Lahan Kritis TINJAUAN PUSTAKA

harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, agar dapat dihindari masalah: 1 ketidakseimbangan laju pertumbuhan antar daerah; 2 ketidakefisienan pemanfaatan sumberdaya alam dan kemerosotan kualitas lingkungan hidup; 3 ketidaktertiban penggunaan tanah; 4 ketidakefisienan kegiatan ekonomi-sosial; dan 5 ketidakharmonisan interaksi sosial ekonomi antar pelaku dalam pemanfaatan ruang. Menurut Dardak 2006, upaya menciptakan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan dirasakan masih menghadapi tantangan yang berat. Hal ini di tunjukkan oleh masih banyaknya permasalahan yang mencerminkan bahwa kualitas ruang kehidupan kita masih jauh dari cita-cita tersebut. Di Indonesia, salah satu masalah pokok dalam usaha penataan penggunaan lahan dan lingkungan hidup antara lain adanya kontradiksi antara kebutuhan yang menjadi pemakai yang lebih luas di satu pihak dan batasan-batasan yang berat demi lingkungan hidup Sitorus, 2004. Menurut Direktorat Jendral Penataan Ruang 2003, terdapat beberapa permasalahan penting yang diduga mempengaruhi terjadinya bencana banjir yang menggenangi hampir 60 wilayah Jakarta di tahun 2002 dan 2003, yaitu: berkurangnya fungsi kawasan-kawasan lindung di wilayah Bogor sebagai kawasan resapan air, dan berbagai penyimpangan antara rencana dan pemanfaatan ruang. Kerusakan lahan merupakan beban berat yang harus ditanggung masyarakat terutama jika diperhitungkan akibat sampingan yang ditimbulkan, seperti kerusakan lingkungan, banjir pada saat musim hujan, pendangkalan irigasi dan saluran sungai serta kekurangan air pada saat musim kemarau. Hal ini menuntut perhatian karena memperbaiki lahan yang telah kritis agar dapat berfungsi dengan baik memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal Arsyad, 2000.

