toleransi yang luas pada lingkungan tempat tinggalnya sehingga penyebarannya cukup luas kosmopolitan. Hasil penelitian Yamane 2009 menunjukkan bahwa
spesies Odontoponera denticulata lebih banyak ditemukan pada habitat yang terganggu seperti pekarangan, kebun dan daerah pertanian.
Pada Tabel 4.5 juga dapat dilihat bahwa makrofauna tanah karakteristik
yang ditemukan pada lokasi I hanya 1 spesies yaitu Nitidula rufipes, sedangkan pada lokasi II ditemukan 2 spesies yaitu Nitidula rufipes dan Odontoponera
denticulata. Hal ini menunjukkan bahwa kedua lokasi memiliki daya dukung berbeda dalam menyediakan kebutuhan makrofauna tanah untuk hidup dan
berkembang dengan baik. Dengan perkataan lain, lokasi II memiliki daya dukung yang lebih baik terhadap makrofauna tanah untuk hidup dan berkembang dengan
baik dibandingkan dengan lokasi I karena lebih banyak makrofauna tanah karakteristiknya. Menurut Adianto 1993, kemampuan fauna tanah diantaranya
makrofauna tanah untuk hidup dan berkembang dengan baik pada suatu habitat sangat ditentukan oleh kondisi fisika, kimia, dan biologi tanahnya serta
tersedianya bahan makanan yang dibutuhkannya. Makrofauna tanah yang frekuensi kehadirannya tinggi umumnya
kepadatan relatifnya tinggi pula. Pengecualian pada makrofauna tanah yang hidup berkoloni dan fauna tanah yang sumber makanannya di habitat itu berkelompok
karena sebab tertentu, sedangkan faktor fisik dan kimia tanah lokasi itu cocok baginya Suin, 2006.
4.5. Indeks Keanekaragaman H dan Keseragaman E Makrofauna Tanah
Dari hasil analisis data didapatkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman makrofauna tanah pada masing-masing lokasi penelitian seperti
terlihat pada Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Makrofauna
Tanah Pada Setiap Lokasi Penelitian Lokasi
H E
Lokasi I 2,582
0,823 Lokasi II
2,743 0,806
Keterangan : Lokasi I = Lahan Pertanian Anorganik, Lokasi II = Lahan Pertanian Organik
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman makrofauna tanah
pada lokasi I sebesar 2,582 dan pada lokasi II sebesar 2,743. Nilai keduanya berkisar antara 1 - 3 yang termasuk kategori keanekaragaman sedang Fachrul,
2007. Meskipun kedua lokasi keanekaragamannya tergolong sedang, namun nilai indeks keanekaragaman pada lokasi II pertanian organik lebih tinggi bila
dibandingkan dengan lokasi I pertanian anorganik. Hasil ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan pertanian secara organik memberikan pengaruh positif
terhadap keanekaragaman spesies makrofauna tanahnya dibandingkan dengan lahan pertanian yang dikelola secara anorganik. Hal ini dapat terjadi karena lahan
pertanian dengan sistem organik tidak memakai bahan-bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan baik berupa pupuk maupun pestisida seperti halnya
lokasi I lahan pertanian anorganik. Pengelolaan lahan pertanian dengan sistem organik juga menambah bahan makanan atau nutrisi bagi kebanyakan makrofauna
tanah dari aplikasi bahan-bahan organik yang digunakan sebagai pupuk kompos. Keadaan tersebut menjadikan jumlah spesies dan keanekaragaman makrofauna
tanah pada lokasi II lahan pertanian organik lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi I lahan pertanian anorganik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Notohadiprawiro 1998 yang menyatakan bahwa komunitas yang kaya akan nutrisi mempunyai banyak organisme. Michael 1995 menambahkan,
keanekaragaman bertambah bila komunitas semakin stabil, keanekaragaman yang tinggi juga mencirikan ketersediaan sejumlah besar faktor-faktor pendukung.
Meskipun nilai indeks keanekaragaman makrofauna tanah pada lokasi II lebih tinggi dari lokasi I, tetapi nilai indeks keseragaman makrofauna tanah justru
lebih tinggi pada lokasi I 0,823 dibandingkan lokasi II 0,806. Keadaan ini dikarenakan beberapa spesies makrofauna tanah pada lokasi II jumlah individunya
ada yang sangat tinggi dan yang lainnya sangat rendah, sedangkan lokasi I tidak terlalu jauh perbedaan antara jumlah individu masing-masing spesiesnya
Lampiran 5. Hal tersebut menyebabkan indeks keseragaman lokasi I sedikit
lebih tinggi dibandingan lokasi II. Walaupun nilai indeks keseragaman makrofauna tanah pada lokasi I lebih
tinggi dari lokasi II, namun nilai keduanya sama-sama menunjukkan hasil mendekati angka 1. Hasil tersebut menunjukkan indeks keseragaman antar lokasi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
cukup seragam Odum, 1996. Kisaran indeks keseragaman antara 0 sampai 1, semakin kecil nilainya mendekati nol menunjukan bahwa penyebaran jumlah
individu tiap spesies tidak seragam Krebs, 1985; Odum, 1993. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan makrofauna tanah yang didapat pada
lokasi I dan lokasi II spesiesnya cukup seragam jumlah individu merata tiap spesiesnya.
4.6. Indeks Similaritas Kesamaan Makrofauna Tanah