Budidaya S.R.I. System of Rice Intensification

Sifat fisik, kimia dan biologi tanah sawah dan tanah pada lahan basah lainnya sangat berbeda dibandingkan tanah pada lahan kering. Lansekap berteras- teras, adanya pematang dan penutupan tanah dengan lapisan genangan air melindungi tanah dari proses degradasi yang paling menentukan produktivitas lahan pada jangka panjang, yaitu erosi Sudadi, 2002.

2.1.2. Budidaya S.R.I. System of Rice Intensification

System of Rice Intensification pertama kali dikembangkan di Madagaskar pada awal tahun 1980 oleh seorang biarawan Yesuit asal Perancis bernama FR. Henri de LaulaniƩ, S. J. Namun teknik SRI meluas dan berkembang hingga diterapkan di 39 negara di Asia, Afrika dan Amerika berkat promosi Prof. Dr. Norman Uphoff. Sistem intensifikasi ini memungkinkan petani yang mempunyai lahan sempit dapat meningkatkan hasil padinya sampai 50 atau 100 Suryanata, 2007. Pada Tahun 1999, kerjasama Nanjing Agricultural University di China dan AARD Agency for Agricultural Research and Development di Indonesia melakukan percobaan pertama di luar Madagaskar. Sementara itu pada tahun 2006 kegiatan validasi pengaruh SRI di 20 negara serta negara lainnya telah diujicobakan dengan hasil yang positif. Keduapuluh negara tersebut meliputi: Bangladesh, Benin, Cambodia, Cuba, Gambia, Guinea, India, Laos, Mali, Mozambique, Myanmar, Nepal, Pakistan, Peru, Philippines, Sinegal, Sierra Leone, Srilangka, Thailand, dan Vietnam Setiajie et al., 2008. Prinsip-prinsip budidaya padi metode S.R.I. yaitu tanam bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai HSS, tanam bibit satu lubang satu dengan jarak tanam lebih lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau lebih jarang lagi, pindah tanam harus sesegera mungkin kurang 30 menit dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal, pemberian air tidak tergenang, hanya macak-macak dan pada periode tertentu dikeringkan sampai pecah irigasi berselangterputus, penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari, sedapat mungkin menggunakan pupuk organik kompos atau pupuk hijau walaupun hal ini bukan keharusan DISIMP, 2006. Di Indonesia teknik S.R.I. pertama dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6,2 tonha dan musim hujan dengan hasil rata-rata 8,2 tonha. Teknik S.R.I. sudah diperkenalkan dan diterapkan di sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah Setiajie et al., 2008. Saat ini budidaya padi dengan sistem S.R.I. telah dikembangkan di Bali, seluruh provinsi di Sulawesi, NTB dan NTT. Di Sulawesi mencakup areal seluas 6.979,3 ha dengan petani sebanyak 7.316 orang sedangkan untuk NTB dan NTT pada areal seluas 2.449,9 ha yang melibatkan 4.817 petani Suryanata, 2007. Tabel 1. Produktivitas Padi S.R.I. dan non S.R.I. di Indonesia tahun 1999-2006 Propinsi Hasil tonha Peningkatan Produktivitas Tahun Padi S.R.I. Padi non S.R.I. Jawa Barat 6.8-13.76 3.5-6.8 94-102 2000-2006 Sulawesi Sel. 7.15-8.76 3.19-5.18 124-69 2002-2004 NTB 7.03-9.63 4.20-6.16 67-56 2003-2004 Bali 13.3 8.4 58 2006 NTT 11.7 4.4 165 2002 Lampung 8-8.5 3-3.5 167-143 2002 Data Antara 6.8-13.76 3-8.4 58-165 1999-2006 Sumber: 1. Handout of Cornell University USA, 2007. diolah, 2. DISIMP: Technical Note on Innovative Paddy Cultivation by SRI, 3. Alik Sutaryat 2006. Budidaya padi dengan menggunakan metode S.R.I. dapat meningkatkan produksi padi sebesar 78 dan juga dapat mengurangi penggunaan air sebesar 40 dan penggunaan pupuk kimia dan pestisida sebesar 50 juga menurunkan biaya produksi sebesar 20 Sato dan Uphoff, 2007. Berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan Indonesia khususnya bagi wilayah yang sumber daya airnya terbatas, sejak tahun 1990 dibentuklah Small Scale Irrigation Management Project SSIMP. Dengan SSIMP yang menjadi Decentralized Irrigation System Improvement Project DISIMP dikembangkan teknik S.R.I. di Indonesia Setiajie et al ., 2008. Aplikasi irigasi terputus yang dipadukan dengan pengelolaan nutrisi dan pemindahan bibit pada umur muda disamping dapat menghemat penggunaan air, sekaligus dapat meningkatkan hasil dengan rata-rata sebesar 6,9 tonha sedangkan dengan cara konvensional sebesar 5,4 tonha Kasli et al., 2007. Kondisi aerob yang kaya bahan organik akan menjadikan perubahan keragaman mikroorganisme tanah, terutama yang melakukan proses dekomposisi. Pada saat bersamaan perakaran memberikan stimulus pada citokinin segera membuat formasi baru untuk mengatur pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman Agustamar dan Syarif, 2007. Pengalaman petani dan evaluasi ilmiah memperlihatkan bahwa budidaya S.R.I. menekankan pada pentingnya potensi genetik tanaman padi. Budidaya ini juga merangsang aktivitas mikroorganisme yang menuntungkan bagi tanah dan membantu tersedianya hara bagi akar tanaman Suryanata, 2007.

2.2. Mikroba Tanah