34 Tithonia diversifolia dan Centrosema pubescens, sehingga diduga lebih sekulen
sehingga menyebabkan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit tertinggi dibandingkan dua perlakuan pupuk organik lainnya.
B. Komponen Vegetatif Dua Varietas Kedelai
Dua jenis varietas kedelai berbeda sangat nyata pada tinggi 2, 3, 5, dan 6 MST, kandungan hara K daun serta bobot basah bintil akar. Varietas kedelai juga
berbeda nyata pada tinggi tanaman 4 dan 7 MST, bobot basah akar dan daun, bobot kering daun, akar serta bintil akar. Anjasmoro dan Wilis masing-masing
tingginya, yaitu 92.06 dan 90.53 cm Tabel 9. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Balitkabi 2008 yang mendeskripsikan ketinggian Anjasmoro dan Wilis,
berturut-turut 64-68 cm dan 40-50 cm. Adanya penambahan tinggi yang cukup berbeda jauh ini salah satunya disebabkan oleh adanya etiolasi. Selain itu
perbedaan kondisi lingkungan antara daerah Malang yang memiliki intensitas matahari lebih tinggi dibandingkan di Bogor banyak awan dan adanya
penggunaan pupuk organik yang dapat memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah memperbaiki pertumbuhan tanaman.
Penambahan tinggi tanaman kedelai setelah memasuki fase generatif yang ditunjukkan pada Tabel 8, mengindikasikan varietas Anjasmoro dan Wilis dalam
kondisi dapat digolongkan indeterminate. Adie dan Krisnawati 2007 menjelaskan ciri-ciri kedelai tipe indeterminate yaitu pertumbuhan vegetatif
berlanjut setelah berbunga, batang daun tinggi, melilit, dan daun teratas lebih kecil dari daun pada batang bagian atasnya. Ukuran ujung batang lebih kecil dari
batang tengah. Selain itu masa berbunga lebih lama. Kondisi tanaman tersebut penelitian ini tidak sesuai yang disebutkan dalam deskripsi kedelai Balitkabi,
2008 yang menjelaskan bahwa varieatas Anjasmoro dan Wilis dikategorikan determinate, yaitu karena tinggi tanaman yang masih meningkat setelah
memasuki fase generatif. Adanya kondisi tersebut diduga mendukung peningkatan produktivitas kedelai MT 2.
35 Varietas tidak berbeda nyata pada jumlah daun. Berdasarkan morfologi
bentuk daun, varietas Wilis lebih kecil dibandingkan Anjasmoro, sehingga menunjang pembentukan daun dalam jumlah yang lebih banyak.
Tabel 9. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Varietas
Peubah Varietas
Umur MST
Uji F Anjasmoro
Wilis Tinggi cm
2 14.20a
11.71b 3
21.57a 17.32b
4 36.33a
31.46b 5
53.97a 46.43b
6 73.83a
65.21b 7
91.32a 84.70b
8 tn
92.06 90.53
Jumlah Daun 2
tn 1.9
1.9 3
tn 3.8
3.7 4
tn 6.4
6.9 5
tn 9.4b
10.8a 6
tn 15.4
15.4 7
tn 19.2
20.4 8
tn 19.4
21.5 Kandungan hara N daun
7 tn
3.65 3.58
Kandungan hara P daun 7
tn 0.58
0.59 Kandungan hara K daun
7 3.61a
3.10b Serapan N daun gtanaman
7 35.74a
26.61b Serapan P daun gtanaman
7 5.67a
4.38b Serapan K daun gtanaman
7 35.19a
23.04b Bobot basah daun g
7 35.75a
27.28b Bobot basah batang g
7 tn
47.36a 45.03b
Bobot basah akar g 7
4.36a 3.31b
Bobot basah bintil akar g 7
1.39a 0.99b
Bobot kering daun g 7
9.78a 7.44b
Bobot kering batang g 7
tn 8.84
8.03 Bobot kering akar g
7 1.32a
1.01b Bobot kering bintil akar g
7 0.46a
0.32b Intensitas serangan hama
7 tn
15.38 16.22
Intensitas keparahan penyakit 7
tn 9.80
9.62 Keterangan: tn tidak berbeda nyata; berbeda nyata pada taraf 5; berbeda nyata pada
taraf 1.
Varietas berbeda nyata pada bobot basah akar, bobot basah daun dan berbeda sangat nyata pada bobot basah bintil akar. Tabel 9 menunjukkan bahwa
morfologi dari kedelai varietas Anjasmoro lebih baik dibandingkan Wilis, dengan ditunjangnya sifat fisik tanaman yang baik, sehingga dihasilkan potensi produksi
yang lebih besar juga Tabel 12.
36 Varietas berbeda nyata pada serapan N, P, K daun. Tingkat serapan N, P,
K daun dari Anjasmoro lebih tinggi dibandingkan varietas Wilis. Serapan N daun pada varietas Anjasmoro dan Wilis kurang dari tingkat optimal serapan N yang
ditunjukan oleh Vitosh et al 1995 yaitu 4.25-5.50 . Hal yang sebaliknya terjadi pada serapan P dan K, tingkat serapan P dan K daun Anjasmoro mencapai
1.5 kali lipat dari batas bawah kriteria serapan P Lampiran 4.
C. Estimasi Ketersediaan Hara dan Serapan dalam Teknik Budidaya