B. Ketepatan Penggunaan Akad dalam Pembiayaan Multijasa
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia, maka diperlukan suatu lembaga yang dapat mengontrol dan mengawasi jalannya
lembaga keuangan syariah tersebut. Oleh karena itu MUI Majelis Ulama Indonesia membentuk DSN Dewan Syariah Nasional pada tahun 1997.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariat Islam.
37
Dalam menjalankan fungsinya DSN membuat fatwa bagi produk-produk yang
dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah, baik bank syariah, maupun lembaga-lembaga lain.
Dalam memenuhi kebutuhan nasabah, terkadang terjadi kesulitan bagi lembaga keuangan syariah. Seperti kasus bila ada seorang nasabah mengajukan
pembiayaan untuk menutupi biaya kebutuhan yang mendesak karena pada saat itu nasabah belum mempunyai dana. melihat dana sosial di BMT tidak
memungkinkan untuk menggunakan akad Qardhul Hasan, karena dana yang ada tinggal dana tamwil yang harus memberikan bagi hasil untuk para penyimpan
dana. Sementara jika tidak diberi pinjaman, maka persoalan Mitra tidak akan
37
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001 Cet. Pertama, h.32
terpecahkan. Sehingga dalam kondisi demikian beberapa BMT menggunakan akad ijarah.
Melihat hal tersebut, maka perlu ditetapkan suatu fatwa untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Pada tahun 2004, DSN menetapkan fatwa
tentang pembiayaan multijasa dengan No. 44DSN-MUIVII2004. Meski sudah sekitar satu tahun diluncurkan Dewan Syariah Nasional DSN namun masih
belum banyak praktisi baitulmal wattamwil BMT mengenal fatwa tersebut dan belum berani mengeluarkan pembiayaan tersebut. Anggota DSN, Mohamad
Hidayat, mengakui DSN memang lebih banyak membina bank syariah sehingga sosialisasi ke BMT kurang. Namun dia meyakinkan bahwa bank-bank syariah
sudah mengetahui fatwa itu.
38
Hal itu mengakibatkan BMT amat berhati-hati menyalurkan pembiayaan yang sifatnya personal tersebut. Akad ijarah berarti nasabah memberikan komisi
pada BMT atas jasa pembayaran. Namun yang terjadi biasanya nasabah sendiri yang melakukan jasa pembayaran. Karena itu perlu dipikirkan untuk
menggunakan akad wakalah perwakilan. BMT yang memberikan pembiayaan multijasa dengan ijtihad beberapa BMT.
Dalam aplikasinya seperti yang sudah dijelaskan bahwa BMT al- Munawwarah selain menggunakan akad ijarah, BMT juga menggunakan akad
38
Republika Online, “Fatwa Akad Multijasa Perlu Disosialisasikan”, artikel diakses pada 3 Maret 2008 dari www.detail_headline.com
wakalah sebagai solusi agar tetap dapat melayani kebutuhan para Mitranya.
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.
39
Dengan demikian, pembayaran dilakukan sendiri oleh Mitra kepada pihak ketiga dan
dananya berasal dari BMT. Dari penggunaan akad wakalah, menurut Drs. Agustianto, M.Ag,
mekanisme proses akad di BMT dengan produk multijasa yang mengunakan akad wakalah
sangat tidak tepat. Karena obyek yang diwakilkan bertolak belakang dengan kedaaan riil yang terjadi. Jika BMT mewakilkan kepada nasabah, berarti
BMT itu yang ingin kuliah. Jika akad wakalah ingin digunakan dalam transaksi tersebut, harus ada akad yang mendahuluinya, seperti akad ijarah. Namun akad
wakalah tidak dapat digunakan dalam akad ijarah yang di mana objeknya adalah
manfaat atas jasa. Ijarah dalam pembiayaan multijasa adalah jasa BMT dalam pelayanan menalangi pelunasan biaya kuliah sejumlah tententu. Oleh karena
BMT berjasa menyelesaikan biaya kuliah nasabah, maka nasabah diminta untuk membayar fee atas jasa yang dilakukan BMT yang telah menyelesaikan paket
pembayaran uang kuliah. Menurut beliau, seharusnya BMT hanya menggunakan akad ijarah saja, tidak perlu diwakilkan, karena tidak jelas apa objek yang
diwakilkan.
40
39
Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h.120
40
Agustianto, Sekjen IAEI Ikatan Ahli Ekonomi Islam Jakarta, Wawancara Pribadi, Ciputat, 27 Oktober 2008
Hanya saja menurut Drs. Agustianto, M.Ag, akad ijarah ini rawan kepada praktik riba, karena bentuk pembiayaan tersebut bersifat sosial. Seharusnya di
masa depan, pembiayaan untuk jasa dananya berasal dari zakat, infaq sedeqah atau waqaf yang kesemuanya merupakan akad tabarru’, bukan akad bisnis, yang
tujuannya untuk mencari keuntungan. Adanya pembebanan ujrah fee dalam transaksi itu, meskipun tidak didasarkan persentase, tetapi kenyataannya biaya
tersebut menjadi keuntungan pendapatan LKS. Dengan demikian, yang menjadi solusi ideal di masa depan untuk pembiayaan multijasa ialah akad qardh yang
sumber dananya dari ZISWAF. Bukan akad ijarah yang penuh rekayasa.
41
Objek ijarah dibagi menjadi dua, yaitu 1.
Ijarah benda, yaitu sewa-menyewa rumah, toko, dan lain-lain yang sesuai dengan syara’.
2. Ijarah pekerjaan, yaitu dengan cara memperkerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan. Seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu, dan lain-lain yang bersifat kelompok serikat.
Menurut para ulama fikih, objek ijarah terhadap nilai tukar atau uang karena menyewakan hal tersebut berarti menghabiskan materinya. Menyewakan
uang cenderung kepada adanya kelebihan pada barang ribawi yang cenderung kepada riba yang jelas diharamkan.
41
Ibid
Dengan demikian, aplikasi dalam pembiayaan multijasa dengan akad ijarah
seperti yang sudah dijelaskan di atas yang dilakukan oleh BMT al- Munawwarah tidak tepat karena hal ini rawan dengan praktek riba, penuh
rekayasa. Objek yang digunakan pada BMT al-Munawwarah dalam hal ini adalah uang karena pihak BMT memberikan dana tersebut kepada nasabah untuk
dibayarkan sendiri dengan menggunakan akad wakalah. Jika akad wakalah ingin digunakan pada objek sewa jasa, maka BMT harus menggunakan jasa orang lain,
bukan nasabah itu sendiri. Jika hal tersebut dilakukan sama halnya dengan konvensional di mana
“uang mengembangbiakkan uang” sedangkan dalam syariat Islam uang bukan suatu komoditi melainkan hanya alat untuk mencapai pertambahan nilai
ekonomis. Selain itu juga dalam fikih muamalah dijelaskan bahwa objek dalam akad ijarah adalah manfaat atas barang atau jasa. Jasa di sini seperti jasa seorang
karyawan yang telah bekerja pada suatu perusahaan sehingga mereka berhak memperoleh upah gaji.
Akad yang sebaiknya digunakan dalam pembiayaan multijasa adalah akad qardh
yaitu LKS memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa memungut imbalan. Jika tidak memungkinkan maka dapat menggunakan akad ijarah. Hanya
saja akad ijarah yang seharusnya dilakukan oleh BMT al-Munawwarah adalah BMT tidak menyerahkan sejumlah uang kepada nasabah melainkan BMT
memberikan jasa dalam menanggung terlebih dahulu beban nasabah yang langsung dibayarkan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu akad wakalah tidak
dapat digunakan dalam pembiayaan multijasa karena objek pembiayaan multijasa adalah sewa jasa bukan barang.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN