Analisa Terhadap Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa Pada BMT Al-Munawwarah

(1)

ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH

MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

INDAH DELIYANI NIM : 204046102926

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH

MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh :

Indah Deliyani NIM : 204046102926

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag Dr. Yayan Sofyan, M.Ag

NIP : 150 050 919 NIP : 150 228 413

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada November 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SHI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 09 Desember 2008 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.DR.H Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (………) NIP. 130 789 745

2. Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA (………) NIP. 150 269 678

3. Pembimbing I : Drs.H. Husni Thoyyar, M.Ag (………) NIP. 150 050 919

4. Pembimbing II : Dr. Yayan Sofyan, M.Ag (………)

NIP. 150 228 413

5. Penguji I : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (………) NIP. 130 789 745

6. Penguji II : Drs. Heldi, M.Pd (………) NIP. 150 262 877


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw., rasul paling mulia dan penutup para Nabi, serta iringan doa untuk keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya.

Penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta syaf-stafnya. 2. Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA,

masing-masing sebagai ketua Program Studi Muamalat dan Koordinator Teknis Program Non Reguler, serta H. Ah. Azharudin Latief, M.Ag., MH dan Drs. H. Ahmad Yani, MA, masing-masing selaku Sekretaris Program Studi Muamalat dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag dan Dr. H. Yayan Sofyan, M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, bimbingan, kritik, saran dan motivasi dalam proses penulisan skripsi ini.


(5)

4. BMT al-Munawwarah BPI, pihak Dewan Syariah Nasional MUI, dan Drs. Agustianto, M.Ag, sebagai nara sumber yang telah menyediakan waktunya dan banyak membantu dalam memberikan informasi untuk penelitian ini. 5. Pimpinan dan staf Syariah dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan UI Salemba yang telah membantu dalam memberikan kemudahan fasilitas dalam melakukan kajian kepustakaan selama penyusunan skripsi ini.

6. Ayahanda Alm. Ayah dan ibunda tercinta yang dengan besar hati mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehidupan serta kakak dan adikku, Widyana, SS dan Kamelia yang selalu memberikan semangat untuk penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segera.

7. Dosen-dosen UIN, Pak Jaka, Pak Gustian, Pak Zainul Arifin, Bu Isnawati, Bu Najma dan dosen yang lain yang selama ini telah memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

8. Teman-temanku, Latifa, Naras, Neng, Ita, Eva, Daris, Ervin, Rozik dan yang lain (maaf tidak dapat disebutkan semua) yang selama ini telah memberikan inspirasi dan bantuannya. Terima kasih banyak untuk Mas Joko atas keikhlasannya selama ini menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bagi teman-teman yang lain, tetap semangat yakinlah bahwa kalian bias. 9. Pak Yafiz, Pak Ridwan, Mbak Ranti, Mbak Desti, yang telah memberikan


(6)

Terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, baik dalam bentuk dukungan, semangat dalam menyelesaikan tugas ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Jakarta, Desember 2008


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat ... 6

D. Review Studi Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ... 9

2. Teknik Pengumpulan Data ... 9

3. Teknik Pengolahan Data ... 10

4. Teknik Analisis Data ... 11

F. Subjek Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan ... 15

2. Tujuan Pembiayaan ... 17

3. Sumber Dana Pembiayaan ... 19

4. Jenis-jenis Pembiayaan ... 22

5. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan ... 23

6. Analisis Pembiayaan ... 25


(8)

B. Pembiayaan Multijasa

1. Pengertian Pembiayaan Multijasa ... 27

2. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa ... 28

3. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa ... 29

C. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah ... 30

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PENELITIAN A. BMT al-Munawwarah 1. Sejarah Singkat Pendirian BMT al-Munawwarah ... 35

2. Visi, Misi dan Tujuan BMT al-Munawwarah ... 37

3. Motto dan Budaya Kerja ... 38

4. Legalitas Hukum ... 38

5. Jenis Produk yang Dikeluarkan BMT al-Munawwarah ... 39

B. Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa 1. Latar Belakang Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 44

2. Syarat-syarat Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 45

3. Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 46

BAB IV ANALISIS A. Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 48

B. Penggunaan Akad Ijarah dalam Aplikasi Pembiayaan Multijasa .... 54

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah suatu agama yang mengatur cara hidup manusia dalam segala aspek, termasuk aspek ekonomi seperti mencari nafkah. Kegiatan ekonomi adalah wajib dan pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun wajib diadakan.1 Hal ini sesuai dengan kaidah dalam ushul fiqh yang menyatakan bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.2

Selama ini orang muslim mendambakan lembaga jasa keuangan yang membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan menggunakan prinsip syariat. Dalam hal ini maka lahirlah lembaga keuangan syariah, antara lain BMT yang terdiri dari kata baitul maal (rumah harta) yaitu lembaga yang mengelola dana zakat, infaq dan Sedekah (ZIS) dan baitul tamwil (rumah pembiayaan) yaitu lembaga yang mengelola dana nasabah.

1

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), Edisi ketiga, h.15

2


(10)

BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dalam operasionalnya dengan menggunakan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Lembaga ini ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi syariah.

Secara legal formal BMT sebagai lembaga keuangan mikro berbentuk badan hukum koperasi dan secara operasional BMT mengadaptasi sistem perbankan syariah. Kehadiran BMT adalah untuk membantu masyarakat kalangan menengah ke bawah yang tidak terjangkau oleh bank. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Maidah (5) ayat 2:

! "

#

$%&

'

..

Artinya: “… Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”

Dalam operasionalnya, BMT bukan hanya sekedar lembaga keuangan yang bersifat sosial, melainkan juga sebagai lembaga yang harus menjalankan amanah dari nasabah yang telah memberikan kepercayaannya untuk dapat mengelola dana yang dititipkan dengan baik. Oleh karena itu, BMT juga berorientasi kepada keuntungan (profit), di mana keuntungan ini bukan hanya untuk pemilik dan pendiri, tetapi juga untuk pengembangan BMT itu sendiri.

Di Indonesia telah banyak berdiri BMT yang berguna membantu masyarakat kecil. Salah satu yang ada dan telah tumbuh di Indonesia adalah BMT


(11)

al-Munawwarah yang berdiri pada tanggal 26 Mei 1996. Ide dan inisiatif pendirian BMT Al Munawwarah bermula dari keprihatinan bersama beberapa jama’ah dan pengurus Yayasan Al Munawwarah-BPI, ICMI orsat Pamulang dan beberapa tokoh lingkungan sekitar Pamulang terhadap kondisi pengusaha mikro-kecil yang seringkali kesulitan mengakses permodalan guna mengembangkan usahanya sehingga mereka mencari alternatif termudah dalam mengakses permodalan yaitu rentenir.

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, menuntut BMT untuk melakukan pengelolaan dana secara efektif dan efisien, baik atas dana yang dikumpulkan dari masyarakat maupun dari pemilik atau pendiri BMT. Dana yang terkumpul kemudian dikelola dalam bentuk produk pembiayaan. BMT juga harus memperhatikan kebutuhan para nasabahnya dalam mengeluarkan produk-produknya. BMT dituntut untuk lebih memperhatikan upaya pemberian kualitas jasa yang terbaik kepada nasabah supaya tercapai customer satisfaction (Berry, et. al 1994).

Salah satu produk jasa yang dikeluarkan BMT al-Munawwarah adalah pembiayaanmultijasa, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.3 BMT

3

Dewan Syariah Nasional (DSN), Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, (Ciputat: CV. Gaung Persada, 2006), Edisi. Revisi, h.324.


(12)

al-Munawwarah memberikan nama produk tersebut dengan nama Pembiayaan Ijarah Multijasa yang dikeluarkan pada April 2006.

BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk ini setelah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI mengeluarkan fatwa tentang produk pembiayaan multijasa, yaitu fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004. Fatwa DSN ini dikeluarkan pada tahun 2004 atas permohonan dari Bank Rakyat Indonesia tanggal 28 April 2004 dan Hasil Rapat Pleno DSN-MUI tanggal 11 Agustus 2004. DSN mengeluarkan fatwa ini dengan mempertimbangkan bahwa LKS perlu merespons kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan jasa.

Produk pembiayaan multijasa ini dikeluarkan untuk memberikan solusi kepada LKS. Melihat dana sosial (maal) yang ada tidak mencukupi dan tidak memungkinkan menggunakan akad qardhul hasan karena dana yang ada adalah dana yang harus memberikan bagi hasil untuk penyimpan dana, maka dapat menggunakan akad ijarah sebagai solusi.

Dalam menjalankan setiap kegiatannya LKS harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Dalam prinsip-prinsip Hukum Muamalat disebutkan bahwa segala bentuk muamalat dibolehkan kecuali yang dilarang oleh syari. Seperti halnya dengan penggunaan akad. Setiap produk yang dikeluarkan oleh LKS harus menggunakan akad yang tepat. Dalam penggunaan akad ijarah pada aplikasi produk pembiayaan multijasa terdapat keganjalan atau keanehan yang terlihat, adanya perbedaan antara fatwa dan fikih muamalat. Akad yang digunakan seperti hanya


(13)

sebuah rekayasa untuk menguntungkan lembaga keuangan syariah yang menjalankan pembiayaan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian lebih dalam tentang masalah tersebut dengan judul “Analisa Terhadap Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa Pada BMT al-Munawwarah.”

B. Pembatasan dan Perumusan

1. Pembatasan Masalah

Penulis dalam penelitian ini membatasi masalah pada beberapa hal, yaitu: a. Pembiayaan yang dibahas adalah pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan

atas dasar prinsip jasa, disalurkan untuk berbagai jenis kebutuhan halal, seperti pembayaran biaya pendidikan, pengobatan, sewa tempat, dan lain-lain.4

b. Penelitian dilakukan di BMT al-Munawwarah yang beralamat di Komplek Masjid al-Muhajirin Bukit Pamulang Indah Blok A-18A/02 Pamulang Timur, Tangerang, Banten. Telp. (021) 7499865, 32921063, 32921641, 32921079.

c. Penelitian berdasarkan dari fatwa DSN mengenai pembiayaan multijasa No.44/DSN-MUI/VII/2004.

4

BMT Al-Munawwarah, “Sharia Microfinance”, artikel diakses pada 03 Maret 2008 dari www.bmtalmunawwarah.com


(14)

d. Penelitian berdasarkan dari fatwa DSN tentang pembiayaan ijarah No.09/DSN-MUI/IV/2000 dan fikih muamalat.

2. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana aplikasi pembiayaan ijarah multijasa di BMT al-Munawwarah?

b. Bagaimana akad ijarah yang digunakan dalam aplikasi pembiayaan multijasa dari segi fikih muamalat?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

a. aplikasi pembiayaan ijarah multijasa di BMT al-Munawwarah.

b. Mengetahui ketentuan segi fikih muamalat dalam penggunaan akad ijarah pada aplikasi pembiayaan multijasa.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perbankan syariah khususnya mengenai permasalahan di atas.

b. Bagi institusi sebagai pertimbangan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan sistem yang telah dilakukan.


(15)

c. Bagi perpustakaan diharapkan dapat dipergunakan untuk memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian lapangan.

d. Bagi masyarakat memberikan informasi tentang sistem dan teknik penerapan pembiayaan multijasa.

D. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan penelitian dilakukan beberapa sumber kepustakaan, yaitu:

No Nama penulis/Judul/ Tahun Substansi Keterangan

1. Siti Hajar. BMT al-Munawwarah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat (studi kasus BMT al-Munawwarah Pamulang). 2005. Fakultas Syariah dan Hukum

Menjelaskan sasaran pemberdayaan umat adalah kelompok usaha kecil dan menengah yang

berdomisili di wilayah Pamulang Barat, Pamulang Timur, dan Pamulang Estate. Kehadirannya sangat membantu masyarakat dalam mengakses modal. Disini sasaran pembiayaan adalah kelompok nasabah menengah yang berdomisili di wilayah BMT al-Munawwarah. Fungsinya untuk memenuhi

kebutuhan yang tak terduga.

2. Puspita Sari Juniati. Konsep dan Aplikasi Ijarah dan IMBT (studi kasus di BPRS Harta Insan Karimah, Ciledug). 2006. Fakultas Syariah dan Hukum

Menjelaskan unsur yang disewakan adalah suatu barang sesuai dengan kebutuhan. Pada akhir periode, pada akad ijarah nasabah mengembalikan objek tersebut, sedangkan

Disini unsur yang disewakan yaitu pemanfaatan atas tenaga orang. Sehingga pada akhir periode tidak ada barang


(16)

pada IMBT objek menjadi milik nasabah.

dikembalikan.

3. Suhaemah. Ijarah dalam Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia dan Malaysia (suatu studi perbandingan). 2006. Fakultas Syariah dan Hukum

Menjelaskan persamaan ijarah di Indonesia dan di Malaysia terdapat pada pengertian, macam-macam, objek dan aplikasinya. Perbedaannya pada segi pemberian nama atau istilah yang dipakai.

Disini akad ijarah yang digunakan pada pembiayaan multijasa adalah jasa BMT al-Munawwarah dalam membiayai kebutuhan nasabah. 4. Zahruddien. Aplikasi Konsep

Ijarah Terhadap Jasa Pelayanan pada Koperasi Maju Bersama Kec. Bekasi Selatan Kab. Bekasi. 2007. Fakultas Syariah dan Hukum

Menjelaskan pembagian ijarah, yaitu pemanfaatan pada barang dan

pemanfaatan pada manusia (jasa) seperti pembayaran listrik dan telepon.

Disini pada jasa yang dilayani adalah pembayaran yang memerlukan dana yang cukup banyak.

Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas tentang pembiayaan multijasa yang ada di BMT al-Munawwarah dan mencari apakah aplikasi yang dilakukan di BMT tersebut sudah sesuai dengan fatwa yang disusun oleh DSN dan juga untuk melihat apakah pembiayaan multijasa memberikan keuntungan kepada BMT al-Munawwarah.

E. Metode Penelitian


(17)

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan secara mendalam.5 Dalam metode ini penelitian yang dimaksudkan untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian.6 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan empiris, yaitu subjek kajian dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.7 Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh informasi data yang valid dan akurat dari pihak-pihak yang dijadikan sebagai informan. Dalam wawancara ini menggunakan alat wawancara berupa interview guide (panduan wawancara).

b. Studi Kepustakaan

5

Suharsimi Arikunto, Managemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), Cet. Kedua, h.309

6

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2004), Cet. Enam Belas, Edisi. Kedua, h.76

7

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), Edisi Revisi, h.192


(18)

Studi kepustakaan berarti melakukan penelusuran kepustakaan dan menelaahnya.8 Sumber berupa buku, majalah, koran, internet, dan lain-lain. Selain itu juga berupa dokumen dari BMT al-Munawwarah, yaitu kontrak akad yang digunakan dan skim formulir pengajuan pembiayaan multijasa.

3. Teknik Pengolahan Data a. Editing

Editing adalah meneliti kembali cacatan para pencari data itu untuk mengetahui apakah cacatan itu cukup baik dan dapat segera disiapkan untuk keperluan proses berikutnya.9 Editing dilakukan terhadap rekaman jawaban yang telah dituliskan.

b. Koding

Koding adalah usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban para responden menurut macamnya.10 Klasifikasi itu dilakukan dengan jalan manandai masing-masing jawaban itu dengan tanda kode tertentu.

4. Teknik Analisis Data

8

Ibid, h.70 9

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), Cet.keempatbelas, ed. Ketiga, h.270

10


(19)

Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu sebuah studi untuk menemukan fakta dan interpretasi yang tepat dan menganalisis lebih dalam tentang hubungan-hubungannya.11

F. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini bersumber dari beberapa data, yaitu:

1. Data primer, wawancara langsung kepada pengelola operasional BMT al-Munawwarah dan beberapa pihak yang berkompeten dalam penelitian ini. Data primer ini juga bersumber dari jurnal BMT al-Munawwarah dan fatwa MUI mengenai pembiayaan multijasa.

2. Data sekunder, sumber data pendukung dan pelengkap data penelitian berupa buku, majalah, jurnal pendapatan ujrah dari produk pembiayaan ijaroh multijasa, surat kabar, dan lain-lain.

Dalam penelitian ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum” tahun 2007 yang diterbitkan oleh Jakarta Press.

G. Sistematika Penulisan

11


(20)

Penulis mengklasifikasikan skripsi ini ke dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I, menyajikan Pendahuluan, yang mamaparkan latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, menyajikan Kajian Kepustakaan. Akan dibahas mengenai teori pembiayaan secara umum dan penjelasan mengenai pembiayaan ijarah multijasa serta teori fikih muamalah tentang ijarah.

Bab III, berisikan tentang kajian objek penelitian yang dilakukan, yaitu informasi seputar BMT al-Munawwarah. Baik tentang profil BMT maupun tentang Pembiayaan Ijarah Multijasa yang diterbitkan.

Bab IV, analisis terhadap data penelitian yang didapatkan guna menjawab masalah penelitian dengan memodifikasikan teori yang ada. Masalah yang akan dianalisis adalah tentang analisis akad ijarah pada fikih muamalat, serta ketepatan akad yang digunakan BMT al-Munawwarah dalam aplikasi produk pembiayaan ijarah multijasa

Bab V, kesimpulan yang ditarik dari uraian yang telah ditulis terdahulu dan jawaban masalah berdasarkan data yang diperoleh dan berisi saran yang bertujuan sebagai pertimbangan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan sistem yang telah ada.


(21)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA

A. Pembiayaan

Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat permintaan atau kebutuhan masyarakat. Dalam memenuhi hal tersebut maka perbankan nasional memegang peranan penting dan strategis dalam penyediaan dana dikarenakan kemampuan finansial lembaga negara dan swasta yang terbatas.

Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan mempunyai fungsi utama yaitu sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan untuk selanjutnya akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk penyaluran dana. Dengan penyaluran dana tersebut dapat memenuhi kebutuhan dana yang tidak disediakan oleh dua lembaga tersebut.

Dalam kegiatan operasionalnya baik lembaga keuangan konvensional maupun syariah menjalankan kegiatan penyaluran dana. Perbedaan antara keduanya adalah dalam penggunaan istilah dan sistem. Dalam penyediaan dana pada konvensional menggunakan istilah kredit dengan sistem bunga, sedangkan pada syariah menggunakan istilah pembiayaan dengan sistem bagi hasil.


(22)

Dalam pelaksanaan pembiayaan, LKS harus memenuhi aspek syar’i dan aspek ekonomi. Maksudnya adalah dalam setiap realisasi pembiayaan kepada nasabah dan setiap menjalankan aktivitas ekonomi, Lembaga Keuangan Syariah harus tetap berpedoman pada aturan yang telah dibuat dalam syariat Islam. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah Saw.

()*+ ,

-ﺏ -/0 1 2

)3

ﺏ5 1 ) 2

-ﺏ 678 1 ) 2

9) : - ;<6ﺏ5 - ),ﺏ=" >

-ﺏ

" -ﺏ <)

%

<) ( ﺱ@ ) 5

A

B

( C

D %

E ;-6" /" -6ﺏ =! : F )G

)H25 5 *2 B) 2 0 ﺹ )

ﻡ 2

J) K) E ; LJ K

" /"

B) 2

ﻡ 2 )H25 5 *2

D

9 @

3Mﻡ )

'

12

Artinya: Telah dibicarakan dari Hasan bin Ali al-Khallal, Abu Amir al-‘Aqadi, Katsir bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Auf al-Muzbi dari bapaknya, dari kakeknya; bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. al-Tirmidzi).

Selain memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip syariah, setiap lembaga keuangan syariah juga harus memperhatikan aspek ekonomi yaitu pendapatan bagi lembaga tersebut yang diperoleh dari para nasabahnya dan dipergunakan untuk operasional lembaga. Namun keuntungan tersebut jangan sampai memberatkan atau menzalimi nasabah.

12


(23)

Gambar 1.

Prinsip-prinsip Syariat Islam

1. Pengertian Pembiayaan

Sebelum membahas tentang pengertian pembiayaan, akan lebih baik dibahas tentang pengertian kredit terlebih dahulu. Kredit menurut etimologi berarti kepercayaan.13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah

13

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ketiga, Edisi Revisi, h.57

P

PRRIINNSSIIPP H

HUUKKUUMM M

MUUAAMMAALLAATT

1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah boleh kecuali yang dilarang oleh nash.

Tidak melanggar prinsip-prinsip MAGHRIB Tidak melanggar nash yang mengharamkan

2. Muamalat dilakukan atas pertimbangan maslahah.

3. Muamalat dilaksanakan untuk memelihara nilai keadilan

4. Tasyrik hukum ekonomi Islam bersifat tadarruj, seperti revenuesharing dan bonus


(24)

pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 11 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Bank sebagai pemberi kredit percaya kepada nasabahnya bahwa dalam kurung waktu yang telah disepakati akan membayar lunas semua pinjamannya dan ditambah dengan bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Sedangkan pengertian pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.14

Menurut UU No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 12 dijelaskan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan

14

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), Cet. Kedua, Edisi pertama, h.196


(25)

yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2. Tujuan Pembiayaan

Tujuan akad adalah tujuan dan hukum suatu akad yang disyariatkan untuk tujuan tersebut. Dalam hukum Islam, tujuan akad tidak boleh bertentangan dengan syariat. Berbedanya akad maka berbeda pula tujuan akad. Seperti tujuan akad jual beli berbeda dengan tujuan akad ijarah, yaitu dalam jual beli tujuannya ialah memindahkan barang dari penjual ke pembeli sedangkan ijarah bertujuan untuk memberikan manfaat dengan adanya pengganti. Beberapa syarat dalam tujuan akad, yaitu:

a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan

b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad c. Tujuan akad harus dibenarkan syara’.15

Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi lembaga keuangan. Tujuannya dibagi dalam beberapa hal, yaitu:

15

Gemala Dewi, SH. LL.M., dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Kedua, Edisi pertama, h.63


(26)

1) Pemilik

Pemilik mengharapkan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.

2) Pegawai

Pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya.

3) Masyarakat

Masyarakat di sini dibagi dalam beberapa kelompok: a) Pemilik dana

Mereka mengharapkan dana yang diinvestasikan akan memperoleh keuntungan.

b) Debitur yang bersangkutan

Dengan penyediaan dana bagi debitur, diharapkan mereka dapat terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif). c) Masyarakat umumnya (konsumen)

Konsumen akan memperoleh barang-barang yang dibutuhkan. Pembiayaan yang diberikan sebagai sumber dana untuk memenuhi kebutuhannya.


(27)

4) Pemerintah

Dapat membantu dalam pembangunan negara, memperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan).

5) Bank atau lembaga lain

Bagi bank yang bersangkutan mendapatkan kemudahan dalam mengelola likuiditasnya karena dapat menyalurkan pembiayaan dengan memenuhi kebutuhan nasabah yang sesuai dengan syariat Islam. Hasil dari penyaluran pembiayaan diharapkan dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayani. 3. Sumber Dana Pembiayaan

Pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat. Sehingga dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, maka suatu bank menjadi tidak berfungsi.

Dana merupakan uang tunai yang dimiliki oleh lembaga keuangan dalam bentuk tunai atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.16 Dana yang dikuasai lembaga keuangan berasal dari para pemilik lembaga tersebut, dari

16

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), Cet. Kedua, Edisi pertama, h.49


(28)

titipan atau penyertaan dana orang lain (pihak ketiga) yang sewaktu-waktu akan ditarik kembali, dan juga berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank.

Dalam konsep konvensional di mana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli uang dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Hal ini berbeda dengan syariat Islam, uang bukan suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis. Dalam menghasilkan keuntungan harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi baik secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, indutri manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain. Dapat pula secara tidak langsung seperti penyertaan modal.17

Berdasarkan prinsip tersebut, maka lembaga keuangan syariah dapat memperoleh dana pihak ketiga dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:

a. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan. b. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko (non guaranteed

account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut. c. Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah)

di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee.

17 Ibid


(29)

Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil risiko atas investasi tersebut.18

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber dana berasal dari modal inti (core capital), kuasi ekuitas (mudharabah account) dan titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).19 Lebih jelasnya digambarkan di bawah ini:

Gambar 2

Sumber Dana di Lembaga Keuangan Syariah

18

Ibid, h.50 19

Ibid

LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH

MODAL

TITIPAN (WADIAH)

INVESTASI MUDHARABAH

INVESTASI KHUSUS MUDHARABAH MUQAYYADAH


(30)

4. Jenis-jenis Pembiayaan

Jenis pembiayaan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aspek, diantaranya:

a. Pembiayaan Menurut Tujuan 1) Pembiayaan Produktif

Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Dalam pembiayaan produktif dibedakan lagi menjadi dua jenis, yaitu pembiayaan modal kerja, digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan secara kualitatif maupun hasil produksi. Serta pembiayaan investasi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.20

2) Pembiayaan Konsumtif

Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan konsumsi dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder (tambahan). Kebutuhan primer yang berupa

20

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. Pertama h. 160


(31)

barang seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal. Sedangkan yang berupa jasa seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Kebutuhan sekunder yang berupa barang seperti makanan, minuman, pakaian, perhiasan, bangunan rumah, kendaraan. Sedangkan yang berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan.21

b. Pembiayaan Menurut Jangka Waktu

1) Pembiayaan jangka waktu pendek, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.

2) Pembiayaan jangka waktu menengah, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.

3) Pembiayaan jangka waktu panjang, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih dari 5 tahun.

5. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan

Prosedur pengajuan pembiayaan adalah cara-cara yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan pemberian pembiayaan, setiap pemberian pembiayaan harus dibuatkan suatu perjanjian (akad) antara lembaga keuangan syariah sebagai pemberi pembiayaan dan nasabah sebagai pemohon. Dalam perjanjian (kontrak) pembiayaan dicantumkan segala hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Proses pembiayaan terdiri dari beberapa tahap, yaitu

21


(32)

a. Surat Permohonan Pembiayaan

Pengajuan pembiayaan berisikan jenis pembiayaan yang diminta nasabah, waktu pembiayaan, besar limit atau plafon yang diminta, dan sumber pendapatan untuk pelunasan pembiayaan serta disertai dengan dokumen pendukung seperti identitas pemohon, legalitas, bukti kepemilikan agunan (jika diperlukan). Biasanya untuk pengajuan pembiayaan bukan berbentuk proposal tetapi secarik dokumen biasa. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses.

b. Proses Evaluasi

Setelah pengajuan masuk, kemudian dilakukan survey dengan standarisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Survey dapat selesai standarnya dalam 3 hari. Dalam menilai, bank syariah tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian serta aspek lain sehingga diharapkan diperoleh hasil analisis yang cermat dan akurat. Dalam UU No. 10 pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada ayat 2 juga dijelaskan bahwa Bank Umum wjib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Proses penilaian meliputi:


(33)

1) Didasarkan pada kelengkapan dokumen surat permohonan. 2) Proses penilaian oleh pejabat pembiayaan.

3) Format memo atau nota penilaian yang meliputi informasi umum, aspek legalitas, manajemen, pemasaran, sosial ekonomi, teknis, keuangan, komersiil, agunan atau jaminan, risiko, pertimbangan, kesimpulan, saran dan keputusan

6. Analisis Pembiayaan

Analisis pembiayaan merupakan langkah untuk realisasi pembiayaan di lembaga keuangan. Beberapa pendekatan analisis pembiayaan yang dapat diterapkan oleh pengelola LKS, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan jaminan, yaitu bank dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam

b. Pendekatan karakter, yaitu bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah

c. Pendekatan kemampuan pelunasan, yaitu bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil

d. Pendekatan dengan studi kelayakan, yaitu bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam


(34)

e. Pendekatan fungsi-fungsi bank, yaitu bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.22

Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pejabat pembiayaan di lembaga keuangan syariah dimaksudkan untuk menilai kelayakan calon peminjam, menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan peminjam mengembalikan pembiayaan yang dipinjam, menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan dan menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. Setelah tujuan analisis pembiayaan dirumuskan maka selanjutnya dapat menentukan pendekatan-pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis pembiayaan.

7. Pengamanan Pembiayaan

Langkah yang dilakukan untuk mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut:

a. Sebelum Realisasi

Dalam tahap ini sesuai dengan persetujuan nasabah, bank menutup asuransi dan atau pengikatan agunan (jika diperlukan). Setelah itu baru pembiayaan dapat dicairkan.

b. Setelah Realisasi

Setelah tahap ini, bank selanjutnya memelihara dan memantau pembiayaan. Pada awal pencairan, bank mengarahkan pada pembiayaan

22 Ibid


(35)

yang diajukan nasabah dalam permohonannya dan jangan sampai lari dan terjadi hal-hal di luar kesepakatan.23

C. Pembiayaan Multijasa

4. Pengertian Pembiayaan Multijasa

Seperti yang sudah dijelaskan diawal bahwa pembiayaan merupakan fasilitator pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah, dalam hal ini BMT kepada pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit). Dalam hal ini masyarakat yang membutuhkan dana diperoleh dari masyarakat pula, yaitu masyarakat yang menitipkan uangnya atau dana di lembaga keuangan syariah.

Multijasa terdiri dari dua kata, yaitu kata multi yang berarti banyak, bermacam-macam dan kata jasa yang berarti perbuatan yang berguna atau bernilai bagi orang lain, manfaat. Jadi multijasa adalah suatu perbuatan atau manfaat yang bermacam-macam gunanya bagi orang lain.

Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah, baik perbankan atau nonperbankan kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.24 Pembiayaan multijasa merupakan fasilitas

23 Ibid 24

Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.serambinews.com


(36)

pembiayaan konsumtif yang tidak bertentangan dengan syariah seperti biaya pendidikan, kesehatan, pernikahan, naik haji dan umrah.25

5. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa

Pada zaman Rasulullah telah diperbolehkan peminjaman atas jasa seseorang, seperti yang terdapat dalam surat al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 233.

N O /

5

P@5

E

*Q 8P 5

6 NRﻡ

" ﺱSE T6

U 1:

V 6Gﺏ

" "ﺏ <)

5N "

;<)

;>

" ﺏ

#

$

%

$WW

'

Artinya: “...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Menurut Ibnu Katsir sebagaimana dikutip dalam Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, dikatakan bahwa jika kedua orang tua sepakat untuk menyusukan anaknya kepada orang lain, maka diperbolehkan sepanjang mereka mau untuk menunaikan upah atau pembayaran yang baik atau patut kepada orang tersebut. Hal ini menunjukan adanya jasa yang diberikan dan adanya kewajiban melakukan pembayaran yang patut atas jasa yang diterima.26

25

ISM, “BNI Syariah Luncurkan Multijasa iB”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.niriah.com.

26

Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. Pertama, edisi pertama, h.843


(37)

6. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa

Menurut fatwa DSN-MUI, pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa. DSN-MUI memandang perlu menetapkan membuat fatwa tentang pembiayaan multijasa sebagai pedoman pelaksanaan transaksi tersebut agar sesuai dengan prinsip syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan jasa.

Fatwa ini ditetapkan dari Hasil Rapat Pleno DSN-MUI pada tanggal 11 Agustus 2004 dan dibuat karena datangnya surat permohonan dari Bank Rakyat Indonesia pada tanggal 28 April 2004 dan dari Bank Danamon. Fatwa ini substansi dari fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah dan No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Kafalah.

Dalam fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa, terdapat beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut:

a. Ketentuan Umum

1) Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah.

2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah.

3) Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah.


(38)

4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee.

5) Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.

b. Penyelesaian Perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

c. Ketentuan Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

D. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah

Ijarah berarti upah, sewa, jasa, imbalan.27 Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam

27


(39)

akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.28

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah manfaat jasa. Penggunaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa karena pembiayaan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan jasa. Menurut Syaikh asy-Syairazy sebagaimana dikutif dalam bukunya al-Muhadzdzab (jilid 1, h. 394) menyatakan “Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat”.29

Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai pembiayaan ijarah:

a. Rukun dan Syarat Ijarah

1) Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.

28

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, t.th.), h.147-148

29

Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.serambinews.com


(40)

2) Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan penyewa atau pengguna jasa.

3) Obyek akad ijarah, yaitu:

1) manfaat barang dan sewa; atau 2) manfaat jasa dan upah.

b. Ketentuan Obyek Ijarah

1) Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa. 2) Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan

dalam kontrak.

3) Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).

4) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

5) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

6) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. 7) Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah

kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah.


(41)

8) Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.

9) Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

c. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

a) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan b) Menanggung biaya pemeliharaan barang.

c) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. 2) Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:

a) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak). b) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan

(tidak materiil).

c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


(42)

Dalam pembiayaan ijarah, lembaga keuangan syariah dapat memperoleh ujrah. Ujrah adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.30 Dalam ujrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.31

Skema ijarah adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Skema Ijarah

Keterangan:

1) Nasabah mengajukan Pembiayaan Ijarah ke bank.

2) Bank memberi atau menyewa barang yang diinginkan pleh nasabah sebagai objek ijarah dari supplier/pemilik.

3) Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dan bank mengenai barang objek, tarif, periode, dan biaya, maka akad ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.

30

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), edisi kedua, h.110

31

Dr.H. Hendi Suhendi, M.Si., Fiqh Mualamah membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2007), Ed. Ketiga, h.118

Menyewa Jasa

BANK

NASABAH

Bayar Cicilan


(43)

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI

DAN OBJEK PENELITIAN

A. BMT al-Munawwarah

1. Sejarah Singkat Pendirian BMT al-Munawwarah

Sistem dan praktek ekonomi yang berlaku di masyarakat seringkali tidak sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi berkeadilan yang menaruh perhatian pada kepentingan kesejahteraan rakyat kecil. Tidak terdistribusi atau meratanya ekonomi seringkali terjadi pemupukan kekayaan di kalangan menengah ke atas sementara dalam ajaran Islam dilarang hal tersebut bahkan sangat diharamkan sehingga terciptanya kenyataan bahwa yang kaya makin jaya dan miskin makin terpuruk.

Hal ini telah lama terjadi sehingga umat Islam mendambakan sistem dan praktek ekonomi yang menjamin pemerataan ekonomi, kesejahteraan dan keadilan sosial. Namun keberadaan lembaga perbankan syariah yang telah ada saat ini pun ternyata kurang dapat mengatasi kesulitan pengusaha mikro kecil yang jumlahnya puluhan juta unit. Lembaga perbankan kurang dapat menjangkau kelompok tersebut sehingga terkadang memaksa mereka mencari jalan keluar yang praktis yang mereka piker dapat membantu dan menjadi “Dewa Penolong”


(44)

bagi mereka, yaitu rentenir, padahal merekalah yang dapat membuat usaha para pengusaha terpuruk.

Oleh karena itu diperlukan lembaga yang dapat menjangkau kelompok usaha menengah ke bawah tersebut yaitu BMT (Baitul Maal wat Tamwil). BMT terdiri atas baitul maal (rumah harta), yang mengelola dana zakat, infaq dan Sedekah (ZIS) dan baitul tamwil (rumah pembiayaan). BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.32 Tiga jenis aktivitas yang terdapat dalam BMT adalah sebagai jasa keuangan, sosial atau pengelolaan ZIS dan sektor riil.

Melihat situasi yang cukup memprihatinkan terjadi di sekitar Pamulang maka pengurus Yayasan al-Munawwarah-BPI, ICMI orsat Pamulang dan beberapa tokoh lingkungan berinisiatif untuk membangun suatu BMT yang dapat mengatasi masalah tersebut. Setelah mengumpulkan dana berupa SPK (Simpanan Pokok Khusus) sebagai modal awal, maka pada tanggal 26 Mei 1996 berdirilah

32

Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Materi Dakwah Ekonomi Syariah, (Jakarta: PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), t.th), h.167


(45)

BMT dengan nama BMT al-Munawwarah dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) sebagai legalitas dan status hukum awal operasionalnya. Pendirian BMT ini bermaksud untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha produktif di masyarakat dalam rangka mengefektifkan potensi umat Islam di wilayah Pemulang dan sekitarnya.

Diharapkan keberadaan BMT al-Munawwarah dapat menjalankan beberapa peran di bawah ini:

a. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami seperti dilarang curang dalam menimbang barang.

b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah atau masyarakat umum.

c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir dengan cara mampu melayani masyarakat dengan baik seperti selalu tersedianya dana setiap saat, birokrasi yang sederhana.

d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata dengan cara berhadapan langsung dengan masyarakat.

2. Visi, Misi dan Tujuan BMT al-Munawwarah

a. Visi: Terwujudnya BMT yang terdepan, tangguh dan profesional dalam membangun ekonomi ummat


(46)

b. Misi

1) Memberikan layanan usaha yang prima kepada seluruh mitra BMT. 2) Mencapai pertumbuhan dan hasil usaha BMT yang layak serta

proporsional untuk kesejahteraan bersama

3) Memperkuat permodalan sendiri dalam rangka memperluas jaringan layanan BMT

4) Turut berperan serta dalam gerakan pengembangan ekonomi syari’ah c. Tujuan: Meningkatkan kesejahteraan bersama melalui kegiatan ekonomi

yang menaruh perhatian pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah muamalah syar’iyyah yang memegang teguh keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian 3. Motto dan Budaya Kerja

Motto: “ Bersama Menebar Manfaat Meraih Maslahat ” Budayakerja:

a) Siddiq (Menjaga martabat dan Integritas)

b) Amanah (Terpercaya dengan penuh tanggung-jawab) c) Fathonah (Profesional dan Expert dalam bekerja) d) Tabligh (Bekerja dengan penuh keterbukaan) e) Istiqomah (Konsisten menuju kesuksesan) 4. Legalitas Hukum

BHS : No. 1014009/PINBUK/III/98


(47)

DOMISILI : No. 517/34-DPT/2004

NPWP : No. 02.289.745.8-411.000

SIUP : No. 503.1/0796/30-30/PK/VIII/2004

TDP : No. 30.03.2.52.00723

5. Jenis Produk yang Dikeluarkan BMT al-Munawwarah

Dalam mengembangkan BMT al-Munawwarah, maka diusahakan dapat mengeluarkan produk-produk yang dapat memenuhi segala macam kebutuhan para Mitranya. Dalam mengeluarkan produk, BMT juga diwajibkan untuk memperhatikan prinsip-prinsip yang digunakan agar tidak melanggar syariat Islam. Produk pembiayaan diperuntukan bagi para Mitra yang mengutamakan prinsip syariah disertai kenyamanan, keamanan, keleluasaan dan kemudahan bertransaksi. Berbagai produk BMT Al Munawwarah adalah:

a. PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING)

1) Simpanan/Tabungan INSANI (Investasi Syariah Non-Ribawi)

Simpanan/Tabungan INSANI BMT al-Munawwarah merupakan tabungan berbagi hasil dengan memberikan keleluasaan berinvestasi dengan transaksi yang mudah, cepat, aman dan insya Allah menguntungkan. Dengan prinsip Mudharabah Al-Mutlaqah, simpanan Anda diperlakukan sebagai investasi dengan memberi kebebasan penuh pada BMT untuk mengelola dana dalam bentuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah.


(48)

Keuntungan investasi akan dibagihasilkan antara Anda dan BMT sesuai dengan nisbah yang disepakati sebelumnya. BMT telah mengemas tabungan INSANI dalam beberapa bentuk yaitu:

a) SIMAPAN (Simpanan Amanah untuk Masa Depan) b) SAHAJA (Simpanan Haji Al Munawwarah)

c) TAFAQUR (Tabungan Fasilitas Qurban)

d) SAPITRI (Simpanan Pendidikan untuk Puter-Puteri) e) TAFADDAL (Simpanan Fasilitas Debet Al Munawwarah) f) SAHARA (Simpanan Hari Raya)

g) TAZKIAH (Tabungan Zakat-Infaq-Shodaqoh) 2) Deposito BERKAH (Berjangka Mudharabah)

Deposito BERKAH merupakan investasi dengan nisbah bagi hasil kompetitif dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dengan prinsip Mudharabah Muthlaqah di mana Anda memberi kebebasan penuh kepada BMT untuk mengelola dana sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan dari pengelolaan dana tersebut akan dibagihasilkan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Manfaat dan Kelebihan:

a) Bagi hasil keuntungan atas pengelolaan dana Anda

b) Jangka waktu yang fleksibel yaitu 2, 3, 6, 9 dan 12 bulan sesuai rencana Anda.


(49)

d) Hasil investasi Anda dapat diambil secara tunai, otomatis dikreditkan ke rekening tabungan atau ditambahkan ke pokok deposito, sesuai dengan keinginan Anda

3) Pembiayaan/Pinjaman Dari Pihak Lain

Adalah kewajiban BMT kepada pihak lain dalam bentuk hutang pembiayaan atau investasi dengan jangka waktu tertentu. Investor akan mendapatkan bagi-hasil sesuai kesepakatan nisbah yang dimusyawarahkan diawal. BMT menerima pembiayaan dari pihak lain dalam bentuk akad mudharabah mutlaqah maupun muqayyadah

4) Penanaman/Penyertaan Modal

Penyertaan modal adalah penyertaan yang bertujuan investasi untuk memupuk penguatan modal BMT. Untuk tahap awal produk ini ditawarkan bagi pendiri BMT yang berminat. Penyerta modal akan mendapatkan imbalan berupa dividen tahunan yang ditentukan oleh RAT-BMT

b. PENANAMAN MODAL (FINANCING)

1) Sistem Bagi-Hasil (Mudharabah dan Musyarakah) a) Mudharabah

Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Pembiayaan ini total dana berasal


(50)

dari BMT dan disalurkan untuk berbagai jenis usaha halal seperti industri rumah tangga, perdagangan, jasa dan Pertanian.

b) Musyarakah

Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara pemilik dana atau modal untuk dicampurkan pada usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara mereka berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra yang telah memiliki usaha produktif halal dan bermaksud menambah atau menyertakan modal usahanya. Dalam hal ini BMT dapat dilibatkan dalam manajemen usaha tersebut.

2) Sistem Jual-Beli (Murabahah)

Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara LKS dan Mitra di mana LKS membeli barang yang diperlukan oleh Mitra dan kemudian menjualnya kepada Mitra yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara LKS dan Mitra. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra untuk pembelian aset yang diperlukan berupa barang untuk proses produksi usaha maupun barang konsumtif. Margin keuntungan ditentukan oleh BMT dari selisih harga jual dan harga belinya. Pembayaran dilakukan secara cicilan.

3) Sistem Jasa (Ijarah Multijasa, Hiwalah, Pembiayaan Pembayaran Rekening Telepon)


(51)

a) Ijarah Multijasa

Pembiayaan ijarah multijasa adalah perjanjian antara LKS dan Mitra dalam memenuhi kebutuhan Mitra dalam bentuk sewa. Pembiayaan ini dalam bentuk sewa barang maupun jasa seperti untuk biaya pendidikan, pengobatan, sewa tempat, dan lain-lain.

b) Hiwalah: pembiayaan untuk anjak hutang-piutang. c) Pembiayaan Tagihan Rekening Rekening Telepon 4) Sistem Pinjaman (Alqard)

Alqard adalah penyediaan dana pinjaman berdasarkan kesepakatan antara BMT dan Mitra peminjam yang mewajibkan mitra peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Dalam sistem ini Mitra peminjam diperkenankan memberi imbalan kepada BMT tanpa dipersyaratkan sebelumnya oleh BMT.

5) Sistem Jasa Layanan (Jasa Layanan Pembayaran Rekening Listrik PLN dan Jasa Layanan Sosial Baitul-Maal dan layanan Waserda)

Jasa layanan BMT merupakan kegiatan usaha BMT dalam rangka meningkatkan pendapatan BMT berupa fee base income dari layanan jasa listrik, CSR (Corporate Social Responsibility) dari pelayanan baitul-maal maupun keuntungan dari usaha Waserda.


(52)

B. Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa

1. Latar Belakang Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa

BMT al-Munawwarah mengeluarkan pembiayaan multijasa dengan nama Pembiayaan Ijarah Multijasa pada tanggal 28 April 2008. Pembiayaan ijarah multijasa adalah produk pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan atas manfaat akan suatu jasa. Jadi tujuan dari produk ini adalah untuk memenuhi kebutuhan Mitra.

Sumber dana untuk pembiayaan ijarah multijasa adalah berasal dari beberapa pihak, yaitu para nasabah, partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko dan investasi khusus. Jenis produk ini adalah pembiayaan konsumtif yang berjangka waktu pendek, yaitu berkisar antara 1 bulan sampai dengan 1 tahun.

Alasan BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk tersebut adalah sebagai berikut, yaitu:

a. Melihat kebutuhan pasar, dalam hal ini yaitu kebutuhan Mitra BMT al-Munawwarah. Banyak Mitra yang datang ke BMT meminta pembiayaan untuk membiayai sekolah anaknya, membiayai perawatan rumah sakit, biaya sewa rumah, dan hal lain yang berkaitan dengan manfaat atas jasa. b. Terbitnya fatwa mengenai pembiayaan multijasa. Dengan fatwa ini maka

BMT dapat melihat pedoman yang sesuai dengan syariat.33

33

Sutanto, SE., Kepala Bagian Operasional, Wawancara Pribadi, Pamulang, 15 September 2008


(53)

2. Syarat-syarat Pembiayaan Ijarah Multijasa

Persyaratan yang dimaksud adalah semua hal yang harus dipenuhi yang menjadi dasar bagi lembaga keuangan, baik yang berbasis konvensional maupun yang berbasis syariah dalam memberikan suatu nilai layak tidaknya permohonan pembiayaan calon nasabah diterima. Penilaian tersebut dilihat dari lengkap atau tidaknya syarat yang diajukan, apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka akan berakibat permohonan yang diajukan nasabah akan ditolak oleh lembaga keuangan tersebut.

Persyaratan yang diajukan oleh BMT al-Munawwarah kepada calon Mitra pembiayaan ijarah multijasa adalah sebagai berikut:

a. Fotokopi KTP pemohon suami-isteri yang masih berlaku sebanyak 2 lembar

b. Fotokopi Kartu Keluarga dan Surat Nikah c. Fotokopi SPPT PBB atau lainnya

d. Pasphoto berukuran 3 X 4 suami-isteri sebanyak 2 lembar e. Fotokopi rekening listrik atau telepon bulan terakhir

f. Nasabah memiliki sumber penghasilan yang layak (yang ditunjukkan dengan slip gaji atau data usaha)

g. Membuka tabungan kemitraan, premi asuransi dan membayar biaya administrasi

h. Bersedia di survey ke rumah atau tempat usaha


(54)

3. Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah Multijasa

Awal tahun ajaran baru ibu Juwariah membutuhkan dana pendidikan untuk mendaftarkan anaknya sekolah di SMP Bina Insan Mulia. Untuk kebutuhan ini ibu Juwariah datang ke BMT untuk mengajukan fasilitas pembiayaan. Untuk melaksanakan akad tersebut BMT membuat akad Wakalah (akad mewakilkan) terlebih dahulu kepada ibu Juwariah dengan menyerahkan sejumlah dana yang dibutuhkan ibu Juwariah untuk biaya pendidikan anaknya tersebut. Setelah bukti-bukti pembayaran diperoleh dan kedua pihak sepakat, selanjutnya BMT membuat akad Ijaroh Multijasa sebagai berikut:

a. Jumlah Pembiayaan Ijarah : Rp. 5.000.000,-

b. Kesepakatan Ujroh/Fee : Rp. 750.000,-

c. Jangka Waktu : 10 Bulan

d. Biaya Administrasi : Rp. 50.000,-

e. Cara Pembayaran : Angsuran Bulanan

f. Angsuran Pokok Ijarah : Rp. 500.000,-

g. Angsuran Ujroh (Fee) : Rp. 75.000,-

Dari contoh di atas, maka dapat dilihat proses pembiayaan ijaroh multijasa di lapangan, yaitu:

1. Ketika Mitra membutuhkan bantuan dana maka Mitra akan mendatangi BMT al-Munawwarah dan mengajukan permohonan dana talangan untuk memperoleh suatu manfaat, kemudian memenuhi persyaratan yang diajukan.


(55)

Jika peryaratan terpenuhi maka pihak BMT akan melaksanakan uji kelayakan bagi Mitra. Dalam menganalisis kelayakan Mitra pada pembiayaan ini sama halnya dengan pembiayaan yang lain.34 Dalam tahap ini terjadi negosiasi mengenai spesifikasi jasa, harga, besarnya ujrah, jumlah cicilan dan jangka waktu pembayaran.

2. Setelah pihak BMT memutuskan membantu Mitra maka kedua pihak mengadakan suatu akad.

Dalam proses pembiayaan multijasa, kebanyakan Mitra belum mengetahui produk apa yang akan Mitra ajukan. Pada saat Mitra datang kepada BMT al-Munawwarah untuk mengajukan pembiayaan untuk sekolah, maka pihak BMT memberikan produk pembiayaan ijarah multijasa. Dengan kata lain, Mitra belum mengenal produk tersebut sebelumnya.

34 ibid


(56)

BAB IV

ANALISIS

A. Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa

Dalam skim pembiayaan multijasa di BMT al-Munawwarah menggunakan akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Dengan menggunakan akad ijarah, Mitra (nasabah) memberikan imbalan sebagai kompensasi atas pelayanan berupa pembayaran yang dilakukan oleh LKS kepada pihak ketiga. Setelah itu Mitra membayar kepada LKS dengan cara mengangsur atau sekaligus sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian.

Angsuran yang disepakati pada tahap awal pembiayaan tidak akan berubah selama jangka waktu pembiayaan. Dengan demikian, angsuran pembiayaan multijasa ini besarnya tetap kendati terjadi fluktuasi suku bunga di pasar konvensional. Adapun penetapan ujrah keuntungan bagi bank dilakukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah.

Dalam aplikasinya, BMT al-Munawwarah melaksanakan dua kali akad. Akad yang pertama adalah akad wakalah pada pembiayaan multijasa, artinya BMT tidak membayar sendiri manfaat akan jasa yang Mitra butuhkan. BMT al-Munawwarah hanya memberikan sejumlah uang dan menyerahkan kuasa kepada


(57)

Mitra untuk membayarkan atau membeli jasa manfaat yang Mitra ajukan. Dengan demikian Mitra sendiri yang melakukan jasa pembayaran.

Dalam kontrak akad wakalah, menyatakan dalam beberapa hal, yaitu: 1. BMT al-Munawwarah sebagai pihak yang mewakilkan kepada Mitra. 2. Mitra sebagai pihak yang mewakili BMT al-Munawwarah.

3. BMT memberikan sejumlah uang kepada Mitra sekaligus memberikan kuasa penuh kepada Mitra untuk membayar kepada pihak ketiga sebagaimana yang dinyatakan dalam surat keterangan dan bukti-bukti yang terlampir.

4. Mitra menerima sejumlah uang dan kuasa yang diberikan kepada untuk membayar kebutuhannya sesuai dengan keterangan yang di atas.

5. Mitra bersedia menyerahkan bukti-bukti pembayaran.

6. Mitra tidak diperkenankan menggunakan uang tersebut untuk keperluan di luar kesepakatan.

Setelah bukti-bukti sudah diserahkan oleh Mitra kepada pihak BMT, maka dibuat akad ijarah. Dalam hal ini menyatakan BMT memberikan jasanya untuk memenuhi kebutuhan Mitra. Pada akad ini mencantumkan 10 pasal, yaitu

a. Pasal 1. Pada pasal ini berisi tentang cara realisasi dan droping pembiayaan, bahwa kesepakatan kedua belah pihak yang didasari dengan kepercayaan, ketakwaan dan amanah.

b. Pasal 2. Pasal ini membahas tentang harga dan jasa yang disewakan. Biaya yang diberikan oleh BMT diperuntukan untuk apa oleh Mitra.


(58)

c. Pasal 3. Pasal mengenai jangka waktu pembiayaan. Mitra memilih waktu yang diperlukan untuk melunasi pembiayaannya yang terdiri dari angsuran harian, mingguan atau bulanan.

d. Pasal 4. Pasal tentang cara dan jumlah pembayaran. Berapa jumlah tiap angsuran yang dibayarkan oleh Mitra dan bagaimana caranya, bias dibayarkan secara tunai di BMT atau dana dijemput oleh petugas yang menangani pembiayaan dari BMT.

e. Pasal 5. Pasal tentang simpanan pembiayaan yang diberikan (PYD) dan infaq. Dalam pasal ini Mitra diwajibkan membuka simpanan pembiayaan yang diberikan dengan dengan setoran awal yang disepakati dan menyetor secara rutin setiap angsuran dan bersedia secara sukarela memberikan infaq melalui Baitul-Maal.

f. Pasal 6. Berisi tentang premi asuransi pembiayaan. Premi asuransi ini juga sebagai jaminan jika terjadi tidak tertagihnya pengembalian pembiayaan yang disebabkan Mitra meninggal dunia. Di mana BMT al-Munawwarah bekerja sama dengan PT. Asuransi Takaful Indonesia dengan membayar satu kali premi. Kegunaan dari premi ini juga untuk membebaskan ahli waris Mitra dari kewajiban mengembalikan pembiayaan kepada BMT. g. Pasal 7. Berisikan tentang jaminan pembiayaan. Jaminan ini untuk


(59)

h. Pasal 8. Mengenai cidera janji dan sanksi. Menjelaskan tentang situasi Mitra yang dinyatakan cidera janji dan menjelaskan tentang sanksi yang akan diterima Mitra.

i. Pasal 9. Berisikan tentang biaya administrasi yang dibebankan pada Mitra. j. Pasal 10. Berisi mengenai penyelesaian jika suatu saat terjadi perselisihan, yakni kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional).

Dalam penjelasan di atas, maka dapat dilihat dengan jelas dari hasil penelitian. Dalam prakteknya, pembiayaan multijasa pada BMT al-Munawwarah melakukan dua kali perjanjian.

Gambar 4

Skema Pembiayaan Ijarah Multijasa

MITRA

BMT

PIHAK KE-3

1) Spesifikasi jasa

6) Akad Ijarah

2) Memberikan uang tunai 3) Akad Wakalah

4) Membayar tunai


(60)

Keterangan:

1) Mitra mengajukan permohonan pembiayaan pada pihak BMT dengan memberikan spesifikasi jasa yang dibutuhkan Mitra dan kelengkapan seluruh persyaratan yang ditentukan oleh pihak BMT.

2) Setelah terjadi kesepakatan kedua belah pihak, maka pihak BMT melakukan akad ijarah dengan Mitra sesuai dengan kebutuhan Mitra akan manfaat jasa.

3) Pihak BMT memberikan uang tunai kepada Mitra sebesar pembiayaan yang diajukan Mitra.

4) Pihak BMT memberikan akad wakalah kepada Mitra membayar kebutuhannya dan memperoleh manfaatnya yang sesuai dengan spesifikasi. Akad wakalah ini atas nama Mitra.

5) Mitra melaksanakan kewajiban finansialnya untuk membayar tunai kepada Pihak ketiga.

6) Mitra membayar cicilan kepada pihak BMT.

Dalam hal ini pihak BMT al-Munawwarah mempunyai alasan tersendiri mereka menggunakan akad wakalah di dalamnya. Menurut hasil wawancara dengan Sutanto, SE., hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu;

a) Masih kurangnya sumber daya manusia yang terdapat pada BMT al-Munawwarah


(61)

c) Belum meluasnya BMT di masyarakat luas tidak seperti bank.35

Dalam proses pembayaran angsuran, Mitra dapat memilih dengan 3 pilihan sesuai dengan kemampuannya, yaitu secara harian, mingguan atau bulanan. Bersama pembayaran angsuran pembiayaan dan ujrah, secara rutin Mitra diwajibkan menyetorkan simpanan PYD (Pembiayaan yang Diberikan) dan bersedia dengan sukarela memberikan infaq melalui Baitul-Maal.

Dalam pelunasan pembiayaan, terdapat Mitra yang membayarnya lebih cepat maupun lebih lama, tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan Mitra dalam membayarnya. Menurut Dr. Hasanudin, M.Ag, bagi nasabah yang mempercepat pembayaran pelunasannya tidak ada pemotongan, tetap membayar 100% dari angsurannya. Hanya saja terkadang terdapat lembaga keuangan syariah yang memberikan pemotongan untuk nasabahnya sesuai dengan kebijakan perusahaan. Dalam hal ini dibolehkan.36

Nasabah yang melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati sering meminta kepada lembaga keuangan syariah untuk memberikan potongan dari total kewajiban pembayarannya. Potongan pelunasan ini tidak disepakati diawal akad dan besarnya diserahkan kepada kebijakan dan pertimbangan LKS.

35

Sutanto, SE., Kepala Bagian Operasional, Wawancara Pribadi, Pamulang, 15 September 2008

36

Dr. Hasanudin, M.Ag, Wakil Sekretaris DSN MUI Badan Pelaksana Harian, Wawancara Pribadi, Jakarta, 19 November 2008


(62)

B. Ketepatan Penggunaan Akad dalam Pembiayaan Multijasa

Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia, maka diperlukan suatu lembaga yang dapat mengontrol dan mengawasi jalannya lembaga keuangan syariah tersebut. Oleh karena itu MUI (Majelis Ulama Indonesia) membentuk DSN (Dewan Syariah Nasional) pada tahun 1997.

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariat Islam.37 Dalam menjalankan fungsinya DSN membuat fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah, baik bank syariah, maupun lembaga-lembaga lain.

Dalam memenuhi kebutuhan nasabah, terkadang terjadi kesulitan bagi lembaga keuangan syariah. Seperti kasus bila ada seorang nasabah mengajukan pembiayaan untuk menutupi biaya kebutuhan yang mendesak karena pada saat itu nasabah belum mempunyai dana. melihat dana sosial di BMT tidak memungkinkan untuk menggunakan akad Qardhul Hasan, karena dana yang ada tinggal dana tamwil yang harus memberikan bagi hasil untuk para penyimpan dana. Sementara jika tidak diberi pinjaman, maka persoalan Mitra tidak akan

37

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001) Cet. Pertama, h.32


(63)

terpecahkan. Sehingga dalam kondisi demikian beberapa BMT menggunakan akad ijarah.

Melihat hal tersebut, maka perlu ditetapkan suatu fatwa untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Pada tahun 2004, DSN menetapkan fatwa tentang pembiayaan multijasa dengan No. 44/DSN-MUI/VII/2004. Meski sudah sekitar satu tahun diluncurkan Dewan Syariah Nasional (DSN) namun masih belum banyak praktisi baitulmal wattamwil (BMT) mengenal fatwa tersebut dan belum berani mengeluarkan pembiayaan tersebut. Anggota DSN, Mohamad Hidayat, mengakui DSN memang lebih banyak membina bank syariah sehingga sosialisasi ke BMT kurang. Namun dia meyakinkan bahwa bank-bank syariah sudah mengetahui fatwa itu.38

Hal itu mengakibatkan BMT amat berhati-hati menyalurkan pembiayaan yang sifatnya personal tersebut. Akad ijarah berarti nasabah memberikan komisi pada BMT atas jasa pembayaran. Namun yang terjadi biasanya nasabah sendiri yang melakukan jasa pembayaran. Karena itu perlu dipikirkan untuk menggunakan akad wakalah (perwakilan). BMT yang memberikan pembiayaan multijasa dengan ijtihad beberapa BMT.

Dalam aplikasinya seperti yang sudah dijelaskan bahwa BMT al-Munawwarah selain menggunakan akad ijarah, BMT juga menggunakan akad

38 Republika Online, “Fatwa Akad Multijasa Perlu Disosialisasikan”, artikel diakses pada 3 Maret 2008 dari www.detail_headline.com


(64)

wakalah sebagai solusi agar tetap dapat melayani kebutuhan para Mitranya. Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.39 Dengan demikian, pembayaran dilakukan sendiri oleh Mitra kepada pihak ketiga dan dananya berasal dari BMT.

Dari penggunaan akad wakalah, menurut Drs. Agustianto, M.Ag, mekanisme proses akad di BMT dengan produk multijasa yang mengunakan akad wakalah sangat tidak tepat. Karena obyek yang diwakilkan bertolak belakang dengan kedaaan riil yang terjadi. Jika BMT mewakilkan kepada nasabah, berarti BMT itu yang ingin kuliah. Jika akad wakalah ingin digunakan dalam transaksi tersebut, harus ada akad yang mendahuluinya, seperti akad ijarah. Namun akad wakalah tidak dapat digunakan dalam akad ijarah yang di mana objeknya adalah manfaat atas jasa. Ijarah dalam pembiayaan multijasa adalah jasa BMT dalam pelayanan menalangi pelunasan biaya kuliah sejumlah tententu. Oleh karena BMT berjasa menyelesaikan biaya kuliah nasabah, maka nasabah diminta untuk membayar fee atas jasa yang dilakukan BMT yang telah menyelesaikan paket pembayaran uang kuliah. Menurut beliau, seharusnya BMT hanya menggunakan akad ijarah saja, tidak perlu diwakilkan, karena tidak jelas apa objek yang diwakilkan.40

39

Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h.120 40

Agustianto, Sekjen IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) Jakarta, Wawancara Pribadi, Ciputat, 27 Oktober 2008


(65)

Hanya saja menurut Drs. Agustianto, M.Ag, akad ijarah ini rawan kepada praktik riba, karena bentuk pembiayaan tersebut bersifat sosial. Seharusnya di masa depan, pembiayaan untuk jasa dananya berasal dari zakat, infaq sedeqah atau waqaf yang kesemuanya merupakan akad tabarru’, bukan akad bisnis, yang tujuannya untuk mencari keuntungan. Adanya pembebanan ujrah (fee) dalam transaksi itu, meskipun tidak didasarkan persentase, tetapi kenyataannya biaya tersebut menjadi keuntungan (pendapatan) LKS. Dengan demikian, yang menjadi solusi ideal di masa depan untuk pembiayaan multijasa ialah akad qardh yang sumber dananya dari ZISWAF. Bukan akad ijarah yang penuh rekayasa.41

Objek ijarah dibagi menjadi dua, yaitu

1. Ijarah benda, yaitu sewa-menyewa rumah, toko, dan lain-lain yang sesuai dengan syara’.

2. Ijarah pekerjaan, yaitu dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu, dan lain-lain yang bersifat kelompok serikat.

Menurut para ulama fikih, objek ijarah terhadap nilai tukar atau uang karena menyewakan hal tersebut berarti menghabiskan materinya. Menyewakan uang cenderung kepada adanya kelebihan pada barang ribawi yang cenderung kepada riba yang jelas diharamkan.

41 Ibid


(66)

Dengan demikian, aplikasi dalam pembiayaan multijasa dengan akad ijarah seperti yang sudah dijelaskan di atas yang dilakukan oleh BMT al-Munawwarah tidak tepat karena hal ini rawan dengan praktek riba, penuh rekayasa. Objek yang digunakan pada BMT al-Munawwarah dalam hal ini adalah uang karena pihak BMT memberikan dana tersebut kepada nasabah untuk dibayarkan sendiri dengan menggunakan akad wakalah. Jika akad wakalah ingin digunakan pada objek sewa jasa, maka BMT harus menggunakan jasa orang lain, bukan nasabah itu sendiri.

Jika hal tersebut dilakukan sama halnya dengan konvensional di mana “uang mengembangbiakkan uang” sedangkan dalam syariat Islam uang bukan suatu komoditi melainkan hanya alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis. Selain itu juga dalam fikih muamalah dijelaskan bahwa objek dalam akad ijarah adalah manfaat atas barang atau jasa. Jasa di sini seperti jasa seorang karyawan yang telah bekerja pada suatu perusahaan sehingga mereka berhak memperoleh upah (gaji).

Akad yang sebaiknya digunakan dalam pembiayaan multijasa adalah akad qardh yaitu LKS memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa memungut imbalan. Jika tidak memungkinkan maka dapat menggunakan akad ijarah. Hanya saja akad ijarah yang seharusnya dilakukan oleh BMT al-Munawwarah adalah BMT tidak menyerahkan sejumlah uang kepada nasabah melainkan BMT memberikan jasa dalam menanggung terlebih dahulu beban nasabah yang langsung dibayarkan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu akad wakalah tidak


(67)

dapat digunakan dalam pembiayaan multijasa karena objek pembiayaan multijasa adalah sewa jasa bukan barang.


(1)

BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk pembiayaan ini disamping telah keluarnya fatwa DSN tentang Pembiayaan Multijasa.

4. Berapa jumlah Mitra pembiayaan ijaroh multijasa sampai saat ini?

Sampai saat ini jumlah Mitra pembiayaan multijasa adalah sebanyak 78 orang dengan jumlah rekeningnya 107. Hal ini karena ada sebagian Mitra yang menggunakan pembiayaan multijasa lebih dari satu kali.

5. Bagaimana BMT al-Munawwarah menganalisis Mitra yang mengajukan pembiayaan ijaroh multijasa?

Sama saja dengan menganalisis pembiayaan yang lain, yang berbeda hanya pada saat realisasi BMT meminta kwitansi bukti pembayaran Mitra kepada suatu lembaga yang sesuai dengan kesepakatan.

6. Bagaimana aplikasi pembiayaan ijaroh multijasa di BMT al-Munawwarah? Aplikasi pembiayaan multijasa yaitu BMT menyerahkan uang sebesar yang dibutuhkan Mitra dan memberikan kuasa kepada Mitra untuk membayar kepada pihak ketiga yang dalam hal ini adalah lembaga yang diajukan Mitra. Setelah itu maka Mitra harus menyerahkan kwitansi atau bukti pembayaran tersebut kepada BMT karena itulah pegangan bagi BMT. Dalam hal ini akad yang digunakan adalah akad wakalah dan akad ijarah, yaitu Mitra mewakili BMT untuk membayar kebutuhan Mitra dengan didasari kepercayaan. Atas pembiayaan tersebut BMT menerima ujrah atau upah dari Mitra. Penggunaan akad wakalah ini disebabkan karena keterbatasan sumber daya manusia dimiliki oleh BMT, kurangnya jaringan kerja sama dengan pihak lain tidak seperti halnya dengan


(2)

Bank yang sudah dikenal luas di kalangan masyarakat sehingga untuk menggunakan akad kafalah cukup sulit.

7. Bagaimana cara pembayaran atau pelunasan Mitra ijaroh pembiayaan multijasa? Dalam pembayarannya secara angguran dalam tiga pilihan, yaitu perhari, perminggu atau perbulan. Jumlah pembayaran angguran yang dibayarkan Mitra ditambah dengan setoran simpanan Pembiayaan yang Diberikan (PYD), infaq melalui baitul-maal dan ujrah.

8. Bagaimana perkembangan pembiayaan ijaroh multijasa pada awal peluncurannya?

Perkembangan pembiayaan multijasa selama bulan april 2006 sampai 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dilihat dari jumlah Mitra yang semakin bertambah.

9. Apakah pembiayaan ijaroh multijasa memberikan pengaruh terhadap pendapatan BMT al-Munawwarah?

Jelas pembiayaan multijasa cukup memberikan pengaruh terhadap pendapatan BMT dari ujrah atau upah yang dihasilkan. Tiap tahun jumlah ujrah yang diterima dari pembiayaan multijasa mengalami peningkatan.

Pamulang, 29 Oktober 2008


(3)

Sutanto, S.E.

BERITA WAWANCARA

Nama : Drs. Agustianto, M.Ag

Jabatan : Sekjen IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) Jakarta,

Dosen Fiqh Muamalah Ekonomi Islam Program Pasca Sarjana (S2) di Universitas Indonesia, Universitas Azzahra, Universitas Trisakti, Universitas Paramadina, serta Dosen Program Sarjana (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tempat : Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tanggal : 27 Oktober 2008

1. Bagaimana menurut Bapak tentang aplikasi pembiayaan multijasa yang dilakukan oleh BMT al-Munawwarah yang menggunakan akad wakalah dan ijarah?

Mekanisme proses akad di BMT dengan produk multijasa dengan menggunakan akad wakalah sangat tidak tepat. Karena obyek yang diwakilkan bertolak belakang dengan kedaaan riil yang terjadi. Jika BMT mewakilkan kepada nasabah, berarti BMT itu yang ingin kuliah. Jika akad wakalah ingin digunakan dalam transaski tersebut, seharusnya ada akad yang mendahuluinya, seperti


(4)

akad ijarah. Ijarah dalam hal ini adalah jasa BMT dalam menalangi pelunasan biaya kuliah sejumlah tententu, Oleh karena BMT berjasa menyelesaikan biaya kuliah nasabah, maka nasabah diminta untuk membayar fee atas jasa yang dilakukan BMT yang telah menyelesaikan paket pembayaran uang kuliah. 2. Apa solusi untuk BMT al-Munawwarah dalam menjalankan pembiayaan

multijasa?

BMT al-Munawwarah seharusnya menggunakan akad ijarah saja dalam mekanisme pada produk pembiayaan multijasa, tidak perlu diwakilkan sebab dalam penggunaan akad wakalah tidak tepat. Dalam akad wakalah, objek apa yang diwakilkan dalam akad ijarah.

Hanya saja akad ijarah ini rawan kepada praktik riba, karena bentuk pembiayaan tersebut bersifat sosial. Seharusnya di masa depan, pembiayaan untuk jasa dananya berasal dari zakat, infaq sedeqah atau waqaf yang kesemuanya merupakan akad tabarru’, bukan akad bisnis, yang tujuannya untuk mencari keuntungan. Adanya pembebanan ujrah (fee) dalam transaksi itu, meskipun tidak didasarkan persentase, tetapi kenyataannya biaya tersebut menjadi keuntungan (pendapatan) LKS. Dengan demikian, yang menjadi solusi ideal di masa depan untuk pembiayaan multijasa ialah akad qardh yang sumber dananya dari ZISWAF. Bukan akad ijarah yang penuh rekayasa.

Namun jika dana ZISWAF yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan nasabah, maka alternatifnya adalah nasabah meminjam terlebih dulu sejumlah dana ke BMT untuk keperluannya seperti biaya kuliah, selanjutnya nasabah membayar


(5)

cicilan tersebut kepada BMT. Alternatif lain adalah BMT menalangi terlebih dahulu kewajiban nasabah kepada pihak ketiga, lalu kemudian nasabah membayar secara menyicil kepada BMT sebesar kewajibannya tersebut dengan tambahan imbalan yang diberikan kepada BMT karena BMT telah berjasa menyelesaikan kewajibannya.

Ciputat, 30 Oktober 2008


(6)