Tabel 4.3 Jenis Antibiotika yang diterima
No Golongan Antibiotika
Jenis Antibiotika 1.
Cephalosporin Ceftriaxone
2. Cefotaxime
3. Ceftazidime
4. Cepefime
5. Aminoglycoside
Gentamicin 6.
Amikacin 7.
Fluoroquinolone Ciprofloxacin
8. Levofloxacin
9. Karbapenem
Meropenem 10.
Makrolida Azithromicin
11. Penisilin
Amoxicillin 12.
Ampicillin 13.
Antibiotika lain Metronidazole
14. Fluconazole
Berdasarkan penjelasan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 65 pasien yang di rawat di ruang High Care Unit HCU yang diambil datanya secara
prospektif, terlihat ada 14 jenis antibiotika yang digunakan.
4.2.2.2 Bentuk Sediaan dan Jumlah Antibiotika
Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada bentuk sediaan antibiotika yang diterima pasien di ruang High Care Unit HCU, bentuk sediaan tersebut terdiri
dari sediaan oral dan parenteral. Dua bentuk sediaan ini ditemukan dalam penelitian berdasarkan penggunaan antibiotika pada pasien. Berikut adalah
penjelasaannya:
4.2.2.2.1 Sediaan Oral
Pada penelitian ini sediaan oral yang digunakan adalah sediaan dalam bentuk tablet, yaitu sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Tabel 4.4 di bawah ini menjelaskan hasil dalam bentuk angka dan
Universitas Sumatera Utara
hal ini memberikan keterangan mengenai penjelasan bentuk sediaan oral serta
jumlah antibiotika yang diterima. Tabel 4.4 Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Bentuk Sediaan Oral dan Jumlah
Antibiotika
Selain penjelasan berdasarkan tabel 4.4 di atas, penelitian ini diperkuat dengan temuan data berupa penggunaan antibiotika berdasarkan bentuk sediaan
oral dan jumlah antibiotika yang digunakan dalam bentuk grafik.
Gambar 4.3 Grafik penggunaan antibiotika oral bulan Februari-April 2016 pada
pasien HCU Berdasarkan penjelasan tabel 4.4 dan grafik pada gambar 4.3 di atas
menunjukkan bahwa dari 65 pasien yang di rawat di ruang High Care Unit HCU yang diambil datanya secara prospektif, terlihat jenis antibiotika peroral yang
banyak digunakan adalah levofloxacin 50.
4.2.2.2.2 Sediaan Parenteral
Pada penelitian ini sediaan parenteral yang digunakan adalah sediaan dalam bentuk injeksi, yaitu sediaan steril dalam bentuk larutan, emulsi atau
0,5 1
1,5 2
2,5
Ciprofloxacin Levofloxacin
Azitromycin Jum
la h
A n
ti bi
o ti
ka
Jenis Antibiotika Antibiotika Oral
yang digunakan
No Jenis Antibiotika
N
1. Ciprofloxacin
1 25
2. Levofloxacin
2 50
3. Azithromycin
1 25
Total 4
100
Universitas Sumatera Utara
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tabel 4.5 di bawah ini menjelaskan hasil dalam bentuk angka dan hal ini memberikan keterangan mengenai
penjelasan bentuk sediaan parenteral serta jumlah antibiotika yang diterima. Tabel 4.5 Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Bentuk Sediaan Parenteral dan
Jumlah Antibiotika
No Jenis Antibiotika
N
1. Ceftriaxone
32 30,5
2. Ceftazidime
17 16,2
3. Ciprofloxacin
17 16,2
4. Meropenem
12 11,4
5. Cefotaxime
9 8,6
6. Levofloxacin
4 3,9
7. Gentamicin
4 3,9
8. Amikacin
3 2,8
9. Cepefime
2 1,9
10. Metronidazole
2 1,9
11. Amoxicillin
1 0,9
12. Ampicillin
1 0,9
13 Fluconazole
1 0,9
Total 105
100
Selain penjelasan berdasarkan tabel 4.5 di atas, penelitian ini diperkuat dengan temuan data berupa penggunaan antibiotika berdasarkan bentuk sediaan
parenteral dan jumlah antibiotika yang digunakan dalam bentuk grafik gambar 4.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Grafik penggunaan antibiotika parenteral pada bulan Februari-April
2016 pada pasien HCU Berdasarkan penjelasan tabel 4.5 dan grafik pada gambar 4.4 di atas
menunjukkan bahwa dari 65 pasien yang di rawat di ruang High Care Unit HCU yang diambil datanya secara prospektif, terlihat jenis antibiotika parenteral yang
banyak digunakan adalah ceftriaxone 30,5.
