2.2 Definisi High Care Unit HCU
High care unit HCU adalah unit pelayanan rumah sakit bagi pasien dengan kondisi stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun
masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang dilaksanakan melalui
pendekatan multidisiplin yang terdiri dari dokter spesialis dan dokter serta dibantu oleh perawat yang bekerja secara interdisiplin dengan fokus pelayanan
pengutamaan pada pasien yang membutuhkan pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku
di rumah sakit Kemenkes RI, 2010. Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakukan adalah:
a. tingkat kesadaran.
b. fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal empat jam
atau disesuaikan dengan keadaan pasien. c.
oksigen dengan menggunakan oksimeter secara terus menerus. d.
keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal delapan jam atau disesuaikan dengan keadaan pasien Kemenkes RI, 2010.
Penentuan indikasi pasien masuk ke HCU dan keluar dari HCU serta pasien yang tidak dianjurkan untuk dirawat di HCU ditentukan berdasarkan
kriteria sebagai berikut: a.
indikasi masuk i.
pasien gagal organ tunggal yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadi komplikasi
ii. pasien yang memerlukan perawatan perioperatif.
Universitas Sumatera Utara
b. indikasi keluar
i. pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang ketat
ii. pasienkeluarga yang menolak untuk dirawat di HCU atas dasar “informed
consent ” Kemenkes RI, 2010.
2.3 Antibiotika 2.3.1 Definisi antibiotika
Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme bakteri, jamur yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu proses
biokimia mikroorganisme lain. Istilah “antibiotika” sekarang meliputi senyawa sintetik seperti sulfonamida dan kuinolon yang bukan merupakan produk mikroba.
Sifat antibiotika adalah harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak
toksik untuk hospes Setiabudy, 2007.
2.3.2 Penggolongan antibiotika berdasarkan struktur kimia
Berdasarkan struktur kimianya antibiotika dapat dibedakan sebagai berikut:
a. β-laktam, contoh: penisilin contoh: benzyl penisilin, oksasilin, kloksasilin,
ampisilin, amoksisilin, piperasilin, sefalosforin contoh: generasi pertama: sefalotin, sefaleksin, sefadroksil; generasi kedua: sefaklor, sefuroksim; generasi
ketiga: sefatoksim, seftriakson, sefoperazon, seftazidim; generasi keempat: sefepim, karbapenem contoh: imipenem, meropenem.
b. makrolida, contoh: eritromisin, spiramisin, azitromisin, klaritromisin.
c. aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,
Universitas Sumatera Utara
amikasin, tobramisin. d.
tetrasiklin, contoh: tetrasiklin, doksisiklin, oksitetrasiklin. e.
kuinolon, contoh: asam nalidiksat. f.
fluorokuinolon, contoh: siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin. g.
glukopeptida, contoh: vankomisin, teikoplanin. h.
antibiotika lain: kloramfenikol, tiamfenikol, metronidazol, klindamisin, kotrimoksazol Kasper, dkk, 2005; Setiabudy, 2007.
2.3.3 Mekanisme kerja
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ada lima kelompok antibiotika, yaitu: a.
inhibisi sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida glikopeptida.
Obat ini dapat melibatkan otosilin bakteri enzim yang mendaur ulang diniding sel yang ikut berperan terhadap lisis sel. Antibiotika yang termasuk kelompok
ini: penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin. Pada umumnya bersifat bakterisidal.
b. inhibisi sintesis protein bakteri. Sel bakteri mensintesis berbagai protein yang
berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Penghambatan terjadi melalui interaksi dengan ribosom bakteri. Antibiotika yang termasuk
kelompok ini: aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Selain aminoglikosida, pada umumnya oabat ini bersifat
bakteriostatik. c.
inhibisi metabolisme bakteri: obat mempengaruhi sintesis asam folat bakteri. Antibiotika yang termasuk kelompok ini: sulfonamida, trimetoprim, asam p-
aminosalisilat dan sulfon. Pada umumnya bersifat bakteriostatik.
Universitas Sumatera Utara
d. inhibisi sintesis atau aktivasi asam nukleat bakteri. Antibiotika yang termasuk
kelompok ini: rifampisin dan golongan kuinolon. e.
mempengaruhi permeabilitas membrane sel bakteri. Antibiotika yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin Kasper, dkk, 2005; Setiabudy, 2007.
2.3.4 Spektrum dan aktivitas antibiotika
Berdasarkan spektrumnya, antibiotika dibagi menjadi dua yaitu berspektrum luas dan sempit. Batas antara kedua spektrum ini terkadang tidak
jelas. Antibiotika berspektrum luas efektif baik terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif. Sifat antibiotika berbeda satu dengan lainnya, misalnya
Penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri gram positif sedangkan bakteri gram negatif pada umumnya tidak sensitif terhadap Penisilin G. contoh lain,
streptomisin bersifat aktif terhadap bakteri gram negative Setiabudy, 2007. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dikelompokkan menjadi antibiotika
yang mempunyai aktivitas bakterisid dan bakteriostatik. Antibiotika yang bakterisid adalah antibiotika yang bersifat membunuh bakteri, misalnya penisilin,
sefalosporin, streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, dan basitrasin. Antibiotika yang bakteriostatik bersifat menghambat pertumbuhan atau
perkembangbiakan bakteri, misalnya sulfonamida, trimetoprim, kloramfenikol, tetrasiklin, linkomisin dan klindamisin Setiabudy, 2007.
2.3.5 Mekanisme resistensi antibiotika
Bakteri dapat bersifat resisten pada obat secara intrinsik misalnya bakteri anaerob resisten terhadap aminoglikosida atau mendapatkan resistensi melalui
mutasi terhadap gen tertentu atau membentuk gen baru. Mekanisme utama resistensi yang dilakukan bakteri yaitu inaktivasi obat, mempengaruhi atau over
Universitas Sumatera Utara
produksi target antibiotika, akuisisi target baru yang tidak sensitif obat, menurunkan permeabilitas obat dan efluks aktif terhadap obat Kasper,dkk, 2005.
2.4 Prinsip Penggunaan Antibiotika
Prinsip penggunakan antibiotika yang tepat: a.
penggunaan antibiotika tepat yaitu penggunaan antibiotika dengan spectrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama
pemberian yang tepat. b.
kebijakan penggunaan antibiotika ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotika dan mengutamakan penggunaan antibiotika lini pertama.
c. pembatasan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan menerapkan
pedoman penggunaan antibiotika dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotika tertentu.
d. indikasi ketat penggunaan antibiotika dimulai dengan menegakkan diagnosis
penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, penunjang lainnya.
e. pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada:
i. informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan
kuman terhadap antibiotika ii.
hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi iii.
profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika iv.
melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat
v. cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.
f. penerapan penggunaan antibiotika secara bijak dilakukan dengan beberapa
Universitas Sumatera Utara
langkah sebagai berikut: i.
meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotika secara bijak
ii. meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan
pada laboratorium hematologi, imunologi dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi
iii. menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi
iv. mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim team
work v.
membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotika secara bijak yang bersifat multi disiplin
vi. memantau penggunaan antibiotika secara intensif dan berkesinambungan
vii. menetapkan kebijakan dan pedoman penggunakan antibiotika secara lebih
rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat PerMenKes, 2011.
2.5 Kebijakan Penggunaan Antibiotika