2.3. Lahan Kritis

Lahan kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungannya Tim Balai Penelitian Tanah, 2004. Timbulnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tutupan vegetasi, lereng, erosi, dan kedalaman solum tanah. Tutupan vegetasi, sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologis. Suatu lahan dengan tutupan vegetasi yang baik memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan, sehingga memperkecil terjadinya erosi percik, dan memperkecil koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan, khususnya pada lahan dengan solum tebal. Disamping itu kondisi tutupan vegetasi yang baik juga memberikan serasah yang cukup banyak, sehingga bisa mempertahankan kesuburan tanah Notohadiprawiro, 2006. Hubungan antara lereng dengan fungsi hidro-orologis adalah bahwa semakin kecil lereng akan semakin besar kemungkinan air hujan untuk meresap ke dalam tanah. Hal ini dikarenakan semakin kecilnya air hujan yang menjadi air permukaan. Disamping itu aliran air di daerah datar, cenderung lebih lambat dibandingkan dengan daerah curam, sehingga kemungkinan terjadinya erosi juga kecil. Dengan demikian pengaruh daerah dengan lereng datar terhadap kemungkinan timbulnya lahan kritis juga semakin kecil Darmawijaya, 1992. Erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan menurunnya kualitas lahan pertanian, perkebunan, dan padang penggembalaan. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya produktivitas lahan-lahan tersebut yang berarti juga akan terjadi peningkatan biaya dibutuhkan untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah. Ditinjau dari aspek kerusakan fisik, lahan kritis dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: lahan potensial kritis, lahan semihampir kritis, lahan kritis, dan lahan sangat kritis Sitorus, 2004. a Lahan potensial kritis adalah lahan yang masihkurang produktif bila diusahakan untuk pertanian tanaman pangan atau mulai terjadi erosi ringan. Bila pengelolaannya tidak berdasarkan pada kaidah-kaidah konservasi tanah, maka lahan dapat menjadi rusak dan cenderung akan berubah menjadi lahan semihampir kritis atau lahan kritis. b Lahan semihampir kritis adalah lahan yang kurangtidak produktif, dan telah terjadi erosi namun masih dapat diusahakan untuk kegiatan pertanian dengan tingkat produksi yang rendah. c Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif atau produktivitasnya rendah sekali sehingga untuk dapat diusahakan sebagai lahan pertanian perlu didahului dengan usaha rehabilitasi. d Lahan sangat kritis adalah lahan-lahan yang sangat rusak sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diusahakan sebagai lahan pertanian dan sangat sukar untuk di rehabilitasi. Di dalam Karmelia 2006 disebutkan bahwa Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1997 telah mengklasifikasikan lahan kritis menggunakan empat parameter lahan yaitu : 1 kondisi penutupan vegetasi, 2 tingkat torehankerapatan drainase, 3 penggunaan lahan dan 4 kedalaman tanah. Sesuai dengan parameter-parameter lahan tersebut, lahan kritis dibedakan ke dalam empat tingkat kekritisan lahan yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis. Ciri-ciri kondisi lapang setiap kriteria dan parameter lahan kritis tersebut disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Penilaian Lahan Kritis menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1997 Parameter Potensial Kritis Semi Kritis Kritis Sangat Kritis Penutupan vegetasi 75 50-75 25-50 25 Tingkat torehan kerapatan drainase Agak tertoreh Cukup tertoreh Cukup tertoreh Sangat tertoreh Sangat tertoreh Sangat tertoreh sekali Sangat tertoreh Penggunaan lahan Hutan, kebun campuran, belukar, perkebunan Pertanian, lahan kering, semak belukar, alang- alang Pertanian, lahan kering, rumput semak Gundul, rumput semak Kedalam tanah Dalam 100 cm Sedang 60-100 cm Dangkal 30-60 cm Sangat dangkal 30 cm Sumber : Karmelia 2006 Peraturan Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167V-SET2004, menggolongkan tingkat kekritisan lahan kedalam lima kelompok, yaitu : 1 Tidak kritis, 2 Potensial Kritis, 3 Agak Kritis, 4 Kritis, dan 5 Sangat Kritis. Kriteria pengelompokkan ini berdasarkan pada variabel: kondisi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat erosi, penutupan oleh batuan, tingkat pengelolaan manajemen dan produktivitas lahan. Kriteria penetapan lahan kritis kawasan budidaya untuk usaha pertanian, Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, Departemen Kehutanan, dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Kriteria lahan kritis kawasan budidaya untuk usaha pertanian, Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, Departemen Kehutanan No Kriteria bobot Kelas BesaranDiskripsi Skor Keterangan 1 Produktivitas 30 1. Sangat Tinggi 2. Tinggi 3. Sedang 4. Rendah 5.Sangat Rendah 80 61 – 80 41 – 60 21 – 40 20 5 4 3 2 1 Dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional 2 Lereng 20 1. Datar 2. Landai 3. Agak Curam 4. Curam 5. Sangat Curam 8 8 – 15 16 – 25 26 – 40 40 5 4 3 2 1 3 Erosi 15 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat Tanah dalam : 25 lapisan tanah atas hilang danatau erosi alur pada jarak 20 – 50 m Tanah dangkal : 25 lapisan tanah atas hilang danatau erosi alur pada jarak 50 m Tanah dalam : 25 – 75 lapisan tanah atas hilang danatau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m Tanah dangkal : 25–50 lapisan tanah atas hilang danatau erosi alur dengan jarak 20-50 m Tanah dalam : 75 lapisan tanah atas hilang danatau erosi parit dengan jarak 20-50 m Tanah dangkal : 50 – 75 lapisan tanah atas hilang 5 4 3 Tabel 2 Lanjutan No Kriteria bobot Kelas BesaranDiskripsi Skor Keterangan 3 Erosi 15 4. Sangat Berat Tanah dalam : Semua lapisan tanah atas hilang, 25 lapisan tanah bawah danatau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak kurang dari 20 m Tanah dangkal : 75 lapisan tanah atas telah hilang, sebagian tanah lapisan bawah tererosi 2 4 Batu – batuan 5 1. Sedikit 2. Sedang 3. Banyak 10 permukaan lahan tertutup batuan 10 – 30 permukaan lahan tertutup batuan 30 permukaan lahan tertutup batuan 5 3 1 5 Manajemen 30 1. Baik 2. Sedang 3. Buruk - Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai petunjuk teknis - Tidak lengkap atau tidak terpelihara - Tidak ada 5 3 1 Sumber : Peraturan Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167V-SET2004 Tabel 3. Selang tingkat kekritisan lahan dan jumlah kumulatif skor tiap kelas Tingkat Kekritisan Jumlah Nilai bobot x skor Sangat Kritis 115 – 200 Kritis 201 – 275 Agak Kritis 276 – 350 Potensial Kritis 351 – 425 Tidak kritis 426 – 500 Sumber : Peraturan Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167V-SET2004

III. METODE PENELITIAN