4.3 Kualitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien High Care Unit HCU di RSUP H. Adam Malik Medan
Pada penelitian ini, kualitas tersebut digambarkan berdasarkan beberapa kategori disesuaikan dengan metode Gyssens berdasarkan data rekam medik dan
kondisi klinis pasien. Metode Gyssens merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika yang sudah dipakai secara luas diberbagai negara,
yang dijelaskan di bawah ini Tabel 4.6 :
5 10
15 20
25 30
35
Jum la
h A
n ti
bi o
ti ka
Jenis Antibiotika Antibiotika
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Penggunaan antibiotika pada pasien High Care Unit HCU
berdasarkan Kategori Gyssens
Kategori Kriteria Gyssens
N V
Tidak ada indikasi penggunaan antibiotika 1
0,9 IV a
Ada antibiotika lain yang lebih efektif 5
4,7 III a
Penggunaan antibiotika terlalu lama 8
7,3 III b
Penggunaan antibiotika terlalu singkat 8
7,3 II a
Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis 2
1,8 II b
Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian
1 0,9
Penggunaan antibiotika tepatrasional 84
77,1
Total 109
100
Berdasarkan penjelasan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa dari 65
rekam medik pasien di ruang High Care Unit di RSUP H. Adam Malik Medan periode Februari-April 2016, terlihat hanya ada beberapa kategori Gyssens V,
IVA, IIIA, IIIB, IIA, IIB, 0 dari 13 kategori yang masuk ke dalam penilaian kualitas penggunaan antibiotika dan yang tergolong tidak rasional kategori I-V
sebesar 22,9 sedangkan 77,1 termasuk pada kategori 0 atau rasional Tabel 4.6. Angka tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian
Theresia 2011 sebesar 39,6 rasional dan AMPRIN Hadi, 2008 sebesar 34 rasional. Perbedaan ini diperkirakan terjadi karena perbedaan tempat, ruang
lingkup, waktu dan metode penelitian. Penelitian Theresia menggunakan data penggunaan antibiotika selama Januari-Juni 2009 dan tidak menjabarkan hasil
evaluasi dari tiap ruangan yang ada di Departemen IKA, sehingga tidak dapat dibandingkan kualitas penggunaan penggunaan antibiotika khusus untuk ruang
kelas 3 infeksi. Penelitian secara prospektif memberikan kesempatan pada penelitian untuk meminta konfirmasi jika ditemukan masalah penggunaan
Universitas Sumatera Utara
antibiotika dengan penulis resep sebelum membuat penilaian, karena sumber acuan yang berbeda dapat menyebabkan penilaian yang berbeda.
Pada penggunaan antibiotika seharusnya terlebih dahulu dilakukan uji kultur untuk melihat sensitivitas bakteri terhadap antibiotika yang diberikan.
Pasien dengan jaminan juga tidak dapat langsung melakukan pengujian kultur, sehingga banyak pengujian yang tertunda menunggu proses persetujuan
pengajuan jaminan. Selain itu pengujian kultur membutuhkan waktu empat sampai tujuh hari, sementara pengobatan tidak dapat ditunda. Hal ini juga
dikemukakan oleh Setiabudy bahwa dalam keadaan infeksi berat, terapi dengan antimikroba dapat dimulai dengan memilih antimikroba yang paling tepat
berdasarkan gambaran klinik pasien, perkiraan kuman penyebab, dan pola kepekaannya.
Penggunaan antibiotika yang sama terlalu sering sebaiknya dihindari, hal ini dipertegas oleh Setiabudy yang menyatakan antimikroba mutakhir misalnya
sefalosforin generasi ketiga, fluorokuinolon, aminoglikosida, seyogyanya tidak terlalu sering digunakan untuk keperluan rutin agar menjaga ketersediaan
antimikroba efektif bila timbul masalah resistensi. Ketepatan penggunaan antibiotika yang cukup tinggi pada pasien High
Care Unit HCU karena penggunaan antibiotika cukup diperhatikan oleh berbagai pihak dibandingkan dengan ruangan lain. Dokter PPDS meresepkan
antibiotika berdasarkan panduan dan literatur yang tersedia dan dikonsultasikan dengan dokter DPJP dan konsulen oleh tim Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba PPRA dan petugas farmasi secara teratur dengan pemberian saran
Universitas Sumatera Utara
jika ditemukan masalah. Selain itu ada kegiatan pembahasan kasus disertai evaluasi kualitas penggunaan antibiotika berdasarkan metode Gyssens.
Ketidaktepatan penggunaan antibiotika sebagian besar merupakan kategori V tidak ada indikasi penggunaan antibiotika yaitu sebesar 0,9. Dalam hal ini,
masalah yang ditemukan adalah pemberian antibiotika yang tidak ada indikasi sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan tetapi masih diberikan antibiotika
alasannya untuk pengobatan antibiotik empiris. Ketidaktepatan penggunaan antibiotika selanjutnya merupakan kategori
IVA adanya pilihan antibiotika lain yang lebih efektif yaitu sebesar 4,7. Dalam hal ini, masalah yang ditemukan adalah pengobatan atau pemilihan
antibiotika yang diberikan tidak sesuai dengan hasil kultur. Meskipun hasil kultur menunjukkan bakteri resisten, namun penggunaan antibiotika tersebut terus
dilanjutkan. Ketidaktepatan penggunaan antibiotika selanjutnya merupakan kategori
IIIA penggunaan antibiotika terlalu lama, yaitu sebesar 7,3. Masalah yang ditemukan adalah antibiotika yang diberikan terlalu lama hingga 27 hari. Hal ini
bertentangan dengan prinsip penggunaan antibiotika yang benar yang terdapat di dalam PERMENKES No. 2406 tahun 2011 tentang pedoman umum penggunaan
antibiotika. Ketidaktepatan penggunaan antibiotika selanjutnya merupakan kategori
IIIB penggunaan antibiotika terlalu singkat, yaitu sebesar 7,3. Masalah yang ditemukan adalah antibiotika yang diberikan terlalu singkat hanya 1 hari. Hal ini
bertentangan dengan prinsip penggunaan antibiotika yang benar yang terdapat di
Universitas Sumatera Utara
dalam PERMENKES No. 2406 tahun 2011 tentang pedoman umum penggunaan antibiotika.
Ketidaktepatan penggunaan antibiotika selanjutnya merupakan kategori IIA Antibiotika tidak tepat dosis, yaitu sebesar 1,8. Masalah yang ditemukan
adalah pada pasien High Care Unit HCU tidak hanya pasien dewasa, namun terkadang ada pasien anak yang usianya di bawah 1 tahun dan lansia, sehingga
diperlukan penyesuain dosis. Peneliti menggunakan perhitungan dosis berdasarkan berat badan pasien.
Ketidaktepatan penggunaan antibiotika selanjutnya merupakan kategori IIB antibiotika tidak tepat interval pemberian, yaitu sebesar 1,8. Masalah
yang ditemukan adalah pada pasien High Care Unit HCU ada yang diberikan antibiotika dengan dosis subterapi disebabkan karena interval pemberian terlalu
lama.
4.4 Kuantitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien High Care Unit HCU di RSUP H. Adam Malik Medan
Kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan sistem ATCDDD Anatomical Therapeutic ChemicalDefined Daily Dose yang telah ditetapkan
WHO. Hasil dari penggunaan antibiotika secara kuantitas diperoleh hasil sebagai berikut dengan data yang terlampir.
Kuantitas penggunaan antibiotika dapat dinyatakan dalam DDD 100 patient- days. Cara perhitungan Dirjen Binfar, 2011:
a. kumpulkan data semua pasien yang menerima terapi antibiotika
b. kumpulkan lamanya waktu perawatan pasien rawat inap total Length Of
Stay atau LOS semua pasien c.
hitung jumlah dosis antibiotika gram selama dirawat
Universitas Sumatera Utara