60
sambilan yang hasilnya juga tidak terlalu besar namun dapat sedikit membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya.
Sedangkan bagi lima perempuan yang tidak berkedudukan sebagai kepala rumah tangga di keluarganya, mereka memilih untuk bekerja di luar
rumah. Banyaknya kebutuhan hidup yang harus di penuhi, sedangkan terbatasnya penghasilan yang di peroleh oleh kepala rumah tangga laki-laki
membuat para perempuan ikut campur tangan dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya.
Bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, mereka memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengelola dan mengembangkan modal-
modal yang di milikinya, terutama pada modal sosial dan modal finansial dalam menopang keberlanjutan hidup rumah tangganya dibandingkan
dengan perempuan yang tidak bekerja di luar rumah.
b. Perempuan Yang Tidak Bekerja
Selain perempuan yang memilih bekerja di luar rumah, di Kelurahan Kumpulrejo juga terdapat kelompok perempuan yang tidak bekerja di luar
rumah. Dari sembilan orang narasumber yang di wawancarai terdapat dua orang perempuan yang memilih untuk tidak bekerja di luar rumah. Salah
seorang di antaranya mengatakan bahwa alasannya untuk tidak bekerja di luar rumah disebabkan ia masih memiliki anak yang masih kecil dan tidak
ada tempat untuk menitipkan anaknya, jika di tinggal bekerja di luar rumah. Selain masih memiliki anak yang masih kecil, ketidak percayaan dirinya
untuk mencari pekerjaan di luar rumah juga di sebabkan rendahnya tingkat pendidikannya yang hanya sebatas pada tingkat SMP, menyebabkan
terbatasnya kemampuan yang dimiliki perempuan dalam memperoleh pekerjaan di luar rumah seperti yang nampak pada kutipan wawancara
berikut ini.
“Kalo keinginan kerja sih ya ada mbak, tapi gimana lagi, kalo saya kerja anak-anak nggak ada yang ngurus, masih repotlah
kalo mau di tinggal-tinggal. Tapi ya bingung juga sih mbak mau kerja apa, wong yo saya ndak bisa apa-apa wong yo cuma
61 lulusan SMP mau kerja apa. Bisanya ya cuma ngurusi rumah aja
gini. Ya wes di terima aja lah mbak, paringane kaya gini ya bersyukur aja.”
1
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, dapat di ketahui bahwa perempuan yang tidak bekerja memiliki sikap fatalisme atau pasrah pada
nasib, dan hanya mengandalkan pendapatan dari suaminya. Hal ini menunjukkan bahwa ada persoalan kemiskinan yang berasal dari perspektif
kultural pada tingkat individu miskin tersebut. Sedangkan salah seorang narasumber yang juga memutuskan untuk
tidak bekerja di luar rumah mengatakan bahwa pada awalnya ia bekerja di luar rumah, namun karena terjadi cedera pada fisiknya membuat ia harus
keluar dari pekerjaannya. Meskipun saat ini ia sudah sembuh dari cideranya, ia masih belum bisa untuk bekerja di luar rumah lagi karena ia merasa tidak
enak dengan rekan-rekan sekerjanya untuk masuk kerja lagi di tempat yang sama. Sedangkan untuk membuka peluang usaha yang baru ia terkendala
dalam hal modal usaha.
5.5 Ringkasan