Keterkaitan Penyimpangan Pemanfaatan Alokasi Ruang dengan

5.5. Keterkaitan Penyimpangan Pemanfaatan Alokasi Ruang dengan

Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan Keterkaitan penyimpangan alokasi ruang dengan tingkat kekritisan lahan tersaji pada Tabel 14. Dari Tabel 14 terlihat bahwa nilai koefisien korelasi antara penyimpangan pemanfaatan ruang dengan tingkat kekritisan lahan signifikan pada tingkat kepercayaan lebih dari 95. Dilihat dari nilai koefisien korelasi maka penyimpangan pemanfaatan ruang berkorelasi lemah terhadap lahan sangat kritis, berkorelasi sedang terhadap lahan kritis dan tidak kritis, berkorelasi kuat terhadap lahan potensial kritis, dan berkorelasi sangat kuat terhadap lahan agak kritis. Koefisien korelasi paling besar terdapat pada lahan agak kritis 0.950, nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin luas penyimpangan pemanfaatan ruang maka tingkat kekritisan lahan agak kritis cenderung semakin luas jika dibandingkan dengan tingkat kekritisan lahan yang lain. Tabel 14. Korelasi antara Penyimpangan Pemanfaatan Alokasi Ruang dengan Tingkat Kekritisan Lahan Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Penyimpangan Koefisien Korelasi 0.342 0.438 0.950 0.665 0.503 Signifikansi 0.130 0.047 0.000 0.001 0.020 Penyimpangan alokasi ruang dan perubahan tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Babakan Madang disajikan pada Tabel 15. Dari Tabel 15 terlihat bahwa penyimpangan pemanfaatan alokasi ruang pada kawasan hutan lindung, pertanian lahan kering dan kawasan industri di Kecamatan Babakan Madang tidak menimbulkan peningkatan kekritisan lahan. Penyimpangan pemanfaatan ruang pada kawasan hutan lindung untuk tegalan, tidak dilakukan pengamatan lapang karena luasannya relatif kecil yaitu 0.11 ha atau 0.01 dan susah di jangkau. Penyimpangan pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi, menjadi pemukiman dan tegalan pada lokasi 2 meningkatkan kekritisan lahan, hal tersebut terlihat dari tingkat kekritisan lahan pada hutan produksi potensial kritis, berubah menjadi agak kritis. Sedangkan penyimpangan pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi menjadi pemukiman dan tegalan pada lokasi 1 tidak meningkatkan kekritisan lahan. Penyimpangan pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi menjadi pemukiman dan tegalan pada lokasi 2 terjadi peningkatan kekritisan lahan karena tutupan vegetasi pada penggunaan lahan tersebut lebih sedikit dari pada kawasan hutan produksi yang penggunaan lahannya tetap sebagai hutan. Berkurangnya tutupan vegetasi menyebabkan pengaruh hujan dan lereng semakin nyata terhadap timbulnya erosi. Erosi menyebabkan kedalaman efektif tanah semakin dangkal dan meningkatnya persentase singkapan batuan dan batuan permukaan di tanah. Foto penyimpangan pemanfaatan alokasi ruang dan tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Babakan Madang tersaji pada Lampiran 1. Tabel 15. Penyimpangan Pemanfaatan Alokasi Ruang dan Tingkat Kekritisan Lahan di Kecamatan Babakan Madang No Alokasi Ruang Penggunaan Lahan Tingkat Kekritisan Lokasi 1 Lokasi 2 1 Kawasan Hutan Lindung Hutan Lindung Potensial Kritis - Sawah Potensial Kritis - 2 Kawasan Hutan Produksi Hutan Produksi Kritis Potensial Kritis Pemukiman Kritis Agak Kritis Sawah Kritis Potensial Kritis Tegalan Kritis Agak Kritis 3 Kawasan Perkebunan Kebun Campuran Potensial Kritis - Tegalan Agak Kritis - 4 Kawasan Pertanian Lahan Kering Tegalan Kritis - Pemukiman Kritis - Sawah Kritis - 5 Kawasan Peruntukan Industri Industri Potensial Kritis - Pemukiman Potensial Kritis - Penyimpangan pemanfaatan ruang dan tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Klapanunggal disajikan dalam Tabel 16. Dari Tabel 16 terlihat bahwa hanya pada kawasan hutan produksi menjadi galian C yang mengalami peningkatan kekritisan lahan, yaitu dari agak kritis menjadi sangat kritis. Peningkatan kekritisan untuk galian-C tersebut di karenakan tutupan vegetasi dan solum tanah sebagian besar telah hilang akibat kegiatan pertambangan. Foto penyimpangan pemanfaatan alokasi ruang dan tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Babakan Madang tersaji pada Lampiran 2 . Tabel 16. Penyimpangan Pemanfaatan Alokasi Ruang dan Tingkat Kekritisan di Kecamatan Klapanunggal No Alokasi Ruang Penggunaan Lahan Tingkat Kekritisan 1 Hutan Produksi Hutan Agak Kritis Galian C Sangat Kritis Kebun Campuran Agak Kritis Sawah Potensial Kritis Tegalan Agak Kritis Pemukiman Agak Kritis 2 Kawasan Pertanian Lahan Basah Sawah Potensial Kritis Pemukiman Potensial Kritis 3 Kawasan Pertanian Lahan Kering Tegalan Agak Kritis Pemukiman Agak Kritis Sawah Potensial Kritis Industri Agak Kritis 4 Kawasan Peruntukan Industri Industri Agak Kritis Pemukiman Agak Kritis 5 Kawasan Pemukiman Perdesaan Pemukiman Agak Kritis Industri Agak Kritis Korelasi antara variabel fisik lahan dengan tingkat kekritisan lahan disajikan pada Tabel 17. Dari Tabel 17 terlihat bahwa koefisien korelasi antara tingkat kekritisan dengan tutupan vegetasi, kedalam efektif, dan drainase tanah bertanda negatif. Tanda negatif menunjukkan bahwa tutupan vegetasi yang rendah, kedalaman efektif yang dangkal, dan buruknya drainase tanah maka tingkat kekritisan lahan akan semakin tinggi, begitu sebaliknya. Dilihat dari nilai koefisien korelasi maka tutupan vegetasi dan kedalaman efektif berkorelasi sedang dengan tingkat kekritisan lahan, dan drainase berkorelasi sangat lemah. Drainase memiliki tingkat kepercayaan kurang dari 95 yang menunjukkan bahwa, drainase kurang signifikan berkorelasi dengan tingkat kekritisan lahan. Sedangkan tutupan vegetasi dan kedalaman efektif tingkat kepercayaan lebih dari 95 yang menunjukkan bahwa, tutupan vegetasi dan kedalaman efektif signifikan berkorelasi dengan tingkat kekritisan lahan. Tutupan vegetasi sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologis. Suatu lahan dengan tutupan vegetasi yang baik memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan, sehingga memperkecil terjadinya erosi percik, dan memperkecil koefisien aliran permukaan sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan, khususnya pada lahan dengan solum tebal. Kedalaman efektif merupakan salah satu sifat lahan yang berperan terhadap kekritisan lahan. Semakin dangkal kedalaman efektif suatu lahan maka memiliki kemungkinan yang besar terhadap terjadinya lahan kritis. Sebaliknya kedalaman efektif tanah yang dalam, memiliki kemungkinan yang kecil terhadap munculnya lahan kritis Tabel 17. Korelasi antara Variabel Fisik Lahan dengan Tingkat Kekritisan Lahan Variabel Koefisien Korelasi Signifikansi TutupanVegetasi -0.526 0.000 Lereng 0.472 0.000 Kedalaman Efektif -0.410 0.001 Batuan Permukaan 0.647 0.000 Singkapan Batuan 0.122 0.354 Drainase -0.013 0.921 Tindakan Konservasi 0.107 0.417 Erosi 0.368 0.004 Koefisien korelasi antara tingkat kekritisan lahan dengan lereng, batuan permukaan, singkapan batuan, curah hujan, tindakan konservasi, dan erosi bertanda positif. Tanda positif tersebut menunjukkan bahwa batuan permukaan, singkapan batuan, dan curah hujan yang semakin tinggi, lereng yg semakin curam, terdapat erosi, serta tidak terdapat tindakan konservasi maka tingkat kekritisan lahan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Namun, singkapan batuan dan tindakan konservasi memiliki tingkat kepercayaan yang relatif rendah yaitu kurang dari 95, sedangkan lereng, batuan permukaan, curah hujan dan erosi memiliki tingkat kepercayaan lebih dari 95. Dilihat dari nilai koefisien korelasi maka batuan permukaan berkorelasi kuat dengan tingkat kekritisan lahan, tutupan vegetasi dan kedalaman efektif berkorelasi sedang, erosi dan curah hujan berkorelasi lemah. Tingkat erosi dapat menjadi indikator kekritisan lahan, dimana semakin tinggi tingkat erosi maka mengakibatkan lahan semakin kritis. Hasil penelitian Idjudin 2003, tanah inceptisol pada kemiringan lahan 14 di Citayam Bogor, yang ditanami tanaman semusim tanpa tindakan konservasi, menjadi kritis dan mengalami penurunan produktivitas lahan setelah dua tahun karena terjadi erosi atau kehilangan tanah setebal 2.5cmtahun. Kecuraman lereng juga merupakan salah satu penentu terjadinya lahan kritis, karena semakin curam lereng maka aliran permukaan semakin meningkat, dengan meningkatnya aliran permukaan maka sedimen yang tererosi bersama aliran permukaan juga semakin meningkat. Terlebih jika tidak ada tindakan konservasi yang di terapkan, maka hal tersebut akan semakin mempercepat terjadinya kekritisan lahan. Batuan di permukaan dan singkapan batuan akan mempengaruhi penggunaan dan pengelolaan lahan. Semakin banyak batuan menyebabkan semakin berkurangnya areal-areal yang bisa ditanami. Selain itu, semakin banyak batuan maka semakin menyulitkan dalam pengolahan tanahnya, sehingga semakin banyak persentase dan singkapan batuan menunjukkan kondisi lahan semakin kritis. .

VI. KESIMPULAN DAN SARAN