Pembiayaan Multijasa KAJIAN TEORITIS

yang diajukan nasabah dalam permohonannya dan jangan sampai lari dan terjadi hal-hal di luar kesepakatan. 23

C. Pembiayaan Multijasa

4. Pengertian Pembiayaan Multijasa Seperti yang sudah dijelaskan diawal bahwa pembiayaan merupakan fasilitator pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah, dalam hal ini BMT kepada pihak-pihak yang memerlukan dana deficit unit. Dalam hal ini masyarakat yang membutuhkan dana diperoleh dari masyarakat pula, yaitu masyarakat yang menitipkan uangnya atau dana di lembaga keuangan syariah. Multijasa terdiri dari dua kata, yaitu kata multi yang berarti banyak, bermacam-macam dan kata jasa yang berarti perbuatan yang berguna atau bernilai bagi orang lain, manfaat. Jadi multijasa adalah suatu perbuatan atau manfaat yang bermacam-macam gunanya bagi orang lain. Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah, baik perbankan atau nonperbankan kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa. 24 Pembiayaan multijasa merupakan fasilitas 23 Ibid 24 Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.serambinews.com pembiayaan konsumtif yang tidak bertentangan dengan syariah seperti biaya pendidikan, kesehatan, pernikahan, naik haji dan umrah. 25 5. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa Pada zaman Rasulullah telah diperbolehkan peminjaman atas jasa seseorang, seperti yang terdapat dalam surat al-Qur’an surat al-Baqarah 2 ayat 233. N O 5 P5 E Q 8P 5 6 NRﻡ ﺱSE T6 U 1: V 6Gﺏ ﺏ 5N ; ; ﺏ WW Artinya: “...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” Menurut Ibnu Katsir sebagaimana dikutip dalam Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, dikatakan bahwa jika kedua orang tua sepakat untuk menyusukan anaknya kepada orang lain, maka diperbolehkan sepanjang mereka mau untuk menunaikan upah atau pembayaran yang baik atau patut kepada orang tersebut. Hal ini menunjukan adanya jasa yang diberikan dan adanya kewajiban melakukan pembayaran yang patut atas jasa yang diterima. 26 25 ISM, “BNI Syariah Luncurkan Multijasa iB”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.niriah.com. 26 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah , Jakarta: Kencana, 2007, cet. Pertama, edisi pertama, h.843 6. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa Menurut fatwa DSN-MUI, pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah LKS kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa. DSN-MUI memandang perlu menetapkan membuat fatwa tentang pembiayaan multijasa sebagai pedoman pelaksanaan transaksi tersebut agar sesuai dengan prinsip syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan jasa. Fatwa ini ditetapkan dari Hasil Rapat Pleno DSN-MUI pada tanggal 11 Agustus 2004 dan dibuat karena datangnya surat permohonan dari Bank Rakyat Indonesia pada tanggal 28 April 2004 dan dari Bank Danamon. Fatwa ini substansi dari fatwa DSN No. 09DSN-MUIIV2000 tentang Pembiayaan Ijarah dan No. 11DSN-MUIIV2000 tentang Pembiayaan Kafalah. Dalam fatwa No. 44DSN-MUIVII2004 tentang pembiayaan multijasa, terdapat beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut: a. Ketentuan Umum 1 Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh jaiz dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah. 2 Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah. 3 Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah. 4 Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa ujrah atau fee. 5 Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase. b. Penyelesaian Perselisihan Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. c. Ketentuan Penutup Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

D. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah