19
2.8.2 Reseptor Nikotinik
Reseptor nikotinik merupakan reseptor yang terhubung dengan kanal ion dan terdiri dari empat subunit yaitu α1, α2, β dan δ yang masing masing
berkontribusi membentuk kanal ion dan memiliki tempat ikatan untuk molekul asetilkolin. Reseptor ini terdapat di neuromuscular junction, ganglion otonom,
medula adrenal dan susunan saraf pusat Rahardjo, 2009.
2.9 Agonis Muskarinik
Umumnya obat akan menghasilkan efeknya ketika berikatan dengan protein spesifik yang disebut dengan reseptor. Reseptor akan merespon senyawa
kimia endogen pada tubuh seperti transmitter sinaps contohnya asetilkolin, noradrenaline atau hormon contohnya endokrin, insulin. Adanya obat atau
transmitter berikatan dengan reseptor dan menghasilkan respon berupa efek farmakologik disebut dengan agonis Zunilda, 2007.
Agonis muskarinik dibedakan atas : 1.
Asetilkolin dan ester kolin sintesis yaitu metakolin, karbakol dan dan betanekol.
2. Alkaloid kolinergik yang terdapat dialam yaitu muskarin,
pilokarpin dan arekolin beserta senyawa sintesisnya Zunilda, 2007.
Asetilkolin hanya bermanfaat dalam penelitian dan tidak berguna secara klinis karna efeknya sangat luas di berbagai organ. Selain itu, kerjanya terlalu
singkat karena segera dihancurkan oleh asetilkolinesterase atau butirilkolinesterase. Asetilkolinpun tidak dapat diberikan per oral, karena
Universitas Sumatera Utara
20
dihidrolisis oleh asam lambung. Asetilkolin eksogen memperlihatkan efek yang sama dengan efek asetilkolin endogen. Secara umum efek farmakodinamik
asetilkolin dibedakan atas dua golongan, yaitu efek terhadap kelenjar eksokrin dan otot polos yang disebut dengan efek muskarinik dan efek terhadap ganglion
simpatis dan parasimpatis, kelenjar adrenal dan otot rangka yang disebut efek nikotinik Zunilda, 2007.
2.10 Antagonis Muskarinik
Antagonisme adalah suatu keadaan ketika efek dari satu obat menjadi berkurang atau hilang sama sekali yang disebabkan oleh keberadaan satu obat
lainnya Setiawati dan Gan, 2007. Zunilda 2007 mengelompokkan penghambat reseptor muskarinik atau antimuskarinik dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Alkaloid antimuskarinik, atropin dan skopolamin
2. Derivat semisintesisnya
3. Derivat sintesis.
Atropin selektif menghambat reseptor muskarinik, tetapi pada dosis sangat besar atropin memperlihatkan efek penghambatan juga diganglion otonom
dan otot rangka yang reseptornya nikotinik. Hambatan oleh atropin bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebih
atau pemberian asetilkolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap eksogen. Kepekaan reseptor
muskarinik terhadap antimuskarinik juga berbeda antarorgan, atropin sendiri memiliki efek yang lebih kuat diperifer yaitu terhadap jantung, usus dan otot
bronkus Zunilda, 2007.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara berkembang seperti Indonesia banyak sekali faktor-faktor pencetus penyebab terjadinya penyakit, penyebab utamanya yaitu kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat dan faktor ekonomi yang menyebabkan masyarakat yang kurang mampu tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk hidup ditempat yang bersih dan layak untuk ditinggali, serta ketidakmampuan masyarakat untuk membeli obat seiring dengan meningkatnya
harga obat modern Sundari, dkk., 2005. Salah satu penyakit dengan tingkat kasus tinggi pada negara berkembang
adalah tetanus. Tetanus merupakan salah satu penyebab yang berpotensi fatal yang ditandai dengan meningkatnya kekakuan dan kejang pada otot rangka. Salah
satu bentuk manifestasi kejang adalah kontraksi yang terus menerus pada otot disebagian atau seluruh tubuh. Tetanus disebabkan oleh perubahan bentuk spora
bakteri Clostridium tetani. Kekakuan otot biasanya pertama melibatkan rahang lockjaw dan leher kemudian menjadi keseluruh tubuh Tiwari, 2011.
Mekanisme kerja tetanus adalah dengan menghambat pelepasan inhibitory transmitter yaitu glysin pada sinaps sehingga excitatory transmitter akan lebih
mendominasi pada sinaps, tingginya excitatory transmitter pada sinaps inilah yang akan meningkatkan kontraksi terus menerus sampai mengakibatkan kejang
goodman dan gilman, 2008; lullmann, 2000. Keseimbangan antara inhibitory transmitter dan excitatory transmitter pada transmisi sinaps sangat penting untuk
Universitas Sumatera Utara