digunakan adalah bacitracin, silver sulfadiazine, neomysin, polymyxin. Pemberian antibakteri diindikasikan pada luka yang memiliki tanda-tanda infeksi (Moon, 2003).

d. Balutan sekunder (Secondary dressing)

Balutan sekunder adalah bahan perawatan luka yang memberikan efek terapi atau berfungsi melindungi, megamankan dan menutupi balutan primer. Jenis-jenis balutan sekunder antara lain:

a. Pita perekat (adhesive tape)

Beberapa pita perekat yang sering digunakan dalam perawatan luka antara lain (Knottenbelt, 2003) :

1. Plester cokelat terdiri dari bahan tenunan katun sewarna kulit dengan perekat Zinc oksida berpori dengan daya lekat kuat namun tidak sakit saat dilepas. Plester ini diindikasikan untuk plester serbaguna, retensi bantalan penutup luka, fiksasi infus.

2. Plester luka Non Woven, terbuat dari bahan akrilik yang hipoalergenik. Kertas

pelindung terbuat dari silikon bergaris dan memiliki crack back, yang

memudahkan pemakaian (teknik asepsis), mengikuti lekuk tubuh, perlindungan menyeluruh untuk mencegah kontaminasi. Plester ini memiliki daya lekat optimal (tidak terlalu lengkat dikulit namun tidak mudah lepas). Plester ini diindikasikan untuk retensi bantalan penutup luka, fiksasi infus. Contoh : Biopore, Hipavix.


(34)

b. Balutan Perekat (Adhesive Dressing)

Contohnya : Perekat Alginat, perekat hidrokoloid, transparent film. c. Perban

Contohnya: Balutan tubular, balutan kompresi tinggi.

e. Semprotan perekat

Semprotan perekat merupakaan cara lain untuk mempertahankan balutan agar tetap pada tempatnya. Beberapa lapis kasa diletakkan langsung pada luka, kemudian balutan dipenuhi dengan semprotan perekat, dan setelah mengering, kelebihan kasa digunting. Jenis ini disemprotkan langsung pada luka yang akan segera mengering dan memberikan perlindungan yang baik (Morrison, 2004).

2.3 Penggunaan Bahan pada Berbagai Luka

a. Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka 1 Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik

Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi,

ulkus neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah pengangkatan jaringan yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong pemulihan luka. Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik dengan jaringan nekrosis, luka terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan metode debridemen harus berdasarkan karakteristik jaringan nekrotik yang ada pada luka klien.


(35)

1. Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry), hidroterapi, dan irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini diindikasikan untuk luka dengan jumlah jaringan nekrotik yang banyak dan luka infeksi. Dengan demikian pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah untuk dilakukan.

2. Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi. Metode ini merupakan cara yang paling cepat untuk membuang jaringan nekrotik dalam jumlah banyak. Dampak negatif dari debridemen ini adalah peningkatan resiko pasien terhadap perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering terjadi adalah banyak infeksi yang terjadi setelah operasi terutama pada orang-orang yang memiliki status kesehatan yang tidak optimal.

3. Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan sendirinya oleh enzim badan sel darah putih, yang memasuki daerah luka selama proses inflamasi. Debridemen autolisis hanya digunakan pada klien yang tidak terinfeksi dengan jumlah jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen autolisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban seperti hidrokoloid, hidrogel, alginat.

2. Penatalaksanaan luka yang terinfeksi

Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses penyembuhan.Pada luka infeksi yang menghasilkan bau dapat menggunakan balutan arang aktif (Activated


(36)

charcoal dressing) sebagai penghilang rasa bau (deodoriser) yang efektif. Jika terdapat eksudat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, maka balutan busa yang menyerap dan dilapisi arang (Morrison, 2004).

3. Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat

Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka. Eksudat dapat juga mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya menjadi terendam air. Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat. (Morrison, 2004).

Luka-luka yang bereksudat dibagi ke dalam tiga kategori, tergantung kedalaman dan tingkat eksudat yang dihasilkan (Morrison, 2004), antara lain :

a. Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang,

pemilihan balutan meliputi: Lembaran hidrokoloid. Lembar balutan ini tidak memerlukan balutan sekunder dan cukup mudah untuk melihat kapan balutan tersebut perlu diganti.

b. Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan

balutan seperti balutan alginat.

c. Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan

meliputi: granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi balutan alginat, balutan alginat dalam bentuk pita atau tali sangat berguna untuk membungkus luka yang sempit, balutan busa.


(37)

4. Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat

Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih berbentuk cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum. Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan, dapat melakukan desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka tersebut.

b. Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2004) 1. Luka insisi bedah

Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi kondisi balutan, adanya perdarahan, drain, insisi atau jahitan. Lakukan pembersihan luka dimulai pada pusat luka ke arah keluar dan secara perlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat sedikit edema. Gunakan normal salin untuk membersihkan luka. Hindari penggunaan larutan yang bersifat sitotoksik seperti hydrogen perokside dan povidone iodine karena dapat merusak jaringan dan memperlambat penyembuhan luka. Pertahankan kondisi luka tetap bersih dan termasuk lingkungan tempat tidur pasien. Penggantian balutan tergantung pada kondisi balutan bersih atau kotor. Bila kondisi balutan kering dan bersih balutan diganti 2 atau 3 hari sekali setelah operasi dan juga tergantung jenis balutan yang digunakan. Jenis balutan yang disarankan adalah balutan yang dapat mempertahankan kelembaban. Penggunaan kasa dan salin normal, saat


(38)

penggantian balutan kering akan menekan permukaan yang mengakibatkan pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu dan menimbulkan rasa nyeri.

2. Ulkus Arteri

Lakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering dan eskar keras, jangan lakukan debridemen. Hindari terapi (kompresi) karena dapat menghambat aliran darah. Lakukan balutan dengan teknik steril dan pertahankan lingkungan dalam keadaan lembab. Gunakan balutan hidrokoloid jika ada untuk menjaga kelembaban lingkungan luka. Pada saat berbaring posisi kepala ditinggikan 5 sampai 7 derajat yang bertujuan untuk menyokong sirkulasi daerah kulit dan ke bagian ekstremitas.

3. Ulkus Vena

Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik steril. Bersihkan luka dengan salin normal. Bila terdapat jaringan nekrotik lakukan debridemen. Lakukan terapi kompresi, yang bertujuan untuk memperlancar aliran limfatik, reduksi tekanan vena superfisial dan mengurangi aliran balik ke pembuluh vena yang dalam. Pemberian obat topikal tergantung jumlah eksudat dan ukuran luka, ada tidaknya infeksi dan karakteristik sekeliling luka. Apabila menggunakan balutan untuk kelembaban lingkungan dapat menggunakan hidrokoloid, transparan film, dan foam. Lakukan peninggian posisi pada daerah kaki, hal yang dapat meningkatkan sensitivitas pada sekeliling luka.; hindari larutan atimikrobial, hindari bahan yang sifatnya lengket. Prinsip perawatan luka pada ulkus vena adalah meningkatkan pengisian kembali ke vena, yang akan menyebabkan statis vena menurun.


(39)

4. Neuropati perifer ulkus diabetik

Penggunaan balutan pada neoropatik perifer ulkus diabetik dapat disesuaikan dengan jumlah eksudat yang dihasilkan oleh luka. Balutan yang sering digunakan adalah hidrogel. Balutan ini digunakan ketika luka sedang kering dengan tujuan menghasilkan sedikit cairan untuk melembabkan permukaan luka. Balutan foam digunakan ketika luka menghasilkan cairan eksudat yang banyak sampai sedang dan balutan alginat digunakan ketika luka menghasilkan banyak cairan eksudat.

5. Ulkus Dekubitus

Perawatan luka dekubitus mencakup 3 prinsip : debridemen, pembersihan dan dressing. Debridemen dilakukan untuk mencegah infeksi yang lebih luas. Debridemen bertujuan untuk mengangkat jaringan yang sudah mengalami nekrosis. Pada setiap luka yang akan diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang perlu dihindari untuk membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan sodium hypoclorite. Gunakan normal salin sebagai larutan pembersih luka. Gunakan balutan hidrokoloid, tetapi jika luka menghasilkan banyak cairan eksudat (lebih dari 50% balutan primer dalam rentang waktu kurang dari 24 jam dan balutan sekunder telah basah) gunakan alginat.


(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seseorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2009). Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan bahan perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Skema I. Kerangka penelitian penggunaan bahan pada perawatan luka Bahan-bahan yang

digunakan pada perawatan luka : Balutan,Larutan pembersih, antiseptik, balutan sekunder,

semprotan perekat

Penggunaan bahan-bahan pada perawatan luka : -Tidak sesuai = 0-6 - Sesuai = 7-13


(41)

2. Definisi Operasional

Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Penggunaan

Bahan

-bahan perawatan luka

Proses,cara,perbuatan menggunakan bahan– bahan perawatan luka yang meliputi balutan larutan pembersih, antiseptik, balutan sekunder, semprotan perekat. Kuesioner penggunaan bahan-bahan pada perawatan luka sebanyak 13 pernyataan dengan pilihan jawaban “Ya” atau “Tidak” Penggunaan bahan-bahan perawatan luka sesuai (7-13) Penggunaan bahan-bahan perawatan luka tidak sesuai (0-6) Skala ordinal


(42)

(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

murni yang bertujuan mengidentifikasi gambaran penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang inap dimana terdapat pasien yang mengalami luka. Ruang rawat tersebut adalah paviliun A, paviliun B, paviliun C dan paviliun Anak, ICU, ruang 12, ruang 17, ruang C1, ruang C2, ruang C3, ruang paviliun kebidanan, ruang nifas, dan poli bedah. Jumlah keseluruhan perawat pelaksana pada ruang rawat tersebut adalah 167 orang (data tahun 2010).

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap dan dianggap bisa mewakili populasi (Hasan, 2008). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan responden dengan cara memilih responden di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga responden tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Adapun kriteria


(44)

responden yang digunakan adalah kriteria inklusi, yaitu karakteristik responden yang layak diambil untuk penelitian, antara lain perawat pelaksana di ruang rawat inap di mana terdapat luka pada pasien, perawat yang bertugas melakukan perawatan luka dan bersedia menjadi responden penelitian.

Bailey menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisa statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30. Berhubung penelitian ini akan menggunakan analisa data statistik univariat, maka jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang (Hasan, 2002).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dengan alasan tersedianya sampel yang memadai, dan penelitian mengenai penggunaan bahan pada perawatan luka di rumah sakit tersebut belum pernah diteliti. Penelitian ini telah dilaksanakan selama lima bulan yaitu pada Februari sampai dengan Juni 2012.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan etik yaitu, peneliti meminta kesediaan calon responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani informed concent. Jika calon responden tidak bersedia peneliti tetap menghargai hak-hak responden untuk tidak terlibat dalam penelitian.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya, pada lembar pengumpulan data. Peneliti cukup memberikan kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan catatan tentang data responden


(45)

dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian tetapi hanya menuliskan inisial namanya saja untuk menjaga kerahasiaan semua informasi yang diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2008).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket (kuesioner), yaitu kuesioner penggunaan bahan-bahan pada perawatan luka yang disusun oleh peneliti mengacu kepada tinjauan pustaka. Kuesioner ini menggunakan pernyataan tertutup dengan pilihan jawaban “Ya” atau “Tidak”. Kuesioner ini terdiri dari 13 pernyataan. Dari 13 pernyataan, terdapat 1 pernyataan negatif yaitu pada nomor 10, dan 12 pernyataan positif yaitu pada nomor 1-9,11-12 dan 13. Penilaian kuesioner ini menggunakan skala Dichotomy dengan skor pilihan untuk pernyataan positif nomor 2,4,5,9 dan pernyataan negatif, benar (B)=0, salah (S)=1 dan untuk penyataan positif nomor 1,3,6,7 dan 8, benar (B) = 1, salah (S)=0. Total skor berkisar antara 0-13 untuk setiap pernyataan, sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 13. Semakin tinggi jumlah skor maka penggunaan bahan perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar semakin sesuai dengan jenis luka.

Berdasarkan rumus statistik Sudjana (2002), P = ������� ����� �����������

P merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) sebesar 13 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk


(46)

penggunaan (sesuai atau tidak sesuai), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 7. Dengan menggunakan nilai P, maka penggunaan bahan-bahan perawatan luka dikategorikan sebagai berikut :

0-6 = Penggunaan bahan-bahan perawatan luka tidak sesuai jenis luka 7-13 = Penggunaan bahan-bahan perawatan luka sesuai jenis luka.

6. Validitas dan Realibilitas Instrumen

Instrumen untuk variabel penggunaan bahan-bahan perawatan luka dibuat oleh peneliti, sehingga perlu dilakukan uji validitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Pengujian validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dengan baik mewakili karakteristik yang diteliti. Pengujian validitas isi dilakukan dengan memberikan instrumen penelitian, kriteria dan lembar penilaian Content Validity Index (CVI) kepada tiga orang ahli perawatan luka yaitu dua orang dosen keperawatan medikal bedah, Bapak Asrizal, S.Kep, Ns,WOC(ET)N, Bapak Mula Tarigan S.Kp, M.Kes, dan seorang perawat Ibu Sukarni S. Kep, Ns, CWCS. Hasil uji validitas dikatakan valid dilihat berdasarkan Coefisient Validity Index (CVI ). Kriteria Penilaian CVI (Content Validity Index) menurut Polite & Beck, 2006 adalah sebagai berikut, setiap pernyataan diberi skor 1 jika pernyataan dinyatakan tidak valid, skor 2 diberi jika pernyataan dinyatakan valid tetapi membutuhkan revisi, dan skor 3 diberikan jika pernyataan valid tidak membutuhkan revisi. Setelah itu, nilai validitas dihitung dengan mengunakan rumus:


(47)

Nilai validitas (r) = ∑ ���������������ℎ��

∑ �������������������������������ℎ���������

Suatu instrumen dikatakan valid jika nilai Coefisient Validity Index mencapai 0.70. Hasil uji validitas yang didapat, kuesioner penggunaan bahan perawata luka memiliki nilai Coefisient Validity Index sebesar 0.78 sehingga instrumen yang digunakan peneliti telah valid.

Uji realibilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat konsistensi sebuah instrumen untuk memberikan hasil ukuran yang sama tentang sesuatu yang diukur pada waktu yang berlainan (Hasan, 2002). Uji realibilitas ada dua, yaitu realibilitas eksternal dan realibilitas internal. Uji reliabilitas eksternal dilakukan pada 10 orang responden (Azwar,2003). Pengambilan data untuk uji reliabel dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan, dengan pertimbangan kedua rumah sakit tersebut memiliki kriteria yang sama. Realibilitas internal instrumen penelitian ini diuji dengan menggunakan uji KR-20 karena jenis pernyataan pada kuesioner adalah pernyataan dengan jawaban dikotomi (Arikunto, 2006). Hasil uji reliabilitas KR-20 dari instrumen di dapatkan nilai reliabilitas 0.78. Instrumen yang baru akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.70 (Polite & Hungler, 1995), sehingga instrumen penelitian ini dapat dinyatakan reliabel.

7. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat izin pelaksanaan


(48)

penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari lokasi penelitian, yaitu RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Setelah mendapat izin dari RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar peneliti bertemu dengan calon responden dan menjelaskan terlebih dahulu kepada responden tentang maksud, tujuan dan prosedur penelitian serta menanyakan kesediaan calon responden. Calon responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani informed concent (surat persetujuan). Responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner yang diajukan peneliti. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden dan responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pernyataan yang tidak dimengerti. Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden, peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dengan terlebih dahulu memeriksa kelengkapan jawaban.

8. Analisa Data

Setelah seluruh data terkumpul, maka peneliti mengadakan analisa data

melalui beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan data responden dan memastikan jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Langkah selanjutnya yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan komputerisasi. Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik univariat. Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polite & Hungler, 1999). Pengolahan data penggunaan bahan-bahan perawatan luka dianalisis dengan menggunakan skala ordinal di


(49)

mana hasilnya akan dibagi menjadi dua kategori penggunaan yaitu penggunaan bahan-bahan perawatan luka belum sesuai jenis luka dengan skor 0-6 dan penggunaan bahan-bahan perawatan luka sudah sesuai jenis luka dengan skor 7-13. Selanjutnya data akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi dan persentase.


(50)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang deskripsi penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Pematangsiantar. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juni 2012 dengan jumlah responden sebanyak 30 orang perawat. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden dan penggunaan bahan pada perawatan luka.

1.1. Karakteristik Demografi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan diketahui bahwa sebanyak 3 orang responden berada pada rentang usia 25 sampai 29 tahun, lama bekerja 1-5 tahun sebanyak 2 responden (6.70%). Responden yang berumur 35 sampai 40 tahun ada sebanyak 9 orang (3.00%), lama bekerja lebih dari 10 tahun ada sebanyak 8 orang (26.70%). Mayoritas responden berada pada rentang usia 30-34 tahun yaitu sebanyak 18 responden (60.00 %). Pendidikan dari perawat adalah DIII Keperawatan (100.00%) dan lama bekerja kebanyakan diantara 5 sampai 10 tahun sebanyak 20 responden (66.70%). Untuk lebih jelasnya tentang karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1.


(51)

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik data demografi di RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

No. Karakteristik Frekuensi Persentase

1 Usia

25-29 3 100.00

30-34 18 60.00

35-40 9 30.00

2. Pendidikan

DIII Keperawatan 30 100.00 SPK 0 0.00 Sarjana 0 0.00

3. Lama Bekerja

1-5 tahun 2 6.6 5-10 tahun 20 66.7 > 10 tahun 8 26.7

1.2 Deskripsi Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka

Deskripsi penggunaan bahan-bahan pada perawatan luka berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar diketahui bahwa seluruh perawat tidak menggunakan bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka pasien (100.00%), gambaran penggunaan bahan pada perawatan luka dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Penggunaan Bahan-Bahan pada Perawatan Luka

No. Karakteristik Frekuensi Persentase 1. Sesuai karakteristik luka 0.00 100.00


(52)

3. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 30 orang perawat, ditemukan bahwa seluruh perawat (100.00%) di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tidak menggunakan bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka pasien. Walaupun penggunaan bahan perawatan luka mayoritas tidak sesuai dengan karakteristik luka, masih ada penggunaan bahan yang tepat yaitu pemakaian salin normal sebagai larutan pembersih luka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh perawat (30 orang) menggunakan salin normal sebagai cairan pembersih pada perawatan luka akut seperti luka operasi, luka superfisial, dan luka kronik, termasuk luka kronik yang menghasilkan jaringan nekrotik. Menurut pedoman AHCPR 1994 menyatakan bahwa cairan pembersih yang dianjurkan adalah normal salin (Sodium klorida). Sodium klorida atau Natrium klorida tersusun atas Na dan Cl yang memiliki komposisi sama seperti plasma darah, dengan demikian aman bagi tubuh (Morrison, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian ini seluruh perawat (100.00%) menggunakan povidone iodine sebagai larutanantiseptik pada luka bedah (akut) dan 23 perawat (76.60%) menggunakan povidone iodine sebagai larutan antiseptik pada luka kronik, termasuk juga pada luka kronik yang menghasilkan jaringan nekrotik.

Penggunaan povidone iodine di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

belum tepat karena tidak sejalan dengan WHO yang tidak menyarankan penggunaan povidone iodine pada luka bersih seperti luka hasil pembedahan dan luka kronis. Hal ini disebabkan povidone iodine bersifat toksik yang dapat merusak perkembangan jaringan baru (WHO, 2010). Penelitian lain yang


(53)

dilakukan oleh Brena, et al., 1980 menunjukkan bahwa pengunaan antiseptik menunjukkan efek buruk terhadap fisiologi penyembuhan luka. Penggunaan povidone iodine pada luka bersih seperti luka operasi dapat menyebabkan berhentinya aliran pembuluh darah kecil. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan penggunaan antiseptik pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar belum tepat.

Berdasarkan hasil penelitian ini penggunaan balutan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar menunjukkan bahwa 30 perawat (100.00 %) menggunakan balutan basah kering untuk merawat semua jenis luka akut. Penggunaan balutan basah kering dapat menghambat proses penyembuhan luka. Hal ini disebabkan karena kasa konvensional terbuat dari material tekstil katun yang tersusun dari serabut-serabut anyaman yang akan menyebabkan kasa melekat pada permukaan luka. Hal ini akan menyebabkan luka kembali ke fase inflamasi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gates dan Holloway (2002) yang dilakukan pada 40 orang ibu yang menjalani operasi Caesar menunjukkan bahwa luka yang dirawat dengan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban lebih cepat menutup (5 hari) jika dibandingkan dengan luka yang dibalut dirawat dengan balutan basa kering (8 hari). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan balutan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen belum tepat.

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa 93.38% (28 perawat) menggunakan balutan basah kering (wet to dry) pada luka kronik termasuk luka


(54)

kronik yang disertai dengan jaringan nekrotik. Penggunaan balutan basah kering dapat menyebabkan trauma pada jaringan yang akan sembuh dan menimbulkan nyeri pada pasien. Penelitian yang dilakukan Mwipatayi (2004) pada 10 orang pasien luka kronik dengan jaringan nekrotik, dua diantaranya dilakukan debridemen autolisis menggunakan balutan polyacrylate mengalami penurunan luas area luka dari 26,4 cm2 menjadi 21,4 cm2 dalam waktu 5 hari. Sedangkan delapan orang pasien lagi dirawat menggunakan balutan basah kering mengalami penurunan luas area luka dari 25 cm2 menjadi 23 cm2 dalam waktu 5 hari. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa debridemen autolisis dengan balutan polyacrylate sangat efektif pada semua jenis luka.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen luka modern tidak lagi menyarankan penggunaan debridemen mekanik sebagai pilihan utama. Peneliti lebih menyarankan penggunaan debridemen autolisis pada luka yang memiliki jaringan nekrotik. Penggunaan debridemen autolisis memberikan banyak manfaat seperti cara pemakaian yang efektif, lebih aman, karena debridemen ini menggunakan mekanisme pertahanan tubuh sendiri untuk membersihkan jaringan nekrotik, tidak menimbulkan nyeri.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 100,00% (30 perawat) di RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tidak menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban (moist wound healing) seperti balutan oklusif ataupun balutan yang menyerap cairan (absorben dressing). Penggunaan balutan oklusif dapat mempercepat proses penyembuhan luka karena balutan ini dapat menciptakan lingkungan luka yang lembab yang akan mempertahankan sel


(55)

makrofag tetap hidup dan penting untuk reaksi enzim yang tergantung terhadap air dan oksigen sehingga proses penyembuhan luka tidak terganggu (Novriansyah, 2008).

Manfaat lain yang didapatkan dari penggunaan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban adalah frekuensi pergantian balutan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan balutan basah kering (wet to dry). Berkurangnya frekuensi penggantian balutan di rumah sakit akan mengurangi waktu perawat dalam merawat luka, dengan demikian perawat bisa mengerjakan pekerjaan lagi lebih efektif. David (2010) menyatakan bahwa tidak banyak rumah sakit yang menerapkan metode perawatan luka modern. Di Indonesia sendiri hanya ada 25 rumah sakit atau 2.47% dari total 1012 rumah sakit yang ada dan RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan salah satu rumah sakit yang tidak menerapkan perawatan luka modern. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar belum menggunakan balutan yang sesuai dengan karakteristik luka.

Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa seluruh perawat (30 responden)

tidak menggunakan silastic foam untuk menutup luka kronik yang berbentuk

cawan. Silastic foam adalah balutan yang direkomendasikan untuk luka yang

berada di daerah yang sulit di mana proteksi dan immobilisasi sangat bermanfaat. Balutan ini juga dapat digunakan pada luka dengan jumlah eksudat sudah berkurang, khususnya pada luka dalam yang bersih berbentuk cawan, seperti sinus


(56)

pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum (Morrison, 2004).

RSUD Dr. Djasamen tidak menyediakan balutan silastic foam pada luka yang berbentuk cawan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan perawat, perawat biasanya menggunakan kasa deeper sebagai pengisi lukanya. Pengisian luka menggunakan kasa deeper bertujuan untuk menyerap cairan yang berlebih dan mengontrol perdarahan. Pengunaan kasa deeper pada perawatan luka menyebabkan pergantian balutan yang lebih sering, Pergantian balutan yang sering akan menyebabkan jaringan granulasi yang tumbuh menjadi rusak. Hal ini akan membuat penyembuhan luka menjadi terlambat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh perawat (100.00%) di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar menggunakan plester cokelat sebagai perekat balutan pada perawatan luka akut dan kronik. Penelitian yang dilakukan Cutting (2007) menunjukkan bahwa luka yang dirawat menggunakan plester cokelat menyebabkan peningkatan pelapasan kulit secara paksa (peel force) selama dua minggu pertama periode perawatan, dan meningkat secara signifikan jika dibandingkan dengan luka yang dirawat menggunakan perekat hidrokoloid. Pada penggunaan perekat hidrokoloid pegangkatan kulit secara paksa dapat dicegah, karena perekat ini dapat mempertahankan kelembaban kulit secara konsisten. Plester cokelat lebih cocok digunakan sebagai fiksasi infus atau kateter. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan penggunaan balutan sekunder jenis balutan perekat (adhesive dressing) lebih baik jika dibandingkan dengan pita


(57)

perekat (adhesive tape). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan penggunaan balutan sekunder di RSUD Dr. Djasmen Pematangsiantar belum tepat.

Pada luka yang megalami infeksi yang menghasilkan eksudat yang berbau busuk, dapat digunakan balutan arang aktif (activated charcoal dressing), sebagai penghilang bau (deodoriser) yang efektif (Morrison, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100.00% (30 responden) perawat tidak menggunakan balutan arang aktif sebagai penghilang rasa bau pada luka yang menghasilkan bau. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hamptomp (2003) yang melakukan penelitian pada 20 orang pasien luka kronik yang menghasilkan bau, diperoleh bahwa 50.00% dari pasien menyatakan bau pada luka pasien hilang sama sekali, dan 35.00 % menyatakan bau pada luka bisa dikontrol.

Menurut peneliti, bau yang ditimbulkan oleh luka dapat mempengaruhi psikologi pasien. Pasien dapat mengalami perubahan citra diri, merasa malu, dan depresi. Perawatan luka yang holistik tidak hanya berpusat pada kesembuhan luka pasien tapi juga berusaha untuk mengatasi akibat dari luka yang dialami pasien. Dengan demikian peneliti menyarankan manajemen luka RSUD Dr. Djasamen Pematangsiantar sebaiknya menggunakan balutan arang aktif pada luka kronik.


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai gambaran penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

1. Kesimpulan

Gambaran pengunaaan bahan pada perawatan luka dikategorikan tidak sesuai

dengan karakteristik luka (100,00%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa manajemen luka RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar masih menerapkan metode perawatan luka konvensional. Perawat di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar membersihkan luka menggunakan normal salin,

menggunakan povidone iodine sebagai antiseptik. Untuk penggunaan balutan,

manajemen luka RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar masih mengandalkan balutan basah kering (wet to dry) baik pada luka akut maupun luka kronik. Balutan basah kering (wet to dry) adalah balutan yang menggunakan kasa yang dibasahi dengan normal salin dan difiksasi menggunakan plester cokelat. Perawat menggunakan bahan yang sama untuk merawat semua jenis luka akut dan kronik.


(59)

2. Saran

2.1 Bagi Manajemen Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberi gambaran penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Melalui hasil penelitian ini, disarankan bagi pihak Manajemen RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar agar memilih bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka pasien. misalnya tidak menggunakan povidone iodine pada luka akut seperti luka hasil pembedahan dan luka kronik yang menunjukkan kesembuhan (healable wound). Povidone iodine hanya digunakan pada jaringan kulit yang utuh pada pre-operatif, dan luka akut maupun kronik yang tidak dapat sembuh (non-healable) ataupun luka yang mengalami infeksi. Selain itu, peneliti juga menyarankan agar manajemen RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar membuat suatu pelatihan tentang konsep perawatan luka terkini.

2.2 Bagi Praktek Keperawatan

Pada perawatan luka, pengkajian luka dan dokumentasi merupakan hal yang penting. Maka dari itu, disarankan kepada para pemberi pelayanan keperawatan

hendaknya melakukan pengkajian terhadap luka lebih intensif dan

mendokumentasikannya. Hal-hal yang perlu dikaji seperti mengukur luas dan kedalaman luka, tingkat keparahan luka, perkembangan karakteristik luka, mengkaji ada tidaknya eritem, pus, kemerahan, dan nyeri. Dengan demikian perawat diharapkan dapat meminimalkan kejadian infeksi luka di rumah sakit.


(60)

2.3 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kondisi perawatan luka yang sebenarnya terjadi dilapangan. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan suatu cerminan khususnya bagi keperawatan medikal bedah untuk semakin memberikan penekanan pada mahasiswa untuk memahami bahan pada perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka, sehingga dapat mengoptimalkan proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Allman, Richard M. et al. (2009). Pressure Ulcers, Hospital Complications, and Disease Severity : Impact on Hospital Costs and Length of Stay. Advances In Wound Care. 12(1), 84-93.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Bryant, Ruth. (2007). Acute & Chronic Wounds; Current Manangement Concept Philadelphia : Mosby Elsevier.

Carol & Janie. (2008). Wound Management (edisi 1). Singapura : C.O.S Printers. Carrie & Barbara. (1998). Wound Care; A collaborative Practice manual for

Physical Therapist & Nurses. Maypland : Aspen Publishers.

Cutting. (2007). Impact of adhesive surgical tape and wound dressing on the skin, with reference to skin stripping. Journal Of Wound Care. Vol.17 No.4, April 2008. Diunduh tanggal 10 Juli 2012 dari http:// www. woundcarers.net

David, (2010). Rawat Luka Dengan Metode Modern, Minimalkan Parut. Diunduh

tanggal 27 Juni dari

DEPKES RI. (2001). Profil Kesehatan Indonesia 2000. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI.

Diligence, MedMarket .(2009). Advanced Medical Technologies. Diunduh tanggal 15 Oktober 2011 dari

Donna & Denise. (2009). Nurse to Nurse Wound Care. USA : Mc Graw-Hill

Companies.

Government, Australian. (2009). Wound Care Module. Diunduh tanggal 15

Oktober 2011 dari Http :

Hasan, Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hastuti, Rini. (2008). Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus (Studi Kasus Di RSUD. Dr.Moewardi Surakarta). Tesis, Universitas Diponegoro Semarang.


(62)

Jones, A.M. (2006). Are Modern Dressings A Clinical And Cost Effective

Alternative To The Use Gauze?. Journal Of Wound Care. Vol. 15 No.2.

Februari 2006. Diunduh tanggal 26 Juni 2012 dari www.principelle.com

Khan, M. (2005). Antiseptics, iodine, povidone iodine and traumatic wound

cleansing. Diunduh tanggal 27 Juni 2012 dari

Katarzyna. (2009). New Dressing material Derived from Flax Product to Treat

long Standing Venous Ulcer-A pilot study. Diunduh tanggal 18 Oktober 2011

dari

Knottenbelt Dereck. (2003). Hand Book Of Equine Wound Management. UK :

Elsevier Science Limited.

Morris, Clare. (2003). Wound Odour: principles of management and the use of Clinisorb. Diunduh tanggal 27 Juni 2012 dari http://www.clinimed.co.uk/Portals/10/docs/BJN_17_6_TVS_CliniSorb_web. pdf

Morison, Moya. (2004), Manajemen Luka. Jakarta : EGC.

Mutiara, Theresia (2009). Peranan Serat Alam untuk Bahan Baku Tekstil Medis Pembalut Luka (Wound Dressing). Jurnal Arena Tekstil. Vol.24 No.2, Desember 2009. Diunduh tanggal 15 Oktober 2011 dari

http;//isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/242097993.pdf

Mwipatayi. (2004). Clinical Experiences With Activated Polyacrylate Dressing.

Diunduh tanggal 8 Juni 2012 dari

Novriansyah, Robbin. (2008). Perbedaan Kepadatan Kolagen di sekitar Luka

Insisi Tikus Wistar yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif Hidrokoloid selama 2 dan 14 Hari. Tesis, Universitas Diponegoro Semarang.

Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan;

Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrument Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

O’Leary. (2007). Philadelphia : Lippincort

Company.

Polite & Hungler. (1995). Essentials of Nursing Research. Philadelphia : Lippincort Company.


(63)

Potter dan Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Schrock, Theodore. (1995), Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sudjana. (2002). Metode Statistik, Edisi 6. Bandung :Tarsito. Suriadi. (2007). Perawatan Luka. Pontianak: Romeo Grafika

WHO. (2010). Wound and Limphoedema Management. Diunduh tanggal 27 Juni

2012 dari


(64)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Oleh:

Meidina Sinaga

Saya mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Gambaran Penggunaan Bahan-Bahan Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih pematang Siantar ”. Penelitian ini merupakan kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan.

Saya mengharapkan kesediaan Ibu agar dapat berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden untuk keperluan penelitian saya. Saya juga mengharapkan kesediaan Ibu untuk mengisi kuesioner yang saya sediakan dengan jujur dan apa adanya.

Partisipasi Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang Ibu berikan dijamin kerahasiaannya dan hanya dipergunakan dalam penelitian ini. Terima Kasih atas bantuan dan partisipasi Ibu dalam penelitian ini.

Medan, Februari 2012

Peneliti, Responden

(Meidina Sinaga) (...)


(65)

(66)

Lampiran 2 JADWAL PENELITIAN

Juli 2012 1 2 3 4

Diketahui oleh,

Dosen Pembimbing

Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, CWCC

NIP.19731031 200212 2 002 No

Aktivitas Penelitian September

2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 April 2012 Mei 2012 Juni 2012

Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan judul penelitian

2 Menyusun Bab 1

3 Menyusun Bab 2

4 Menyusun Bab 3

5 Menyusun Bab 4

6 Menyerahkan proposal penelitian

7 Ujian sidang proposal

8 Revisi proposal penelitian

9 Uji Validitas & Reliabilitas

10 Pengumpulan data responden 11 Analisa data

12 Pengajuan sidang skripsi 13 Ujian sidang skripsi 14 Revisi skripsi


(67)

(68)

Lampiran 3

TAKSASI DANA PENELITIAN

1. Persiapan Proposal dan Perbaikan proposal

Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 60.000,-

Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 20.000,-

Perbanyak proposal dan penjilidan Rp. 50.000,-

Biaya Internet Rp. 50.000,-

Sidang proposal Rp. 70.000,-

2. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Izin penelitian Rp. 225.000,-

Penggandaan informed concent dan kuesioner Rp. 30.000,-

Transportasi Rp. 150.000,-

3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan

Biaya kertas dan tinta print Rp. 60.000,-

Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp. 100.000,-

Biaya sidang skripsi Rp. 150.000,-

4. Biaya tidak Terduga Rp. 100.000,-


(69)

Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

Perawat diharapkan :

1. Menjawab semua pertanyaan yang tersedia dengan memberi tanda cheklist (√)

pada tempat yang disediakan. Pernyataan diisi sesuai dengan bahan perawatan luka yang digunakan di rumah sakit RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

2. Semua pertanyaan harus dijawab.

3. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

4. Bila ada yang kurang mengerti, silahkan tanya kepada peneliti.

A. Data Demografi

Kode (diisi oleh peneliti) :

Inisial Responden :

Usia :

Tingkat Pendidikan

: 1. ( ) SPK 2. ( ) AKPER 3. ( ) SARJANA

Lama Bekerja : 1. ( ) 1-5 tahun

2. ( ) 5-10 tahun 3. ( ) > 10 tahun


(70)

B. Lembar Kuesioner Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar

No. PERNYATAAN YA TIDAK

1 Perawat menggunakan pembalut luka yang menyerap

cairan (absorben dressing) pada luka bedah (akut)

2 Perawat menggunakan balutan basah kering sebagai

bahan balutan pada perawatan luka bedah (akut)

3 Perawat menggunakan salin normal sebagai larutan

pembersih pada perawatan luka bedah (akut)

4 Perawat menggunakan povidone iodine (Betadin) sebagai larutan antiseptik pada perawatan luka bedah (akut) 5 Perawat menggunakan plester cokelat sebagai perekat

balutan pada perawatan luka akut dan kronik

6 Perawat menggunakan saline normal untuk

membersihkan luka-luka superfisial yang disertai dengan sedikit eksudat.

7 Perawat menggunakan silastic foam untuk menutup luka

kronik yang berbentuk cawan dengan sedikit eksudat

8 Perawat menggunakan pembalut luka yang menyerap

cairan (absorben dressing) pada luka dalam disertai

eksudat yang banyak

9 Perawat menggunakan balutan basah kering (wet to dry)

untuk membersihkan luka kronik dengan jaringan nekrotik.

10 Perawat tidak menggunakan balutan oklusif pada

perawatan luka

11 Perawat menggunakan povidone iodine pada luka kronik yang menghasilkan jaringan nekrotik.

12 Perawat menggunakan salin normal untuk

membersihkan luka kronik dengan jaringan nekrotik

13 Perawat menggunakaan balutan arang aktif sebagai


(71)

(72)

(73)

(1)

Perawat menggunakan balutan basah kering (wet to dry) untuk membersihkan luka

kronik dengan jaringan nekrotik.

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya

28

93.3

93.3

93.3

Tidak

2

6.7

6.7

100.0

Total

30

100.0

100.0

Perawat tidak menggunakan balutan oklusif pada perawatan luka

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

Ya

29

96.7

96.7

96.7

Tidak

1

3.3

3.3

100.0

Total

30

100.0

100.0

Perawat menggunakan povidone iodine pada luka kronik yang

menghasilkan jaringan nekrotik.

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

Tidak

7

23.3

23.3

23.3

ya

23

76.7

76.7

100.0

Total

30

100.0

100.0

Perawat menggunakan salin normal untuk membersihkan luka kronik

dengan jaringan nekrotik

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent


(2)

Perawat menggunakaan balutan arang aktif sebagai penghilang rasa

bau pada luka yang menghasilkan bau.

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

Tidak

30

100.0

100.0

100.0

Penggunaan Bahan Perawatan Luka

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

tidak sesuai

30

100.0

100.0

100.0


(3)

(4)

Lampiran 11

Hasil Analisa Data Responden

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah Kategori

1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

2 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

3 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

4 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

5 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

6 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

7 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

8 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

9 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

10 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

11 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 6 Tidak Sesuai

12 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 5 Tidak Sesuai

13 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

14 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

15 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

16 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

17 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 6 Tidak Sesuai

18 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

19 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

20 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 5 Tidak Sesuai

21 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

22 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 5 Tidak Sesuai

23 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

24 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

25 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 5 Tidak Sesuai

26 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 5 Tidak Sesuai

27 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 5 Tidak Sesuai

28 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 5 Tidak Sesuai

29 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

30 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 4 Tidak Sesuai

Jumlah 1 0 30 30 0 30 0 0 2 1 7 30 0


(5)

(6)

Lampiran 12

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Meidina Sari Sinaga

Tempat Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 17 Mei 1990

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Gg. Pelita Jaya, Padang Bulan, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. 1994-1995

: TK RK Cinta Rakyat P. Siantar

2. 1995-2001

: SD RK Cinta Rakyat No.2 P.Siantar

3. 2001-2004

: SLTP N 1 P.Siantar

4. 2004-2007

: SMA RK Budi Mulia P.Siantar

5. 2007-2011

: Fakultas Keperawatan USU