Penentuan waktu tunak steady state Pengaruh parameter operasi terhadap fluks

Jayarajah dan Lee 1999, udang Hue et al. 2003 dan tiram Je et al. 2005 dibandingkan dengan asam amino lainnya. Asam glutamat sebagai komponen tertinggi dalam limbah cair pasteurisasi rajungan ini berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Yamaguchi dan Watanabe 1990 dimana glisin merupakan bagian terbesar yang memberikan rasa khas manis pada rajungan. Hal ini diduga adanya pengaruh garam jenuh yang diberikan pada saat proses pasteurisasi kadar garam terukur sebesar 33 o oo . Keberadaan asam glutamat akan semakin kuat dengan adanya garam karena terjadi interaksi diantara keduanya.

4.2 Pengaruh Parameter Operasi terhadap Kinerja Membran

Penelitian dilakukan untuk mencari kondisi optimal dari membran RO, yang akan dioperasikan untuk proses pemekatan. Parameter yang digunakan meliputi tekanan transmembran TMP, suhu T, dan pH. Respon yang diukur adalah fluks dan rejeksi, yang merupakan indikator kinerja membran. Fluks merupakan jumlah cairan yang melewati membran per satuan luas permukaan membran dan satuan waktu, sedangkan rejeksi merupakan kemampuan membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran Wenten 1999.

4.2.1 Penentuan waktu tunak steady state

Waktu tunak atau steady state yang diperoleh dari bahan baku sebelum prefiltrasi adalah 86 menit dengan nilai fluks sebesar 1,89 Lm 2 .jam Gambar 5. Nilai ini jauh lebih lama dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Jayarajah dan Lee 1999 dimana waktu tunak dicapai pada menit ke 10. Hal ini diduga berkaitan dengan perbedaan karakteristik membran yang digunakan. Sementara itu waktu tunak untuk limbah pengolahan rajungan yang sudah dilakukan filtrasi dengan membran 0,3 mikron adalah 42 menit dengan nilai fluks 2,84 Lm 2 .jam Uju 2008. Dengan demikian, melalui metode prefiltrasi atau penyaringan awal dengan membran 0,3 mikron, mampu meningkatkan nilai fluks pada kondisi tunak sebesar 50. Nilai yang didapatkan jauh lebih besar dari hasil yang dilaporkan oleh Vandanjon et al. 2002 dimana proses penyaringan awal pada bahan baku dapat meningkatkan fluks sebesar 28. 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 5 18 27 42 57 72 86 96 120 125 130 135 140 Waktu menit ke- Fl uk s L m 2 .ja m Gambar 5 Nilai fluks dan waktu tunak limbah cair pasteurisasi rajungan selama proses filtrasi dengan membran RO

4.2.2 Pengaruh parameter operasi terhadap fluks

Matriks rancangan percobaan dan hasil analisis pengaruh variabel proses dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Pengaruh TMP, suhu dan pH terhadap respon fluks yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil analisis regresi, sebagaimana disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis regresi perlakuan terhadap fluks Faktor Koefisien Koefisien SE T P Constant 1,33536 0,19470 6,859 0,000 TMP 0,29655 0,09143 3,243 0,014 Suhu 0,30667 0,09143 3,354 0,012 pH 0,03002 0,09143 0,328 0,752 TMPTMP -0,25796 0,10063 -2,.563 0,037 SuhuSuhu -0,07058 0,10063 -0,701 0,506 pHpH -0,04937 0,10063 -0,491 0,639 TMPSuhu 0,11500 0,11946 0,963 0,368 TMPpH 0,19750 0,11946 1,653 0,142 SuhupH 0,07000 0,11946 0,586 0,576 S = 0,3379 R-Sq = 82,3 R-Sqadj = 59,5 Faktor yang terdiri dari satu variabel menunjukkan efek linier, sedangkan faktor yang terdiri dari dua variabel menunjukkan efek interaksi antara kedua variabel. Faktor yang berpangkat dua menunjukkan efek kuadratik terhadap hasil atau respon yang dihasilkan. Nilai T dan P digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya masing-masing faktor terhadap respon yang dihasilkan. Semakin kecil nilai P, semakin signifikan harga koefisiennya, maka makin berperan terhadap respon yang dihasilkan. Nilai yang didapatkan menunjukkan bahwa faktor x 1 TMP, x 2 suhu dan TMP kuadrat secara linier berpengaruh nyata terhadap fluks yang dihasilkan α0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekanan transmembran dan suhu berpengaruh signifikan terhadap nilai fluks. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zakour dan Mc Lellan 1993; Jayarajah dan Lee 1999 dimana tekanan transmembran yang dioperasikan dengan suhu tertentu meningkatkan nilai fluks secara linier dengan kenaikan tekanan dan suhu yang diberikan. Wenten 1999 melaporkan bahwa tekanan transmembran akan mempengaruhi nilai fluks, pada kondisi dimana pengaruh polarisasi konsentrasi tidak terlalu besar. Secara umum suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan harga fluks yang tinggi pula. Hasil analisis terhadap respon fluks menunjukkan bahwa pengaruh nilai pH tidak berpengaruh terhadap fluks yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian D’Souza dan Wiley 2003 dimana pH akan mempengaruhi nilai fluks yang dihasilkan. Nilai fluks akan meningkat pada kondisi pH rendah. Hal ini diduga karena nilai pH sudah bergeser dari titik isoelektriknya. Nilai fluks akan terendah pada kondisi pH isoelektrik, dan akan meningkat atau mencapai tertinggi jika pH bergeser dari titik isoelektrik. Nilai koefisien yang bertanda negatif pada efek kuadratik dari TMP, dan suhu menunjukkan bahwa pada efek kuadratik TMP dan suhu terdapat titik belok, yaitu tekanan transmembran dan suhu tertentu dimana fluks tertinggi dicapai, namun setelah melewati nilai tersebut justru fluks menurun. Sementara itu hasil analisis ragam disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil analisis ragam perlakuan terhadap fluks Sumber DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 3,71387 3,71387 0,412652 3,61 0,052 Linear Linear 3 3 2,49772 2,49772 2,49772 2,49772 0,832574 0,832574 7,29 7,29 0,015 0,015 500 600 700 TMP kPa 500 1 6 600 2 800 25 45 35 Fluks Lm 2 .jam .jam Square 3 0,75909 0,75909 0,253031 2,22 0,174 Interaction 3 0,45705 0,45705 0,152350 1,33 0,338 Residual error 7 0,79918 0,79918 0,114169 Lack-of-fit 5 0,79918 0,79918 0,159836 Pure error 2 0,00000 0,00000 0,000000 Total 16 4,51305 Analisis ragam terhadap fluks menunjukkan bahwa model secara linier berpengaruh signifikan terhadap respon fluks yang dihasilkan. Interaksi antar faktor dapat dilihat dari permukaan respon yang terbentuk. Permukaan respon fluks terhadap faktor yang mempengaruhinya disajikan pada Gambar 6. Respon fluks terhadap suhu dan TMP berupa grafik garis lengkung atau parabolik dimana nilai TMP tertentu memberikan respon fluks tertinggi, namun kemudian terjadi penurunan nilai fluks. Titik inilah yang menjadi titik balik dari faktor tekanan transmembran TMP. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa nilai fluks akan meningkat seiring dengan peningkatan tekanan transmembran, sampai pada konsentrasi tertentu, fluks tidak lagi tergantung pada tekanan transmembran D’Souza dan Wiley 2003. Fluks juga cenderung turun pada suhu yang lebih rendah. Suhu o C Gambar 6 Permukaan respon fluks terhadap suhu dan TMP Penurunan nilai fluks diduga karena adanya fenomena fouling atau polarisasi konsentrasi, dimana limbah cair pasteurisasi rajungan berupa konsentrat dengan bobot molekul tinggi tidak dapat semuanya melewati membran sehingga sebagian akan menempel di permukaan membran dan menyebabkan terjadinya penempelan fouling. Ketika gaya dorong yaitu tekanan bekerja pada sisi umpan maka beberapa bagian padatan terlarut akan tertahan pada sisi membran, sedangkan pelarut akan lolos melepas menembus membran. Hal ini menunjukkan bahwa membran yang digunakan mempunyai resistensi terhadap padatan terlarut, sedangkan pelarut dapat lebih bebas menembus membran Wenten 1999. Interaksi antar faktor TMP dan suhu sebagai faktor yang berpengaruh dalam kinerja membran, menghasilkan suatu model persamaan empiris sebagai berikut : Y = 1,33 + 0,30 TMP + 0,31 T - 0,26 TMP 2 Persamaan di atas menunjukkan faktor TMP dan suhu secara signifikan memberikan pengaruh positif, dimana kenaikan TMP dan suhu akan diikuti pula oleh kenaikan respon yang dihasilkan. Nilai optimum masing-masing faktor berdasarkan perhitungan model empiris yaitu nilai TMP adalah 716 kPa, dan suhu 35 o C. Kondisi proses pada nilai-nilai tersebut, fluks yang dihasilkan mencapai nilai optimum berkisar pada nilai 1-2 Lm 2 .jam, terjadi kondisi TMP 716 kPa dan suhu 35 o C. Artinya kinerja membran mencapai hasil terbaik pada kondisi tersebut. Nilai fluks tersebut hampir sama dengan penelitian sebelumnya dimana proses RO terhadap limbah pengolahan seafoods menghasilkan fluks berkisar 1-2 Lm 2 .jam dengan tekanan transmembran 2 MPa Vandanjon et al 2002. Namun demikian nilai tersebut relatif lebih kecil dibandingkan hasil yang dilaporkan oleh Jayarajah dan Lee 1999; Cros et al 2004, dimana teknologi RO untuk ekstrak lobster dan limbah kerang-kerangan menghasilkan fluks berturut-turut sebesar 0,9-10,5 Lm 2 .jam dan 10-25 Lm 2 .jam pada tekanan 120 KPa – 2,5 MPa. Kondisi optimasi yang berbeda ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ben et al. 1990 dimana optimasi proses mikrofilftrasi apple juice terjadi pada tekanan transmembran 350 kPa dan suhu 50-55 o C. Perbedaan nilai diduga karena kinerja membran sangat spesifik terhadap bahan yang dipisahkan. Tingginya salinitas bahan baku diduga menjadi penyebab kecilnya nilai fluks pada proses RO, terkait dengan banyaknya garam mineral sehingga membutuhkan tekanan tansmembran yang lebih besar untuk melawan tekanan osmosis.

4.2.3 Rejeksi