3.3.1. Identifikasi Kesesuaian Alokasi Ruang
Identifikasi kesesuaian alokasi ruang terhadap penggunaan lahan dilakukan klasifikasi penggunaan lahan dari citra ALOS AVNIR tahun 2009
untuk mendapatkan peta penggunaan lahan. Kemudian peta penggunaan lahan yang dihasilkan di overlay dengan peta rencana tata ruang wilayah RTRW
Kabupaten Bogor tahun 2000-2010, sehingga dihasilkan peta penyimpangan alokasi ruang dengan penggunaan lahan. Tahapan klasifikasi penggunaan lahan
meliputi: 1 koreksi geometrik dan 2 interpretasi visual penggunaan lahan.
1 Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik merupakan koreksi posisi citra akibat kesalahan geometrik. Koreksi geometrik dilakukan pada citra dengan cara menentukan titik-
titik ikat atau Ground Control Point GCP yang mudah ditentukan seperti percabangan sungai atau perpotongan jalan, yang dibuat merata pada seluruh citra.
Sistem koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem koordinat bujur-lintang Latitude-Longitude.
Akurasi koreksi geometrik di ukur dengan nilai RMS Root Mean Square error. Semakin kecil RMS error maka ketepatan titik GCP semakin tinggi.
Perhitungan RMS error menggunakan persamaan berikut Jensen, 1996 :
x dan y = koordinat citra asli input X dan Y = koordinat citra keluaran output
2 Interpretasi Penggunaan Lahan
Interpretasi penggunaan lahan dilakukan secara visual dengan mengamati berbagai kenampakan obyek menggunakan warna asli true color dan dengan
menggunakan unsur-unsur interpretasi citra, yaitu rona, warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi. Obyek–obyek yang diamati kemudian
dikelaskan dalam salah satu penggunaan lahan sebagai berikut: hutan, kebun
campuran, semak, rumput, pemukiman, jalan dan emplasmen, sawah, tegalan, badan air, galian c, dan industri.
Penarikan batas penggunaan atau penutupan lahan dilakukan secara langsung melalui digitasi layar on-screen digitizing yaitu melakukan digitasi
pada monitor komputer secara langsung. Proses ini dilakukan dengan software Arcview 3.2 beserta ekstensi Arcview image Analysis 1.1.
3.3.2. Membuat Peta Kerja, untuk Mendapatkan Data Keterkaitan Penyimpangan Alokasi Ruang dengan Tingkat Kekritisan Lahan
Peta kerja sebagai dasar pengumpulan data untuk mengetahui keterkaitan penyimpangan alokasi ruang dengan tingkat kekritisan lahan dibuat dengan cara
overlay antara peta penyimpangan alokasi ruang dengan peta lahan kritis. Jumlah titik pengamatan 48 titik, terdiri dari 31 titik pengamatan pada
kawasan yang satuan penggunaannya menyimpang di berbagai tingkat kekritisan lahan dan 17 titik pada kawasan yang penggunaannya tidak menyimpang sehingga
dianggap sebagai kontrol. Pengamatan variabel lahan kritis dilakukan pada penggunaan lahan tegalan, sawah, hutan, dan kebun campuran. Sedangkan pada
penggunaan lahan pemukiman, industri dan galian-C tidak memungkinkan pengamatanpengukuran variabel lahan kritis, sehingga hanya mengambil foto.
Untuk mendapatkan variabel penciri tingkat kekritisan lahan, selain 48 titik pengamatan, juga diamati 30 titik pengamatan tambahan. Dengan bertambahnya
30 titik pengamatan tersebut diharapkan variabel penciri kelas kekritisan lahan hasil analisis statistik lebih mendekati kondisi di lapang. Tiga puluh titik
pengamatan tersebut ditentukan berdasarkan jumlah tiap kategori kelas kekritisan lahan di dua kecamatan, masing – masing kelas kekritisan lahan diamati 3 titik
pengamatan. Variabel lahan kritis yang diamati : kedalaman efektif, lereng, batuan di
permukaan, drainase, singkapan batuan, erosi, tindakan konservasi dan tutupan vegetasi. Variabel tersebut merupakan modifikasi dari kriteria lahan kritis
DRLKT tahun 2004 dan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Puslittanak tahun 1997. Variabel Lahan Kritis DRLKT, Puslittanak, dan Modifikasi tersaji
pada Tabel 4. Cara pengumpulan data fisik lebih lengkap terdapat pada Tabel 5
Tabel 4. Variabel Lahan Kritis DRLKT, Puslittanak, dan Modifikasi
DRLKT
Puslittanak
Modifikasi 1
Produktivitas 2
Lereng 3
Erosi 4
Batu – batuan 5
Manajemen 1
Penutupan vegetasi 2
Tingkat torehan 3
Kerapatan drainase 4
Penggunaan lahan 5
Kedalaman efektif 1
Kedalaman efektif 2
Lereng 3
Batuan permukaan 4
Drainase 5
Singkapan batuan 6
Erosi 7
Tindakan konservasi 8
Tutupan vegetasi
Sumber : Peraturan Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167V-SET2004 dan Karmelia 2004
Tabel 5. Cara Pengumpulan Data Fisik Lingkungan
No Jenis
Variabel Cara Pengumpulan
Keterangan Satuan
1 Kedalaman
efektif tanah Pengamatan di lapang menggunakan bor
tanah. Pengeboran dilakukan sampai kedalaman maksimal 120 cm atau sampai
kedalaman batuan atau padas. cm
2 Lereng
Diukur dengan abney Level di lapang 3
Batuan permukaan
Diamati dilapang berdasarkan persentase batuan di permukaan tanah
4 Drainase
Diamati di lapang berdasarkan tingkat drainase tanah :
a Cepat : tanah bertekstur kasar berpasir, air cepat meresap kedalam tanah, tidak
ada karatan. b Baik : tekstur tanah diantara berpasir
dan berliat, air mudah meresap kedalam tanah, dan tidak pernah jenuh air.
c Lambat : tanah bertekstur halus berliat air lambat meresap kedalam tanah
tergenang air, terdapat karatan berwarna keabu-abuan.
1 = drainase cepat dan baik
0 = drainase lambat
5 Singkapan
batuan Diamati dilapang berdasarkan persentase
singkapan–singkapan batuan
6 Erosi
Diamati dilapang berdasarkan tererosi erosi parit dan alur atau tidak tererosi
1 = tererosi 0 = tidak
tererosi 7
Tindakan Konservasi
Diamati berdasarkan ada atau tidak adanya bangunan konservasi di lapangan.
Bangunan konservasi yang diamati meliputi teras bangku dan guludan.
1 = tidak ada 0 = ada
8 Tutupan
vegetasi Diamati dilapang berdasarkan persentase
tutupan vegetasi di atas permukaan tanah.
3.3.3. Identifikasi Variabel Penciri Tingkat Kekritisan Lahan