BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Kemandirian Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,
Dana Bagi Hasil, dan Investasi. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan
tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.
2.1.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa Daerah memiliki kewenangan dalam
mengelola daerahnya sendiri secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap kepentingan masyarakatnya.
Menurut Halim 2007:232 “Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan
daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman”.
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal terutama pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi tingkat rasio kemandirian, semakin tinggi
partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen PAD akan menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang lebih tinggi.
Kotarba dan Kolomycew 2014 menyatakan “ The financial independence of local governments units in an important element of the
decentralization of public administration and an effective system of the delivery of public task.” Bahwa kemandirian keuangan pada pemerintah
daerah merupakan elemen penting dari desentralisasi administrasi publik dan merupakan sistem yang efektif didalam melaksanakan tugas publik. Tindakan
kemandirian yang dilakukan oleh pemerintah daerah dapat terlihat dari kemampuan yang besar oleh pemerintah daerah itu sendiri untuk
mengendalikan atau mengelola pendapatan asli daerahnya. Secara konseptual, pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
harus dilakukan sesuai dengan kemandirian keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, walaupun
pengukuran kemampuan keuangan daerah ini akan menimbulkan perbedaan. Paul Harsey dan Kenneth Blanchard memperkenalkan “Hubungan
Situasional” dalam pelaksanaan otonomi daerah, antara lain : 1.
Pola Hubungan Instruktif, peran pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah Daerah yang tidak
mampu melaksanakan otonomi daerah.
Universitas Sumatera Utara
2. Pola Hubungan Konsultif, campur tangan pemerintah pusat
sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonom.
3. Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin
berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.
4. Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat
sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
Tabel 2.1 Tolak Ukur Kemampuan Daerah
Sumber: Mahsun, 2006 Bertolak dari teori tersebut karena adanya potensi sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang berbeda, akan terjadi pula perbedaan pola hubungan dan tingkat kemandirian antar daerah. Sebagai pedoman dalam
melihat pola hubungan dengan kemandiran daerah dari sisi keuangan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian :
X 100 Bantuan Pemerintah PusatProvinsi + Pinjaman
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, penganggaran dan
pertanggungjawaban penggunaan belanja penunjang operasional pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah serta tata cara pengembalian tunjangan
komunikasi intensif dan dana operasional disebutkan dalam pasal 5 ayat 2
No Kemampuan Keuangan
Daerah Rasio Kemandirian
Pola Hubungan
1 Rendah Sekali
0 – 25 Instruktif
2 Rendah
25 – 50 Konsultatif
3 Sedang
50 – 75 Partisipatif
4 Tinggi
75 – 100 Delegatif
Universitas Sumatera Utara
mengenai pengelompokan kemampuan keuangan daerah untuk kabupatenkota, diatur sebagai berikut:
a. Di atas Rp 400.000.000.000,00 empat ratus miliyar rupiah dikelompokkan pada kemampuan keuangan daerah tinggi;
b. Antara Rp 200.000.000.000,00 dua ratus miliyar rupiah sampai dengan Rp 400.000.000.000,00 empat ratus miliyar rupiah
dikelompokkan pada kemampuan keuangan daerah sedang, dan; c. Di bawah Rp 200.000.000.000,00 dua ratus miliyar rupiah
dikelompokkan pada kemampuan keuangan daerah rendah.
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah