Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah

4 Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa ujrah atau fee. 5 Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase. b. Penyelesaian Perselisihan Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. c. Ketentuan Penutup Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

D. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah

Ijarah berarti upah, sewa, jasa, imbalan. 27 Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam 27 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h.120 akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. 28 Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah manfaat jasa. Penggunaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa karena pembiayaan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan jasa. Menurut Syaikh asy-Syairazy sebagaimana dikutif dalam bukunya al-Muhadzdzab jilid 1, h. 394 menyatakan “Boleh melakukan akad ijarah sewa menyewa atas manfaat yang dibolehkan karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat”. 29 Fatwa DSN-MUI No. 09DSN-MUIIV2000 mengenai pembiayaan ijarah : a. Rukun dan Syarat Ijarah 1 Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. 28 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, t.th., h.147-148 29 Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.serambinews.com 2 Pihak-pihak yang berakad berkontrak: terdiri atas pemberi sewapemberi jasa, dan penyewa atau pengguna jasa. 3 Obyek akad ijarah, yaitu: 1 manfaat barang dan sewa; atau 2 manfaat jasa dan upah. b. Ketentuan Obyek Ijarah 1 Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa. 2 Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. 3 Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan tidak diharamkan. 4 Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. 5 Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah ketidaktahuan yang akan mengakibatkan sengketa. 6 Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. 7 Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga tsaman dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. 8 Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa manfaat lain dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. 9 Kelenturan flexibility dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak. c. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1 Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa: a Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan b Menanggung biaya pemeliharaan barang. c Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. 2 Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa: a Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad kontrak. b Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan tidak materiil. c Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Dalam pembiayaan ijarah, lembaga keuangan syariah dapat memperoleh ujrah . Ujrah adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan. 30 Dalam ujrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah. 31 Skema ijarah adalah sebagai berikut: Gambar 3. Skema Ijarah Keterangan: 1 Nasabah mengajukan Pembiayaan Ijarah ke bank. 2 Bank memberi atau menyewa barang yang diinginkan pleh nasabah sebagai objek ijarah dari supplierpemilik. 3 Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dan bank mengenai barang objek, tarif, periode, dan biaya, maka akad ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki. 30 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, edisi kedua, h.110 31 Dr.H. Hendi Suhendi, M.Si., Fiqh Mualamah membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain , Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2007, Ed. Ketiga, h.118 Menyewa Jasa BANK NASABAH Bayar Cicilan

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI

DAN OBJEK PENELITIAN

A. BMT al-Munawwarah

1. Sejarah Singkat Pendirian BMT al-Munawwarah Sistem dan praktek ekonomi yang berlaku di masyarakat seringkali tidak sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi berkeadilan yang menaruh perhatian pada kepentingan kesejahteraan rakyat kecil. Tidak terdistribusi atau meratanya ekonomi seringkali terjadi pemupukan kekayaan di kalangan menengah ke atas sementara dalam ajaran Islam dilarang hal tersebut bahkan sangat diharamkan sehingga terciptanya kenyataan bahwa yang kaya makin jaya dan miskin makin terpuruk. Hal ini telah lama terjadi sehingga umat Islam mendambakan sistem dan praktek ekonomi yang menjamin pemerataan ekonomi, kesejahteraan dan keadilan sosial. Namun keberadaan lembaga perbankan syariah yang telah ada saat ini pun ternyata kurang dapat mengatasi kesulitan pengusaha mikro kecil yang jumlahnya puluhan juta unit. Lembaga perbankan kurang dapat menjangkau kelompok tersebut sehingga terkadang memaksa mereka mencari jalan keluar yang praktis yang mereka piker dapat membantu dan menjadi “Dewa Penolong”